Share

Bab 4 - Penyamaran

Author: Azzgha Fatih
last update Last Updated: 2023-05-05 11:45:01

Pikiranku mulai bercabang ke arah yang berbeda-beda. Apa maksud dari oleh-oleh yang suamiku bawa malam ini.

Aku tidak akan menanyakannya. Aku ingin melihat reaksinya saat melihat oleh-oleh ini sudah tersaji di meja.

Aku mendekati Allisya yang sepertinya sudah sangat mengantuk. Gadis kecilku itu masih saja asik menonton video di ponselnya. Gegas kuambil ponsel itu, lalu memintanya untuk segera ke kamar.

"Sudah malam, Sayang." 

"Ah, Mama ... masih seru," rengeknya.

"Besok lagi. Kalau ngeyel, hapenya Mama sita selama sebulan. Mau?"

"Iya, deh, iya. Tapi Al belum nyicip bolu susunya," alasannya lagi. Aku tahu, gadis cantikku ini sebetulnya merasa berat melepaskan ponsel di tanganku.

"Kayak belum pernah aja. Papa mandi?" tanyaku setelah mengejeknya sejenak.

"Iya, Ma."

"Ya, udah. Allisya yang cantik, bobo aja dulu. Udah jam sembilan lebih. Besok sekolah," rayuku, menundukkan wajah ke arahnya yang masuh betah duduk bersila di atas sofa.

"Nunggu Papa, boleh, ya. Al mau disuapin makan bolu susunya," mohonnya. Mana tega kubantah keinginannya yang sepele itu. Tapi masalahnya, tidak ada bolu susu seperti yang dikatakannya.

"Anak cantik gak mau bobo, ya, Ma?"

Aku menoleh ke sumber suara. Mas Irwan sudah berganti pakaian, menghampiri kami yang masih di ruang tamu.

"Iya," jawabku singkat. Ingin bersikap biasa saja, tapi rasanya tetap sulit. Bagaimana pun juga, aku sudah menyadari bahwa aku sedang dibohongi.

"Allisya mau makan kuenya, Pa," rengek si cantik Allisya, menghambur ke pelukan suamiku.

"Boleh. Tolong, Ma, diambilin. Biar Papa yang suapi. Tapi ingat, jangan banyak-banyak dan langsung sikat gigi. Oke?"

"Oke, Pa!" Gadis kecilku begitu antsias. Maaf, Sayang, sebentar lagi kamu akan kecewa karena kue yang kamu inginkan mungkin telah berpindah ke alamat lain yang Mama sendiri tak tahu, batinku.

Kuambilkan oleh-oleh yang Mas Irwan bawa, tetap dalam kotak dan bungkusnya masing-masing. Sejak melihat isinya yang tak sesuai pesanan, aku jadi malas untuk memindahkannya ke atas wadah di rumah.

"Nih," ucapku, memberikan kotak berisi bolen pisang ke arah Mas Irwan.

Lelaki itu sontak membeliakkan mata, lalu menoleh ke arahku. Aku tersenyum tipis ke arah wajahnya yang terlihat sedikit pucat.

"Ada apa, Mas?" tanyaku tetap santai.

"Oh. Gak pa-pa." Ia menggeleng, menerima kotak itu dan beberapa kue kering yang kuberikan. Jelas sekali aku melihat kepanikan di wajahnya.

Jangan menganggapku sebodoh itu, Mas. Aku tersenyum getir, ketika ia membuka kotak itu dan terlihat sedang berpikir.

"Lho, Pa? Ini apa?" tanya Allisya, menatap kue itu sedikit heran. Kami memang tak pernah memberinya kue yang kini ada di tangan Mas Irwan. Wajar saja gadisku itu tak tahu.

"Ini namanya pisang bolen, Sayang. Rasanya enak. Cobain, dulu, ya." Tak kusangka, pria di hadapanku pandai sekali berakting. Wajah tegangnya seketika lenyap ketika Allisya bertanya.

"Kue kesukaan aku mana?"

