Beranda / Lainnya / Wanita Hamil di Restoran Suamiku / Bab 6 - Gadis Kecil Teman Anakku

Share

Bab 6 - Gadis Kecil Teman Anakku

Penulis: Azzgha Fatih
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-16 12:59:12

Gadis Kecil Teman Anakku

Apa? Gak mungkin! Semua berkas kepemilikan tanah dan bangunan masih atas namaku, serta surat-surat penting lain yang digunakan untuk bahan persyaratan izin usaha restoran masih atas nama Mas Irwan sebagai Direktur utamanya.

Jadi ... apa yang wanita itu maskud dengan, "Saya pemilik restoran ini?"

Atau jangan-jangan, benar wanita itu adalah istri kedua Mas Irwan yang merasa sudah menjadi bos di restoku? Aarrgh! Kepalaku serasa mau pecah, memikirkan ini semua.

Mulanya, aku sempat berpikir jika usaha kami sudah berpindah tangan ke tangan wanita itu. Jujur, aku masih berharap usahaku saja yang berpindah tangan, bukan hati suamiku.

Jika begini buktinya, apa yang harus kuperbuat. Kukira, Mas Irwan telah menjualnya pada orang lain, sehingga ia lebih sibuk di resto cabang yang memang tidak memiliki bangunan atas nama sendiri, meliankan sewa.

Apa benar, suamiku telah berkhianat dan memberikan restoran itu pada wanita hamil itu, sebagai hadiah mungkin?

Masalah satu belum selesai kuselidiki, kini masalah baru sudah muncul ke permukaan. Mengapa juga resto yang di Tangerang harus kebakaran.

"Astaghfirullah ... ini namanya sudah takdir, Nadia," gumamku, menyesali sesuatu yang sempat terlintas di hatiku.

Semua yang terjadi adalah atas kehendak-Nya. Maka dari itu, aku tak perlu takut jika hati suamiku telah berpaling ke lain hati. Artinyaz aku hanya perlu terus berjalan, memperjuangkan hak anak semata wayangku.

Ya, aku tak boleh lemah!

**

Hari sudah sore. Mas Irwan belum juga sampai di rumah. Aku dan Allisya bermain sepeda di sekitar komplek perumahan elit tempat kami tinggal. Di tengah komplek, ada sebuah taman kecil khusus untuk bermain anak-anak komplek sini. Allisya akan sangat senang jika kuijinkan bermain di taman ini, bertemu dengan teman sebayanya. Hanya saja, aku belum berani melepasnya bermain sendiri.

Mas Irwan tak juga mengirim pesan. Padahal, ponsel selalu kubawa ke mana pun aku pergi. Meski aku curiga akan dirinya, namun tetap saja hati ini bertaut ingin diperhatikan. Terkadang aku benci dengan rasa ini yang terlalu salam untuknya.

"Jangan, ini punyaku!"

"Pinjam, Al!"

"Aku dulu!"

Aku menoleh pada Allisya yang tadi sedang bermain dengan temannya. Mereka berdua berebut sepeda yang tadi Al bawa dari rumah. Sepertinya, teman Allisya ingin meminjamnya.

"Hey, Sayang. Kenapa?" tanyaku, mendekat dan menundukkan wajah agar sejajar dengan kedua bocah berusia 7 tahun itu.

"Khiara mau pinjam, tapi maksa. Aku dulu, dong, Ma. Ini 'kan sepadaku," jelas Allisya.

"Huh, dasar pelit!" dengkus Khiara--teman Allisya. Aku sedikit heran. Mengapa anak ini sering bermain di taman ini sendirian, tanpa didampingi orang tua. Dan satu hal yang membuatku merasa aneh. Anak ini seperti tidak memiliki rasa hormat sedikitpun terhadap orang tua temannya. Beraninya ia mengumpat Allisya di hadapanku.

Bukannya aku tidak memaklumi karakter anak kecil. Hanya saja, anak seusianya seharusnya sudah paham cara menghormati orang tua. Minimal, punya rasa takut terhadap orang tua temannya.

"Khia, main sepedanya gantian, ya. Biar tante yang hitung berapa putarannya, tapi Allisya duluan." Kucoba untuk menenangkan amarahnya.

