Share

88. Go away

Penulis: Strrose
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-02 15:00:56

Magic Lounge, Chicago

Suasana malam itu memanas seiring dentuman musik yang memenuhi ruangan. Lampu-lampu redup yang berpendar warna ungu dan merah, menciptakan aura yang memikat di sekitar panggung.

Sosok Angelic muncul dengan langkah percaya diri, mengenakan mini dress merah yang pas membalut tubuhnya, membuat setiap pasang mata tak bisa berpaling darinya. Rambut pirang sebahu tergerai dengan sempurna, menambah kesan menggoda yang melekat pada penampilannya. Riasan wajahnya tegas dan memikat, menonjolkan mata yang tajam dan bibir merah yang menggoda.

Lova mulai bergerak seiring alunan musik, melangkah ringan namun penuh energi. Ia menari dengan gerakan yang sensual dan terlatih, memperlihatkan setiap lekuk tubuhnya dengan penuh percaya diri.

Setiap gerakannya terukur, menghipnotis penonton yang kini terpaku, seolah terseret dalam pesona yang ia bawa. Saat ia memutar tubuhnya dengan lincah dan mendekati tiang yang menjadi pusat panggung, suara sorak-sorai dari pen
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   89. Stalker

    "Apa yang kau lamunkan?"Lova tersentak dari lamunannya saat suara Rick terdengar disebelah telinganya “Tidak ada" Jawabnya sambil tersenyum kecilLova mengedarkan pandangannya cepat, sejenak memastikan keadaan sekitar. “Di mana Mr Broker?" tanyanya, nadanya dibuat senetral mungkin.Rick terkekeh kecil, seolah pertanyaan itu tidak mengejutkannya. "Aleandro? Dia sudah pergi" jawabnya santai. "Sepertinya urusannya di sini sudah selesai, dan dia tidak suka berlama-lama."Lova menyembunyikan rasa kecewanya, berusaha tidak menunjukkan bahwa keberadaan Aleandro sebenarnya cukup penting baginya. Ia ingin tahu alasan Aleandro bekerja sama dengan Rick, terutama jika menyangkut senjata dan bisnis kotor seperti yang ia duga."Kau kecewa dia pergi?" Rick bertanya, suaranya penuh sindiran, seolah-olah sudah bisa membaca pikiran Lova.“Kenapa harus kecewa? Bukankah aku sudah menemukan yang lebih menarik di sini?” balas Lova, mengarahkan pandangan menggoda padanya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Wanita Incaran Sang Billionaire   90. Drive me crazy

    Sebuah ide gila terlintas dibenak Caid, begitu yakin Lova sudah benar-benar menghilang dari Club. Pria itu turun dari mobilnya dan masuk ke dalam klub malam, langsung menuju bartender yang menyapa dengan ramah"Minuman jenis apa yang anda butuhkan tuan?" Bartender itu jelas tau siapa pria didepannya ini.“apapun, tambahkan afrodisiak didalamnya" katanya, tanpa basa-basi, menyodorkan senyuman miring yang penuh arti. Bartender mengangkat alis, terkejut tapi akhirnya mengangguk dan meracik minuman itu dengan cepat. Caid ingin memastikan pikirannya semakin kabur, lebih dalam lagi ke dalam ketidakwarasan yang ia pilih malam ini."Ini dia Tuan" Bartender itu memberikan sebuah gelas berisi cairan dengan aroma pekat. Matanya mengkode seorang pelacur disana untuk mendekat pada merekaSaat pelacur itu mendekat, ia menatap Caid dengan senyum penuh rayuan, seolah sudah terbiasa menghadapi pria yang mabuk dan tersesat dalam pikirannya sendiri. Pelacur itu menyentuh lengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Wanita Incaran Sang Billionaire   91. Caid, penipu ulung 21+

