Malam itu, Lova mengenakan gaun paling seksi yang bisa dia temukan—gaun merah ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya, dengan belahan tinggi di samping, cukup untuk menarik perhatian siapa saja yang melihatnya.
Make-up tebal menghiasi wajahnya, lipstick merah menyala menonjolkan bibirnya yang sensual. Rambutnya dibiarkan tergerai liar dengan ujung rambut yang dibuat bergelombang, menambah kesan menggoda yang tak terbantahkan.Sesampainya di club, suasana terasa panas. Musik keras menggetarkan dinding, lampu-lampu berkedip dalam kegelapan, menciptakan atmosfer yang sempurna untuk melupakan dunia.Lova melangkah masuk dengan percaya diri, menyusuri lantai dansa dengan tatapan penuh maksud. Mata-mata langsung tertuju padanya, tubuh-tubuh lain menatap dengan kekaguman dan hasrat."Angelic""Hai Em" Lova menyapa balik"Bagaimana keadaanmu? Susah sekali menghubungimu belakangan ini" Emily berdiri dengan tangan bersedekap. Ekspresinya sedikit kesal, tapi matanya me"I Liliana Yudsir take you Aleandro Broker, for my husband, to have and to hold from this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness and health, until death do us part."Mata Lova berkaca-kaca saat dua orang didepan altar saling mengucapkan janji suci lalu setelahnya dia memalingkan muka saat ciuman itu terjadi"Ingin menangis litte Kit?"Dengan cepat Lova menoleh ke samping kanan, Caid duduk disebelahnya dengan seringai miring, seolah mentertawakan dirinya"Untuk apa menangis?" Lova berucap pelan, takut jika suaranya akan terdengar orang lain di gereja itu"Karena pria yang kau cintai menikah dengan wanita lain" Lova menahan napas, mencoba meredam emosi yang bergolak di dalam dadanya. "Aku tidak menangis" jawabnya dengan suara bergetar, meskipun hatinya terasa remuk. Dia tak bisa menyangkal, pemandangan di depan altar itu seperti pisau yang menancap di hatinya.Caid terkekeh pelan, lalu mendekatkan diri sedikit ke arah Lova.
"Jadi, sudah kau dapatkan buktinya?" Suara tegas seorang wanita dari seberang langsung menyapanya begitu dia mengangkatnya Lova menggigit bibir bawahnya, menahan ketegangan yang tiba-tiba merambat dalam dirinya. “Belum. Tapi aku hampir mendapatkannya.” "Waktumu hampir habis R11" Suara itu dingin dan penuh tuntutan "Aku tau" Lova melirik ke arah Caid yang berdiri tak jauh darinya, pria itu sedang berbicara dengan tamu lainnya, dari ekspresi Caid, Lova bisa menebak jika pria itu tak menyimak hingga akhirnya netra abu itu bersitatap dengannya Lova merasakan jantungnya berdetak lebih kencang saat tatapannya bertemu dengan Caid. Dia segera memalingkan wajahnya, mencoba menjaga ketenangan. Suara di telepon masih bergaung di telinganya, dingin dan penuh tekanan. "Aku tidak peduli bagaimana kau melakukannyamelakukannya" suara wanita itu kembali terdengar. "Pastikan kau mendapatkannya, atau kau tahu apa yang akan te
Lova terbangun dengan rasa pegal yang menusuk di sekujur tubuhnya. Semua ototnya terasa kaku, hasil dari malam yang panjang dan penuh serangan tanpa henti dari Caid.Menggeliat pelan di atas kasur, ia sadar dirinya sudah berada di apartemennya. Bau khas selimut yang familiar dan pemandangan langit-langit putih yang biasa ia lihat mengonfirmasi hal tersebut, terlebih Caid sendiri yang menggendongnya kesini dan menyetubuhinya kembaliKepalanya berdenyut pelan saat ia berusaha duduk. Tubuhnya seolah memprotes setiap gerakan yang ia lakukan, seakan-akan meminta istirahat lebih lama.Tapi pikiran Lova tak bisa tenang. Ada rasa penasaran yang mengganggu pikirannya, sebuah pertanyaan yang tak bisa diabaikanDengan hati-hati, Lova turun dari tempat tidur, melangkah keluar dari kamar tidurnya dengan langkah lambat. Suasana di luar kamar terasa sepi, tapi ada sesuatu yang berbeda. Suara samar terdengar dari dapur. Sebuah desisan pelan—seperti suara daging yang digoreng di atas