"Gak usah, Tan. Khiara memang orang mis_kin. Gak pantas main sepeda bagus kayak punya Al," ketusnya, hendak melangkah meninggalkan aku.

Aku menahan pergelangan tangannya. "Siapa yang bicara seperti itu? Apa Al ada bicara yang tidak enak?" tanyaku, terpaksa berjongkok demi mensejajari tubuhnya.

Meski di mataku ia bersalah, namun ia pantas mendapatkan kelembutan. Siapa sangka, jika di rumahnya mungkin anak ini selalu merasa tertekan, sehingga menjadikannya anak yang kurang sopan santun.

"Gak ada, sih. Tapi ... ya, bisa saja, bukan semua orang berpikir seperti itu padaku. Sudah, Tan, Khia mau pulang. Takut dicariin Mama!" teriaknya sambil berlari meninggalkan taman.

Aku masih berlutut di atas rumput hijau yang membentang di atas tanah seluas sekitar 500 meter kubik ini, menatap kepergian gadis kecil berkulit sedikit gelap itu.

"Maaf, ya, Mama gak bisa bujuk teman kamu," ucapku pada Allisya.

"Iya, Ma. Tapi, Al jadi gak enak, deh. Padahal, Al enggak pernah bilang Khiara mis_kin. Lagian, dia juga tinggal di rumah yang sama seperti kita. Di komplek yang sama. Rumahnya besar, kayak rumah kita," jelas Allisya.

Aku mengernyit. Betul juga yang Allisya katakan. Bagaimana mungkin anak seorang mis_kin bisa tinggal di komplek perumahan seperti ini. Apa mungkin dia anak asisten rumah tangga di komplek ini? Aku jadi penasaran.

"Al tau rumahnya?" tanyaku menyelidik. Pasalnya, Allisya tidak pernah kuijinkan main tanpa pengawasanku.

"Tau. Waktu Al berangkat pakai Bus sekolah, pak sopir selalu berhenti di depan rumah Khiara, Ma."

Allisya memang sempat ikut bus jemputan dari sekolah, setiap berangkat dan pulang. Tapi tidak lama, karena aku kasihan padanya harus berangkat pagi-pagi sekali dan berkeliling menjemput teman-teman lainnya.

"Jadi, kalian satu sekolah? Khia kelas berapa, Nak?" tanyaku. Sebab jika kuperhatikan dari postur dan caranya bicara, sepertinya Khiara berusia di atas Allisya.

"Kelas tiga, Ma," jawab Allisya terlihat mendung di wajahnya. Benar dugaanku bahwa anak itu lebih besar beberapa tingkat dari anakku.

"Al kok, sedih?"

"Allisya gak enak sudah buat Khiara sedih." Gadis kecilku menunduk dengan bibir menyerucut manja.

"Ya, sudah. Kita susul Khiara ke rumahnya, ya. Pinjamkan sepedamu untuk beberapa hari padanya, nanti biar Mama yang ambil."

"Al pulang jalan kaki?" Allisya menunjuk ke arah dadanya.

"Naik di sini," ucapku, menujuk besi batangan sepeda di depan sadel.

"Oke, Ma!"

Aku jadi semakin penasaran dengan anak itu. Dia mengaku mis_min, tetapi tinggal di komplek perumahan elit dan sekolah di sekolah yang terbilang mahal. Siapa sebetulnya anak itu?

Bersambung ....

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Neng Nengsih
pasti k temu jawab nyh **
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 7 - Siapa Gadis Kecil Itu Sebenarnya?

    Siapa Gadis Kecil Itu, Sebenarnya?Kami berputar di gang komplek bagian belakang, yang nyaris tak pernah kulewati. Allisya menunjukkan arah setiap kali kami menemukan perempatan.Jauh juga ternyata. Mengapa Khiara lebih suka main di taman tadi, sementara taman di gang belakang pun ada."Ini rumahnya, Ma!" teriak Allisya, ketika aku hampir melewati rumah yang bangunannya sama semua."No. 28?" tanyaku untuk memastikan."Iya, Ma. Itu Khiara!" tunjuknya pada gadis kecil tadi tang baru saja masuk ke halaman samping rumahnya."Khiara!" panggil Allisya tak sabar. Suaranya memekik, membuat gadis kecil itu lantas menoleh ke arah kami berdiri.Khiara berlari ke arah kami masih dengan wajah cemberutnya. "Ada apa, Tan?" tanyanya.Aku hanya membalasnya dengan senyuman, sebab ada Allisya yang akan menjelaskan."Aku mau pinjamin sepeda ini buat kamu. Nanti, Mamaku yang ambil kembali ke sini," jelas Allisya dengan lembut."Memangnya, aku enggak boleh, ya, antar sendiri ke rumahmu?" tanya gadis itu se

