Seperti sudah tak diperlukan lagi di rumah itu, Hana menata baju-bajunya ke dalam tas besar. Selama satu hari penuh dia sudah memikirkan matang-matang langkah yang akan diambilnya kini. Berat memang harus memilih langkah ini. Tapi ini juga demi kesehatan mental Hana sendiri biar dia tidak semakin terpuruk dengan kondisi rumah tangganya. Pesan Abah Hasan masih tersimpan jelas di kepalanya. Untuk itu, dia memilih untuk pulang ke kampung halamannya orang tuanya sambil menenangkan diri. Hana pun teringat Aisyah yang menolongnya. Aisyah yang dengan hati yang sabar dan ikhlas melihat suaminya bersama dengan istri kedua. Tak mudah menjadi Aisyah. Tapi Hana akan berusaha membuat rumah tangganya utuh karena suaminya hanya terjebak dalam pernikahan yang salah. Kini, dia hanya ingin menyendiri lebih dulu sambil meemikirkan bagaimana membuat Adam tersadar. "Mau bicara apa, Mbak? Bicara aja," sahut Alya tanpa memandang ke arah Hana. Alya dan Adam masih bermain-main dengan Keenan. Hana pun kem
"Sedikit lagi rencana kita berhasil, Sayang," kata Alya lirih. Saat ini Alya tengah menelepon Romi di dalam kamarnya. "Maksud kamu apa, Sayang?" tanya Romi yang tak paham ucapan Alya. "Si Hana itu mau pulang kampung dan gak tau kapan ke sini lagi. Ajian darimu untuk membuat Adam benci Hana manjur sekali.""Benarkah itu? Kalau benar, sedikit lagi kita bisa menjalankan misi utama kita, dong?""Tentu saja. Kamu harus mulai siapkan semuanya, Sayang. Nanti setelah si Hana pergi, aku bisa langsung melancarkan rencana kita," ucap Alya menggebu-gebu. "Oke baiklah. Tapi, Sayang ... aku kangen sekali sama kamu. Kapan kita bertemu lagi? Tentu saja tanpa Keenan.""Tunggu dulu. Sabar, ya, Sayang. Aku sebenarnya juga kangen. Rasanya ingin segera bersamamu selamanya. Jujur saja, aku gak mau lagi berhubungan badan dengan Adam. Aku maunya cuma sama kamu, Sayang.""Lho kenapa? Itu, kan, salah satu syarat agar Adam tetap dalam pengaruh Mbah Roto, Sayang. Kamu jangan gitu, dong! Nanti rencana kita ber
Dulu, di masa lalu ada sebuah kejadian yang membuat perih hati seorang istri. Istri yang sejak awal menemani suaminya saat belum punya apapun sampai suaminya bisa sukses dalam berbisnis. Memang benar ujian seorang suami itu adalah ketika punya harta. Sama seperti ayah Romi yang sukses di beberapa bisnis. Sore itu, Ibu Romi mempertanyakan sesuatu kepada suaminya. "Siapa Diana, Mas?" tanya Ibu Romi kepada suaminya yang baru saja pulang dari kantor. "Diana? Diana siapa? Aku gak kenal," elaknya santai. "Gak usah bohong kamu, Mas! Kamu bermain di belakangku? Benar begitu, kan?" "Ngomong apa, sih, kamu? Suami pulang kerja capek bukannya disambut dengan baik tapi malah dengan tuduhan yang gak jelas."Ibu Romi tersenyum kecut. Beberapa lembar foto disebar oleh Ibu Romi di depan suaminya. Dan semua foto itu sudah jelas menunjukkan jawaban atas pertanyaan darinya. "Aku tahu semuanya, Mas! Kamu bermain dibelakang ku, bukan? Sejak kapan itu?" tanya Ibu Romi tegas. Hatinya remuk tapi tak dip
