Warning!!! Mengandung bahasa kasar dan adegan kekerasan! Mohon bijak dalam menyikapi!
*****
“B*j****n k*p***t!” murka William sambil menyentak kuat salah satu lengan Ferdinand yang tengah mencengkeram dan menekan leher kekasihnya ke dinding.
William langsung melayangkan pukulan ke wajah Ferdinand dengan segenap amarah yang terkumpul hingga membuat lelaki itu terhuyung mundur, lalu terkapar di lantai. Saat hendak memburu Ferdinand untuk melancarkan pukulan kedua, telinganya menangkap bunyi berdebum. Sontak kepala William menoleh ke belakang dengan cepat.
“Baby!” teriak William panik dengan jantung yang berpacu tak terkendali. Dalam sekejap, William sudah bersimpuh di samping kekasihnya yang jatuh tergeletak. Napasnya tercekat melihat kekasihnya terikat dan ada darah di kepalanya.
William buru-buru memeriksa denyut nadi. Embus
Wanita paruh baya itu langsung menjerit histeris saat tiba di samping ranjang tempat Debby tergolek dengan netra terpejam. Meskipun kaget dengan reaksi wanita itu yang biasanya dingin, William bisa memakluminya. Siapa yang tidak akan bereaksi seperti itu kalau melihat penampakan Debby saat ini?Kepala dan salah satu kaki Debby dibebat dengan perban. Pipinya yang selama ini mulus, bengkak dan terdapat lebam. Begitu pula dengan rahangnya. Bibirnya yang mungil pun tampak pecah di salah satu ujung. Belum lagi tanda mata dari laki-laki b****s*k itu di leher dan pergelangan tangan Debby yang terlihat sangat jelas!Baik Gunawan maupun Hendy—yang mendekat untuk menyambut orang tua Debby, langsung sigap membawa Liliana menjauh. Wanita paruh baya itu didudukkan di sofa. William yang mengekor langsung mengambilkan air minum dari dispenser.“Minum dulu, Tante,&rdquo
Waktu sudah jauh melewati tengah malam, tetapi William masih terjaga. Setiap kali memejamkan mata, bayangan horor beberapa jam yang lalu selalu saja muncul di balik pelupuk mata. Lelaki itu akhirnya hanya duduk diam di sisi ranjang pasien sambil memandangi tubuh kekasihnya dan sesekali mengusap kepala atau menekuri tanda merah pada pergelangan tangan kekasihnya.“Koko sayang kamu, Baby. Cepatlah pulih,” gumam William berkali-kali bagaikan merapal mantra.William berusaha untuk tidak mengingat-ingat lagi kejadian tersebut. Namun, rasanya sungguh sulit. Perasaan akan kehilangan sosok yang dikasihinya dengan cara seperti itu benar-benar menakutkan sekaligus membangkitkan amarah yang tertuju pada si pelaku.Erangan yang sebelumnya sempat terdengar saat Hendy dan orang tua Debby masih berada di ruang rawat inap VVIP ini membuat jantung William
Debby sontak menghentikan apa pun yang hendak dikatakannya pada sang papi ketika tiba-tiba sang mami langsung memeluknya begitu papinya menegakkan tubuh.“Maafkan Mami, Sayang. Mami benar-benar gak menyangka kalau anak itu ternyata bisa berbuat seperti ini. Maafkan Mami,” ucap Liliana berulang-ulang. Wanita paruh baya itu juga menciumi wajah Debby berkali-kali.Debby masih terpaku, hanya kelopak mata tanpa lipatannya saja yang membuka dan menutup dengan irama konstan. Untuk sesaat, benaknya kosong dan lidahnya kelu.“Ah! Apa mimpiku masih berlanjut? Apa ini benar-benar mamiku?” batin Debby, mencerna situasi yang tengah berlangsung. ‘Ko Billy? Bisakah Koko mencubitku?’“Ugh!” Debby langsung mengernyit saat merasakan sengatan kuat di pipi setelah kembali dicium Liliana. ‘Sakit! Ah ... ternyata
