Lova kira menjadi agen CIA adalah hal yang paling membahagiakan dalam hidupnya, namun ternyata perasaan hangat saat bersama Caid melebihi semua itu. Selama ini, ia berpikir bahwa kebebasan dan petualangan dalam pekerjaannya adalah puncak dari kehidupan yang ia inginkan. Ia terbiasa menghadapi bahaya, menyelesaikan misi-misi berisiko tinggi, dan merasa puas dengan hidup yang penuh adrenalin. Namun, semua itu tidak pernah benar-benar mengisi kekosongan di hatinya.
Sejak bersama Caid, pandangannya mulai berubah. Di setiap momen kebersamaan mereka, ia menemukan perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Kedamaian, perlindungan, dan cinta yang tulus.Caid memberikannya kenyamanan yang tak pernah ia sadari selama ini ia butuhkan. Ketika ia berada di sisinya, dunia yang penuh ketegangan dan bahaya terasa menjauh, digantikan oleh kehangatan yang menenangkan.Caid melakukan segalanya untuk LovaCaid menoleh padanya, sebelah tangannya mengusap punggung tangannya lembut"Aku tidak pernah menyangka bisa ke sini... denganmu.” Suara Lova terdengar pelan, hampir seperti gumaman yang hanya untuk dirinya sendiri.Caid melirik ke arah Lova, matanya bersinar lembut melihat ekspresi terkejut dan takjub di wajah wanita itu. Mereka menatap menara Eiffel dari dalam kamar hotel, ditemani dua gelas wine mahal.Caid mengangkat gelasnya, menatap Lova dengan senyum yang sedikit lebih lembut dari biasanya. "Kau suka pemandangannya?"Lova mengangguk pelan, matanya masih terpaku pada kerlap-kerlip kota di bawah mereka. "Aku memang selalu ingin ke sini... tapi tidak pernah terpikirkan kalau akan ada momen seperti ini." Lova menjeda sejenak untuk sekedar menatap Caid "Terasa sangat fancy" Sambungnya"Fancy? Kupikir ini hal yang biasa untuk seorang Angelic?" Goda CaidLova tertawa kecil, tetapi nadanya sedikit getir. "Apa kau akan bosan denganku?""Maksud pertanyaanmu?""Yah hanya berpikir, kadang pria kaya cenderung tidak puas hanya memiliki
"Sudah kubilang untuk berhenti berhubungan dengannya, Caid Walton" Caid memandangi pemandangan kota dari balkon dengan sorot mata yang tenang namun penuh pemikiran. Asap rokok yang perlahan memudar di udara seakan mencerminkan pikirannya yang tak kunjung berhenti berputar. Tubuhnya yang terbuka diterpa angin malam, membuat bayangan otot-ototnya semakin terlihat di bawah cahaya lampu redup dari kamar hotel "Aku tidak bisa, dad" "Dengar Caid, kau bisa berhubungan dengan siapapun tapi tidak dengan agen CIA" Tekan Calton yang justru membuat Caid terkekeh "Kenapa dad begitu tidak sukanya dengan mereka?" Caid memutar tubuhnya sedikit, memandangi ponselnya yang masih tersambung dalam panggilan dengan ayahnya. Kekehannya penuh dengan sindiran, sementara pikirannya mulai dipenuhi oleh alasan di balik ketidaksukaan ayahnya terhadap CIA. Selama ini, Caid tahu bahwa ayahnya selalu menghindari segala hal yang berhubungan dengan organisasi tersebut. Namun, dia tidak pernah mendapatkan a
"Aku bisa mandi sendiri" protes Lova. Mereka baru saja selesai dengan kegiatan panas mereka dan Caid tetap kekeh ingin memandikannya “Apa kau mendengarku Caid Walton?!” "Sst, biarkan aku memandikanmu, Love" ucap Caid lembut mengambil sabun dan mulai mengusapnya ke kulit Lova. Gerakan tangannya lembut dan penuh perhatian, membuat Lova merasa rileks meskipun awalnya merasa terganggu dengan kehadiran pria itu Masalahnya mereka hanya mandi, sekedar mandi tanpa melakukan kegiatan intim apapun dan Lova merasa canggung dibuatnya "Angkat tanganmu, Love" "CAID.." Lova berusaha protes lagi, tetapi suaranya melemah saat merasakan sentuhan lembut Caid yang menyatukan kedua tangannya dan mengangkatnya ke atas hingga satu tangan Caid kini bergerak menyabuni ketiaknya Caid hanya tersenyum kecil melihat Lova yang jelas-jelas berusaha menahan rasa canggung. Wajah wanitanya itu nampak memerah, namun hal itu justru membuat Caid kesulitan. Caid tidak bisa melihat Lova yang seperti ini Terlal