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-16
  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 8 - Akting

    AktingEnggak! Aku tidak terima. Usia Khiara dua tahun di atas anakku. Tidak mungkin Mas Irwan menikahiku setelah menikah dengan wanita itu. Jika benar, artinya aku si pe_la_kor itu? Enggak! Enggak mungkin!"Gak mungkin!" ucapku sedikit lirih, seraya menjambak rambutku yang memang kubiarkan tanpa penutup. Jika di dalam rumah, aku selalu menanggalkan hijabku."Mama kenapa?" tanya Allisya bagai udara yang menguap begitu saja.Bayangan bahagia di hari pernikahan kami kini berputar kembali bagai film yang tersiar di televisi.Mas Irwan bukan berasal dari keluarga berada. Tetapi, dia memang memiliki kemampuan yang sangat baik di bidang tata boga. Kabarnya, Mas Irwan memang sangat ingin menjadi seorang koki. Hal itu terlaksana ketika ia menikahiku. Papa membiayai kuliahnya ke jurusan tata boga, hingga pada akhirnya Mas Irwan menjadi koki terkenal di Ibukota ini.Dua tahun pernikahan kami, saat usia Allisya baru satu tahun, ada seorang teman yang mengajaknya membuka usaha kuliner. Tapi sayan

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-16
  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 9 - Sedikit Hukuman

    Sedikit Hukuman"Kok, menjauh?" selidiknya."Aku masih haid!" tukasku."Iya, tau. 'Kan cuma mau peluk," lirihnya."Gak usah. Nanti ujung-ujungnya minta juga. Aku malas debat," ucapku, menarik bed cover dan membawanya ke sofa di kamar kami."Lho, mau ke mana?""Sini. Mas tidur di sini, biar aku di kasur," panggilku setelah menyiapkan bed cover ke atas sofa."Kenapa? Aku gak minta, janji!" Dia mengangkat dua jari ke udara dan aku hanya tersenyum sinis."Gak tau. Bawaannya aku malas tidur seranjang, Mas. Udah, sini. Atau aku tidur di kamar Al?""Oke. Ya, udah, kamu tidur di sini biar Mas di sofa." Pria itu akhirnya beringsut pindah ke sofa dan aku segera pindah ke ranjang kami yang besar.Tatapannya terus saja memindai ke arahku, sepertinya bingung dengan sikapku."Mas kayaknya besok masih harus ke Tangerang, ya. Yang di sini, biar sama Badrun," ucapnya yang sudah mulai memejamkan mata. Aku menoleh bak busur panah yang siap menancap. Mana ada Badrun bunting, Mas! batinku ingin marah."Ok

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-16
  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 10 - Semua Aman di Tangan Nadia

    Semua Aman di Tangan Nadia"Jangan-jangan, kamu sudah mengganti kodenya?" tudingku.Mas Irwan menoleh, bibirnya memaksakan senyuman seraya menggaruk tengkuk."Emm ... iya, Sayang. Bosan aja pake kode lama. Jadi, Mas ganti dengan kode baru," cicitnya masih menggaruk tengkuknya."Bosan, kamu bilang? Itu tanggal pernikahan kita, Mas! Kamu bosan dengan pernikahan kita? Atau jangan-jangan, kamu ganti kode brankas kita dengan tanggal pernikahan keduamu? Iya?" tudingku lagi, tak kuasa menahan gemuruh di dadaku."Sayang ... kamu ngomong apa, sih? Sudah, ah, gak usah dibesar-besarkan. Malu, dilihat Allisya. Lagi pula, kodenya pake tanggal lahir Allisya, kok," desisnya dengan nada nyaris tak terdengar.Apa? Tanggal lahir Allisya? Mengapa kemarin aku tidak terpikir ke sana. Apa aku hanya terlalu mencurigainya saja?Aku tak menjawab lagi. Gegas menyusul Allisya yang sudah duduk menunggu di dalam mobil. Aku bahkan malas mengucap pamit lagi padanya.**Sesampainya di resto, aku tak melihat kehadira

