"Apa yang kau lamunkan?"
Lova tersentak dari lamunannya saat suara Rick terdengar disebelah telinganya “Tidak ada" Jawabnya sambil tersenyum kecilLova mengedarkan pandangannya cepat, sejenak memastikan keadaan sekitar. “Di mana Mr Broker?" tanyanya, nadanya dibuat senetral mungkin.Rick terkekeh kecil, seolah pertanyaan itu tidak mengejutkannya. "Aleandro? Dia sudah pergi" jawabnya santai. "Sepertinya urusannya di sini sudah selesai, dan dia tidak suka berlama-lama."Lova menyembunyikan rasa kecewanya, berusaha tidak menunjukkan bahwa keberadaan Aleandro sebenarnya cukup penting baginya. Ia ingin tahu alasan Aleandro bekerja sama dengan Rick, terutama jika menyangkut senjata dan bisnis kotor seperti yang ia duga."Kau kecewa dia pergi?" Rick bertanya, suaranya penuh sindiran, seolah-olah sudah bisa membaca pikiran Lova.“Kenapa harus kecewa? Bukankah aku sudah menemukan yang lebih menarik di sini?” balas Lova, mengarahkan pandangan menggoda padanya.Sebuah ide gila terlintas dibenak Caid, begitu yakin Lova sudah benar-benar menghilang dari Club. Pria itu turun dari mobilnya dan masuk ke dalam klub malam, langsung menuju bartender yang menyapa dengan ramah"Minuman jenis apa yang anda butuhkan tuan?" Bartender itu jelas tau siapa pria didepannya ini.“apapun, tambahkan afrodisiak didalamnya" katanya, tanpa basa-basi, menyodorkan senyuman miring yang penuh arti. Bartender mengangkat alis, terkejut tapi akhirnya mengangguk dan meracik minuman itu dengan cepat. Caid ingin memastikan pikirannya semakin kabur, lebih dalam lagi ke dalam ketidakwarasan yang ia pilih malam ini."Ini dia Tuan" Bartender itu memberikan sebuah gelas berisi cairan dengan aroma pekat. Matanya mengkode seorang pelacur disana untuk mendekat pada merekaSaat pelacur itu mendekat, ia menatap Caid dengan senyum penuh rayuan, seolah sudah terbiasa menghadapi pria yang mabuk dan tersesat dalam pikirannya sendiri. Pelacur itu menyentuh lengan
Sejak menjadi agen, Lova adalah orang yang paling konsisten dan berkomitmen tinggi. Dia memiliki prinsip Lova selalu menempatkan misinya di atas segalanya, menjaga jarak dari hal-hal yang dapat merusak fokus dan ketenarannya sebagai agen yang paling tangguh dan berdedikasi. Tapi Caid… pria itu, dengan segala pesona dan ketidakpastian yang ia bawa, selalu berhasil menembus lapisan tebal perlindungan yang Lova bangun. Saat ini, Lova berdiri di hadapannya, merasa lemah di bawah tatapan tajam Caid yang tidak biasa. "Kau seharusnya tidak di sini" bisik Lova, mencoba untuk mempertahankan nada tegas, namun suaranya justru terdengar rapuh. Dalam hatinya, ia tahu bahwa Caid adalah risiko yang tidak bisa ia hindari. Setiap kali ia berusaha menjauh, sesuatu dalam dirinya justru menariknya kembali. Ketika Caid akhirnya menarik diri sedikit, napasnya memburu, dan tatapan matanya semakin gelap, penuh keinginan yang liar dan tidak terkendali. “Tidak untuk saat ini, Love” bisiknya dengan suara s
“Kau suka tato ini?” Caid bertanya dengan serak, fokusnya kini tertuju pada wajah LovaLova mengalihkan pandangannya, merasa canggung namun juga tak mampu menyembunyikan rasa penasaran yang membara. Ia mengangguk pelan, meski dalam hatinya masih tersimpan banyak pertanyaan. "Kenapa... kenapa wajahku?" tanyanya lirih.Caid tersenyum tipis, matanya penuh intensitas yang memabukkan. "Karena kau satu-satunya yang memenuhi pikiranku, Love. Aku ingin kau selalu dekat, bahkan saat kau tak di sini."Lova merasakan wajahnya memanas. Caid bukan hanya pria yang obsesif, tetapi juga penuh dengan ketulusan yang tak biasa. Di satu sisi, ia merasa tergoda untuk melangkah lebih jauh, tetapi di sisi lain, ketakutan itu masih ada, ketakutan bahwa ini adalah jalan yang sulit dan penuh risiko."Bagaimana kalau orang lain melihatnya?" Lova bertanya, nada suaranya agak tegang.Caid tertawa pelan, memegang dagu Lova dan menatapnya dalam-dalam. "Tak ada yang akan melihatnya, Love. Hanya
