Debby mengernyit. “Kenapa memangnya, Ko?”
“Yah, Koko masih pakai baju rumahan seperti ini sementara kamu bisa tampil cantik. Kamu gak malu?”
Debby menatapnya dengan tatapan menilai dari ujung kepala hingga ujung kaki. William hanya meringis ditatap seperti itu.
“Masih ganteng kok, Ko,” celetuk Debby dengan wajah datar.
William sontak membelalakkan mata dan tergelak. Hatinya berdesir mendengar pujian yang dilontarkan kekasihnya meski dengan wajah datar. “Ya ampun, Baby! Mujinya kok gitu amat sih,” protes William dengan nada sedikit merajuk. “Tapi okelah, Koko akan abaikan wajah datarmu itu karena sepertinya baru kali ini Koko dengar kamu memuji Koko.” Lelaki itu akhirnya tersenyum lebar seraya mengedipkan satu mata.
“Ck!” Debby melengos. Justru wanita itu yang
“Gak!” sahut William cepat seraya menggeser pantatnya menjauh. Tangannya yang bebas bergoyang-goyang dengan keras di depan dada. “Ampun, Baby.”Debby memicingkan mata ketika lelaki itu justru semakin melebarkan cengirannya. Rona bahagia jelas terpancar pada wajah berdagu belah itu. Debby sampai tak habis pikir dan menggeleng-gelengkan kepala.“Kenapa, Baby?”“Nggak apa-apa kok, Ko. Cuma lagi kepikiran aja,” elak Debby.“Kepikiran soal apa?” kejar William.Senyum sang CEO sudah menghilang dan berganti dengan tampang serius. Pun demikian dengan Debby. William bahkan sudah menggeser lagi pantatnya mendekati Debby.“Yah, ini semua. Terutama soal masa laluku. Jujur aja aku nggak tahu tanggapan Koko nanti kayak apa.”
“Diam!” bentak Yuyun setelah melayangkan tangan.Pemuda itu kembali menyerang bibir Debby tanpa ampun. Sekarang, tubuh kecil Debby justru didorong merapat hingga berimpitan tanpa jarak dengan tubuh Yuyun. Perasaan horor sudah merayapi sekujur tubuh Debby. Air matanya sudah meleleh dengan deras di kedua pipi. Namun, Debby terus berusaha melawan.Lumatan kasar pemuda berstatus pacar di bibirnya itu rasanya tak pernah berakhir. Debar jantungnya sudah menggila tak karuan. Debby sudah ketakutan setengah mati, apalagi saat tangan bertato itu mulai merayap di sisi luar pahanya dan terus bergerak ke arah dalam dari balik rok denimnya.“Ko Hendy! Tolong! Tolong aku, Ko!” jerit Debby berulang-ulang dalam hati. Pandangan matanya yang kabur karena terhalang air mata terus menatap pintu yang masih tertutup rapat.Gadis itu memekik put
Meskipun ia sudah menduga kalau kekasihnya kemungkinan besar pernah disakiti oleh seseorang dari kaumnya di masa lalu, ia tidak menyangka kalau peristiwa yang dialami Debby sampai sedemikian rupa buruknya. William berusaha mendengarkan dengan kalem meski darahnya sudah menggelegak. Ia murka mengetahui kekasihnya mengalami siksaan dan penderitaan seperti itu.Rasanya ia ingin mencabik-cabik orang itu. Namun, ia berusaha mengendalikan diri. Ia tidak mau menambah stres atau ketakutan pada kekasihnya. Ia terus mendengarkan penuturan Debby hingga akhir tanpa menginterupsi. Meskipun begitu, hatinya ikut sakit melihat kekasihnya menangis, melihat ketakutan di mata beriris cokelat tua itu, apalagi membayangkan bagaimana kekasihnya harus melewati semua itu di masa lalu.Tanpa melepas genggaman tangannya, William mengambil kotak tisu dan meletakkannya di atas pangkuan Debby. Wanita itu menjengit
Wanita yang sudah tergelak itu semakin terpingkal-pingkal. “Ya, ampun! Ko Billy benar-benar kayak bocah TK, tahu! Cuma badannya aja super gede.” Wanita itu tak berhenti tertawa.“Ini sih bukan bongsor lagi namanya, Ko, tapi raksasa,” ucap Debby lagi seraya mengusap kedua ekor matanya.William hanya tertawa sembari mendudukkan pantatnya di samping wanita itu lagi. Tangannya kemudian mengangsurkan guling singa itu ke hadapan Debby yang diterimanya setelah ragu-ragu sejenak. Wanita itu pun kembali melontarkan candaan-candaan dengan Bora dan dirinya sebagai objek gurauan.William tidak keberatan sama sekali. Ia justru sangat senang bisa melihat wanita itu tertawa lepas lagi seperti itu setelah menceritakan secuil kisah hidupnya yang pilu. Dalam hati, William berjanji untuk terus membuat wanita itu tertawa bahagia.“Berbahagialah,