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-16
  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 11 - Tertangkap Basah

    Tertangkap BasahWanita itu menoleh dan seketika membulatkan mata, hingga bibirnya pun terbuka. Tangan kanannya ia angkat untuk menutup bibirnya.Aku tersenyum tipis, lantas terkekeh hingga ia semakin lama semakin memucat."Eh, Ibu. Ma-maaf, saya bukan siapa-siapa. Iya, 'kan, Bu?" jawabnya, tergesah-gesah mencubit lengan Ibunya."Heh, kamu gimana, sih?" bisik sang Ibu seraya membolakan mata. Sementara aku, masih menatap keduanya secara bergantian. Bahkan posisiku masih tetap sama dengan tangan bersilang di depan dada, agar terkesan santai, tetapi mencekam bagi mereka berdua."Kalau bukan siapa-siapa, kenapa harus memarahi koki saya? Mereka sedang bekerja, sedang berusaha memberikan yang terbaik untuk pelanggan kami." Aku mencoba mengomelinya namun tetap dengan nada yang santai."Ka-kami juga laper. Sudah nunggu dari tadi, ya, Bu." Sang anak masih saja menoleh pada Ibunya, seolah mencari dukungan. Tetapi, agaknya sang Ibu tak mau mendukung. Terlihat wanita setengah baya itu justeru mel

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-17
  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 12 - Genderang Perang

    Genderang PerangPoV Author'Kurang aj*r sekali wanita ini. Dia tidak tahu bagaimana pengorbanan Papa untuk mendapatkan dan memberikan ini semua padaku. Seenaknya dia ingin kepemilikan restoran ini menjadi nama anaknya,' batin Nadia."Jangan harap!" balas Nadia. "Terserah, siapapun kalian. Yang jelas, saya tidak akan menyerahkannya seujung kuku pun. Bahkan sendok di restoran ini pun, tidak akan saya biarkan menjadi milik kalian." Membalas menunjuk wajah keduanya.Mereka pun keluar, meninggalkan Nadia dengan dada yang amat bergemuruh. Sepertinya, diam di sana pun tidak akan ada gunanya, sebab hati Nadia teramat sakit atas apa yang selama ini Irwan lakukan.Nadia mengekor di belakang, bukan untuk mengikuti mereka, melainkan menemui Allisya yang mungkin sedang makan.Wanita cantik itu sudah tak sabar, ingin bertemu dengan Irwan dan mempertanyakan semuanya dengan beberapa bukti yang sudah ada di tangannya."Cepat makannya, Sayang." Nadia mengelus punggung gadis kecilnya, menunggu dengan p

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-19
  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 13 - Langkah Selanjutnya

    Langkah Selanjutnya"Kamu ini bicara apa, sih, Sayang? Apa kamu tega, melihat Allisya bersedih karena pertengkaran kita? Apalagi jika aku sampai dipenjara. Apa, sih, sebetulnya yang membuatmu semarah ini padaku?" tanya Irwan, menurunkan nada bicaranya. Tangannya terulur hendak mendekap tubuh sang istri.Dengan kasar, Nadia menepis kedua tangan suaminya. "Jika dulu kedua tanganmu seperti selimut pelindung bagiku, tapi tidak dengan sekarang. Bagiku, kedua tanganmu adalah maling yang sedang menyamar sebagai peri.""Ya Allah ... tambah ngaco ngomongnya. Sudah, ya, Mas sedang pusing. Masalah di Tangerang belum selesai, jangan kamu tambah-tambahi dengan masalah tidak jelas ini. Plis, Sayang, kamu hanya terlalu kebanyakan nonton drama," pungkas Irwan, melemaskan tubuhnya seperti sedang menahan diri dari banyaknya permasalahan."Ya. Kamu benar. Karena kebanyakan nonton drama, aku jadi sepintar ini dan tidak akan rela terlalu lama kau bohongi. Sekarang juga kuminta, pergi dari sini!" tegas Nad

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-20
  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 14 - Pertarungan Dimulai