Lova memainkan jarinya di dada bidang Caid, jari-jarinya menari perlahan di permukaan kulitnya yang hangat dan berdenyut. Sentuhan itu lembut, hampir seperti sentuhan yang penuh rasa sayang, seolah ingin mengabadikan momen ini. Mereka terbaring berdua di atas ranjang, dengan napas yang perlahan mulai tenang, namun sisa-sisa keintiman masih memenuhi udara di antara mereka.Caid menatap Lova dengan intens, matanya memancarkan kehangatan yang jarang ia tunjukkan. "Aku harap kau sudah sadar.." gumamnya dengan suara rendah, "aku tidak akan pernah melepaskanmu apapun yang terjadi, Love."Lova hanya tersenyum samar, tapi ada keraguan yang masih tersimpan dalam benaknya. Namun, dalam pelukan Caid yang erat, ia merasa aman dan nyaman, perasaan yang jarang ia dapatkan dalam hidupnya yang penuh dengan kerumitan."Sudah kubilang, kau gila" jawabnya dengan suara serak yang diwarnai tawa kecil, mencoba menyembunyikan perasaan yang mulai menguat di dalam dirinyaTangan Caid me
"Kau sungguh tak akan kembali ke Boston?" Tanya Caid Lova mengangguk sambil melepaskan handuk yang melilit rambutnya, membiarkan helai-helai basahnya terurai. "Tidak untuk sekarang" Jawab Lova. Ia meraih hairdryer di meja, siap untuk mengeringkan rambutnya sendiri, namun Caid dengan sigap mengambilnya dari tangannya."Biar aku yang melakukannya" ucap Caid dengan nada lembutLova menatapnya dengan sedikit kaget. "Kau… ingin mengeringkan rambutku?" tanyanya, sedikit ragu, namun tak mampu menyembunyikan rasa hangat di dadanya.Caid hanya tersenyum kecil, menyalakan hairdryer dan mulai mengarahkan aliran hangat ke rambut Lova. Jemarinya dengan lembut menyusuri helai-helai rambut, seolah tak ingin melewatkan satu bagian pun. Perlahan, gerakannya yang penuh perhatian membuat Lova merasa nyaman, lebih dari yang ia bayangkan.Setiap sentuhan Caid terasa intim, dan Lova bisa merasakan setiap detik berlalu dengan tenang. Sesekali, tatapan mereka bertemu di cermin, da
Lova membuka matanya perlahan, merasa deja vu dengan perasaan tak asing ini. Lova mengedarkan pandangan, menyadari dirinya berada di kursi pesawat dengan sabuk pengaman terpasang rapi. Ia menoleh ke samping dan melihat Caid duduk di sebelahnya dengan ekspresi santai, seperti tidak terjadi apa-apa.Lova memang mengatakan pada Caid jika dia belum ingin kembali ke Boston, dia juga bilang jika ingin memperpanjang cuti, namun bukan berarti Caid bisa membawanya seenak pria itu ke dalam pesawat yang entah kemana tujuannya"Caid" ujarnya dengan suara dingin "Aku tidak bilang kau bisa membawaku begitu saja dengan pesawat ini."Caid menoleh padanya dengan senyum tipis yang sama sekali tidak menunjukkan penyesalan. "Kau terlalu nyenyak tidur, Love."Lova mendengus, berusaha menenangkan dirinya. "Aku bilang aku ingin memperpanjang cuti, bukan berarti aku ingin diculik ke tempat yang entah di mana, Caid."Caid tertawa kecil "Bukankah menyenangkan? Cuti dengan sedikit ke
Setelah perjalanan yang cukup lama, pesawat akhirnya mendarat di Bandara Charles de Gaulle, Paris. “Selamat datang di Paris, Love” ucap Caid sambil menggenggam tangan Lova. Mengiring wanitanya untuk turun dari pesawat"Kau benar-benar membawaku ke Paris?” tanyanya, meski sebenarnya sudah mulai menyadari tujuan mereka sejak beberapa waktu lalu.Caid mengangguk, tersenyum penuh percaya diri. “Tentu saja. Bukankah ini tempat bulan madu terbaik?”"Bulan madu?" Ulang Lova skeptisCaid terkekeh melihat reaksi skeptis Lova. “Iya, kau dengar dengan benar, bulan madu" jawabnya santai, seraya berjalan bersamanya melewati gerbang kedatangan. "Kau dan aku?" Caid mendengus, rasanya dia pernah mendengar Lova mengucapkan itu sebelumnya "Kita, Love. Kau dan aku sudah menjadi kita"Lova menghela napas panjang, setengah malas tapi juga tak bisa menyembunyikan sedikit senyuman di bibirnya. “Kita, ya?” gumamnya, berpura-pura meragukan kata-katanya, meskipun di hatinya
Lova kira menjadi agen CIA adalah hal yang paling membahagiakan dalam hidupnya, namun ternyata perasaan hangat saat bersama Caid melebihi semua itu. Selama ini, ia berpikir bahwa kebebasan dan petualangan dalam pekerjaannya adalah puncak dari kehidupan yang ia inginkan. Ia terbiasa menghadapi bahaya, menyelesaikan misi-misi berisiko tinggi, dan merasa puas dengan hidup yang penuh adrenalin. Namun, semua itu tidak pernah benar-benar mengisi kekosongan di hatinya.Sejak bersama Caid, pandangannya mulai berubah. Di setiap momen kebersamaan mereka, ia menemukan perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Kedamaian, perlindungan, dan cinta yang tulus. Caid memberikannya kenyamanan yang tak pernah ia sadari selama ini ia butuhkan. Ketika ia berada di sisinya, dunia yang penuh ketegangan dan bahaya terasa menjauh, digantikan oleh kehangatan yang menenangkan.Caid melakukan segalanya untuk LovaCaid menoleh padanya, sebelah tangannya mengusap punggung tangannya lembut