"Tadi tokonya tutup, Sayang. Jadi, Papa belikan yang ada saja." Pria itu kembali menjelaskan pada putri kami, namun tetap tak mendapat respon yang baik dari Allisya. Bocah cantik itu merengutkan wajahnya, seraya menyilang tangan di depan dada.

"Ini enak, lho, serius." Mas Irwan memakan kue yang tadi tak diterima oleh Allisya. Ia kemudian menoleh padaku.

"Ma, maaf ya. Papa juga gak nemun kue bandros yang biasa Papa beli itu. Gak tau, hari ini sepertinya banyak yang tutup," ucapnya.

"Gak pa-pa. Tapi, itu Papa yang habiskan saja. Papa 'kan tau, Mama gak suka pisang." Aku berbicara dengan nada yang lembut. Namun, kedua mataku kutajamkan ke arahnya saat Allisya tak melihat kami.

"Sayang, yuk, bobo." Aku menarik jemari bidadari kecilku. Tak kusangka, ia tak membantah. Sepertinya, Allisya kecewa pada Papanya.

**

Allisya sudah terlelap di kamarnya. Aku masuk ke kamarku dengan Mas Irwan. Rupanya, pria itu sudah menunggu di atas kasur kami.

"Sini!" panggilnya, menepuk kasur di sampingnya.

Aku abai. Kupakai skincare malamku setelah tadi sempat cuci muka di kamar mandi Allisya. Tiba-tiba saja, lelakiku mendekat ke arah kursi kayu meja riasku. Tangannya ia lingkarkan di leher jenjangku.

Ia merundukkan tubuh, menyusuri setiap inci tengkuk yang tak tertutup rambut.

"Permisi, Mas, aku mau ke kamar mandi." Aku bangkit setelah melepaskan tangannya. Kuulas sedikit senyuman agar ia tidak curiga.

Bagaimana pun juga, aku harus pandai menyembunyikan rasa dan apa pun yang sudah kuketahui.

Selesai dari kamar mandi, aku langsung merebah ke atas kasur. Kupejamkan mata yang sebetulnya tidak mengantuk ini. Sebagai wanita, aku pun sama ingin bertanya dan memakinya, menunjukkan segala rasa yang kini menempel di hatiku.

Aku sangat penasaran, ingin bertanya langsung tentang wanita hamil dan ibunya itu. Tapi aku yakin, hanya kebohongan yang akan kudapat, jika bertanya padanya.

Ya, nanti saja, setelah aku tahu semuanya dengan kata kepalaku sendiri.

"Sayang ..." ia yang semula masih menunggu di depan meja rias, kini ikut merebah ke atas kasur.

"Aku sedang ha_id, Mas," ucapku. Ya, aku tahu dirinya sedang berhasrat. Buktinya, sejak tadi terus saja mendekatiku. Dan hanya jawaban itu yang bisa mengamankan aku untuk saat ini.

Aku tidak akan membiarkanya menyentuhku, sebelum kuketahui semuanya. Jangan sampai aku mengandung benih cintanya, saat kapal yang dinahkodainya nyaris karam.

"Yaaah ... padahal udah sengaja pulang cepat," desahnya.

"Maaf," ucapku seraya melengkungkan senyuman.

"Gak papa. Oh, ya, Sayang. Apa tadi resto rame?"

"Rame, pas jam makan siang."

"Owh, syukurlah. Aplikasi, rame?"

"Rame juga, Alhamdulillah."

"Emm ... apa tadi di resto, kamu ketemu orang asing?" tanyanya.

"Orang asing? Bukannya semua pengunjung itu asing, ya, Mas? Paling ada beberapa pelanggan tetap," tukasku, menoleh penuh selidik ke arahnya.

Sebetulnya aku paham betul, apa yang sebenarnya ingin ia tanyakan. Tentu saja aku bertemu wanita asing itu, Mas. Sudah bagus, tidak kujam_baki rambut pirang wanita hamil yang tidak punya baju gobrang itu. Aku tidak mau imageku hancur hanya karena seekor wanita mu_rah_an.

