Share

68. Perasaan Lova

Penulis: Strrose
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-13 15:00:06

Aleandro menarik Lova keluar dari klub malam itu, dengan genggaman yang tidak mengizinkan penolakan. Lova merasa perutnya mengencang, bukan karena takut, tetapi karena frustrasi. Ini bukan bagian dari rencananya—dia butuh lebih banyak waktu dengan Sahaduta untuk menggali informasi lebih lanjut.

Saat mereka berjalan keluar dari klub, Lova menoleh ke arah Aleandro, dia melepaskan tangannya dengan kasar.

"Apa yang kau lakukan disini, paman?!" suara Lova penuh ketegasan, namun juga rasa penasaran yang jelas.

Aleandro berhenti sejenak, menatap Lova dengan intensitas yang membuat Lova merasa sesak "Menyelamatkanmu dari situasi yang bisa berakhir lebih buruk."

Lova mengerutkan kening. "Aku tidak butuh diselamatkan. Aku sedang mencari tahu sesuatu, paman."

"Terlalu berisiko," jawab Aleandro tegas, langkahnya kembali bergerak maju dengan Lova mengikuti. "Sahaduta bukan orang yang bisa kau perdaya begitu saja. Jika dia tahu niat aslimu, semuanya akan hancur."

Lova beru
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ruby Woo
Lova keren.. dobel update dong thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   69. He fell first and go harder

    Kelopak mata itu terbuka, menampakan netra coklatnya yang menatap kamar dengan cahaya renang. Tubuhnya terasa lelah, terlebih matanya membengkak karena dengan bodohnya menangisi AleandroTersadar ada sesuatu yang membuatnya terjaga. Dia merasakan sesak di perutnya, seperti ada yang menindihnya.Saat matanya mulai fokus, dia menoleh ke samping. Ekspresi heran tak tersembunyi diwajahny begitu mendapati pria yang harusnya ada di Milan itu justru diranjangnyaCaid ada di sana, berbaring di sebelahnya dengan tubuh setengah telanjang, tanpa atasan, memeluknya erat seakan dia tidak ingin Lova pergi ke mana pun.Tubuh Caid yang hangat menekan tubuh Lova, lengan kuatnya melingkar di pinggang Lova seolah-olah mereka sudah lama berbagi ranjang. Lova mencoba melepaskan diri perlahan, namun Caid mempererat pelukannya, matanya tetap terpejam, tetapi ada senyum di bibirnya seolah dia sadar apa yang sedang terjadi."Caid...?" Lova berbisik pelan, mencoba memastikan ini bukan mim

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Wanita Incaran Sang Billionaire   70. Sniffing

    Caid keluar dari kamar dengan langkah yang santai, namun pikirannya penuh dengan Lova. Begitu dia mencapai dapur, matanya langsung tertuju pada sosok Lova yang berdiri di depan kompor, sibuk memasak. Rambutnya tergulung tinggi, sedikit berantakan, tapi justru itu yang membuatnya terlihat semakin seksi di mata Caid. Ada sesuatu yang sangat memikat dalam keacakan itu, seolah Lova tidak menyadari betapa menggodanya dia.Caid berhenti sejenak di ambang pintu, hanya menatap Lova dari jauh. Matanya memperhatikan setiap detail, bagaimana rambutnya jatuh sedikit di lehernya, gerakan lembut tangannya saat mengaduk sesuatu di panci, dan cara tubuhnya bergerak dengan natural.Tanpa sadar, Caid menelan ludahnya, dorongan untuk mendekatinya semakin kuat, hingga dia tidak bisa menahannya lagi.Dengan langkah yang tenang namun pasti, Caid mendekati Lova dari belakang. Saat jarak mereka hampir tak berjarak, dia membungkuk sedikit, lalu dengan lembut mengecup leher Lova yang terbuka.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-15
  • Wanita Incaran Sang Billionaire   71. He want you