“Ya, Al, ada apa?” tanya William begitu panggilan video diterima.“Lo, Koko gak baca pesanku?”“Eh? Kamu kirim pesan? Sori. Koko belum buka HP dari tadi.”“Oh. Tapi sekarang Koko lagi di apartemen, ‘kan?”“Iya. Memangnya kamu kirim pesan apa sih?”“Cuma kasih tahu kalau kami lagi jalan ke tempat Koko. Sekarang, kami di bawah.”“Oh.” Tiba-tiba William langsung merasa seperti balon yang mengempis. “Sama Linda?”Tahu-tahu di dalam layar muncul seraut wajah feminin yang merengut di belakang Albert. “Sama aku, Ko Liam!”“Eh, kenapa, Ko? Ko Liam lagi ada tamu?” tanya Albert saat William menoleh ke samping.“Siapa? Adik-adiknya Koko?” tanya Debby dengan suara berbisik.William hanya mengangguk. Tatapannya kembali beralih ke layar ponsel. “Iya. Koko lagi ada tamu.”“Oh, ya sudah. Kami balik aja kalau gitu.”“Siapa tamunya, Ko?”Kakak beradik di dalam layar berbicara berbarengan. Kemudian terdengar Albert menegur, “Hush! Jangan kepo gitu, Chen!”“Kalian tunggu sebentar,” cegah William saat tang
William begitu senang dengan perkembangan hubungan mereka selama dua minggu terakhir ini. Dalam kurun waktu tersebut, sang kekasih sempat menyambangi apartemennya sekali lagi meski atas permintaan William.Sejak menceritakan masa lalunya, Debby juga semakin terbuka padanya. Ia jadi tahu makam siapa yang dikunjungi wanita itu di awal-awal pertemuan mereka dahulu dan seberapa penting serta berartinya sosok almarhumah semasa hidup dalam hidup Debby. Meskipun demikian, William sempat dibuat cemburu juga ketika Debby menceritakan sosok kakak sepupu yang dikatakannya tak kalah penting dengan sang tante.“Sejak kepergian Tante A Mey, Ko Hendy jadi satu-satunya sandaran buatku. Sama sepupu yang lain sebetulnya lumayan dekat juga, tapi nggak ada yang sedekat aku sama Ko Hendy,” ungkap Debby pada suatu waktu kemarin saat wanita itu mengunjungi apartemennya.&ldquo
“Gak bisa, Baby,” gumam William sepanjang jalan.Sesampainya di rumah Debby, ia mengernyitkan kening saat melihat sebuah mobil terparkir di depan rumah dan pintu pagar sedikit terbuka. Perasaannya mulai tak tenang.Tidak ada siapa-siapa di teras, tetapi pintu depannya terbuka lebar. William bergegas menuju pintu depan. Darahnya seketika mendidih.“Baby?! Apa-apaan ini?! Apa kamu melarang Koko ke sini karena ini?! Kamu mau berduaan sama laki-laki lain?! Siapa laki-laki ini?! Apa penolakan-penolakanmu kemarin juga karena laki-laki ini?!” berondong William dengan gigi yang saling beradu. Kedua tangannya terkepal erat di sisi tubuh. Hatinya remuk redam dan kepalanya terasa seperti akan meledak saja.“Ko Billy? Kenapa ke sini?” cicit Debby dengan tergagap. Wanita yang tengah dipeluk oleh seseorang
William mengernyit sementara Debby langsung menunduk dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Bahu wanitanya bergetar, begitu juga dengan suara yang keluar kemudian. “Aku sayang sama Koko. Aku nggak mau Koko sampai kenapa-kenapa. Jadi, tolong Koko jangan bilang kayak gitu. Itu menyakitkan.” Isak tangis lirih mulai terdengar.William kembali merasa seperti habis ditinju dengan sangat keras. Bahkan lebih keras dari sebelumnya. “Baby, maaf!” sesal William serta-merta. Satu tangannya menyentuh lutut Debby. “Maaf, Koko sudah omong sembarangan dan membentakmu. Koko gak bermaksud … ah, sudahlah. Tetap aja Koko yang salah. Maafkan, Koko.”William langsung merasakan hatinya seperti diremas-remas saat wanita itu menolak rengkuhan tangannya dengan terang-terangan. Namun, William juga tak mau melepasnya begitu saja. Ia kembali merengkuh tubuh yang semakin gem