"Iya. Semuanya bahkan tampak asing," kekeh Mas Irwan kaku.

Pada akhirnya, kami terlelap dengan pikiran masing-masing. Tak akan kutanyakan apa pun kepadanya, karena aku mampu bergerak sendiri dan mengendalikannya sendiri. Daripada hanya kebohongan yang akan kudapatkan.

**

Mas Irwan sudah berangkat ke resto yang kemarin kutemukan seonggok wanita tak punya malu itu. Rencananya, sedikit siang nanti, aku akan menyusul tanpa membertitahunya. 

Tidak akan lama. Aku hanya ingin melihat lagi wanita itu, sekadar untuk memastikan bagaimana sikapnya pada Mas Irwan. Setelah itu, akan kujemput Allisya di sekolah.

Waktu yang kunanti pun tiba. Sudah kusiapkan beberapa helai pakaian yang tak biasa, serta make up yang sedikit tebal. Aku juga akan memakai hijab dengan warna yang sangat jreng, demi menunjang penyamaran ini. Tak lupa kugunakan kacamata hitam lebar, serta masker untuk menutupi wajah. Setidaknya. Saat kubuka kacamata dan makser, aku tetap terlihat berbeda.

Aku pun siap berangkat, setelah mengenakan semuanya. Jangan lupakan mobil lain yang sejak kemarin sore kusewa khusus untuk hari ini.

**

Aku masuk ke dalam restoran yang masih sepi, duduk di kursi yang mengarah langsung ke pintu area dapur. Tak kutemukan sosok Mas Irwan di dalam sana. Namun aku menangkap sosok wanita hamil itu seorang diri, tengah mengecek buku kasir.

Apa yang sedang dia lakukan? Di mana Mas Irwan? tanyaku.

Bersambung ...

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Neng Nengsih
ihhh seruu ***
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 5 - Didera Dilema

    Apa yang sedang dia lakukan? Di mana Mas Irwan? tanyaku.Kuambil ponsel di dalam tas, mengetik pesan yang akan kukirim pada Nining.[Di mana Bapak?]Lama pesanku tak terbaca oleh Nining. Aku semakin gusar, karena waktu semakin berjalan. Allisya harus segera dijemput kurang dari satu jam lagi. Sementara aku belum bertindak apa-apa. Yang ada, semua mata seolah ingin menelisik penampilanku yang menarik perhatian. His, salah kostum, batinku.Ponsel dalam genggaman bergetar, segera kubuka pola kuncinya.[Bapak ke Tangerang, Bu. Memangnya tidak bilang?] balas Nining. Aku tersenyum kecut. Mas Irwan pergi ke Tangerang tanpa meminta ijin padaku, yang jelas-jelas adalah istri sahnya. Siapa yang sudah mendapat permintaan ijinmu sekarang, Mas? bantinku terasa pilu.Di Tangerang sana, memang ada cabang pertama restoran ini. Tak heran jika ia sibuk bolak-balik Jakarta-Tangerang. Hanya saja, biasanya ia akan mengirim pesan padaku sebelum berangkat.[Tidak.] Aku membalas singkat pesan balasan dari Ni

    Last Updated : 2023-05-05
  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 6 - Gadis Kecil Teman Anakku

    Gadis Kecil Teman AnakkuApa? Gak mungkin! Semua berkas kepemilikan tanah dan bangunan masih atas namaku, serta surat-surat penting lain yang digunakan untuk bahan persyaratan izin usaha restoran masih atas nama Mas Irwan sebagai Direktur utamanya.Jadi ... apa yang wanita itu maskud dengan, "Saya pemilik restoran ini?"Atau jangan-jangan, benar wanita itu adalah istri kedua Mas Irwan yang merasa sudah menjadi bos di restoku? Aarrgh! Kepalaku serasa mau pecah, memikirkan ini semua.Mulanya, aku sempat berpikir jika usaha kami sudah berpindah tangan ke tangan wanita itu. Jujur, aku masih berharap usahaku saja yang berpindah tangan, bukan hati suamiku.Jika begini buktinya, apa yang harus kuperbuat. Kukira, Mas Irwan telah menjualnya pada orang lain, sehingga ia lebih sibuk di resto cabang yang memang tidak memiliki bangunan atas nama sendiri, meliankan sewa.Apa benar, suamiku telah berkhianat dan memberikan restoran itu pada wanita hamil itu, sebagai hadiah mungkin?Masalah satu belum

    Last Updated : 2023-05-16
  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 7 - Siapa Gadis Kecil Itu Sebenarnya?