“Mi!” seru Debby dengan netra membola. “Kenapa tanya ...?”Tangan Debby langsung diremas William. Lelaki itu menggelengkan kepalanya pelan. “Gak apa-apa, Baby. Wajar kalau Tante tanya seperti itu.”William lalu mengalihkan pandangannya pada Liliana. “Tentu saja menikahi Debby adalah keinginan terbesar saya, Tante, asalkan Debby bersedia dan Tante merestui,” jawab William dengan sepenuh hati.Liliana hanya bergumam sembari mengangguk datar. Wanita itu lantas menatap satu per satu wajah-wajah yang ada di sekelilingnya. Setelah menghela napas panjang, Liliana kembali meminta maaf pada semuanya, terutama pada Debby. Wanita paruh baya itu pun meremas tangan Debby.“Kejadian kemarin benar-benar sudah menampar Mami. Menyadarkan Mami kalau selama ini Mami sudah sangat egois. Selama ini, Mami
“Kenapa kamu senyum-senyum terus, Baby?” tanya William.“Huu, Koko ini! Sok-sokan pakai tanya segala, padahal diri sendiri juga senyum terus dari tadi,” gerundel Debby pada sosok di dalam layar ponsel.Suara gelak tawa langsung menyembur dari speaker ponsel. “Jangan manyun gitu. Cantiknya hilang nanti,” goda William.Debby hanya mendengkus. Namun, detik berikutnya, senyum lebar kembali muncul di wajah. Lagi-lagi William tergelak di dalam layar.“Apa yang paling membuatmu bahagia, Baby?”“Hmm, sudah pasti karena Mami, lah. Aku benar-benar nggak nyangka kalau momen ini terjadi juga. Aku pikir, seumur hidup nggak bakal baikan sama Mami.”“Hei! Tapi kenyataannya gak seperti itu, ‘kan? Itu sudah berlalu, Bab
“Baby, ada apa? Pesan dari siapa itu?” tanya William lagi seraya memutar bahu wanita itu agar menghadap ke arahnya. Kening William langsung berkerut saat telapak tangannya merasakan bahu kekasihnya sedikit bergetar.Hati William langsung kebat-kebit melihat tatapan kosong yang terpancar dari netra kekasihnya. Lelaki itu lantas melihat ke arah ponsel kekasihnya yang juga sedikit bergetar.“Baby, boleh Koko lihat?” tanya William sambil menyentuh ponsel kekasihnya.Debby masih bergeming. Namun, saat William hendak menarik benda pipih tersebut dari genggaman Debby barulah wanita itu bergerak. Dengkusan kesal meluncur dari bibir kekasihnya.“Kenapa, Baby? Apa Ferdinand kembali mengusikmu?”“Nggak. Bukan orang itu,” timpal Debby dengan suara lemah. Wanita i
Hati William masih saja berbunga-bunga setiap kali mengingat spontanitas kekasihnya tadi, padahal ini sudah lewat beberapa jam. Lelaki itu tersenyum-senyum sendiri sambil menerawang ke arah langit-langit kamar dengan Bora berada dalam pelukannya.William senang kekasihnya berinisiatif untuk menunjukkan perasaannya tanpa harus diminta. Jarang-jarang wanita itu memberikan ciuman terlebih dahulu meski hanya di pipi. William yang kegirangan langsung membalas perlakuan manis dari sang kekasih meski lebih ganas.Lelaki itu menciumi hampir setiap bagian dari wajah bulat telur milik kekasihnya hingga beberapa kali mulai dari kening, kedua mata, hidung, dan kedua pipi. Meski Debby sempat protes dengan menggerutu dan memukul ringan, William tak peduli. Ia justru semakin senang melihat mimik lucu kekasihnya yang memberengut. Saat Debby akhirnya terdiam karena lelaki itu terus menatapnya, William l
Debby yang sejatinya masih belum bisa memaafkan lelaki itu merasa terselamatkan dengan kedatangan pramusaji yang mengantar minuman mereka. Debby masih menata hati sembari menatap gerak-gerik wanita berseragam serba hitam dengan apron merah marun terikat di pinggang.“Ayo, diminum dulu, Tasya! Dulu, kau suka banget pesan itu, ‘kan?”Lagi-lagi kening Debby muncul kerutan halus saat mendengar nama panggilan yang sudah belasan tahun ini tak pernah didengarnya lagi. Dalam hati, ia menggeram sebal. Sejak tadi, Debby berusaha untuk tidak terusik dengan nama panggilan itu, tetapi sulit. Nama itu terus mengingatkannya pada peristiwa empat belas tahun yang lalu.Indra pendengarannya sekali lagi menangkap nama panggilan itu ketika ia terus bergeming dan hanya menatap gelas tinggi berembun berisi cairan merah muda pekat di depannya. Debby tak tahan lagi!