    "Kau tidak ada kelas hari ini?" tanya Caid, suaranya santai namun ada nada halus yang menuntut perhatian. Sup di mangkuk sudah habis, tapi Caid tidak menunjukkan tanda-tanda akan membiarkan Lova bangkit dari pangkuannya.Lova menatapnya sekilas, merasa gerah dengan kedekatan mereka tapi tidak menunjukkan protes yang nyata. "Tidak ada. Kau pikir aku bisa santai di sini kalau aku ada kelas?" jawabnya, berusaha mempertahankan nada biasa."Bagus." Caid mengangguk pelan, seolah puas dengan jawaban itu "Aku lebih suka ketika kau di sini bersamaku daripada di tempat lain" ucapnya, jarinya tanpa sadar menggambar pola lembut di pinggang Lova. Sentuhan itu membuat Lova merasakan sensasi panas yang menjalar, tapi dia menolaknya mentah-mentah dalam pikirannya.Lova menarik napas dalam-dalam, lalu mengubah posisi duduknya sedikit untuk memberi sinyal bahwa dia ingin berdiri. Tapi Caid malah mengencangkan pegangannya di pinggang Lova, tidak mengizinkannya bergerak."Sudah lama kau

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Wanita Incaran Sang Billionaire   72. Roleplay 21+

    "Aku bilang mengangkanglah"Lova menatap Caid, senyum menggoda tersungging di bibirnya, meski dia bisa merasakan ketegangan yang semakin meningkat di antara mereka. "Kau sungguh tidak berubah, ya, Walton?" balas Lova, tawa kecilnya terdengar di udara yang kini terasa lebih tebal. Dia tidak gentar dengan perintahnya, malah merasa tertantang oleh sikap dominan Caid yang mencoba mengendalikan dirinya.Dengan perlahan dia memundurkan tubuhnya, mengambil posisi ditengah meja lalu menekuk kedua kakinya menghadap Caid"Begini? cukup nyaman, bukan?" Lova melontarkan kalimat dengan nada mengejek, sambil menatap Caid dengan tatapan penuh tantangan.Caid mengerutkan keningnya, kebingungan bercampur kemarahan. "Kau pikir ini lelucon, Lova?" Suaranya lebih dalam, penuh tekanan."Aku hanya bermain dengan aturan yang kau buat, kau menyuruhku mengangkang dan aku melakukannya" jawab Lova, suaranya tetap tenang meski hatinya berdebar.Caid menggunakan kedua tangannya untuk mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Wanita Incaran Sang Billionaire   73. The Truth

    Lova terbaring di sofa, napasnya pelan namun teratur. Dinginnya AC tak serta membuat tubuh Lova yang bermandikan keringat menjadi sejuk.Tubuhnya lelah, liangnya terasa sakit dan membengkak karena Caid. Lova mendengus, mengingat betapa ganasnya Caid membuat wajahnya memerah.“Belakangan ini, kau hobi sekali memancing amarahku” kata Caid, suaranya lebih lembut meski nada tajamnya masih terasa. Dia datang sambil membawa sebuah handuk dan menyeka tubuh Lova“Mungkin aku ingin tahu seberapa jauh aku bisa pergi sebelum kau benar-benar marah.” Lova tersenyum kecil, mengalihkan pandangannya dari tubuh telanjang Caid”Aku marah karena kau mendekati pria lain, Love!” Sahut Caid menahan napas, matanya berkilat, mencoba menutupi rasa frustrasinya dengan kesabaran yang tipis. Dibalik tatapannya, jelas terlihat bahwa pria itu berada di ambang batas.Tanpa peringatan, Lova mendekat dan mencium Caid. Bibir mereka bersentuhan hanya sebentar, namun itu cukup untuk membuat jantung

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Wanita Incaran Sang Billionaire   74. King of Kings

    Pria dengan setelan kemeja licin nan mahal itu memasuki kasino dengan santai. Dia mengambil satu kursi di lingkaran, memperhatikan suasana permainan yang penuh ketegangan. Saat melihat sang target, senyum Caid semakin lebar.“Bolehkah aku bergabung?” Tanya Caid dengan nada menyenangkan.”Silahkan Mr Walton” Sang Bandar mempersilahkan lalu menyuruh seorang pelayan mengambilkan kursi untuknyaSahaduta meliriknya, merasakan hawa dingin menyelimuti hati. "Tak kusangka Mr Walton memiliki waktu luang untuk berjudi” Ucapnya tanpa maksud apapunCaid menyandarkan punggungnya ke kursi ”Hanya mencoba peruntungan. Terakhir kali aku kesini, aku mendapatkan sang primadona” Ucapnya tenang namun terselip nada angkuh disana”Well harus kuakui Angelic memang menggoda, aku bahkan tidak bisa mengalihkan pandangan darinya saat dia melayaniku” Ucap Sahaduta. Sengaja ingin melihat respon Caid, alangkah lebih baik jika pria itu cemburu atau emosi padanyaNamun bukannya merespon