    Siapa Gadis Kecil Itu, Sebenarnya?Kami berputar di gang komplek bagian belakang, yang nyaris tak pernah kulewati. Allisya menunjukkan arah setiap kali kami menemukan perempatan.Jauh juga ternyata. Mengapa Khiara lebih suka main di taman tadi, sementara taman di gang belakang pun ada."Ini rumahnya, Ma!" teriak Allisya, ketika aku hampir melewati rumah yang bangunannya sama semua."No. 28?" tanyaku untuk memastikan."Iya, Ma. Itu Khiara!" tunjuknya pada gadis kecil tadi tang baru saja masuk ke halaman samping rumahnya."Khiara!" panggil Allisya tak sabar. Suaranya memekik, membuat gadis kecil itu lantas menoleh ke arah kami berdiri.Khiara berlari ke arah kami masih dengan wajah cemberutnya. "Ada apa, Tan?" tanyanya.Aku hanya membalasnya dengan senyuman, sebab ada Allisya yang akan menjelaskan."Aku mau pinjamin sepeda ini buat kamu. Nanti, Mamaku yang ambil kembali ke sini," jelas Allisya dengan lembut."Memangnya, aku enggak boleh, ya, antar sendiri ke rumahmu?" tanya gadis itu se

    Last Updated : 2023-05-16
  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 8 - Akting

    AktingEnggak! Aku tidak terima. Usia Khiara dua tahun di atas anakku. Tidak mungkin Mas Irwan menikahiku setelah menikah dengan wanita itu. Jika benar, artinya aku si pe_la_kor itu? Enggak! Enggak mungkin!"Gak mungkin!" ucapku sedikit lirih, seraya menjambak rambutku yang memang kubiarkan tanpa penutup. Jika di dalam rumah, aku selalu menanggalkan hijabku."Mama kenapa?" tanya Allisya bagai udara yang menguap begitu saja.Bayangan bahagia di hari pernikahan kami kini berputar kembali bagai film yang tersiar di televisi.Mas Irwan bukan berasal dari keluarga berada. Tetapi, dia memang memiliki kemampuan yang sangat baik di bidang tata boga. Kabarnya, Mas Irwan memang sangat ingin menjadi seorang koki. Hal itu terlaksana ketika ia menikahiku. Papa membiayai kuliahnya ke jurusan tata boga, hingga pada akhirnya Mas Irwan menjadi koki terkenal di Ibukota ini.Dua tahun pernikahan kami, saat usia Allisya baru satu tahun, ada seorang teman yang mengajaknya membuka usaha kuliner. Tapi sayan

    Last Updated : 2023-05-16
  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 9 - Sedikit Hukuman

    Sedikit Hukuman"Kok, menjauh?" selidiknya."Aku masih haid!" tukasku."Iya, tau. 'Kan cuma mau peluk," lirihnya."Gak usah. Nanti ujung-ujungnya minta juga. Aku malas debat," ucapku, menarik bed cover dan membawanya ke sofa di kamar kami."Lho, mau ke mana?""Sini. Mas tidur di sini, biar aku di kasur," panggilku setelah menyiapkan bed cover ke atas sofa."Kenapa? Aku gak minta, janji!" Dia mengangkat dua jari ke udara dan aku hanya tersenyum sinis."Gak tau. Bawaannya aku malas tidur seranjang, Mas. Udah, sini. Atau aku tidur di kamar Al?""Oke. Ya, udah, kamu tidur di sini biar Mas di sofa." Pria itu akhirnya beringsut pindah ke sofa dan aku segera pindah ke ranjang kami yang besar.Tatapannya terus saja memindai ke arahku, sepertinya bingung dengan sikapku."Mas kayaknya besok masih harus ke Tangerang, ya. Yang di sini, biar sama Badrun," ucapnya yang sudah mulai memejamkan mata. Aku menoleh bak busur panah yang siap menancap. Mana ada Badrun bunting, Mas! batinku ingin marah."Ok

