Lova tercekat, matanya membelalak mendengar pertanyaan wanita itu. "Menikah?" pikirnya, jantungnya berdegup kencang seolah hendak melompat keluar dari dadanya. Ia menatap Caid dengan tajam, mencari jawaban di wajah pria itu, tetapi Caid hanya tersenyum tipis, seolah pertanyaan itu hal biasa yang tidak perlu dijelaskan.
Mereka bahkan bukan apa-apa—tidak ada hubungan yang jelas di antara mereka, kecuali serangkaian situasi aneh dan memaksa yang terus melibatkan mereka."Jadi.. ?" Ophelia, Ibu Caid bertanya dengan nada menggantung seperti menunggu jawaban"Itu Nyonya.." Lova akhirnya bersuara, terdengar lebih kaget dari yang ia maksudkan. "Kami tidak… maksudku, aku dan Caid bukan-" "Ibu terlalu terburu-buru, kami masih membicarakannya" Caid memotong dengan tenang, suaranya tetap dingin namun tegas, seolah itu adalah hal yang sudah didiskusikan sebelumnya.Lova memutar matanya, tak bisa menahan diri. "Membicarakannya?" batinnya, hampir ingin tertawa di tengah situa"Apa kau keberatan jika kita tidur disini?" Tanya Caid "Apa?" Lova hampir melotot mendengar ajakan itu. Menginap di sini? Bersama Caid dan ibunya? Ini seperti mimpi buruk yang datang tanpa peringatan.Sebelum Lova bisa menolak dengan sopan, Ophelia menimpali, "Berapa lama urusanmu selesai?" Tanya Ophelia paham dengan maksud putranya itu"Hanya malam ini. . Jadi, tolong jaga dia untukku, mom. Dia memang agak liar tapi penurut"Ophelia tampak senang dengan keputusan itu. "Tentu, sayang. Jangan khawatir, Lova akan baik-baik saja di sini."Lova membeku. Matanya membulat, menatap Caid dengan kemarahan yang jelas terpancar. Hampir tak bisa mempercayai telinganya. Lova tidak peduli lagi dengan citranya didepan ibu Caid. Lagipula dia juga tidak perlu membuat Ophelia suka padanya"Kau akan meninggalkanku disini?" TanyanyaCaid mengangguk pelan lalu tersenyum tipis "hanya malam ini, besok akan kubawa kau jalan sesuai janjiku"Lova berusaha tersenyum kaku, mer
Malam itu, Las Vegas memancarkan cahaya gemerlap seperti biasa, tempat di mana semua orang seolah bisa melarikan diri dari kenyataan dan menenggelamkan diri dalam permainan keberuntunganDi sebuah kasino besar, Caid turun dari mobil dan berjalan masuk dengan santai. Tempat itu penuh dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Pebisnis kaya, turis asing, bahkan beberapa sosok misterius yang hanya datang untuk menghabiskan malam dengan berjudi.Caid melangkah dengan tampang datarnya, tidak memperdulikan hiruk-pikuk di sekitarnya. Dia langsung menuju ke meja VIP, di mana para pemain kelas atas sudah berkumpul, memainkan permainan yang melibatkan lebih dari sekadar uang. Di sini, kekuatan, pengaruh, dan rahasia juga dipertaruhkan."Caid Walton" seorang pria berjas hitam dengan senyum licik menyambutnya. "Sudah lama sekali kau tidak muncul di sini."Caid hanya tersenyum tipis. "Sudah waktunya untuk kembali."William tertawa kecil, suaranya berat dan penuh ar
Lova menatap keluar jendela mobil, menyaksikan kota Vegas yang cukup sibuk disiang hari. Caid menepati janjinya untuk membawa Lova jalan-jalan. Pagi tadi mereka langsung pamit dari tempat OpheliaMereka berhenti di salah satu hotel paling mewah di Strip, Lova mengikuti Caid untuk turun. Caid memang bilang jika mereka akan menginap dihotel dan kembali ke Boston lusa."Kau mulai menyukai Vegas"Lova melirik Caid dengan tatapan yang setengah malas, "Aku hanya menikmati pemandangannya. Itu saja.""Lucu sekali, padahal kau menolak saat kubawa kesini, Relova" Ucap Caid dengan kekehan ringanLova kembali mendengus, tak dipungkiri Lova merasakan percikan kecil—sebuah emosi yang enggan ia akui. Keakraban yang dibangun selama ini mulai mengaburkan batas antara benci dan ketertarikan. Meskipun Caid sering membuatnya kesal tetapi ada saat-saat di mana Lova tak bisa mengelak dari pesonanya."Ini pertama kalinya kau di sini, kan?" Caid bertanya dengan nada santai, matanya