Tak disangka ternyata Adam dan juga Romi adalah saudara satu bapak. Melihat kesuksesan Adam membuat Romi semakin dendam kepadanya. Padahal ada beberapa kenyataan yang tak diketahui Romi. Beberapa tahun setelah memutuskan memilih istri kedua, usaha ayah mereka bangkrut. Hidup keluarga Adam sangatlah sulit hingga membuat sang ayah terus-menerus diserang penyakit. Ibu Adam yang selama ini menjadi tulang punggung dengan bekerja serabutan. Tak pernah ada yang tahu luka batin ibu Adam. Dia tak tahu jika suaminya memiliki istri lain selain dia. Sama seperti Ibu Surti, Ibu Ani juga merasakan perih karena ternyata dirinya adalah penyebab hancurnya sebuah keluarga. Tapi, meninggalkan suaminya dalam kondisi yang memprihatinkan seperti itu juga tak sanggup. Akhirnya Ibu Ani merawat suaminya hingga ajal menjemput. Apakah keadaan Adam langsung membaik setelah kepergiaan ayahnya? Tentu tidak. Ibu Ani yang semakin tua juga sering sakit-sakitan. Bahkan sampai ibunya meninggal, Adam masih terus be
Sebagai sahabatnya dari dulu, Hana tentu saja merasa khawatir. Dia ingin memastikan bahwa pilihan Luna tidaklah salah. Apalagi jelas-jelas Pak Marvin sebelumnya ada rasa dengan dirinya. Untuk itu, Hana ingin mendengar langsung penjelasan dari Pak Marvin. "Apa Pak Marvin benar-benar mencintai Luna dan bukan sebagai pelarian? Mohon maaf jika saya harus bertanya soal ini. Tapi, Luna sahabat baik saya dan dia orang baik, Pak. Jika sekiranya Pak Marvin tidak tulus, saya harap Bapak bisa mundur sebelum semuanya terlambat," ucap Hana pelan tapi tegas. Marvin terkejut mendapat pertanyaan seperti itu dari Hana. Bingung sebenarnya Marvin hendak menjawab dan menjelaskan seperti apa karena perasaannya kepada Luna juga tidak bisa dijelaskan. Tentu saja Marvin memaklumi sikap Hana ini mengingat Hana dan Luna memang sangat dekat. Sebelumnya menjawab, Marvin mengambil nafas dan membuangnya secara perlahan. "Sebenarnya jujur saja saya tidak tahu hendak menjawab seperti apa pertanyaan dari Bu Hana
Dengan mengelabui Adam, Alya berhasil keluar dari rumah tanpa membawa Keenan. Tujuan utamanya adalah bertemu dengan kekasih hatinya yang tak lain adalah ayah kandung dari Keenan. Selain rindu, Alya ingin membicarakan rencana Romi yang akan mereka segera lakukan. Dengan menaiki taksi online, Alya berangkat menuju tempat mereka janjian sebelumnya. [Aku on the way, Sayang. Tunggu, ya!] Pesan Alya untuk Romi.Romi yang baru saja selesai bertemu seseorang yang akan membantunya kini berbalik arah menuju ke tempat janjian. Selain ingin melepas rindu dengan Alya, dia juga butuh bantuan Alya untuk rencananya esok hari. Dengan mengendarai mobilnya, Romi memacu kendaraan roda empat itu dengan kecepatan sedang. Hatinya terasa senang dan yakin jika rencananya akan berhasil. Sesampainya di tempat janjian, Romi masih harus menunggu Alya yang saat ini tengah terjebak macet. Dia mulai mencari tempat yang sepi agar dapat leluasa bertemu dengan Alya. Sepuluh menit berlalu tapi Alya masih belum samp
Hana melesat dengan sangat kencangnya karena takut dikejar oleh teman suaminya itu. Ya, tentu saja Hana kenal dengan Romi. Tanpa berpikir panjang, Hana segera mengarahkan motornya menuju ke rumah Adam. Namun, kali ini Hana memilih jalan yang lain karena dalam pikirannya pasti Romi akan menyusuri jalan yang biasa dia lewati. "Aku harus menyadarkan Mas Adam. Dia harus tahu siapa Romi dan Alya sebenarnya. Gak boleh aku pergi sebelum fakta ini sampai ke telinga Mas Adam," gumam Hana seorang diri di atas motor. Hana akan melakukan apapun agar Adam sadar jika Alya dan Romi ada hubungan dan mereka merencanakan sesuatu. Semakin memikirkan itu, Hana semakin cepat ingin sampai di rumah. Hingga tanpa dia sadari jika ada orang yang mengikutinya dari belakang. Tiba-tiba saja motor Hana dicegah dari arah depan. Tentu saja Hana kaget dan dia mengerem secara mendadak. Dia tak mengenal orang yang mencegatnya itu. "Siapa kamu?" teriak Hana masih di atas motor. Sejujurnya Hana takut karena akhir-a
Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Namun Hana beruntung karena Aisyah dan suaminya masih mau mengantarnya pulang. Adam harus tahu yang dilakukan Alya tadi di taman bersama dengan Romi. "Assalamualaikum! Mas! Mas Adam! Buka pintunya, Mas!" seru Hana sambil mengetuk pintu. Berulang kali Hana mengetuk pintu agar segera dibukakan oleh sang suami. Tapi kenyataannya sudah hampir satu jam dia di sana, pintu tak kunjung terbuka. "Kenapa Mas Adam gak bukakan aku pintu? Apa mereka gak dengar dari tadi aku ketuk-ketuk pintu?" gumam Hana. Rasanya tak mungkin jika ada orang di rumah tapi tak mendengar suara ketukannya. Apalagi ada Keenan yang terkadang bangun tengah malam. Apa mereka sengaja? Itulah yang dipikirkan oleh Hana. Malam semakin larut. Hana pun memutuskan untuk menunggu di luar meskipun udara sangat dingin malam itu. Ingin rasanya tidak terlelap, tapi mata Hana sangatlah mengantuk hingga tanpa sadar dia tertidur pulas dalam kondisi duduk bersandar di teras. "Allahuakbar
Perasaan Adam dan Hana campur aduk. Mereka tidak mau bahagia lebih dahulu karena belum ada bukti, biarpun yang memeriksa Hana adalah dokter kandungan. Selama perjalanan menuju poliklinik Dokter Arif, Hana dan Adam saling berpegangan. Mereka menguatkan satu sama lain. Mereka akan melalui hari ini secara bersama-sama apapun hasilnya. "Aku takut, Mas," kata Hana ketika mereka menunggu di ruang tunggu depan poliklinik kandungan. "Kita hadapi sama-sama, ya! Berdoa saja semoga hasilnya sesuai dengan apa yang kita harapkan.""Aamiin."Hana dan Adam masih menunggu karena jadwal praktek Dokter Arif masih setengah jam lagi. Sudah ada beberapa ibu hamil yang juga ikut menunggu. Rasa rindu menghinggapi Hana ketika melihat hal itu. Dia rindu dengan Kanaya. Rindu akan tawa kecil yang selalu menghiasi harinya kala itu. Rindu hingga membuat Hana berharap jika dirinya saat ini benar-benar hamil. Setengah jam kemudian, mereka melihat Dokter Arif masuk ke dalam ruangan. Hati keduanya semakin berdeb
Kesedihan Hana tak berlangsung lama karena dia harus terus menjalani hidupnya. Masih ada Keenan dan juga Adam yang membuatnya bahagia. Tak ada waktu untuk bersedih. Dia harus bisa mensyukuri pemberian dari Allah setelah semua yang telah dia lalui. Dua bulan berlalu setelah kejadian testpack pagi itu. Hana semakin hari semakin giat bekerja. Sekarang bisnis Adam dan Hana mereka kelola sendiri-sendiri. Hana fokus pada bisnis baju-bajunya. Sedangkan Adam meneruskan bisnisnya yang sudah lama. "Kamu kok pucat sekali, Sayang? Kamu lagi sakit?" tanya Adam saat mereka hendak berangkat bekerja. Hana menggeleng pelan. Dia memang merasakan pusing. Tapi karena ada pekerjaan yang harus dia selesaikan, Hana terpaksa berbohong pada Adam. Jika Adam sampai tahu kalau dia sakit, pasti Adam tidak akan mengizinkannya untuk bekerja. Hana sudah terlalu mencintai pekerjaannya itu. Dengan bekerja, dia akan sedikit melupakan keinginannya untuk mempunyai anak. "Kamu yakin?" tanya Adam lagi untuk memastikan