    Last Updated : 2023-05-16
  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 10 - Semua Aman di Tangan Nadia

    Semua Aman di Tangan Nadia"Jangan-jangan, kamu sudah mengganti kodenya?" tudingku.Mas Irwan menoleh, bibirnya memaksakan senyuman seraya menggaruk tengkuk."Emm ... iya, Sayang. Bosan aja pake kode lama. Jadi, Mas ganti dengan kode baru," cicitnya masih menggaruk tengkuknya."Bosan, kamu bilang? Itu tanggal pernikahan kita, Mas! Kamu bosan dengan pernikahan kita? Atau jangan-jangan, kamu ganti kode brankas kita dengan tanggal pernikahan keduamu? Iya?" tudingku lagi, tak kuasa menahan gemuruh di dadaku."Sayang ... kamu ngomong apa, sih? Sudah, ah, gak usah dibesar-besarkan. Malu, dilihat Allisya. Lagi pula, kodenya pake tanggal lahir Allisya, kok," desisnya dengan nada nyaris tak terdengar.Apa? Tanggal lahir Allisya? Mengapa kemarin aku tidak terpikir ke sana. Apa aku hanya terlalu mencurigainya saja?Aku tak menjawab lagi. Gegas menyusul Allisya yang sudah duduk menunggu di dalam mobil. Aku bahkan malas mengucap pamit lagi padanya.**Sesampainya di resto, aku tak melihat kehadira

    Last Updated : 2023-05-16
  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 11 - Tertangkap Basah

    Tertangkap BasahWanita itu menoleh dan seketika membulatkan mata, hingga bibirnya pun terbuka. Tangan kanannya ia angkat untuk menutup bibirnya.Aku tersenyum tipis, lantas terkekeh hingga ia semakin lama semakin memucat."Eh, Ibu. Ma-maaf, saya bukan siapa-siapa. Iya, 'kan, Bu?" jawabnya, tergesah-gesah mencubit lengan Ibunya."Heh, kamu gimana, sih?" bisik sang Ibu seraya membolakan mata. Sementara aku, masih menatap keduanya secara bergantian. Bahkan posisiku masih tetap sama dengan tangan bersilang di depan dada, agar terkesan santai, tetapi mencekam bagi mereka berdua."Kalau bukan siapa-siapa, kenapa harus memarahi koki saya? Mereka sedang bekerja, sedang berusaha memberikan yang terbaik untuk pelanggan kami." Aku mencoba mengomelinya namun tetap dengan nada yang santai."Ka-kami juga laper. Sudah nunggu dari tadi, ya, Bu." Sang anak masih saja menoleh pada Ibunya, seolah mencari dukungan. Tetapi, agaknya sang Ibu tak mau mendukung. Terlihat wanita setengah baya itu justeru mel

    Last Updated : 2023-05-17
  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 12 - Genderang Perang

    Genderang PerangPoV Author'Kurang aj*r sekali wanita ini. Dia tidak tahu bagaimana pengorbanan Papa untuk mendapatkan dan memberikan ini semua padaku. Seenaknya dia ingin kepemilikan restoran ini menjadi nama anaknya,' batin Nadia."Jangan harap!" balas Nadia. "Terserah, siapapun kalian. Yang jelas, saya tidak akan menyerahkannya seujung kuku pun. Bahkan sendok di restoran ini pun, tidak akan saya biarkan menjadi milik kalian." Membalas menunjuk wajah keduanya.Mereka pun keluar, meninggalkan Nadia dengan dada yang amat bergemuruh. Sepertinya, diam di sana pun tidak akan ada gunanya, sebab hati Nadia teramat sakit atas apa yang selama ini Irwan lakukan.Nadia mengekor di belakang, bukan untuk mengikuti mereka, melainkan menemui Allisya yang mungkin sedang makan.Wanita cantik itu sudah tak sabar, ingin bertemu dengan Irwan dan mempertanyakan semuanya dengan beberapa bukti yang sudah ada di tangannya."Cepat makannya, Sayang." Nadia mengelus punggung gadis kecilnya, menunggu dengan p