Caid membawa Lova ke dalam kamar hotel dengan langkah mantap. Pintu kamar tertutup dengan suara lembut, dan ruangan itu terasa jauh lebih sunyi daripada sebelumnya.Lova masih merasa linglung, campuran antara keterkejutan dan perasaan yang tak bisa ia jelaskan. Ia mencoba memproses apa yang baru saja terjadi, tapi setiap kali ia mencoba berpikir, sentuhan Caid seolah menahannya."Emphhh..." Lova mengeluarkan suara tertahan ketika Caid kembali menciumnya, kali ini lebih lembut tetapi tetap penuh intensi. Lova terjebak antara perlawanan dan penerimaan, antara logika dan emosi yang tak bisa ia tolak.Bibir mereka menyatu dalam keheningan yang hanya dipecahkan oleh napas mereka yang semakin memburu.Tangan besar Caid mengacak disela rambut Lova, menahan kepala belakangnya agar bibir mereka saling menempelPanas.. Seingat Lova mereka tidak meminum alkohol namun kenapa rasa ini sungguh memabukkanLova merasakan tubuhnya melemah, pikirannya berkabut, dan seluru
Lova tidak tau apa yang salah namun semenjak kembali dari Las Vegas, sikap Caid nampak semakin menyebalkan baginya. Pertama, Caid suka tidur di apartemennya. Kedua, Caid lebih sering menghubunginya sekadar bertanya kabar atau mengganggunya dan ketiga, pria itu suka sekali menciumnya dan menyentuhnyaCup"Kenapa kau cantik sekali, Relova"Lova memutar matanya jengah, berusaha mengabaikan senyuman nakal yang tersungging di bibir Caid. Dia kembali fokus pada laptopnya, sekedar melakukan latihan programernya"Relova.. " Caid bergumam, jemarinya bermain dengan rambut Lova yang terikat satu.Caid menatap leher putih Lova yang tampak begitu menggoda, membuatnya tak tahan untuk tidak mendekat. Jemarinya yang tadi bermain dengan rambut Lova kini berpindah ke pundaknya, membelai lembut namun dengan niat yang jelas.Lova bisa merasakan hembusan napas hangat Caid di lehernya, membuat tubuhnya merinding tanpa bisa dikendalikan.Lova berusaha tetap fokus pada laya
"Mereka bukan kau, Love" ucapnya, suaranya lembut namun berbahaya "mereka bukan Relova Luvena" TekannyaLova terkekeh "lalu Evelyn?"Gerakan Caid terhenti dan Lova merasa sudah mengatakan sesuatu yang salah"Aku tidak bermaksud lain hanya saja... " Lova menjelaskan sambil menggerakan tangannya ke arah tubuh Caid, menujuk pada satu titik dibagian kiri pinggang Caid. Ada sebuah tato disana, tato huruf dengan ukiran cantik yang membentuk sebuah nama"Ini.. Tulisannya Evelyn kan?"Tatapan Caid seketika berubah, seolah percikan api yang sebelumnya hanya sekadar panas kini membara. Matanya menatap Lova tajam, namun ada sedikit kilatan emosi di sana yang sulit ditebak. Tangannya perlahan bergerak ke tato yang disebutkan Lova, seolah ingin menutupi atau melindungi nama yang tertulis di sana."Bukan urusanmu, Love" desisnya, suaranya rendah dan nyaris berbisik, namun jelas membawa ketegangan. Lova dapat merasakan ketegangan otot di tubuh Caid, seolah dia mencoba menah
