Hebrew Orphan, salah satu panti asuhan terpencil di pinggiran kota New York yang memiliki banyak anak
Begitu ia melangkah masuk ke halaman panti, sorakan riang anak-anak langsung terdengar. "Kak Lova datang!" seru salah satu dari mereka, dan seketika, segerombolan anak-anak berlarian menghampirinya.Lova tersenyum tipis, menunduk sedikit untuk menyambut pelukan anak-anak itu. "Hei, kalian sudah besar sajasaja" ujarnya sambil membelai kepala salah satu anak perempuan kecil."Kak Lova, kapan kita main lagi?" tanya seorang anak lelaki dengan mata penuh harap.Lova tertawa kecil. "Kapan pun kalian mau. Tapi hari ini, aku hanya mampir sebentar. Bagaimana kabar kalian?"Anak-anak itu berlomba-lomba menceritakan kisah mereka. Ada yang bercerita tentang permainan baru yang mereka buat, ada juga yang memamerkan hasil karya gambar mereka. Lova mendengarkan dengan sabar, senyumnya tetap menghiasi wajah, hanya ini satu-satunya tempat yang membuat Lova merasa damai"Apa K"Jadi..?" Dyan bertanya dengan nada menggantungCaid meletakan ponselnya, sebuah senyum samar tercipta dibibirnya saat tau pesan yang dikirimkannya 10 menit lalu sudah terbaca oleh Lova"Aku semakin tak paham denganmu, Caid. Sudah jelas Angelic yang membuatku merugi" Endi berbicara dengan nada kesal yang ketara "kau bilang akan mencarinya dan membuatnya membayar kerugianku" Tambahnya"Memang benar kubilang akan mencarinya, tapi tidak bagi kalian untuk menyentuhnya" Jawab Caid tak terbantahDylan menatap Caid, tatapannya dalam seolah mencoba membaca perasaan yang tersembunyi dibalik ekspresinyaSemenjak mengetahui jika Angelic adalah R11, anehnya hubungan pertemanan mereka menjadi canggungAda perang dingin diantara mereka atau lebih tepatnya antara Enid dan Caid. Enid yang ingin menghabisi Angelic karena membuatnya merugi dan Caid yang mengklaim Angelic sebagai wanitanya dan melindunginya bahkan Caid sendiri yang mengganti kerugian Endi karena Angelic
Lova kira hari ini dia bisa menemui Caid namun saat mendatangi panthousenya, Caid tidk ada disana Jujur saja Lova ingin bertanya apa maksud Caid memilih daerah pinggiran kota New York yang sepi untuk membuat perumahan elitnya, kenapa Caid harus menggusur panti asuhan itu dan kenapa Caid mengiriminya pesan itu Berkali-kali Lova mencoba menghubungi Caid namun pria itu tak menjawab, Lova duga Caid sengaja melakukannya Akhirnya Lova kembali ke apartemen, dia membuka laptop hendak mencoba melacak titik koordinat Caid namun saat hendak masuk, Lova sadar akan sesuatu Lova menatap layar laptopnya dengan pandangan tajam. Setiap file dan folder masih tampak pada tempatnya, namun ada sesuatu yang tidak beres. Data enkripsinya terbuka, dan akses terakhir menunjukkan waktu yang tidak sesuai dengan aktivitasnya. Ada seseorang yang sudah menggunakan perangkatnya "Caid Walton.. " Gumam Lova rendah Tak lama dia terkekeh hambar, Lo
"Enggh" Lova melenguh. Caid menekan tombol agar kursinya menjadi mundur setelahnya dia menarik Lova lebih dekat, tangannya meremas pinggangnya dengan kekuatan yang membuat Lova sulit bernapas.Ciumannya penuh gairah dan dominasi, seolah-olah ingin membuktikan sesuatu, bahwa dia memegang kendali penuh atas situasi ini.Lova mencoba memberontak, tapi Caid terlalu kuat. Di tengah kekalutan, pikirannya berputar, mencoba mencari cara untuk melepaskan diri dari situasi ini.Belum sempat berpikir, Caid melepaskan kancing celana kain Lova, meloloskannya hingga sebatas lutut Lova, tanganya tanpa permisi menyusup di balik celana dalam LovaLova tersentak, jari tengah Caid masuk di intinya, cairannya mulai keluar, membasahi celana dalam yang Lova kenakan"C-caid!"Ketika Caid akhirnya melepaskannya, napas Lova tersengal-sengal. Dia mengangkat wajahnya, menatap Caid. Sungguh berbanding terbalik dengan ekspresi arogan pria itu"Jawabanmu mengecewakanku, Love"
"Apa yang kau lakukan, Caid. Kau tidak pernah bilang jika menjalin hubungan dengan orang seperti itu!!" Caid menjauhkan ponselnya dari telinga, sudah cukup lama sejak dia mendengar sang daddy semarah ini, Caid tebak pasti kata-kata ayahnya yang melaporkan hal ini pada CaltonMatanya menatap ponselnya dengan tenang, meskipun di seberang sana sang ayah terus berteriak. "Tenang, Dad," jawabnya dengan suara datar, seolah kemarahan ayahnya bukan sesuatu yang luar biasa. "Tidak ada kerugian disini""Kau gila? Dari semua wanita kenapa kau malah terlibat skandal dengan wanita yang punya hubungan dengan agen CIA?!!!" Suara ayahnya masih menggema di telinganya, penuh kemarahan yang nyaris tidak terkendali.Caid menghela napas, mengusap tengkuknya dengan malas. "Dia tidak berhubungan dengan siapa pun. Aku sudah memastikan semuanya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.""Kau sudah terlalu banyak bermain-main, Caid! Ini bisa menghancurkanmu, dan semua yang kita bangun!"