William sangat terkejut mendengar penuturan Debby. Ia sama sekali tak mengira jika kekasihnya memiliki ketakutan sampai seperti itu. William mengulurkan tangan hendak menenangkan sang kekasih yang kembali berderai air mata. Ia terenyuh melihat wanita itu bahkan bernapas dengan tersengal-sengal.Namun, belum sempat merengkuh sang kekasih, William kembali dikejutkan dengan suara jeritan histeris yang terdengar tiba-tiba. William dan Debby yang masih menangis sontak menoleh berbarengan ke sumber suara.“Jangan lagi, ya, Tuhan! Jangan lagi!” desis seseorang yang baru saja tiba hingga berkali-kali.Dalam sekejap, suara tangis di sisi William pun lenyap, berganti dengan kesiap tajam. Lelaki itu pun tak kalah terperanjat saat menatap kedua sosok yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu. Satu orang memapah yang lainnya yang tampak tak baik-baik saja. Buru-buru William ban
“Apa maksudmu, Baby?!” tuntut William yang kaget setengah mati.Jantungnya langsung menggila mendengar keputusan sepihak yang meluncur dari bibir mungil sang kekasih. Hati William menolak keras untuk mencerna maksud yang terkandung di dalamnya. Namun, otaknya jelas-jelas menerima pesan tersebut dengan sangat gamblang. Seketika, otaknya dipenuhi dengan kata-kata keramat yang sangat dihindari oleh lelaki itu.William pun langsung menyambar tangan Debby yang keburu membelakanginya. Namun, sebelum tubuh kekasihnya berbalik sepenuhnya, William masih sempat melihat kekasihnya menutup mulut dan mendengar suara isakan lirih. William langsung mengernyit. Hatinya sedikit terusik dengan sikap dan omongan Debby yang lagi-lagi saling bertolak belakang di saat bersamaan.“Baby?” panggil William dengan lebih lembut saat wanita itu tetap me
William berusaha keras untuk tidak menyentuh wanita yang duduk di sampingnya—meski tak sedekat biasanya, apalagi saat wanita itu mengangguk tak mantap sambil menggigit bibir bawahnya.“Kurang lebih,” jawab Debby. “Aku sadar kalau aku selalu menghindar tiap kali Koko memintaku buat melangkah ke jenjang yang lebih serius. Kupikir aku bisa kayak gitu dulu buat sementara waktu. Tapi ternyata yang terakhir kemarin itu ....”Debby mengangkat bahu sambil tersenyum sendu sementara William agak terusik dengan sesuatu yang diucapkan kekasihnya. Ia pun menautkan kedua alisnya meski berusaha untuk tak menyela.“Aku nggak tahu apa yang terakhir itu yang paling parah,” lanjut Debby, “atau justru saking banyaknya Koko nimbun kekesalan jadi bikin Koko jaga jarak sama aku. Tapi apa pun itu, yang jelas aku mau minta maaf sama Koko soal ini. Bolak-balik aku selalu mengecewakan Koko. M
“Wow!” seru Debby yang masih takjub dengan kabar bahagia yang dibawa oleh sahabatnya. Ujung-ujung bibir Debby sudah terangkat sejak tadi.“Jadi, benar ini dari Ko Niel?” tanya Debby lagi sembari mencermati sebentuk cincin bermata berlian tunggal yang tersemat pada jari manis tangan Fanny.Wanita berambut sebahu itu sekarang sudah duduk di hadapannya. Namun, Debby belum melepas genggaman tangannya sejak dirinya melihat kilau sebuah cincin baru yang ia tahu belum pernah dikenakan oleh Fanny sebelumnya.Debby ikut berbahagia untuk Fanny yang senyumnya juga tak pernah lekang dari wajah perseginya sejak muncul di hadapan Debby. “Aku benar-benar ikut senang, Fan. Ya ampun. Selamat, ya, Say. Selamat. Omong-omong, kapan Ko Niel melamar?”“Uhm ... baru hari Sabtu kemarin sih,” ucap Fanny dengan pipi merona.