Tubuh Lova terasa lemah, hampir tak bertenaga setelah malam yang begitu intens bersama Caid. Setiap otot dalam tubuhnya seolah berteriak kelelahan, dan pikiran yang tadinya berusaha tetap kuat kini mulai goyah.Lova terbaring di ranjang pasien dengan napas yang berat, sementara Caid duduk di sampingnya, memegang semangkuk makanan di tangannya. Alih-alih merasa bersalah atau menyesal, Caid justru terlihat tenang, seolah yang terjadi adalah hal biasa"Makan. Kau harus minum obat""Berkat siapa aku jadi begini?" Sinis Lova pada CaidCaid terkekeh sambil menyuapi Lova dengan sendok kecil, wajahnya tampak puas dan santai, seolah semua yang terjadi bukanlah masalah besar baginya. "Berkat siapa? Ya, berkat dirimu sendiri yang menantangku" jawabnya dengan nada main-main namun dalam sorot matanya ada kekuasaan yang tak bisa dipungkiri.Lova melirik Caid dengan mata menyipit, rasa sakit dan lelah masih menguasai tubuhnya "Kalau aku tahu kau hewan buas, aku tidak akan perna
Malam pukul 11 malam Caid tiba di apartemen Lova. Caid membuka pintu dengan tenang. Dia berjalan ke meja di mana laptop Lova tergeletak sebelum kegiatan panas mereka sebelumnya dan tanpa ragu, dia duduk di depannyaSaat dia mencoba membuka laptop itu, layar menampilkan permintaan kata sandi. Caid tersenyum tipis, seolah sudah menduganya."Kau memang berhati-hati, little Kit" gumamnya.Dia memutar pandangannya ke sekitar, matanya tajam mengamati setiap sudut ruangan. Lalu, sesuatu menarik perhatiannya. Sebuah flashdisk kecil tersembunyi di balik tumpukan buku di meja samping. Caid meraihnya dan memasukkannya ke port USB laptop. Setelah beberapa detik, layar laptop menyala dengan akses penuh. Seperti yang diduganya, flashdisk itu menyimpan kunci untuk membuka semua data yang ada di dalam sistem. Dengan cermat, dia mulai menelusuri file-file di dalamnya, dan apa yang dia temukan benar-benar mengejutkannya.Kumpulan data yang Lova berhasil dapatkan dari meretas, ter
Dor!Tembakan menggema di aula, menghentikan musik dan percakapan. Jeritan tamu terdengar bersahut-sahutan, menciptakan kepanikan yang langsung menyebar. Lova terhuyung, tangan kanannya bergerak memegang dadanya yang mulai berwarna merah."Lova!" teriak Caid, menangkap tubuhnya sebelum terjatuh. Dia memeluk istrinya erat-erat, ekspresinya campuran antara keterkejutan dan kemarahan.Calton segera bergerak, berlari ke arah mereka sementara Ophelia dengan sigap mencari perlindungan di balik meja, memandang situasi dengan tatapan penuh ketegangan.Para pengawal dengan badge Walton yang berada di sekitar aula langsung bereaksi. Salah satu dari mereka berhasil melumpuhkan pria bersenjata itu sebelum dia bisa melepaskan tembakan lagi."Lova, tetap bersamaku" bisik Caid panik, menekan luka di dada Lova untuk menghentikan pendarahan. Matanya menatap penuh rasa takut, sesuatu yang jarang terlihat dari seorang pria seperti dia.Lova mencoba tersenyum,
Hari pernikahan yang sangat ditunggu oleh Caid akhirnya tiba dengan segala kemegahannya. Sebuah aula besar di pusat kota New York disulap menjadi tempat yang tampak seperti diambil dari mimpi: lampu kristal bergemerlapan, bunga-bunga eksotis menghiasi setiap sudut, dan lantunan musik klasik mengalun lembut di udara.Lova berdiri di ruangan rias, mengenakan gaun putih yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Wajahnya yang cantik terlihat dingin, tapi ada sorot mata yang menunjukkan kegelisahan.Dia... .. ragu"Anda cantik sekali nona" ujar salah satu asisten riasnya.Lova hanya tersenyum tipis, lalu menatap bayangan dirinya di cermin. Dalam hati, ia masih bertanya-tanya apakah keputusan ini adalah langkah yang tepat. Tapi kemudian, bayangan Caid melintas di pikirannya, dan entah kenapa, hal itu memberinya sedikit keberanian.Di luar, Caid berdiri di ujung altar, mengenakan setelan hitam yang membuat auranya semakin mendominasi. Tatapannya terus tertu