    Sejak menjadi agen, Lova adalah orang yang paling konsisten dan berkomitmen tinggi. Dia memiliki prinsip Lova selalu menempatkan misinya di atas segalanya, menjaga jarak dari hal-hal yang dapat merusak fokus dan ketenarannya sebagai agen yang paling tangguh dan berdedikasi. Tapi Caid… pria itu, dengan segala pesona dan ketidakpastian yang ia bawa, selalu berhasil menembus lapisan tebal perlindungan yang Lova bangun. Saat ini, Lova berdiri di hadapannya, merasa lemah di bawah tatapan tajam Caid yang tidak biasa. "Kau seharusnya tidak di sini" bisik Lova, mencoba untuk mempertahankan nada tegas, namun suaranya justru terdengar rapuh. Dalam hatinya, ia tahu bahwa Caid adalah risiko yang tidak bisa ia hindari. Setiap kali ia berusaha menjauh, sesuatu dalam dirinya justru menariknya kembali. Ketika Caid akhirnya menarik diri sedikit, napasnya memburu, dan tatapan matanya semakin gelap, penuh keinginan yang liar dan tidak terkendali. “Tidak untuk saat ini, Love” bisiknya dengan suara s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Wanita Incaran Sang Billionaire   92. Marking

    “Kau suka tato ini?” Caid bertanya dengan serak, fokusnya kini tertuju pada wajah LovaLova mengalihkan pandangannya, merasa canggung namun juga tak mampu menyembunyikan rasa penasaran yang membara. Ia mengangguk pelan, meski dalam hatinya masih tersimpan banyak pertanyaan. "Kenapa... kenapa wajahku?" tanyanya lirih.Caid tersenyum tipis, matanya penuh intensitas yang memabukkan. "Karena kau satu-satunya yang memenuhi pikiranku, Love. Aku ingin kau selalu dekat, bahkan saat kau tak di sini."Lova merasakan wajahnya memanas. Caid bukan hanya pria yang obsesif, tetapi juga penuh dengan ketulusan yang tak biasa. Di satu sisi, ia merasa tergoda untuk melangkah lebih jauh, tetapi di sisi lain, ketakutan itu masih ada, ketakutan bahwa ini adalah jalan yang sulit dan penuh risiko."Bagaimana kalau orang lain melihatnya?" Lova bertanya, nada suaranya agak tegang.Caid tertawa pelan, memegang dagu Lova dan menatapnya dalam-dalam. "Tak ada yang akan melihatnya, Love. Hanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Wanita Incaran Sang Billionaire   93. Pengakuan Lova

    Lova memainkan jarinya di dada bidang Caid, jari-jarinya menari perlahan di permukaan kulitnya yang hangat dan berdenyut. Sentuhan itu lembut, hampir seperti sentuhan yang penuh rasa sayang, seolah ingin mengabadikan momen ini. Mereka terbaring berdua di atas ranjang, dengan napas yang perlahan mulai tenang, namun sisa-sisa keintiman masih memenuhi udara di antara mereka.Caid menatap Lova dengan intens, matanya memancarkan kehangatan yang jarang ia tunjukkan. "Aku harap kau sudah sadar.." gumamnya dengan suara rendah, "aku tidak akan pernah melepaskanmu apapun yang terjadi, Love."Lova hanya tersenyum samar, tapi ada keraguan yang masih tersimpan dalam benaknya. Namun, dalam pelukan Caid yang erat, ia merasa aman dan nyaman, perasaan yang jarang ia dapatkan dalam hidupnya yang penuh dengan kerumitan."Sudah kubilang, kau gila" jawabnya dengan suara serak yang diwarnai tawa kecil, mencoba menyembunyikan perasaan yang mulai menguat di dalam dirinyaTangan Caid me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Wanita Incaran Sang Billionaire   94. Sweetness

    "Kau sungguh tak akan kembali ke Boston?" Tanya Caid Lova mengangguk sambil melepaskan handuk yang melilit rambutnya, membiarkan helai-helai basahnya terurai. "Tidak untuk sekarang" Jawab Lova. Ia meraih hairdryer di meja, siap untuk mengeringkan rambutnya sendiri, namun Caid dengan sigap mengambilnya dari tangannya."Biar aku yang melakukannya" ucap Caid dengan nada lembutLova menatapnya dengan sedikit kaget. "Kau… ingin mengeringkan rambutku?" tanyanya, sedikit ragu, namun tak mampu menyembunyikan rasa hangat di dadanya.Caid hanya tersenyum kecil, menyalakan hairdryer dan mulai mengarahkan aliran hangat ke rambut Lova. Jemarinya dengan lembut menyusuri helai-helai rambut, seolah tak ingin melewatkan satu bagian pun. Perlahan, gerakannya yang penuh perhatian membuat Lova merasa nyaman, lebih dari yang ia bayangkan.Setiap sentuhan Caid terasa intim, dan Lova bisa merasakan setiap detik berlalu dengan tenang. Sesekali, tatapan mereka bertemu di cermin, da

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Wanita Incaran Sang Billionaire   95. Rumit atau memikat ?