"Ah rasanya aku sudah lupa hamil itu seperti apa. Apa aku cek saja? Tapi, nanti kalau hasilnya tak sesuai yang aku harapkan, pasti aku sedih. Tapi, aku penasaran juga. Toh aku juga sudah terlambat haid sudah hampir seminggu."Hati Hana bimbang. Dia merasa belum siap tapi penasaran juga. Apalagi dia juga sudah sangat merindukan kehadiran buah hati kembali. Walaupun ada Keenan, bukankah anak dari darahnya sendiri itu membahagiakan? Jikalau benar dia hamil, Hana berjanji akan tetap menyayangi Keenan seperti sebelumnya. Tanpa sepengetahuan Adam, Hana pergi ke apotik untuk membeli testpack. Dia memasukkan benda tipis itu ke dalam tasnya dan kembali lagi ke kantor. Kebetulan ada apotik yang dekat dengan tempat yang dijadikan kantor oleh Adam. Di kantor, dia pun bekerja seperti biasanya. Saat pertama kali Adam masuk ke kantornya, dia sangat kagum dengan banyaknya perubahan. Bahkan ada beberapa bisnis baru yang dikerjakan oleh Hana dan itu sangat diapresiasi oleh Adam. "Kamu darimana, Saya
"Kenapa kamu bisa sampai di sini, Lun?" tanya Hana yang kebingungan melihat sahabat yang sudah lama tidak ditemui sekarang ada di rumahnya. Bahkan sampai Marvin ada di rumahnya. Padahal mereka sudah lama sekali tidak berkomunikasi. Luna tak menjawab. Dia mengajak Hana dan Lita untuk duduk terlebih dahulu. Lalu, Luna mengambilkan air minum untuk diminum mereka berdua. Tujuannya agar bisa membuat keadaan keduanya lebih tenang. Sayup-sayup terdengar beberapa orang yang tengah berbisik. Saat itu juga mendadak rumah Hana menjadi ramai. Hana sampai dibuat bingung karenanya. "Terima kasih," ucap Hana setelah kondisinya agak tenang. Keenan pun juga ikut tenang saat melihat Hana tenang. Suasana menjadi hening. Baik Hana maupun Luna tidak saling bicara. Dan mata Hana pun menatap Luna seolah sedang menunggu jawaban dari sahabat yang sudah lama tidak dia temui itu. "Luna ..." ucap Hana lirih. "Iya, Hana. Kamu mau tahu kenapa aku dan Mas Marvin bisa di sini? Iya, kan?" Hana mengangguk cepat.
Sebuah bungkusan plastik yang isinya sudah berhamburan keluar. Banyak darah di sekitar plastik hitam itu. Hana bertakbir karena terkejut melihat hal itu. Tak lama kemudian terdengar lagi suara kaca dilempar batu. "Astaghfirullah hal adzim!" seru Hana dan Lita hampir bersamaan."Apa lagi itu, Bu?" tanya Lita yang melihat kertas yang sudah diremas-remas ada di dekat batu yang dipakai untuk melempar. Hana dengan hati-hati mengambil kertas itu dan membukanya. Matanya melotot ketika melihat tulisan berwarna merah menyala itu. "MAT* KALIAN!" eja Lita saat membaca tulisan yang ada di kertas. "Siapa yang melakukan ini, Bu? Saya takut sekali, Bu," kata Lita kemudian. "Ayo kita masuk ke dalam kamar! Aku harus minta bantuan karena kita sudah diteror," balas Hana. Dia kemudian mengajak Lita untuk ke kamarnya. Saat itu Hana ponsel Hana terletak di dalam kamarnya. Dengan langkah yang cepat keduanya berjalan menuju ke kamar Hana. Sesampainya di kamar, Hana segera mengambil ponsel miliknya unt
Hana membawa Lita ke klinik terdekat untuk diperiksa. Masih dengan ditemani pengacara dan juga polisi. Dan saat pemeriksaan Lita selesai, Hana pun pulang ke rumah.Asam lambung Lita naik karena dia terlalu stres dan juga makan tidak teratur. Dia membawa Lita pulang ke rumah agar bisa dipantau dengan baik. "Dia siapa, Nak?" tanya Ibu Muh saat mengantarkan Keenan pulang ke rumah Hana. "Dia karyawan Mas Adam, Bu. Ada hal yang ingin dia sampaikan ke Hana tapi kemarin dia sempat hilang. Baru tadi ketemu tapi malah dia sakit," jawab Hana. "Oh begitu. Semoga masalahmu cepat selesai, ya, Nak. Dan semoga Nak Adam cepat pulih juga seperti semula.""Aamiin. Terima kasih, ya, Bu, sudah mau Hana repotkan terus.""Gak apa-apa, Nak. Ibu malah senang jadi ada kegiatan ngurus Keenan. Badan Ibu rasanya sakit kalau gak dipakai ngapa-ngapain," sahut Ibu Muh. Walaupun menempuh jarak yang tidak dekat, Ibu Muh tidak pernah mengeluh. Dia dan Pak Muh sama-sama baiknya. Terkadang Ibu Muh diantar Pak Muh ke