    Pertarungan DimulaiPoV AuthorDi dalam tas besar yang Nadia bawa, ada beberapa berkas aset miliknya sebelum menikah, pemberian orang tua dan ada sedikit aset yang dibeli usai menikah juga. Nadia beruntung, barang berharga yang ia amankan di bawah tempat tidur, tidak ditemukan oleh suaminya.Tak hanya berkas aset. Nadia juga sudah mengamankan seluruh surat ijin membuka usaha restoran yang ditandatangani suaminya ketika itu. Jangan lupakan buku nikah yang juga ia selipkan di antara berkas-berkas penting itu."Mama, kita mau ke mana?" tanya Allisya lagi, sedikit lemah."Kita ketemu teman Mama, sebentar, Sayang. Al yang sabar, ya. Kalau ngantuk tidur saja, Sayang." Nadia menoleh ke jok belakang di mana sang anak sudah mulai meringkuk karena bosan.Allisya bukan anak yang sulit diantur, itu sebabnya, Nadia sangat jarang berbicara dengan nada yang keras. Cukup diberi pengertian, maka Allisya akan menurut.Pada akhirnya, Allisya benar-benar tertidur, membuat hati sang Mama merasakan sesak y

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-21

Bab terbaru

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 120 - SELESAI

    Di waktu yang bersamaan, Azka Hamam kembali ke rumah. Diam-diam masuk, lalu mengusap puncak kepala sang istri dari belakang. Pria gagah itu memberikan kejutan kecil untuk sang istri. Tadinya, ia berencana membujuk sang istri, demi kesehatan."Astaghfirullah! Mas, aku kaget," pekik Allisya yang tak menduga suami akan kembali."He he he ... maaf, maaf. Masih gak enak perutnya?" tanya Azka, duduk di lantai sementara istrinya bangun dan duduk di sofa. Tatapannya tertuju pada bagian tubuh yang tadi Allisya bicarakan. "Ini juga sakit?" tanyanya, menunjuk itu."Enggak sakit. Cuma gak nyaman aja. Terasa berat, kayak bengkak gitu, Mas. Terus, kalau kesentuh ujungnya sakit." Allisya pun tanpa malu membeberkan."Semalam juga sakit? Kenapa enggak bilang?" tanya Azka lagi, mengingat kehangatan semalam. Ia tidak habis pikir, jika sampai menyakiti istrinya."Ya ... gimana. Mas suka," kata Allisya, malu-malu."Lain kali bilang, Sayang, kalau ada yang sakit. Ya, sudah. Sekarang kita ke dokter, ya?" bu

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 119 - Panti Jompo?

    Pagi menjelang siang, di sebuah bangunan bertingkat, kini keluarga Allisya berada. Sebuah gedung mirip dengan rumah susun elit yang ada di kota asal mereka. Dan ternyata, tempat itu adalah sebuah panti jompo.Tadi, ketika pemandu wisata menanyakan soal Afifah--teman Khiara yang tinggal di sana, mereka mendapatkan informasi bahwa Afifah sudah berangkat bekerja bersama teman barunya (kemungkinan Khiara). Sang pemilik rumah sewa itu pun memberikan alamat tempat bekerja Afifah.Dan benar saja, Khiara ada bersamanya, sama-sama mengenakan seragam suster. Usut punya usut, rupanya Afifah sudah lama bekerja sebagai pengasuh lansia di tempat itu. Kini mengajak Khiara bekerja di sana pula karena memang sedang membutuhkan tenaga kerja baru."Kenapa Mama sampai nyusulin Khia ke sini?" tanya Khiara, tak menyangka. Sebelumnya, ia memang sempat memberikan alamat rumah sewa yang temannya tinggali. Tidak pernah menduga jika mama sambungnya sampai rela menyusul."Karena mama khawatir sama kamu, Nak." Na