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-19
  • Wanita Incaran Sang Billionaire   75. Chemistry

    Lova baru saja hendak pergi saat Caid menarik Lova keluar dari apartemen tanpa banyak bicara. Mereka menuju markas kelompok Caid di New York, gedung besar yang terletak di pusat kota, tersembunyi di balik bisnis-bisnis resmi yang dijalankan oleh Caid dan kelompoknya. Lova sudah pernah kesini beberapa kali, tapi hari ini terasa berbeda. Ada ketegangan di udara, dan dia bisa merasakannya sejak Caid mulai bersikap dingin.Begitu mereka sampai, Dylan, sahabat Caid yang selalu terlibat dalam urusan-urusan gelapnya, sudah menunggu di lobi. Dylan menyapa mereka dengan senyum tipis di bibirnya. "Angelic, lama tidak kelihatan" katanya menyapa Lova dengan santai”Halo.. Dylan” Lova balas menyapa namun hal itu tidak berlangsung lama karena Caid kembali menariknya menuju sebuah tempat”Pergi bersama” Ucap Dylan mengikuti dibelakang Caid dan Lova”Mau kemana?” Lova bertanya namun Caid nampak tidak menunjukan tanda-tanya akan menjawab. Akhirnya Lova menoleh kepada Dylan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-20
  • Wanita Incaran Sang Billionaire   76. Perkara Tato

    Caid membuka matanya perlahan, tatapannya langsung terkunci pada Lova. Mata itu dalam, gelap, dan tak terbaca. Untuk sesaat, Lova merasa terhenti di sana, tak bisa memahami apa yang tersembunyi di balik tatapan itu.Pakaian mereka berserakan dilantai, beberapa bagian robek tak berbentuk dan aroma keringat dan keintiman masih tersisa di udara. Caid tersenyum, tetapi ada kesan misterius yang menyelimuti senyumnya. “Jadi, ini yang kita inginkan?” suaranya rendah, menggoda, tetapi juga penuh dengan makna.Lova menarik napas dalam-dalam, berusaha menemukan kata-kata yang tepat. “maksudmu partner sex?” katanya, meskipun hatinya bergetar dengan perasaan yang sulit dijelaskan.Caid mendekat, meraih tangan Lova dan menggenggamnya dengan lembut. “Ingin tinggal bersama?” dia tidak menjawab pertanyaan Lova melainkan bertanya balik”Bukannya kau sudah melakukannya?” Lova bertanya balikTatapan mereka bertemu, dan dalam sekejap, semua keraguan tampak memudar. Ada sesuatu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-21

Bab terbaru

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   Extra part (5) Happy End

    Kediaman Hilton yang luas dan elegan terlihat semakin hidup hari itu. Di ruang tengah yang mewah, suara tawa dan obrolan lembut bercampur dengan tangisan kecil bayi yang sesekali terdengar.“Akhirnya kalian datang juga. Lumia sudah menunggu” kata Dylan sambil mengarahkan pandangannya ke Matthias. “Dan siapa ini? Calon kakak besar yang gagah, ya?”Matthias tersenyum lebar, jelas sekali jika dia senang mendapat perhatian dan menjadi pusat perhatian “Uncle Dylan! Mana bayinya?” tanyanya tanpa basa-basi.Dylan tertawa kecil dan mengangguk. “Di sana, dengan Aunty. Tapi hati-hati, ya. Dia masih sangat kecil.”Matthias mengangguk penuh semangat. Dengan panduan Lova, ia berjalan ke arah sofa besar tempat Lumia duduk. Wanita muda itu terlihat anggun meskipun kelelahan, mengenakan gaun sederhana yang nyaman. Di pelukannya, seorang bayi mungil dengan kulit kemerahan sedang tidur nyenyak.“Lova, terima kasih sudah datang” sapa Lumia dengan senyum lembut. Matanya berbinar saat melihat Matthias mend

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   Extra part (4) Dunia tak berubah