Lova perlahan membuka matanya, kebingungannya terlihat jelas di wajahnya. Cahaya lampu ruangan rumah sakit terasa terlalu terang untuk matanya yang baru saja terbuka. Dia mencoba menggerakkan tangannya, tetapi merasakan genggaman kuat di tangannya."Love..." suara Caid terdengar lembut, namun penuh dengan nada emosional yang jarang ia tunjukkan. Matanya yang biasanya tajam kini dipenuhi rasa khawatir yang sulit disembunyikan. "Kau sadar."Lova mencoba tersenyum tipis, meskipun wajahnya terlihat lelah. "Apa yang terjadi?" tanyanya pelan, suaranya hampir seperti bisikan."Kau pingsan" jawab Caid sambil menatapnya dengan penuh perhatian.Lova terdiam sejenak, mengingat kilasan terakhir yang ia lihat sebelum kehilangan kesadaran. Gambar tubuh Robertino yang tergeletak di lantai kembali menghantui pikirannya. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan diri."Maaf" gumamnya pelan. "Aku tidak tahu apa yang terjadi... semuanya terlalu berat."C
“Jika ku katakan sekarang semuanya ada dalam kendali Caid Walton, apa kau akan percaya, Relova?”Lova merasa hatinya bergetar. Robertino menyebutkan nama Caid dengan cara yang jauh lebih dalam dan penuh makna. Ada kebenaran di balik kata-kata pria ini, meskipun dia tahu bahwa Robertino adalah seorang yang berbahaya dan manipulatif. Namun, semakin banyak yang diungkap, semakin banyak pertanyaan yang muncul dalam benaknya."Apa yang ingin kau katakan?" suara Lova menjadi lebih tegas, meski masih ada kekhawatiran yang mendera. "Kau mengungkapkan hal-hal yang tidak mudah dipercaya begitu saja.""Percayalah, Relova." Robertino menatapnya dengan mata yang penuh perasaan. "Caid Walton sudah memiliki kendali penuh atas semua permainan ini. Dia bukan hanya kepala kudeta, dia adalah otak di balik semuanya. Semua yang terjadi di sekitar kita... Ada dua sisi dari koin, dan kau baru saja terjebak di salah satunya. Pikirkan baik-baik, dia tidak mungkin bisa menggu
Lova sudah pernah mengatakan jika dia diterlantarkan oleh orang tuanya, kan? Hal itu benar, meskipun alasan dibalik penelantaran itu adalah karena ayahnya menjadi buronan CIATak mengherankan Lova bisa masuk CIA disaat usianya masih 16 tahun dan masuk unit khusus diusia 19 tahun, hal itu karena dirinya adalah putri agen terbaik, kemampuan ayahnya secara tidak langsung menurun pada Lova. Sayangnya, Logan tidak hanya mewariskan kemampuannya tapi juga pengkhinatan ayahnya“Aku ingat sekali dulu dia mengajak bekerja sama dengan Walton dan Kingston untuk mengulingkanku” kekehnya bernostalgia "Dan kau tahu apa yang terjadi pada mereka, bukan?Robertino kembali terkekeh sebelum menjawab “Walton kacau karena Calton dan Kingston dalam masalah karena bisnis narkobanya tercium keamanan dan kau jelas tahu apa yang terjadi pada ayahmu kan? Relova?”Lova menatap tajam Robertino, seakan kata-katanya menyentuh sisi yang dalam, yang hampir tak ingi