Hana terus memaksa Lina untuk mengantarkan dirinya ke tempat Lita. Dia sudah tidak sabar mengetahui apa yang hendak dibicarakan oleh Lita kepadanya. "Tapi Lita bilang nanti setelah pulang kantor, Bu. Lita bilang takut ada yang mengikuti," ucap Lina mengutarakan alasannya. "Siapa yang akan mengikuti? Sebenarnya apa yang Lita tahu? Apa kamu tahu?" tanya Hana pada Lina. Lina menggelengkan kepala. Lina hanya penyampai pesan. Dia memang tak tahu apapun karena dia bukan di bagian keuangan. Dia dan Lita memang sudah berteman lama dan kebetulan bertemu kembali di satu kerjaan. Hanya Lina yang Lita percaya. Sehingga dia memberikan pesan untuk Lina sampaikan pada Hana. Dia sudah tak bisa menahan rahasia bisnis Adam lebih lama lagi karena ada beberapa orang yang mencari dirinya. "Kamu gak usah takut. Nanti sebelum kita sampai di tempat Lita, kita mampir ke kantor polisi untuk minta pengawalan dan perlindungan," ucap Hana menjawab kegundahan Lina. Setelah memikirkannya matang-matang, akhirn
Hana mengendari motor dengan kecepatan yang cukup tinggi. Dalam otaknya hanya berpikiran supaya cepat sampai di rumah sakit. Air matanya tak berhenti mengalir di sepanjang jalan. Tentu saja dia sudah menitipkan Keenan pada Bu Muh. Kebetulan atau tidak, Allah sudah merancang semuanya. Saat pihak rumah sakit menelepon dan meminta Hana untuk datang, kebetulan yang pas karena Bu Muh sedang berkunjung. Perjalanan kali ini terasa sangat lama sekali padahal Hana sudah berusaha cepat. Sebenarnya pihak rumah sakit tak menjelaskan apapun. Hanya saja Hana khawatir dan sampai punya pikiran yang tidak-tidak karena petugas yang menelepon dirinya mengatakan jika ada hal yang mendesak yang mengharuskan Hana untuk datang saat itu juga. "Dok! Sus! Ada apa? Suami saya baik-baik saja, kan?" Setengah berlari Hana menghampiri dokter dan perawat yang tengah berdiri di depan ruangan ICU. Keduanya sontak menoleh ke arah Hana tanpa ekspresi apapun. "Mari ikuti saya, Bu!" ajak perawat itu. Pintu ICU dibuka
Kejanggalan itu terjadi beberapa tahun lamanya. Dan suaminya tak menyadari hal itu. Dalam hatinya Hana bertekad harus menemukan Lita bagaimana pun caranya. Dia kemudian keluar dari ruangan dan mencoba bertanya ke beberapa karyawan yang ada di sana. Namun sayang tidak ada satu pun yang tahu alamat rumah Lita karena Lita hanya menyewa kamar. "Dulu sebelum pindah saya tahu, Bu. Tapi sudah hampir sebulan dia pindah dan saat saya mau main ke kosnya selalu tidak boleh sama Lita," kata teman yang bisa dibilang dekat dengan Lita saat ke kantor. "Oh begitu, ya. Boleh gak saya minta alamat kos yang lama?"Karyawannya itu langsung menuliskan sebuah alamat dan menyerahkannya kepada Hana. Hari berikutnya, Lita benar-benar tidak masuk kantor. Itu dapat diartikan bahwa Lita benar-benar mengundurkan diri dari kantornya. Setelah menyelesaikan beberapa urusan kantor, Hana keluar kantor dengan tujuan ke alamat kos Lita yang lama. Setelah berputar selama kurang lebih satu jam akhirnya Hana dapat men