    Matahari bersinar hangat di atas taman hijau yang luas. Angin lembut menerpa rambut Lova yang tergerai, membuatnya merasa lebih damai dari biasanya. Dia duduk di atas tikar piknik yang empuk, mengenakan gaun longgar yang menonjolkan perut besarnya. Di sebelahnya, Matthias tertidur pulas dengan kepala di pangkuannya, tangannya kecilnya masih menyentuh perut Lova seolah sedang mencoba merasakan gerakan adik kecilnya.Lova tersenyum lembut, mengusap rambut Matthias dengan penuh kasih. Pandangannya lalu beralih ke Caid, yang duduk di sebelahnya, tangan kekarnya melingkar di pinggangnya dengan erat. Matanya yang gelap tampak lebih lembut hari itu, penuh perhatian saat menatap istri dan anaknya."Dia sudah tidak sabar, ya," gumam Caid sambil menyentuh tangan Matthias yang masih berada di perut Lova. "Setiap hari dia bertanya kapan adiknya keluar."Lova terkekeh pelan, matanya bersinar bahagia. "Dia memang sangat antusias. Tapi aku juga tidak kalah senangnya. Akhirnya,

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   Extra part (3) Cemburu dengan anak

    Lova duduk di kursi makan dengan ekspresi tenang, tetapi jantungnya berdebar kencang. Dia telah menyiapkan sarapan untuk Matthias, yang sedang menggambar sesuatu di buku kecilnya. Caid duduk di seberangnya, membaca laporan di tablet, terlihat seperti biasa: tenang, mendominasi, dan mengendalikan segalanya."Aku hamil" kata Lova tiba-tiba, memecah keheningan dengan suaranya yang terdengar datar tapi penuh tekad.Caid menghentikan gerakan tangannya yang hendak mengambil secangkir kopi. Mata gelapnya beralih dari tablet ke wajah Lova, terpaku pada ucapan yang baru saja keluar dari bibirnya. Sekilas, ia tampak bingung, seolah otaknya membutuhkan waktu untuk mencerna informasi itu.“Aku hamil” Lova mengulang lagiKeheningan yang terjadi setelah kata-kata itu terasa berat, seperti udara di sekitar mereka mendadak berubah. Caid menatap Lova lekat-lekat, ekspresi wajahnya sulit ditebak. Jari-jarinya yang masih menggenggam tablet perlahan melonggar, hi

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   Extra part (2) So Hot

    Caid menghentakan miliknya, memompa inti Lova hingga sampai pada klimaksnya. Dihentakannya dalam-dalam pinggangnya sekali lagi, tubuh mereka bergetar dalam gelombang gairah yang saling memenuhi.Ditariknya benda panjang nan berurat itu kemudian melepaskan pengaman yang berisi cairan putih kental miliknya.Keringat menetes di pelipis keduanya, namun hanya satu yang terlihat puas. Lova mendengus keras, matanya menyipit tajam saat menatap pria di atasnya.“Kenapa kau selalu main aman?” Lova bertanya dengan nada kesal, napasnya masih memburu. “Aku ingin anak lagi, Caid. Apa kau bahkan memikirkannya?”Caid menundukkan kepala, menyentuh wajah Lova dengan lembut, tetapi senyumnya yang santai hanya membuat Lova semakin frustrasi. “Matthias baru tiga tahun, Love. Kau serius ingin anak lagi sekarang?”“Ya! Aku serius” tegas Lova, menyingkirkan tangan Caid dari wajahnya.Caid tertawa kecil mendengar

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   Extra part (1) Family

    3 tahun kemudian..."Di mana Matthias?" Lova memutar tubuhnya, mencari putranya yang seharusnya berada di kamar bermain.Seorang pelayan mendekat dengan ekspresi cemas. "Nyonya, saya baru saja melihat tuan muda keluar melalui pintu belakang."Jantung Lova berdebar keras. Matthias jarang sekali pergi tanpa memberitahu. Ia tahu putranya yang berusia empat tahun itu pintar dan penuh rasa ingin tahu, tapi naluri keibuannya langsung membuatnya khawatir.Lova melangkah keluar dengan tergesa, sepatu haknya membuat suara berirama di lantai. Ketika ia mencapai taman belakang, ia mendengar suara sesuatu yang mencurigakan.Bang!Lova terhenti. Suara itu adalah tembakan—dan itu berasal dari arah taman yang lebih dalam. Jantungnya seolah berhenti sejenak. Tanpa berpikir panjang, ia berlari ke arah suara itu.Di sana, Matthias berdiri dengan sebuah pistol kecil di tangannya. Tubuh mungilnya berdiri tegak, matanya yan

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   (S2) 33. Racing the limit (End)