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 118 - Liburan di Jepang

    Keduanya kini telah sampai di depan sekolah Ziya. Menyambut kedatangan Ziya yang selalu ceria dengan semringah. Karena besok, mereka akan pergi berlibur ke Jepang.Masuk ke dalam mobil, bercerita sepanjang jalan dengan antusias. Mulai dari kegiatan di sekolah, sampai tingkah polah Ziya dan teman-temannya di sekolah. Allisya dan Azka bergantian menyahuti penuh ekspresi."Ziya juga bilang ke teman-teman, kalau Ziya mau liburan ke Jepang. Teman-teman semua iri, mau juga katanya, Ma. Apa boleh, Ziya ajak mereka kapan-kapan?" tanya Ziya antusias."Wah, kalau mengajak teman tidak bisa sembarangan, Sayang. Apalagi Jepang itu sangat jauh. Nanti orang tua mereka khawatir," jelas Allisya, juga ditambahi penjelasan ringan oleh Azka.***Pukul 3 sore, Allisya beserta rombongan keluarga sudah sampai di Kota Sapporo setelah menempuh perjalanan kurang lebih 9 jam. Kota yang terletak di Pulau Hokkaido, pulau terbesar kedua di Jepang.Mereka sengaja tidak mendatangi Ibukota Jepang, demi menghindari ke

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 117 - Hukuman Dareen dan Papanya

    "Saudara Dareen dinyatakan bersalah atas kasus tabrak lari yang terjadi pada tanggal 20 Februari 2021, yang mengakibatkan korban atas nama Ibu Fitrinariza Azizah meninggal dunia.""Berdasarkan laporan yang baru masuk dua minggu lalu, pelaku tidak dinyatakan sebagai DPO atas kasus ini, sehingga vonis hukuman bisa saja berkurang."Allisya menemani suaminya yang hari ini sangat tegang menghadapi sidang. Nadia dan Emir pun turut hadir, tak kalau tegang karena ternyata Dareen memang bukan DPO atas kasus ini sehingga tidak memberatkan hukumannya. Ini semua karena pihak Azka Hamam tidak melapor sejak awal."Dengan ini, pelaku dijatuhkan hukuman kurungan selama lebih kurang 6 tahun penjara, dan denda sebesar lebih kurang 12 juta rupiah."Mendengar itu, Azka seketika tertunduk lemah. Rasanya, hukuman itu tidak setimpal dengan apa yang terjadi dengan mendiang istrinya.Namun ternyata, vonis hukuman belum selesai dibacakan. Ada sederet kasus berat yang Dareen dan papanya lakukan sejak sang papa

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 116 - Kepergian Khiara

    Seperti yang telah direncanakan, Nadia dan Emir tiba di rumah Azka Hamam diantar oleh sopir yang Allisya tugaskan. Keduanya mengucap salam bersama, disambut hangat oleh anak menantu dan cucu sambung yang ceria."Masuk, Ma, Pa." Allisya menggandeng sang mama."Iya. Oh, iya. Pak Didit sudah mama suruh makan di resto utama, biar lebih dekat. Nanti dia akan jemput kalau kita sudah selesai." Nadia menjelaskan. Karena biasanya, Allisya suka mengajak serta sopirnya makan bersama. Namun malam ini, Nadia ingin berbicara penting dengan anak dan menantunya."Oh, begitu. Ya sudah, Ma. Terima kasih," ucap Allisya. Meski restoran telah sepenuhnya beralih ke tangannya, namun Allisya selalu menghargai apa pun keputusan mamanya. Termasuk seperti malam ini, mengizinkan sopirnya makan sepuasnya di sana.Semua berkumpul di ruang makan, menikmati suapan demi suapan masakan yang Allisya buat. Udang asam manis, cah kangkung, dan perkedel kentang ayam kesukaan mamanya."Alhamdulillah ... makanannya enak-enak

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 115 - Menyambut Makan Malam

    "Ziya tau, kalau Bunda sedang hamil saat itu?" tanya Allisya, yang hanya mendapatkan tatapan tak mengerti dari Ziya."Emm ..." Ziya menggeleng. Ia masih sangat terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi, sebelum bundanya meninggal karena tertabrak mobil Dareen. "Nenek suka cerita. Katanya, bunda saat itu sedang ada dedek bayinya di perut. Sebentar lagi mau lahir," jelasnya kemudian.Allisya mengangguk-angguk. Ia tidak mau memperpanjang, sebab, sejujurnya ia cemburu. "Kita masuk, ya, Sayang," ajak Allisya setelah memarkir mobilnya di garasi rumah Azka.Keduanya pun masuk bersamaan, dengan perasaan masing-masing. Di dalam, Allisya menyiapkan pakaian ganti untuk putri sambungnya, lantas menemani sang putri agar tertidur pulas.Wanita cantik itu tanpa sadar mengusap perutnya rata, berdoa agar Allah segera mengirimkan makhluk kecil di dalam sana untuk melengkapi kebahagiaan mereka. Ada sedikit kekhawatiran, takut kalau-kalau ia tidak bisa hamil seperti sang mama.'Ah, tidak, tidak! Mama