    Last Updated : 2023-05-19

Latest chapter

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 120 - SELESAI

    Di waktu yang bersamaan, Azka Hamam kembali ke rumah. Diam-diam masuk, lalu mengusap puncak kepala sang istri dari belakang. Pria gagah itu memberikan kejutan kecil untuk sang istri. Tadinya, ia berencana membujuk sang istri, demi kesehatan."Astaghfirullah! Mas, aku kaget," pekik Allisya yang tak menduga suami akan kembali."He he he ... maaf, maaf. Masih gak enak perutnya?" tanya Azka, duduk di lantai sementara istrinya bangun dan duduk di sofa. Tatapannya tertuju pada bagian tubuh yang tadi Allisya bicarakan. "Ini juga sakit?" tanyanya, menunjuk itu."Enggak sakit. Cuma gak nyaman aja. Terasa berat, kayak bengkak gitu, Mas. Terus, kalau kesentuh ujungnya sakit." Allisya pun tanpa malu membeberkan."Semalam juga sakit? Kenapa enggak bilang?" tanya Azka lagi, mengingat kehangatan semalam. Ia tidak habis pikir, jika sampai menyakiti istrinya."Ya ... gimana. Mas suka," kata Allisya, malu-malu."Lain kali bilang, Sayang, kalau ada yang sakit. Ya, sudah. Sekarang kita ke dokter, ya?" bu

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 119 - Panti Jompo?

    Pagi menjelang siang, di sebuah bangunan bertingkat, kini keluarga Allisya berada. Sebuah gedung mirip dengan rumah susun elit yang ada di kota asal mereka. Dan ternyata, tempat itu adalah sebuah panti jompo.Tadi, ketika pemandu wisata menanyakan soal Afifah--teman Khiara yang tinggal di sana, mereka mendapatkan informasi bahwa Afifah sudah berangkat bekerja bersama teman barunya (kemungkinan Khiara). Sang pemilik rumah sewa itu pun memberikan alamat tempat bekerja Afifah.Dan benar saja, Khiara ada bersamanya, sama-sama mengenakan seragam suster. Usut punya usut, rupanya Afifah sudah lama bekerja sebagai pengasuh lansia di tempat itu. Kini mengajak Khiara bekerja di sana pula karena memang sedang membutuhkan tenaga kerja baru."Kenapa Mama sampai nyusulin Khia ke sini?" tanya Khiara, tak menyangka. Sebelumnya, ia memang sempat memberikan alamat rumah sewa yang temannya tinggali. Tidak pernah menduga jika mama sambungnya sampai rela menyusul."Karena mama khawatir sama kamu, Nak." Na

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 118 - Liburan di Jepang

    Keduanya kini telah sampai di depan sekolah Ziya. Menyambut kedatangan Ziya yang selalu ceria dengan semringah. Karena besok, mereka akan pergi berlibur ke Jepang.Masuk ke dalam mobil, bercerita sepanjang jalan dengan antusias. Mulai dari kegiatan di sekolah, sampai tingkah polah Ziya dan teman-temannya di sekolah. Allisya dan Azka bergantian menyahuti penuh ekspresi."Ziya juga bilang ke teman-teman, kalau Ziya mau liburan ke Jepang. Teman-teman semua iri, mau juga katanya, Ma. Apa boleh, Ziya ajak mereka kapan-kapan?" tanya Ziya antusias."Wah, kalau mengajak teman tidak bisa sembarangan, Sayang. Apalagi Jepang itu sangat jauh. Nanti orang tua mereka khawatir," jelas Allisya, juga ditambahi penjelasan ringan oleh Azka.***Pukul 3 sore, Allisya beserta rombongan keluarga sudah sampai di Kota Sapporo setelah menempuh perjalanan kurang lebih 9 jam. Kota yang terletak di Pulau Hokkaido, pulau terbesar kedua di Jepang.Mereka sengaja tidak mendatangi Ibukota Jepang, demi menghindari ke