    Setelah pernikahan yang menguras emosi, Dylan membawa Lumia ke sebuah tempat yang sejak awal ia siapkan dengan hati-hati. Sebuah mobil meluncur melewati jalan kecil yang diapit oleh pepohonan, sebelum akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang megah namun terasa hangat.Lumia turun dari mobil dengan perlahan, matanya terfokus pada rumah di depannya. Ia berdiri diam beberapa saat, mencoba mencerna perasaannya. Rumah itu terasa aneh baginya—familiar namun seperti mimpi yang lama terkubur.“Dylan...” panggilnya pelan, suaranya hampir bergetar. “Ini...?”Dylan mendekatinya, menyelipkan tangan ke pinggangnya dengan lembut. “Masuklah. Lihatlah lebih dekat.”Lumia mengikuti Dylan memasuki rumah itu, langkahnya terasa berat karena perasaan gugup yang membuncah. Begitu pintu utama terbuka, ia langsung disambut oleh interior yang begitu detail, hingga membuat dadanya berdebar kencang. Setiap sudut rumah itu terasa seperti

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   (S2) 32. Measure of sorrow

    Kamar Lumia dipenuhi aroma bunga segar dan suara gemerisik sutra. Lumia berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun putih sederhana namun elegan, dengan renda yang menjuntai hingga lantai. Cahaya matahari pagi menyinari rambutnya yang dibiarkan tergerai, memberikan kilauan keemasan yang membuatnya tampak memukau."Kau terlihat seperti malaikat, sangat cantik" ujar seorang wanita yang membantu menyempurnakan veil pengantinnya.Lumia hanya tersenyum kecil, tetapi ada kilatan gugup di matanya.Pintu terbuka, ayahnya, Petrus, muncul dengan setelan kemeja putih rapi yang dipadukan dengan jas abu-abu tua. Wajahnya tampak serius, tetapi sorot matanya menyiratkan kebanggaan yang sulit disembunyikan.“Lumia” panggilnya lembut, suaranya sedikit serak. Ia berjalan mendekat, memperhatikan putrinya yang kini terlihat begitu dewasa dan cantik“Papa..” Lumia berseru lirih. Rasanya dia hendak menangis namun dia tak enak dengan perias yan

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   (S2) 31. Reveal

    Lumia menatap cincin di jari manisnya dengan campuran perasaan yang sulit dijelaskan. Cincin itu tidak berkilau mewah, tetapi desainnya elegan, seolah-olah Dylan tahu bahwa ia tidak menyukai sesuatu yang berlebihan.Namun, yang lebih membuatnya gelisah adalah momen ketika cincin itu dipakaikan ke jarinya—begitu mendadak, tanpa persiapan, tanpa janji, dan di depan ayahnya yang sakit.Ia menghela napas panjang, pikirannya melayang ke detik-detik itu.Dylan berdiri di hadapannya dengan raut serius, sementara Petrus mengangguk kecil, memberikan persetujuannya tanpa banyak bicara. Lumia bahkan tidak sempat memproses semuanya sebelum Dylan berlutut, mengeluarkan cincin dari sakunya, dan menatap matanya dengan intens.Lumia bahkan belum mengenal siapa pun dari keluarga Dylan. Orang tua pria itu, saudara, bahkan masa lalunya yang lebih dalam—semuanya adalah misteri baginya. Lumia mengerti bahwa Dylan bukan tipe orang yang suka membuka diri, tetapi jik

  • Wanita Incaran Sang Billionaire   (S2) 30. Lamaran

    Lumia tak bisa tenang selama disekolah, karena itu baru 10 menit sejak kelas pertama, dia langsung izin untuk pulang untuk menemani papa-nya. Namun apa yang didengarnya setelah sampai dirumah sungguh membuat dunia terasa hampaPapanya sakit dan Lumia tak tahu sama sekali“Mia...”“Apa yang sebenarnya terjadi, Pa?” tanyanya akhirnya, suaranya serak, hampir berbisik. Air mata yang ia tahan mulai memburamkan pandangannya. “Kenapa Papa tidak bilang apa-apa padaku?”Petrus menghela napas panjang, menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan lelah. “Papa tidak ingin kau khawatir, sayang. Kau masih muda, masih punya banyak hal yang harus kau pikirkan. Papa tidak ingin menjadi beban untukmu.”“Beban?” suara Lumia meninggi, nada protes yang bercampur kesedihan. “Papa bukan beban! Aku ini anak Papa, aku berhak tahu! Aku bisa membantu! Kenapa Papa malah menyembunyikan ini dariku? Apa papa akan pergi t

DMCA.com Protection Status