    Lova membuka matanya perlahan, merasa deja vu dengan perasaan tak asing ini. Lova mengedarkan pandangan, menyadari dirinya berada di kursi pesawat dengan sabuk pengaman terpasang rapi. Ia menoleh ke samping dan melihat Caid duduk di sebelahnya dengan ekspresi santai, seperti tidak terjadi apa-apa.Lova memang mengatakan pada Caid jika dia belum ingin kembali ke Boston, dia juga bilang jika ingin memperpanjang cuti, namun bukan berarti Caid bisa membawanya seenak pria itu ke dalam pesawat yang entah kemana tujuannya"Caid" ujarnya dengan suara dingin "Aku tidak bilang kau bisa membawaku begitu saja dengan pesawat ini."Caid menoleh padanya dengan senyum tipis yang sama sekali tidak menunjukkan penyesalan. "Kau terlalu nyenyak tidur, Love."Lova mendengus, berusaha menenangkan dirinya. "Aku bilang aku ingin memperpanjang cuti, bukan berarti aku ingin diculik ke tempat yang entah di mana, Caid."Caid tertawa kecil "Bukankah menyenangkan? Cuti dengan sedikit ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Wanita Incaran Sang Billionaire   96. Honeymoon?

    Setelah perjalanan yang cukup lama, pesawat akhirnya mendarat di Bandara Charles de Gaulle, Paris. “Selamat datang di Paris, Love” ucap Caid sambil menggenggam tangan Lova. Mengiring wanitanya untuk turun dari pesawat"Kau benar-benar membawaku ke Paris?” tanyanya, meski sebenarnya sudah mulai menyadari tujuan mereka sejak beberapa waktu lalu.Caid mengangguk, tersenyum penuh percaya diri. “Tentu saja. Bukankah ini tempat bulan madu terbaik?”"Bulan madu?" Ulang Lova skeptisCaid terkekeh melihat reaksi skeptis Lova. “Iya, kau dengar dengan benar, bulan madu" jawabnya santai, seraya berjalan bersamanya melewati gerbang kedatangan. "Kau dan aku?" Caid mendengus, rasanya dia pernah mendengar Lova mengucapkan itu sebelumnya "Kita, Love. Kau dan aku sudah menjadi kita"Lova menghela napas panjang, setengah malas tapi juga tak bisa menyembunyikan sedikit senyuman di bibirnya. “Kita, ya?” gumamnya, berpura-pura meragukan kata-katanya, meskipun di hatinya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06

Bab terbaru

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   Extra part (5) Happy End

    Kediaman Hilton yang luas dan elegan terlihat semakin hidup hari itu. Di ruang tengah yang mewah, suara tawa dan obrolan lembut bercampur dengan tangisan kecil bayi yang sesekali terdengar.“Akhirnya kalian datang juga. Lumia sudah menunggu” kata Dylan sambil mengarahkan pandangannya ke Matthias. “Dan siapa ini? Calon kakak besar yang gagah, ya?”Matthias tersenyum lebar, jelas sekali jika dia senang mendapat perhatian dan menjadi pusat perhatian “Uncle Dylan! Mana bayinya?” tanyanya tanpa basa-basi.Dylan tertawa kecil dan mengangguk. “Di sana, dengan Aunty. Tapi hati-hati, ya. Dia masih sangat kecil.”Matthias mengangguk penuh semangat. Dengan panduan Lova, ia berjalan ke arah sofa besar tempat Lumia duduk. Wanita muda itu terlihat anggun meskipun kelelahan, mengenakan gaun sederhana yang nyaman. Di pelukannya, seorang bayi mungil dengan kulit kemerahan sedang tidur nyenyak.“Lova, terima kasih sudah datang” sapa Lumia dengan senyum lembut. Matanya berbinar saat melihat Matthias mend

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   Extra part (4) Dunia tak berubah