Yeay!!! 🎉🎉Cerita “Wanita Incaran CEO Arogan” akhirnya sampai di penghujung juga. Ini merupakan cerita pertama saya dalam bentuk novel. Gak nyangka bakal bisa sepanjang ini, bahkan sampai dua season. Biasanya pendek-pendek. 😄Perjalanan yang panjang dan gak selalu mulus, tapi menyenangkan 😄. Sudah sama aja kayak lika-liku kisah cintanya William dan Debby yang gak selalu mulus tapi happy ending ... eaakkk ....Saya pribadi sangat menikmati proses penulisan kisah cinta William dan Debby ini. Meskipun sudah dibuat outline-nya, beberapa kali muncul ide secara tiba-tiba di tengah-tengah saya tengah mengetik yang belum terpikirkan sebelumnya saat membuat outline. Adegan-adegan tersebut memang diperlukan, tapi waktu bikin outline masih belum ada bayangan nanti adegannya bakal seperti apa. Ups, buka kartu deh! 🤭😁Tak lupa saya ucapkan terima kasih buat para pembaca yang baik hati, yang sudah bersedia mampir ke lapak saya, dan terutama yang sudah memberikan gem buat William dan Debby. Ter
“Sssh! Jangan nangis, Sayang.” William buru-buru menenangkan si sulung. Ini bukan kali pertama si sulung merengek minta adik bayi di perut maminya perempuan. “Laki-laki apa perempuan sama aja, Sayang. Di mata Papi sama Mami, kalian semua anak-anak kesayangan Papi sama Mami. Gak ada yang dibeda-bedain.” William juga meminta anak lelakinya untuk mendekat.“Cici juga harus sayang sama dedek bayi yang masih ada di perut Mami, sama seperti Cici sayang sama Dedek Ello. Cici sayang ‘kan sama Dedek Ello?”“Sayang, Pi.”“Nah, kalau gitu, jangan bilang kayak tadi lagi, ya. Kalau gak, Dedek bayinya nanti sedih, lo. Apa Cici senang kalau Shelin bilang gak suka atau gak mau temanan lagi sama Cici di sekolah?”“Nggak senang. Tapi kalau dedek bayinya kayak Dedek Ello, nanti aku nggak punya teman di rumah, Pi,” rengek Grace lagi dengan bibir mungilnya maju beberapa senti.
Warning!!! Episode ini mengandung adegan dewasa yang mungkin tidak cocok atau membuat tidak nyaman bagi sebagian pembaca.Harap kebijakannya dalam membaca episode ini.*****Bukannya berhenti, sang istri justru berpindah ke titik sensitif lainnya.“Baby, please,” desis William lagi dengan gelisah.Tangannya kini mencengkeram pergelangan sang istri. “Koko gak mau sampai lepas kendali.”“Ssst! Kalau gitu, jangan ditahan-tahan, Ko. Aku sengaja kok mau kasih kompensasi buat Koko,” terang Debby sambil tangannya memainkan salah satu kepik tak bersayap milik William. “Jadi, Koko rileks aja. Serahkan semuanya sama aku. Aku bakal kasih servis yang memuaskan malam ini.”“Tunggu, tunggu! Kompensasi buat apa?” tanya William di antara giginya yang kembali bera
William menunggu sejenak hingga anak perempuannya memusatkan perhatian padanya.“Ya, Pi,” sahut Grace.“Cici bantuin Papi sama Mami jagain Dedek Ello sementara waktu, ya.”“Siap, Pi,” sahut Grace dengan antusias. Kepalanya manggut-manggut dengan cepat.“Anak pintar,” puji William sambil mengacungkan ibu jari. “Ya sudah, kalian bobo sekarang. Papi sama Mami sayang kalian. Peluk cium buat kalian berdua. Selamat bobo dan mimpi indah, malaikat-malaikat kecil kesayangannya Papi sama Mami.”“Oh, Tuhan! Aku sudah kangen sama anak-anak, Ko,” ucap Debby begitu panggilan video terputus.“Bukan cuma kamu aja, Baby,” timpal William. Sesaat, ia jadi teringat ketika siang tadi, ia dan sang istri mengantar anak-anak ke rumah ka