Di hadapan William, kini tersaji semangkuk bubur ayam tanpa kuah bumbu. Hanya ada bubur nasi yang sudah bercampur dengan potongan daging ayam dengan pugasan kulit pangsit goreng, irisan seledri, tongcai, dan cakwe. Kekasihnya bahkan juga menyediakan kecap asin di mangkuk terpisah yang ukurannya jauh lebih kecil.William kembali termangu sambil menatap sajian itu. Hatinya benar-benar terbelah dua. Ia merasa sangat bahagia sekaligus frustrasi. Baru kali ini, ia dilayani untuk sarapan sampai sedemikian rupa, apalagi oleh wanita yang sangat dicintai dan diinginkannya. Selain sosok sang mami tentu saja.“Kenapa cuma dilihat aja, Ko? Oh, astaga! Apa Koko nggak suka bubur ayam?”Suara merdu sang kekasih menyentak angan William. Ia gelagapan sesaat sebelum menimpali, “Oh, gak apa-apa kok, Baby. Siapa bilang Koko gak suka bubur ayam? Koko cuma lagi
William memang memutuskan untuk bersikap biasa saja sebelum mengetahui dengan pasti apa keinginan kekasihnya dari hubungan mereka ini. Namun, tetap saja lelaki itu tak bisa menahan ujung-ujung bibirnya yang mulai terangkat setelah mendengar pesan suara dari Debby. Ia pun melempar tubuhnya ke matras sambil terkekeh kecil.“Ya, Tuhan. Seperti ini nih yang bikin Koko gak bisa berpaling dari kamu, Baby. Bagaimana kelak Koko bisa hidup tanpamu?”Tiba-tiba ponselnya kembali berbunyi. Ada satu lagi pesan suara yang masuk dari kekasihnya.“Ko Billy? Koko baik-baik aja? Kenapa nggak ada respons, Ko? Aku tahu Koko sudah buka pesan suaraku. Jangan nakut-nakutin aku, Ko. Aku mencemaskan Koko. Kalau Koko butuh aku, bilang aja. Aku bakal menemani Koko. Aku sayang sama Koko.”Lagi-lagi William tak bisa menahan senyum. Namun, se
William terjun ke dalam air dan langsung menghilang di bawah permukaan air yang seketika bergolak seakan baru saja terjadi gempa bumi. Setelah satu-dua menit, tiba-tiba William kembali muncul ke permukaan dengan gerakan yang kembali mengentak keras. Permukaan air pun kembali berguncang sementara air memercik ke mana-mana saat kepala William menengadah ke langit malam dengan gerakan cepat.Bibir William langsung terbuka lebar dengan suara tarikan napas yang terdengar sangat jelas. Sejurus kemudian, dadanya bergerak naik turun dengan sangat cepat. Ia sengaja menahan napas selama berada di dalam air. Egonya tengah tertantang untuk menguji batas kemampuan dirinya.Tanpa mengambil jeda untuk menetralkan debar jantungnya yang masih menggila, William kembali masuk ke dalam air setelah menghirup napas dalam-dalam. Kali ini, ia meluncur dengan cepat seperti ikan di bawah permukaan air yang langs
Debby menatap sosok laki-laki yang pada suatu waktu dahulu sangat dikaguminya, tetapi juga sekaligus sosok yang menorehkan luka yang dalam di hatinya. Debby menghela napas sambil menautkan tangan pada jari jemari William.“Ko Yuyun,” panggil Debby dengan penuh kesabaran, “aku benar-benar sudah memaafkan Koko. Tapi tolong jangan buat aku menyesali keputusanku ini. Berhentilah meminta sesuatu yang sudah nggak bisa kuberikan lagi. Aku berusaha buat menghormati Koko lagi sekarang.“Tapi kalau Koko terus-terusan memaksa, jangan salahkan aku kalau aku akhirnya benar-benar kehilangan respek sama Koko. Hal yang bisa kuberi saat ini cuma maaf buat Koko, nggak lebih. Jadi, tolong mengertilah, Ko. Aku nggak mungkin balik lagi sama Koko.”Untuk sesaat, Yunan hanya menatap Debby lurus-lurus dengan bibir membentuk garis lurus. Lelaki berambut gondrong itu diam seribu bahasa, hany
Warning!!! Mengandung adegan kekerasan! Mohon bijak dalam menyikapi!*****Urat kendali diri William benar-benar sudah super tegang. Rasanya hanya butuh sentuhan ringan saja untuk memutus tali tak kasatmata itu. Ia bisa meledak kapan saja. William sampai ketakutan dengan dirinya sendiri. Ia seperti tak mengenali lagi sosoknya sendiri.Sebelum mengenal Debby, ia tak pernah lepas kendali. Namun, sekarang ini rasa-rasanya ia sanggup dan bersedia menghancurkan seseorang demi orang yang dikasihinya. Ia siap bertarung habis-habisan dengan siapa pun tanpa peduli risikonya!William benar-benar tak terima kekasihnya hendak diserobot dengan terang-terangan di bawah hidungnya!“Lebih baik diselesaikan sekarang aja, Ko, biar nggak berlarut-larut. Aku juga nggak mau terus-terusan kayak gini. Tolong percaya sama aku, Ko,&rd