    Matahari bersinar hangat di atas taman hijau yang luas. Angin lembut menerpa rambut Lova yang tergerai, membuatnya merasa lebih damai dari biasanya. Dia duduk di atas tikar piknik yang empuk, mengenakan gaun longgar yang menonjolkan perut besarnya. Di sebelahnya, Matthias tertidur pulas dengan kepala di pangkuannya, tangannya kecilnya masih menyentuh perut Lova seolah sedang mencoba merasakan gerakan adik kecilnya.Lova tersenyum lembut, mengusap rambut Matthias dengan penuh kasih. Pandangannya lalu beralih ke Caid, yang duduk di sebelahnya, tangan kekarnya melingkar di pinggangnya dengan erat. Matanya yang gelap tampak lebih lembut hari itu, penuh perhatian saat menatap istri dan anaknya."Dia sudah tidak sabar, ya," gumam Caid sambil menyentuh tangan Matthias yang masih berada di perut Lova. "Setiap hari dia bertanya kapan adiknya keluar."Lova terkekeh pelan, matanya bersinar bahagia. "Dia memang sangat antusias. Tapi aku juga tidak kalah senangnya. Akhirnya,

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   Extra part (3) Cemburu dengan anak

    Lova duduk di kursi makan dengan ekspresi tenang, tetapi jantungnya berdebar kencang. Dia telah menyiapkan sarapan untuk Matthias, yang sedang menggambar sesuatu di buku kecilnya. Caid duduk di seberangnya, membaca laporan di tablet, terlihat seperti biasa: tenang, mendominasi, dan mengendalikan segalanya."Aku hamil" kata Lova tiba-tiba, memecah keheningan dengan suaranya yang terdengar datar tapi penuh tekad.Caid menghentikan gerakan tangannya yang hendak mengambil secangkir kopi. Mata gelapnya beralih dari tablet ke wajah Lova, terpaku pada ucapan yang baru saja keluar dari bibirnya. Sekilas, ia tampak bingung, seolah otaknya membutuhkan waktu untuk mencerna informasi itu.“Aku hamil” Lova mengulang lagiKeheningan yang terjadi setelah kata-kata itu terasa berat, seperti udara di sekitar mereka mendadak berubah. Caid menatap Lova lekat-lekat, ekspresi wajahnya sulit ditebak. Jari-jarinya yang masih menggenggam tablet perlahan melonggar, hi

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   Extra part (2) So Hot

    Caid menghentakan miliknya, memompa inti Lova hingga sampai pada klimaksnya. Dihentakannya dalam-dalam pinggangnya sekali lagi, tubuh mereka bergetar dalam gelombang gairah yang saling memenuhi.Ditariknya benda panjang nan berurat itu kemudian melepaskan pengaman yang berisi cairan putih kental miliknya.Keringat menetes di pelipis keduanya, namun hanya satu yang terlihat puas. Lova mendengus keras, matanya menyipit tajam saat menatap pria di atasnya.“Kenapa kau selalu main aman?” Lova bertanya dengan nada kesal, napasnya masih memburu. “Aku ingin anak lagi, Caid. Apa kau bahkan memikirkannya?”Caid menundukkan kepala, menyentuh wajah Lova dengan lembut, tetapi senyumnya yang santai hanya membuat Lova semakin frustrasi. “Matthias baru tiga tahun, Love. Kau serius ingin anak lagi sekarang?”“Ya! Aku serius” tegas Lova, menyingkirkan tangan Caid dari wajahnya.Caid tertawa kecil mendengar

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   Extra part (1) Family

    3 tahun kemudian..."Di mana Matthias?" Lova memutar tubuhnya, mencari putranya yang seharusnya berada di kamar bermain.Seorang pelayan mendekat dengan ekspresi cemas. "Nyonya, saya baru saja melihat tuan muda keluar melalui pintu belakang."Jantung Lova berdebar keras. Matthias jarang sekali pergi tanpa memberitahu. Ia tahu putranya yang berusia empat tahun itu pintar dan penuh rasa ingin tahu, tapi naluri keibuannya langsung membuatnya khawatir.Lova melangkah keluar dengan tergesa, sepatu haknya membuat suara berirama di lantai. Ketika ia mencapai taman belakang, ia mendengar suara sesuatu yang mencurigakan.Bang!Lova terhenti. Suara itu adalah tembakan—dan itu berasal dari arah taman yang lebih dalam. Jantungnya seolah berhenti sejenak. Tanpa berpikir panjang, ia berlari ke arah suara itu.Di sana, Matthias berdiri dengan sebuah pistol kecil di tangannya. Tubuh mungilnya berdiri tegak, matanya yan

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   (S2) 33. Racing the limit (End)