Manhattan, New York CityLova melangkah dengan tenang memasuki kantor pusat CIA, gedung megah yang tersembunyi di antara hiruk-pikuk kota. Penampilannya sederhana, jaket kulit hitam dan jeans, namun auranya memancarkan ketegasan.Dia melewati beberapa petugas keamanan, menunjukkan lencana identitasnya sebelum akhirnya sampai di ruang kerja Meredith, atasannya.Meredith, seorang wanita paruh baya dengan rambut coklat keemasan dan tatapan tajam, sedang duduk di belakang mejanya, membaca beberapa laporan intelijen terbaru. Begitu Lova masuk, tatapan Meredith langsung tertuju padanya "Kau dapat buktinya?" tanyanya tanpa basa-basi Lova menarik napas panjang. Mendapatkan akses ke data-data penting dari pria itu bukanlah tugas yang mudah, apalagi saat dia harus terus berhadapan dengan permainan manipulatifnya.Bahkan Lova rasa Caid sudah tau tentang identitasnya. Lova tidak bisa melupakan ekspresi Caid kemarin saat mereka sarapan dan Caid bertanya padanyaCai
Hebrew Orphan, salah satu panti asuhan terpencil di pinggiran kota New York yang memiliki banyak anakBegitu ia melangkah masuk ke halaman panti, sorakan riang anak-anak langsung terdengar. "Kak Lova datang!" seru salah satu dari mereka, dan seketika, segerombolan anak-anak berlarian menghampirinya.Lova tersenyum tipis, menunduk sedikit untuk menyambut pelukan anak-anak itu. "Hei, kalian sudah besar sajasaja" ujarnya sambil membelai kepala salah satu anak perempuan kecil."Kak Lova, kapan kita main lagi?" tanya seorang anak lelaki dengan mata penuh harap.Lova tertawa kecil. "Kapan pun kalian mau. Tapi hari ini, aku hanya mampir sebentar. Bagaimana kabar kalian?"Anak-anak itu berlomba-lomba menceritakan kisah mereka. Ada yang bercerita tentang permainan baru yang mereka buat, ada juga yang memamerkan hasil karya gambar mereka. Lova mendengarkan dengan sabar, senyumnya tetap menghiasi wajah, hanya ini satu-satunya tempat yang membuat Lova merasa damai"Apa K
"Jadi..?" Dyan bertanya dengan nada menggantungCaid meletakan ponselnya, sebuah senyum samar tercipta dibibirnya saat tau pesan yang dikirimkannya 10 menit lalu sudah terbaca oleh Lova"Aku semakin tak paham denganmu, Caid. Sudah jelas Angelic yang membuatku merugi" Endi berbicara dengan nada kesal yang ketara "kau bilang akan mencarinya dan membuatnya membayar kerugianku" Tambahnya"Memang benar kubilang akan mencarinya, tapi tidak bagi kalian untuk menyentuhnya" Jawab Caid tak terbantahDylan menatap Caid, tatapannya dalam seolah mencoba membaca perasaan yang tersembunyi dibalik ekspresinyaSemenjak mengetahui jika Angelic adalah R11, anehnya hubungan pertemanan mereka menjadi canggungAda perang dingin diantara mereka atau lebih tepatnya antara Enid dan Caid. Enid yang ingin menghabisi Angelic karena membuatnya merugi dan Caid yang mengklaim Angelic sebagai wanitanya dan melindunginya bahkan Caid sendiri yang mengganti kerugian Endi karena Angelic
Lova kira hari ini dia bisa menemui Caid namun saat mendatangi panthousenya, Caid tidk ada disana Jujur saja Lova ingin bertanya apa maksud Caid memilih daerah pinggiran kota New York yang sepi untuk membuat perumahan elitnya, kenapa Caid harus menggusur panti asuhan itu dan kenapa Caid mengiriminya pesan itu Berkali-kali Lova mencoba menghubungi Caid namun pria itu tak menjawab, Lova duga Caid sengaja melakukannya Akhirnya Lova kembali ke apartemen, dia membuka laptop hendak mencoba melacak titik koordinat Caid namun saat hendak masuk, Lova sadar akan sesuatu Lova menatap layar laptopnya dengan pandangan tajam. Setiap file dan folder masih tampak pada tempatnya, namun ada sesuatu yang tidak beres. Data enkripsinya terbuka, dan akses terakhir menunjukkan waktu yang tidak sesuai dengan aktivitasnya. Ada seseorang yang sudah menggunakan perangkatnya "Caid Walton.. " Gumam Lova rendah Tak lama dia terkekeh hambar, Lo
"Enggh" Lova melenguh. Caid menekan tombol agar kursinya menjadi mundur setelahnya dia menarik Lova lebih dekat, tangannya meremas pinggangnya dengan kekuatan yang membuat Lova sulit bernapas.Ciumannya penuh gairah dan dominasi, seolah-olah ingin membuktikan sesuatu, bahwa dia memegang kendali penuh atas situasi ini.Lova mencoba memberontak, tapi Caid terlalu kuat. Di tengah kekalutan, pikirannya berputar, mencoba mencari cara untuk melepaskan diri dari situasi ini.Belum sempat berpikir, Caid melepaskan kancing celana kain Lova, meloloskannya hingga sebatas lutut Lova, tanganya tanpa permisi menyusup di balik celana dalam LovaLova tersentak, jari tengah Caid masuk di intinya, cairannya mulai keluar, membasahi celana dalam yang Lova kenakan"C-caid!"Ketika Caid akhirnya melepaskannya, napas Lova tersengal-sengal. Dia mengangkat wajahnya, menatap Caid. Sungguh berbanding terbalik dengan ekspresi arogan pria itu"Jawabanmu mengecewakanku, Love"