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 117 - Hukuman Dareen dan Papanya

    "Saudara Dareen dinyatakan bersalah atas kasus tabrak lari yang terjadi pada tanggal 20 Februari 2021, yang mengakibatkan korban atas nama Ibu Fitrinariza Azizah meninggal dunia.""Berdasarkan laporan yang baru masuk dua minggu lalu, pelaku tidak dinyatakan sebagai DPO atas kasus ini, sehingga vonis hukuman bisa saja berkurang."Allisya menemani suaminya yang hari ini sangat tegang menghadapi sidang. Nadia dan Emir pun turut hadir, tak kalau tegang karena ternyata Dareen memang bukan DPO atas kasus ini sehingga tidak memberatkan hukumannya. Ini semua karena pihak Azka Hamam tidak melapor sejak awal."Dengan ini, pelaku dijatuhkan hukuman kurungan selama lebih kurang 6 tahun penjara, dan denda sebesar lebih kurang 12 juta rupiah."Mendengar itu, Azka seketika tertunduk lemah. Rasanya, hukuman itu tidak setimpal dengan apa yang terjadi dengan mendiang istrinya.Namun ternyata, vonis hukuman belum selesai dibacakan. Ada sederet kasus berat yang Dareen dan papanya lakukan sejak sang papa

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 116 - Kepergian Khiara

    Seperti yang telah direncanakan, Nadia dan Emir tiba di rumah Azka Hamam diantar oleh sopir yang Allisya tugaskan. Keduanya mengucap salam bersama, disambut hangat oleh anak menantu dan cucu sambung yang ceria."Masuk, Ma, Pa." Allisya menggandeng sang mama."Iya. Oh, iya. Pak Didit sudah mama suruh makan di resto utama, biar lebih dekat. Nanti dia akan jemput kalau kita sudah selesai." Nadia menjelaskan. Karena biasanya, Allisya suka mengajak serta sopirnya makan bersama. Namun malam ini, Nadia ingin berbicara penting dengan anak dan menantunya."Oh, begitu. Ya sudah, Ma. Terima kasih," ucap Allisya. Meski restoran telah sepenuhnya beralih ke tangannya, namun Allisya selalu menghargai apa pun keputusan mamanya. Termasuk seperti malam ini, mengizinkan sopirnya makan sepuasnya di sana.Semua berkumpul di ruang makan, menikmati suapan demi suapan masakan yang Allisya buat. Udang asam manis, cah kangkung, dan perkedel kentang ayam kesukaan mamanya."Alhamdulillah ... makanannya enak-enak

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 115 - Menyambut Makan Malam

    "Ziya tau, kalau Bunda sedang hamil saat itu?" tanya Allisya, yang hanya mendapatkan tatapan tak mengerti dari Ziya."Emm ..." Ziya menggeleng. Ia masih sangat terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi, sebelum bundanya meninggal karena tertabrak mobil Dareen. "Nenek suka cerita. Katanya, bunda saat itu sedang ada dedek bayinya di perut. Sebentar lagi mau lahir," jelasnya kemudian.Allisya mengangguk-angguk. Ia tidak mau memperpanjang, sebab, sejujurnya ia cemburu. "Kita masuk, ya, Sayang," ajak Allisya setelah memarkir mobilnya di garasi rumah Azka.Keduanya pun masuk bersamaan, dengan perasaan masing-masing. Di dalam, Allisya menyiapkan pakaian ganti untuk putri sambungnya, lantas menemani sang putri agar tertidur pulas.Wanita cantik itu tanpa sadar mengusap perutnya rata, berdoa agar Allah segera mengirimkan makhluk kecil di dalam sana untuk melengkapi kebahagiaan mereka. Ada sedikit kekhawatiran, takut kalau-kalau ia tidak bisa hamil seperti sang mama.'Ah, tidak, tidak! Mama