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 114 - Jalani Semua Takir-NYA

    Allisya kemudian melirik seperangkat perhiasan emas yang dikenakannya. "Kamu memang pekerja keras dan pantang dibantu, Mas. Hanya kerjaan dariku yang kamu ambil, saking kamu nggak mau berleha-leha dengan fasilitas yang sudah aku punya," ucap Allisya pelan.Perempuan cantik yang telah melepas masa gadisnya itu pun bergegas masuk ke dalam, hendak bersiap-siap pergi ke restorannya karena ada rapat besar. Di restoran nanti, mereka akan bersikap seperti biasa, layaknya atasan dengan pekerja. Azka yang meminta. Azka bahkan sudah menolak sebagian saham yang diberikan oleh Allisya.***"Bagaimana, Pak, laporan keuangan resto cabang no 2?" tanya Allisya kepada salah seorang manager di restoran cabang di Bogor. Pria bertubuh sedang dengan perut sedikit maju itu mengeluarkan laporan, lalu meminta Allisya untuk mengeceknya kembali. Beberapa penjelasan juga sudah dia sampaikan.Allisya memeriksanya, lalu segera beralih pada manager cabang-cabang lain. Setelah semua ia cek, barulah ia mengecek res

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 113 - Ikhlas

    Seluruh keluarga berkumpul di tanah pemakaman, menyaksikan sekaligus mendoakan kepergian Bu Aniyah yang terbilang mendadak. Hanya dirawat beberapa hari di rumah sakit, lalu meninggal ketika kondisinya mulai membaik.Azka dan Allisya sudah berusaha semaksimal mungkin, tentunya. Namun ternyata, inilah suratan yang harus mereka jalani. Keinginan Bu Aniyah untuk menjadikan Allisya sebagai menantu, sekaligus ibu bagi cucu satu-satunya telah terpenuhi. Beliau pergi dengan tenang, seolah bebannya telah terlepas.Perempuan berkerudung putih senada dengan gamis yang dikenakannya, terus saja berdiri menggamit tangan suaminya, juga memegangi tangan gadis kecil di sisi lainnya. Perempuan itu sesekali melepaskan tangan untuk mengusap air mata. Ia mendongak, menatap wajah sang suami yang terlihat begitu tenang seolah-olah tidak ada hal buruk yang menimpa."Mas ... kamu hebat. Kamu kuat," kata sang wanita, memandangi penuh kagum suami yang dicintainya. Dialah Allisya, sang ibu sambung bagi Ziya."Be

  • Wanita Hamil di Restoran Suamiku   Bab 112 - Mencoba Ikhlas

    Ketika suaminya terpukul setelah kehilangan ibunya, Allisya duduk di sebelahnya. Dengan lembut memandangnya, dengan hati penuh kasih. Dia bisa merasakan betapa sedihnya yang dirasakan suaminya. Meski tidak ada kata-kata yang bisa menghapus rasa sakit itu, dia tahu dia harus ada di samping suaminya, memberikan kekuatan lewat keberadaannya.Dia menggenggam tangan suaminya dengan erat, memberikan ketenangan dalam diam. Wajah suami yang biasanya tegar kini dipenuhi kepedihan, dan dia merasa cemas melihat keprihatinan di depan matanya.Sambil memeluk, tangannya terus mengusap punggung sang suami. Membiarkan suaminya menangis, mengeluarkan nestapa yang membelenggu jiwanya."Nenek! Ziya mau ke nenek! Ziya mau lihat nenek, Tante ... tolong Ziya ...!" Jeritan Ziya di luar sana, terdengar begitu menyayat hati. Gadis kecil itu sangat dekat dengan neneknya, sejak ia bayi. Terutama setelah bundanya pergi untuk selama-lamanya.Mendengar itu, Azka dan Allisya menjadi gusar. Saling menatap, merasakan

DMCA.com Protection Status