“Happy wedding anniversary, Baby!” ucap William dengan sangat mesra. Lelaki itu mencium punggung tangan sang istri dengan sangat lembut.Mereka baru saja selesai makan malam romantis yang sengaja disiapkan oleh William. Sayangnya, kebahagiaan William bercampur dengan rasa jengkel setiap kali ada pria yang memandang istrinya hingga dua kali. Tak ingin membagi pesona sang istri dengan orang lain, William pun buru-buru mengajak wanita itu untuk kembali ke kamar suite yang khusus dipesan untuk momen istimewa ini.William tak bosan-bosannya memandangi sang istri. Hingga detik ini, ia masih dan selalu saja terpukau dengan sosok sang istri yang tak banyak berubah selain bertambah cantik sejak ia menikahinya, apalagi malam ini. Berbalut busana malam warna merah menyala dengan bahu terbuka dan belahan gaun setinggi setengah paha yang menampilkan lekuk tubuh di tempat-tempat yang tep
“Koko kenapa? Masuk angin?” tanya Debby dengan panik. Wanita itu tahu-tahu sudah ada di sampingnya. Satu tangan memijat-mijat tengkuknya sementara tangan yang lain meraba keningnya.Perutnya kembali bergolak. Namun, William mencoba mengabaikannya. Tak berani membuka mulut, lelaki itu hanya bisa menggeleng sembari menghentikan apa pun niat Debby saat ini dengan isyarat tangan.Ketika Debby menyingkir, William sedikit merasa lega. Ia menghirup napas dalam-dalam sambil bertumpu pada dinding. William mengerutkan kening dengan perasaan tak enak.Setelah perutnya berhenti bergolak, William melangkah ke wastafel. Ia menatap sekilas pantulan dirinya di cermin, lalu membasuh wajahnya. Saat menegakkan tubuh, sang istri kembali muncul di sisinya dengan membawa botol minyak kayu putih.“Gak perlu, Baby. Koko gak apa-apa kok,&rdquo
“I love you too, Baby. My Love. My Wife. Now and forever,” sahut William dengan senyum mesra terpampang di wajah. Lelaki itu pun balas mencium Debby di beberapa titik di wajah.Setelah mendapatkan ciuman di kening, kedua pipi, dan bibir, Debby lantas menghirup napas dalam-dalam sambil memejamkan mata sejenak. Saat membuka mata, ada kebulatan tekad dan keberanian yang bersemayam di hati.“Aku percaya sama Koko. Kalau sikap Koko kayak gitu, mana mungkin aku tega membuat Koko berharap lama-lama. Aku nggak bakal minta Koko buat nunda kehamilan. Kalau Tuhan kasih kepercayaan itu sama kita sekarang, aku bakal menerima dan menjalaninya.”“Oh, Baby! Kamu serius? Kamu benar gak apa-apa?”Debby mengiyakan dengan mantap. Kepalanya ikut mengangguk untuk meyakinkan suaminya.&ldqu
Seringai jahil sang suami semakin lebar saja. Lelaki itu kemudian bertanya, “Apa kamu sadar, Baby, kalau nanti ada yang kebakaran lagi seperti dulu, sekarang sudah gak perlu bingung-bingung lagi buat cari pemadamnya?”“Ish! Koko ini, lo!” pekik Debby. Tangannya pun langsung mencubit daging terdekat.William sontak mengaduh kesakitan dan menggosok-gosok dada kirinya. “Astaga, Baby! Jarimu pedas juga, ya.”“Hmm! Siapa suruh godain terus?” rajuk Debby. Namun, sesaat kemudian Debby kembali berujar, “Tapi sori, ya, Ko, aku baru bisa kasih semalam.”“Hush! Kamu ini omong apaan sih! Setelah pemberkatan di gereja dan resepsi dengan segitu banyak tamu, kita kan sama-sama kecapaian, Baby. Kamu jangan omong gitu, ah. Meskipun Koko pengin, Koko juga gak mau ma
Warning!!! Episode ini mengandung adegan dewasa yang mungkin tidak cocok atau membuat tidak nyaman bagi sebagian pembaca.Harap kebijakannya dalam membaca episode ini.*****Selagi Debby menerka-nerka siapa sosok yang dengan lancang berani memanggil-manggil nama suaminya, tiba-tiba suara William yang terdengar parau menembus gendang telinga Debby. “Lepaskan, Baby. Lepaskan.”“Ko Billy!” jerit Debby putus asa. ‘Ah! Kenapa suara yang keluar sama dengan yang tadi? Apa tadi itu suaraku sendiri?’“Ya, Baby, ya. Ayo, jangan ditahan lagi. Koko pengin lihat kamu, Baby,” ucap William terus menyemangati.Tak ingin mengecewakan lelaki itu, Debby berusaha menuruti kata-katanya. Dengan sedikit takut, dorongan yang semula ia tahan-tahan kini ia biarkan lepas mengalir begitu sa