"Apa kau keberatan jika kita tidur disini?" Tanya Caid
"Apa?" Lova hampir melotot mendengar ajakan itu. Menginap di sini? Bersama Caid dan ibunya? Ini seperti mimpi buruk yang datang tanpa peringatan.Sebelum Lova bisa menolak dengan sopan, Ophelia menimpali, "Berapa lama urusanmu selesai?" Tanya Ophelia paham dengan maksud putranya itu"Hanya malam ini. . Jadi, tolong jaga dia untukku, mom. Dia memang agak liar tapi penurut"Ophelia tampak senang dengan keputusan itu. "Tentu, sayang. Jangan khawatir, Lova akan baik-baik saja di sini."Lova membeku. Matanya membulat, menatap Caid dengan kemarahan yang jelas terpancar. Hampir tak bisa mempercayai telinganya. Lova tidak peduli lagi dengan citranya didepan ibu Caid. Lagipula dia juga tidak perlu membuat Ophelia suka padanya"Kau akan meninggalkanku disini?" TanyanyaCaid mengangguk pelan lalu tersenyum tipis "hanya malam ini, besok akan kubawa kau jalan sesuai janjiku"Lova berusaha tersenyum kaku, merMalam itu, Las Vegas memancarkan cahaya gemerlap seperti biasa, tempat di mana semua orang seolah bisa melarikan diri dari kenyataan dan menenggelamkan diri dalam permainan keberuntunganDi sebuah kasino besar, Caid turun dari mobil dan berjalan masuk dengan santai. Tempat itu penuh dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Pebisnis kaya, turis asing, bahkan beberapa sosok misterius yang hanya datang untuk menghabiskan malam dengan berjudi.Caid melangkah dengan tampang datarnya, tidak memperdulikan hiruk-pikuk di sekitarnya. Dia langsung menuju ke meja VIP, di mana para pemain kelas atas sudah berkumpul, memainkan permainan yang melibatkan lebih dari sekadar uang. Di sini, kekuatan, pengaruh, dan rahasia juga dipertaruhkan."Caid Walton" seorang pria berjas hitam dengan senyum licik menyambutnya. "Sudah lama sekali kau tidak muncul di sini."Caid hanya tersenyum tipis. "Sudah waktunya untuk kembali."William tertawa kecil, suaranya berat dan penuh ar
Lova menatap keluar jendela mobil, menyaksikan kota Vegas yang cukup sibuk disiang hari. Caid menepati janjinya untuk membawa Lova jalan-jalan. Pagi tadi mereka langsung pamit dari tempat OpheliaMereka berhenti di salah satu hotel paling mewah di Strip, Lova mengikuti Caid untuk turun. Caid memang bilang jika mereka akan menginap dihotel dan kembali ke Boston lusa."Kau mulai menyukai Vegas"Lova melirik Caid dengan tatapan yang setengah malas, "Aku hanya menikmati pemandangannya. Itu saja.""Lucu sekali, padahal kau menolak saat kubawa kesini, Relova" Ucap Caid dengan kekehan ringanLova kembali mendengus, tak dipungkiri Lova merasakan percikan kecil—sebuah emosi yang enggan ia akui. Keakraban yang dibangun selama ini mulai mengaburkan batas antara benci dan ketertarikan. Meskipun Caid sering membuatnya kesal tetapi ada saat-saat di mana Lova tak bisa mengelak dari pesonanya."Ini pertama kalinya kau di sini, kan?" Caid bertanya dengan nada santai, matanya
Caid membawa Lova ke dalam kamar hotel dengan langkah mantap. Pintu kamar tertutup dengan suara lembut, dan ruangan itu terasa jauh lebih sunyi daripada sebelumnya.Lova masih merasa linglung, campuran antara keterkejutan dan perasaan yang tak bisa ia jelaskan. Ia mencoba memproses apa yang baru saja terjadi, tapi setiap kali ia mencoba berpikir, sentuhan Caid seolah menahannya."Emphhh..." Lova mengeluarkan suara tertahan ketika Caid kembali menciumnya, kali ini lebih lembut tetapi tetap penuh intensi. Lova terjebak antara perlawanan dan penerimaan, antara logika dan emosi yang tak bisa ia tolak.Bibir mereka menyatu dalam keheningan yang hanya dipecahkan oleh napas mereka yang semakin memburu.Tangan besar Caid mengacak disela rambut Lova, menahan kepala belakangnya agar bibir mereka saling menempelPanas.. Seingat Lova mereka tidak meminum alkohol namun kenapa rasa ini sungguh memabukkanLova merasakan tubuhnya melemah, pikirannya berkabut, dan seluru
Lova tidak tau apa yang salah namun semenjak kembali dari Las Vegas, sikap Caid nampak semakin menyebalkan baginya. Pertama, Caid suka tidur di apartemennya. Kedua, Caid lebih sering menghubunginya sekadar bertanya kabar atau mengganggunya dan ketiga, pria itu suka sekali menciumnya dan menyentuhnyaCup"Kenapa kau cantik sekali, Relova"Lova memutar matanya jengah, berusaha mengabaikan senyuman nakal yang tersungging di bibir Caid. Dia kembali fokus pada laptopnya, sekedar melakukan latihan programernya"Relova.. " Caid bergumam, jemarinya bermain dengan rambut Lova yang terikat satu.Caid menatap leher putih Lova yang tampak begitu menggoda, membuatnya tak tahan untuk tidak mendekat. Jemarinya yang tadi bermain dengan rambut Lova kini berpindah ke pundaknya, membelai lembut namun dengan niat yang jelas.Lova bisa merasakan hembusan napas hangat Caid di lehernya, membuat tubuhnya merinding tanpa bisa dikendalikan.Lova berusaha tetap fokus pada laya