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 114 - Jalani Semua Takir-NYA

    Allisya kemudian melirik seperangkat perhiasan emas yang dikenakannya. "Kamu memang pekerja keras dan pantang dibantu, Mas. Hanya kerjaan dariku yang kamu ambil, saking kamu nggak mau berleha-leha dengan fasilitas yang sudah aku punya," ucap Allisya pelan.Perempuan cantik yang telah melepas masa gadisnya itu pun bergegas masuk ke dalam, hendak bersiap-siap pergi ke restorannya karena ada rapat besar. Di restoran nanti, mereka akan bersikap seperti biasa, layaknya atasan dengan pekerja. Azka yang meminta. Azka bahkan sudah menolak sebagian saham yang diberikan oleh Allisya.***"Bagaimana, Pak, laporan keuangan resto cabang no 2?" tanya Allisya kepada salah seorang manager di restoran cabang di Bogor. Pria bertubuh sedang dengan perut sedikit maju itu mengeluarkan laporan, lalu meminta Allisya untuk mengeceknya kembali. Beberapa penjelasan juga sudah dia sampaikan.Allisya memeriksanya, lalu segera beralih pada manager cabang-cabang lain. Setelah semua ia cek, barulah ia mengecek res

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 113 - Ikhlas

    Seluruh keluarga berkumpul di tanah pemakaman, menyaksikan sekaligus mendoakan kepergian Bu Aniyah yang terbilang mendadak. Hanya dirawat beberapa hari di rumah sakit, lalu meninggal ketika kondisinya mulai membaik.Azka dan Allisya sudah berusaha semaksimal mungkin, tentunya. Namun ternyata, inilah suratan yang harus mereka jalani. Keinginan Bu Aniyah untuk menjadikan Allisya sebagai menantu, sekaligus ibu bagi cucu satu-satunya telah terpenuhi. Beliau pergi dengan tenang, seolah bebannya telah terlepas.Perempuan berkerudung putih senada dengan gamis yang dikenakannya, terus saja berdiri menggamit tangan suaminya, juga memegangi tangan gadis kecil di sisi lainnya. Perempuan itu sesekali melepaskan tangan untuk mengusap air mata. Ia mendongak, menatap wajah sang suami yang terlihat begitu tenang seolah-olah tidak ada hal buruk yang menimpa."Mas ... kamu hebat. Kamu kuat," kata sang wanita, memandangi penuh kagum suami yang dicintainya. Dialah Allisya, sang ibu sambung bagi Ziya."Be

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 112 - Mencoba Ikhlas

    Ketika suaminya terpukul setelah kehilangan ibunya, Allisya duduk di sebelahnya. Dengan lembut memandangnya, dengan hati penuh kasih. Dia bisa merasakan betapa sedihnya yang dirasakan suaminya. Meski tidak ada kata-kata yang bisa menghapus rasa sakit itu, dia tahu dia harus ada di samping suaminya, memberikan kekuatan lewat keberadaannya.Dia menggenggam tangan suaminya dengan erat, memberikan ketenangan dalam diam. Wajah suami yang biasanya tegar kini dipenuhi kepedihan, dan dia merasa cemas melihat keprihatinan di depan matanya.Sambil memeluk, tangannya terus mengusap punggung sang suami. Membiarkan suaminya menangis, mengeluarkan nestapa yang membelenggu jiwanya."Nenek! Ziya mau ke nenek! Ziya mau lihat nenek, Tante ... tolong Ziya ...!" Jeritan Ziya di luar sana, terdengar begitu menyayat hati. Gadis kecil itu sangat dekat dengan neneknya, sejak ia bayi. Terutama setelah bundanya pergi untuk selama-lamanya.Mendengar itu, Azka dan Allisya menjadi gusar. Saling menatap, merasakan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status