Montrouge, Paris, PerancisCaid mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Kali ini tujuan mereka bukanlah sebuah klub seperti dulu, melainkan pada sebuah villa terpencil di pinggiran kota Montrouge“Kau memindahkannya?” Lova bertanya pelan“Hmm, aku tak mau kau datang ke klub itu” Jawab CaidLova melirik Caid dari sudut matanya, alisnya sedikit terangkat. "Oh? Kenapa? Takut aku menggoda pelangganmu lagi?" tanyanya dengan nada penuh sindiran.Caid hanya tersenyum samar, matanya tetap fokus ketika gerbang dibuka oleh seorang penjaga. "Aku hanya tidak ingin kau berada di tempat seperti itu. Bukan tempat yang tepat untuk seseorang sepertimu" jawabnya dengan nada tenang tetapi tegas.“Tumben? Sebelumnya kau tidak bicara begini saat membawaku kesana tanpa pikir panjang”Caid memarkir mobil di depan villa, mesinnya dimatikan dengan gerakan santai tetapi penuh kontrol. Dia menatap Lova sejenak, senyum tipis di wajahnya. "Setelah melihatmu ditatap oleh para bajingan itu. Aku berubah pikiran"
“I’ll burn the world for you” ikrar caidLova terkekeh pelan “Ngomong-ngomong aku belum selesai bicara tadi” ucapnya membuat Caid menarik diri. Dia menatap Lova dengan alis yang sedikit terangkat."Belum selesai bicara? Apa lagi yang kau tuntut dariku, Love?" Lova menghela napas, mencoba menenangkan dirinya sebelum mengutarakan apa yang ia pikirkan. "Aku akan menikah denganmu, nanti" katanya pelan namun tegas. "Tapi ada syaratnya" lanjut Lova, tatapannya tajam seperti pisau. Caid melipat tangannya di dada, wajahnya tenang namun sedikit waspada. "Katakan saja. Apa pun itu, aku bisa mengatasinya.”Lova mengambil langkah mendekat, hanya beberapa inci dari wajah Caid. "Bawa aku menemui Robertino." Tatapan Caid langsung berubah, dingin dan tajam seperti baja. "Robertino?" gumamnya, suaranya hampir tak terdengar. "Untuk apa kau ingin bertemu dengan pemimpin monarki yang sudah dilengserkan itu?" “Aku ingin bertanya padanya” Jawab Lova, baru sekarang dia bisa memikirkan hal itu, sebelum
Lova tercengang, dia tak menyangka jika seorang Meredith adalah selingkuhan Calton WaltonSosok wanita yang selama ini ia anggap tegas, profesional, dan tak tersentuh ternyata memiliki hubungan kelam dengan ayah dari pria yang kini memonopoli pikirannya.“Dia tampak sangat… berbeda dari apa yang kuduga” gumam Lova, hampir berbicara kepada dirinya sendiri. Meredith seperti sosok ibu baginya, sejak awal bergabung dengan CIA, Meredith tak pernah terlibat dengan pria manapun, dia bahkan selalu menggunakan logika dalam menentukan pilihanTunggu...Ada beberapa momen saat Meredith tak bisa ditemui atau menghilang sesaat"Kau harus melihat wajahmu" Calton tertawa kecil melihat reaksi Lova yang tampak kaget sekaligus bingung. Dia berucap santai dengan senyum menyiratkan bahwa dia menikmati kekacauan kecil yang baru saja ia ciptakan.Caid, di sisi lain, memijat pelipisnya dengan ekspresi kesal. "Dad, serius? Haruskah kau selalu membuat semuanya terasa seperti lelucon murahan?"Calton melirik pu
“Goodboy, huh?" suaranya rendah namun berbahaya, hampir seperti geraman.Lova terkekeh, dia mendongak menatap mata abu itu yang menyorotnya tajam.“Apa aku boleh memutar lagu Animal-Marron 5?”Caid mengangkat alis, sedikit terkejut oleh respons tak terduga Lova. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis, tapi tatapan tajamnya tidak berubah. "Kau ingin menambah suasana?”Lova mengangkat bahu santai “Aku hanya merasa lagu itu cocok untuk kita”“Siapa pemburunya?”“Kau. Tapi sayangnya sang pemburu terlena pada tangkapannya”Caid tertawa kecil, suara rendahnya bergema di ruangan. Terkadang Lova bersikap dewasa, terkadang nampak seperti anak kecil yang polos dan terkadang menjadi sangat liar. Kombinasi itu membuat Caid tak pernah bosan, selalu terpesona sekaligus tertantang oleh wanita di depannya.Mungkin inilah yang membuat Caid tak bisa melepaskannya bahkan setelah 3 bulan be