"Mereka berada di hotel Shangri-La Parise, suite room, Tuan"Calton mengangguk, matanya menyipit mendengar laporan itu. Ia duduk dengan tenang di kursi kulit besar di ruang kerjanya, tapi pikirannya berkecamuk. "2 hari ini Tuan Muda tidak keluar dari kamar sekalipun. Apa kami harus terus mengawasinya?" "Tidak perlu, putraku itu akan jadi makin liar tiap harinya" Katanya dengan suara dingin dan tegas.Calton memandang jauh ke luar jendela besar ruang kerjanya, memikirkan putranya, Caid. Dalam benaknya, muncul kilasan kenangan lama tentang anak lelaki itu, saat masih kecil dan selalu menurut padanya. Namun, kini Caid telah berubah menjadi seseorang yang terlalu liar, terlalu ambisius, bahkan berani mengambil risiko yang melampaui batas kewajaran.Calton menghela napas panjang, tangannya mengepal di atas meja kerjanya. Mungkin, dalam hati kecilnya, ia menyadari bahwa cara keras yang ia terapkan sejak awal telah membentuk Caid menjadi sosok yang sulit dikendalikan,
Setelah makan malam romantis yang agak dramatis, Caid membawa Lova keluar dari restoran dan menuju mobil yang diparkir di depan hotel. Caid mengambil alih kemudi, dan Lova duduk di sebelahnya"Mau ke mana?" tanya LovaCaid hanya tersenyum penuh misteri, tidak memberikan jawaban. Ia melajukan mobilnya dengan tenang melewati lampu-lampu kota yang berkilauan, membuat Lova bertanya-tanya. Awalnya, ia pikir Caid akan membawanya ke pusat perbelanjaan atau mungkin ke tempat romantis lainnya, tapi arah yang mereka ambil justru membuatnya semakin curiga.Mereka menjauh dari pusat kota"Hei, kau tak berpikir untuk meninggalkan ku di pinggiran kota kan?" Tanya Lova apatisCaid terkekeh mendengar nada apatis Lova. Ia meliriknya dengan ekspresi penuh godaan. "Ayolah, Kau pikir aku akan melakukan hal seperti itu padamu, Love?" tanyanya balik, dengan senyum menyebalkan di wajahnya.Lova mendengus kecil, melipat tangan di dada sambil memandang keluar jendela. "Kau selalu pun
Selama perjalanan kembali dari klub malam itu, Lova hanya diam sambil menatap kearah kaca mobil di sampingnya, mulutnya terasa kering, matanya terfokus pada kilatan lampu jalan yang melintas cepat. Selama 22 tahun hidupnya, baru kali ini Lova merasa tak yakin dengan pilihannya. Semua yang dia lihat dan alami tadi begitu jauh dari apa yang dia bayangkan sebelumnya. Dunia yang selama ini dia tahu, tiba-tiba terbelah menjadi dua, dan dia terjebak di tengahnya.Caid tetap menyetir dengan tenang, tidak ada yang berubah dari ekspresinya. Lova bisa merasakan aura yang kuat darinya, tetapi di balik ketenangan itu, dia tahu ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang sangat gelap yang mungkin tidak akan pernah bisa dia pahami sepenuhnya.Mereka memang saling mencintai tetapi Lova merasa terperangkap dalam dunia yang sangat berbeda dari yang dijalaninya saat ini"Kenapa kau bawa aku ke sana?" tanya Lova akhirnya, suaranya rendah, hampir terdengar seperti gumaman. Suasana di da
Lova kembali ke Boston setelah melakukan perjalanan panjang. Ia tiba di apartemennya dengan langkah yang lelah, mencoba menenangkan pikirannya. Kuliah dan kehidupan di kampus kembali menyambutnya dengan rutinitas yang biasa, namun ada rasa canggung yang tak bisa dihindari. Meskipun Caid telah mengungkapkan obsesi dan perasaannya yang mendalam padanya, hubungan mereka tetap berjalan dengan baik. Caid tidak mengganggu kesehariannya, tapi pria itu selalu menempel padanya. Caid seperti mengawasinya, memastikan jika Lova selalu dalam pantauannya. Lova sadar itu sejak perjalanan terakhir mereka dari Paris, sejak Caid mengenalkan Lova pada dunia Caid yang sesungguhnya Mereka tidak ada masalah namun entah mengapa terasa layaknya pasangan yang bertengkar Mau dibilang romantis, namun ada garis tipis yang membuat hubungan keduanya berbeda dari sebelumnya Entahlah, Lova bingung harus menjelaskan seperti apa Caid mengajaknya menikah ta
Lova sudah mengira jika dia akan kembali bertemu dengan ayah Caid, Calton. Namun dia tidak menduga jika pertemuan ini terjadi dengan cepat.Calton datang ke kampusnya, layaknya melakukan kunjungan biasa, ditemani oleh beberapa bodyguard yang berjaga disisi kanan dan kirinyaLova menatap Calton dengan tenang, matanya tajam dan penuh perhitungan. Dia duduk tepat di depan pria itu, tidak menunjukkan sedikit pun kegugupan meskipun dia tahu betul siapa yang sedang dia hadapi.Ruangan itu sunyi sejenak, hanya suara detakan jam yang terdengar memecah keheningan. Calton memandang Lova dengan ekspresi datar, namun ada aura yang sulit dijelaskan di antara mereka, sebuah ketegangan yang tak terlihat, namun jelas terasa.“Tidak ingin menjelaskan sesuatu, Nona Luvena?” Calton akhirnya buka suaraLova menarik napas pelan, matanya tetap tajam menatap pria yang sudah lama tidak ia temui ini. Semua perasaan campur aduk di dalam dirinya, namun ia t