"Mereka bukan kau, Love" ucapnya, suaranya lembut namun berbahaya "mereka bukan Relova Luvena" TekannyaLova terkekeh "lalu Evelyn?"Gerakan Caid terhenti dan Lova merasa sudah mengatakan sesuatu yang salah"Aku tidak bermaksud lain hanya saja... " Lova menjelaskan sambil menggerakan tangannya ke arah tubuh Caid, menujuk pada satu titik dibagian kiri pinggang Caid. Ada sebuah tato disana, tato huruf dengan ukiran cantik yang membentuk sebuah nama"Ini.. Tulisannya Evelyn kan?"Tatapan Caid seketika berubah, seolah percikan api yang sebelumnya hanya sekadar panas kini membara. Matanya menatap Lova tajam, namun ada sedikit kilatan emosi di sana yang sulit ditebak. Tangannya perlahan bergerak ke tato yang disebutkan Lova, seolah ingin menutupi atau melindungi nama yang tertulis di sana."Bukan urusanmu, Love" desisnya, suaranya rendah dan nyaris berbisik, namun jelas membawa ketegangan. Lova dapat merasakan ketegangan otot di tubuh Caid, seolah dia mencoba menah
Tubuh Lova terasa lemah, hampir tak bertenaga setelah malam yang begitu intens bersama Caid. Setiap otot dalam tubuhnya seolah berteriak kelelahan, dan pikiran yang tadinya berusaha tetap kuat kini mulai goyah.Lova terbaring di ranjang pasien dengan napas yang berat, sementara Caid duduk di sampingnya, memegang semangkuk makanan di tangannya. Alih-alih merasa bersalah atau menyesal, Caid justru terlihat tenang, seolah yang terjadi adalah hal biasa"Makan. Kau harus minum obat""Berkat siapa aku jadi begini?" Sinis Lova pada CaidCaid terkekeh sambil menyuapi Lova dengan sendok kecil, wajahnya tampak puas dan santai, seolah semua yang terjadi bukanlah masalah besar baginya. "Berkat siapa? Ya, berkat dirimu sendiri yang menantangku" jawabnya dengan nada main-main namun dalam sorot matanya ada kekuasaan yang tak bisa dipungkiri.Lova melirik Caid dengan mata menyipit, rasa sakit dan lelah masih menguasai tubuhnya "Kalau aku tahu kau hewan buas, aku tidak akan perna
Malam pukul 11 malam Caid tiba di apartemen Lova. Caid membuka pintu dengan tenang. Dia berjalan ke meja di mana laptop Lova tergeletak sebelum kegiatan panas mereka sebelumnya dan tanpa ragu, dia duduk di depannyaSaat dia mencoba membuka laptop itu, layar menampilkan permintaan kata sandi. Caid tersenyum tipis, seolah sudah menduganya."Kau memang berhati-hati, little Kit" gumamnya.Dia memutar pandangannya ke sekitar, matanya tajam mengamati setiap sudut ruangan. Lalu, sesuatu menarik perhatiannya. Sebuah flashdisk kecil tersembunyi di balik tumpukan buku di meja samping. Caid meraihnya dan memasukkannya ke port USB laptop. Setelah beberapa detik, layar laptop menyala dengan akses penuh. Seperti yang diduganya, flashdisk itu menyimpan kunci untuk membuka semua data yang ada di dalam sistem. Dengan cermat, dia mulai menelusuri file-file di dalamnya, dan apa yang dia temukan benar-benar mengejutkannya.Kumpulan data yang Lova berhasil dapatkan dari meretas, ter
Malam itu, Lova mengenakan gaun paling seksi yang bisa dia temukan—gaun merah ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya, dengan belahan tinggi di samping, cukup untuk menarik perhatian siapa saja yang melihatnya.Make-up tebal menghiasi wajahnya, lipstick merah menyala menonjolkan bibirnya yang sensual. Rambutnya dibiarkan tergerai liar dengan ujung rambut yang dibuat bergelombang, menambah kesan menggoda yang tak terbantahkan.Sesampainya di club, suasana terasa panas. Musik keras menggetarkan dinding, lampu-lampu berkedip dalam kegelapan, menciptakan atmosfer yang sempurna untuk melupakan dunia.Lova melangkah masuk dengan percaya diri, menyusuri lantai dansa dengan tatapan penuh maksud. Mata-mata langsung tertuju padanya, tubuh-tubuh lain menatap dengan kekaguman dan hasrat."Angelic""Hai Em" Lova menyapa balik"Bagaimana keadaanmu? Susah sekali menghubungimu belakangan ini" Emily berdiri dengan tangan bersedekap. Ekspresinya sedikit kesal, tapi matanya me