"Lova terimakasih banyak, padahal kau tidak perlu repot seperti ini"Lova tersenyum pada Lina yang menggenggam kedua tangannya dengan ekspresi penuh harap, meski di dalam hatinya ada kepuasan tersendiri yang tak bisa disembunyikan.“Tidak apa-apa, Lina. Anak-anak di sini butuh tempat yang lebih baik, dan aku tidak bisa tinggal diam melihat mereka kesulitan” jawab Lova, melepaskan genggaman tangan Lina dengan lembut.Lina mengangguk penuh rasa syukur, matanya berkaca-kaca. “Kau selalu peduli pada kami. Kami tidak tahu harus berbuat apa tanpa bantuanmu, Lova.”Lova hanya tersenyum lagi, menahan rasa bangga yang muncul karena langkahnya yang cerdik. Uang itu memang berasal dari Caid—dari salah satu rekeningnya yang tersimpan rapi dalam sistem, tanpa dia sadari bahwa sebagian besar dananya telah Lova alihkan untuk membeli gedung baru panti asuhan.Ini bukan penggelapanLova hanya mengambil bayaran besar dari Caid karena terus menyetubuhinya tanpa henti dan untuk
"Cosette... Apa mungkin... Dia mengancammu?"Cosette menatap Lova sejenak, lalu menggeleng perlahan, tetapi sorot matanya tidak sepenuhnya meyakinkan. Dia tersenyum samar, meskipun ada ketegangan di balik senyuman itu. "Tidak, dia tidak mengancamku, Angelic. Hanya saja, dunia yang dia jalani... itu bukan dunia yang mudah dipahami oleh orang luar."Lova merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi sebelum ia sempat bertanya lebih lanjut, Cosette berdiri dari kursinya. "Ayo, ikut aku ke ruanganku" ucapnya singkat, memberikan isyarat agar Lova mengikutinya.Lova menurut, meskipun hatinya masih dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. Saat mereka berjalan menyusuri lorong menuju ruang pribadi Cosette, pikiran Lova melayang pada kemungkinan-kemungkinan buruk.Cosette adalah seseorang yang ia anggap sebagai keluarga, dan Lova tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa Cosette sedang menyembunyikan sesuatu yang besar.Begitu mereka sampai di ruangan Cosette, Cosette menutup
Di klub malam, suasana gemerlap seperti biasa. Musik berdentum keras, lampu sorot bergantian menyinari kerumunan yang sibuk menikmati malam. Lova melangkah masuk, kembali ke tempat yang pernah menjadi panggungnya.Tak lama, tatapan Lova menangkap sosok Sahaduta di sudut VIP, dikelilingi oleh beberapa orang. Dia tampak tenang, menikmati segelas minuman. Lova tahu, malam ini dia harus lebih dari sekadar Angelic. Dia harus masuk ke dalam lingkaran Sahaduta.Dengan percaya diri, Lova melangkah mendekati meja Sahaduta. Setiap gerakannya penuh perhitungan, senyumnya menggoda, dan pandangannya fokus. Ia tahu betul bagaimana cara menarik perhatian. Ketika ia sudah cukup dekat, Sahaduta menoleh dan tatapan mereka bertemu.“Selamat malam, Mr Lunox" ujar Lova dengan suara lembut namun penuh misteri. “Nyonya Cosette mengirim saya untuk anda"Sahaduta tersenyum tipis, memperhatikan Lova dari ujung kepala hingga kaki. "Angelic? Angin apa yang membuat Cosette mengirimmu?" Tanyanya
Aleandro menarik Lova keluar dari klub malam itu, dengan genggaman yang tidak mengizinkan penolakan. Lova merasa perutnya mengencang, bukan karena takut, tetapi karena frustrasi. Ini bukan bagian dari rencananya—dia butuh lebih banyak waktu dengan Sahaduta untuk menggali informasi lebih lanjut.Saat mereka berjalan keluar dari klub, Lova menoleh ke arah Aleandro, dia melepaskan tangannya dengan kasar."Apa yang kau lakukan disini, paman?!" suara Lova penuh ketegasan, namun juga rasa penasaran yang jelas.Aleandro berhenti sejenak, menatap Lova dengan intensitas yang membuat Lova merasa sesak "Menyelamatkanmu dari situasi yang bisa berakhir lebih buruk."Lova mengerutkan kening. "Aku tidak butuh diselamatkan. Aku sedang mencari tahu sesuatu, paman.""Terlalu berisiko," jawab Aleandro tegas, langkahnya kembali bergerak maju dengan Lova mengikuti. "Sahaduta bukan orang yang bisa kau perdaya begitu saja. Jika dia tahu niat aslimu, semuanya akan hancur."Lova beru