    Setelah pernikahan yang menguras emosi, Dylan membawa Lumia ke sebuah tempat yang sejak awal ia siapkan dengan hati-hati. Sebuah mobil meluncur melewati jalan kecil yang diapit oleh pepohonan, sebelum akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang megah namun terasa hangat.Lumia turun dari mobil dengan perlahan, matanya terfokus pada rumah di depannya. Ia berdiri diam beberapa saat, mencoba mencerna perasaannya. Rumah itu terasa aneh baginya—familiar namun seperti mimpi yang lama terkubur.“Dylan...” panggilnya pelan, suaranya hampir bergetar. “Ini...?”Dylan mendekatinya, menyelipkan tangan ke pinggangnya dengan lembut. “Masuklah. Lihatlah lebih dekat.”Lumia mengikuti Dylan memasuki rumah itu, langkahnya terasa berat karena perasaan gugup yang membuncah. Begitu pintu utama terbuka, ia langsung disambut oleh interior yang begitu detail, hingga membuat dadanya berdebar kencang. Setiap sudut rumah itu terasa seperti

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   (S2) 32. Measure of sorrow

    Kamar Lumia dipenuhi aroma bunga segar dan suara gemerisik sutra. Lumia berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun putih sederhana namun elegan, dengan renda yang menjuntai hingga lantai. Cahaya matahari pagi menyinari rambutnya yang dibiarkan tergerai, memberikan kilauan keemasan yang membuatnya tampak memukau."Kau terlihat seperti malaikat, sangat cantik" ujar seorang wanita yang membantu menyempurnakan veil pengantinnya.Lumia hanya tersenyum kecil, tetapi ada kilatan gugup di matanya.Pintu terbuka, ayahnya, Petrus, muncul dengan setelan kemeja putih rapi yang dipadukan dengan jas abu-abu tua. Wajahnya tampak serius, tetapi sorot matanya menyiratkan kebanggaan yang sulit disembunyikan.“Lumia” panggilnya lembut, suaranya sedikit serak. Ia berjalan mendekat, memperhatikan putrinya yang kini terlihat begitu dewasa dan cantik“Papa..” Lumia berseru lirih. Rasanya dia hendak menangis namun dia tak enak dengan perias yan

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   (S2) 31. Reveal

    Lumia menatap cincin di jari manisnya dengan campuran perasaan yang sulit dijelaskan. Cincin itu tidak berkilau mewah, tetapi desainnya elegan, seolah-olah Dylan tahu bahwa ia tidak menyukai sesuatu yang berlebihan.Namun, yang lebih membuatnya gelisah adalah momen ketika cincin itu dipakaikan ke jarinya—begitu mendadak, tanpa persiapan, tanpa janji, dan di depan ayahnya yang sakit.Ia menghela napas panjang, pikirannya melayang ke detik-detik itu.Dylan berdiri di hadapannya dengan raut serius, sementara Petrus mengangguk kecil, memberikan persetujuannya tanpa banyak bicara. Lumia bahkan tidak sempat memproses semuanya sebelum Dylan berlutut, mengeluarkan cincin dari sakunya, dan menatap matanya dengan intens.Lumia bahkan belum mengenal siapa pun dari keluarga Dylan. Orang tua pria itu, saudara, bahkan masa lalunya yang lebih dalam—semuanya adalah misteri baginya. Lumia mengerti bahwa Dylan bukan tipe orang yang suka membuka diri, tetapi jik

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   (S2) 30. Lamaran

    Lumia tak bisa tenang selama disekolah, karena itu baru 10 menit sejak kelas pertama, dia langsung izin untuk pulang untuk menemani papa-nya. Namun apa yang didengarnya setelah sampai dirumah sungguh membuat dunia terasa hampaPapanya sakit dan Lumia tak tahu sama sekali“Mia...”“Apa yang sebenarnya terjadi, Pa?” tanyanya akhirnya, suaranya serak, hampir berbisik. Air mata yang ia tahan mulai memburamkan pandangannya. “Kenapa Papa tidak bilang apa-apa padaku?”Petrus menghela napas panjang, menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan lelah. “Papa tidak ingin kau khawatir, sayang. Kau masih muda, masih punya banyak hal yang harus kau pikirkan. Papa tidak ingin menjadi beban untukmu.”“Beban?” suara Lumia meninggi, nada protes yang bercampur kesedihan. “Papa bukan beban! Aku ini anak Papa, aku berhak tahu! Aku bisa membantu! Kenapa Papa malah menyembunyikan ini dariku? Apa papa akan pergi t

DMCA.com Protection Status