Share

Bab 95 : Berkonsultasi

Penulis: Adny Ummi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-27 06:53:21

"Memang Mommy bilang begitu?" tanya Steven ketika aku menjelaskan apa yang Mommy sampaikan tadi pagi sebab ia kembali ingin tidur di kamar tamu. Hal itu karena ia tidak mau tergoda untuk menyentuhku. Akhir-akhir ini dia memang tampak lebih sensitif jika aku sedikit saja mendekat.

"Iya, memang begitu," tegasku.

"Oke, lusa kita ketemu dengan Risa. Kita tanya kejelasannya," ujar Steven sembari melangkah menuju keluar kamar.

"Loh, kok, nanya Dokter Risa lagi? Kamu nggak percaya dengan Mommy?" protesku.

Steve menghentikan langkahnya. "Bukan nggak percaya ... tapi, biar lebih memastikan saja. 'Kan, dia ahlinya."

"Steveee ...," rengekku sembari melangkah lebar lantas memegang tangannya mencegah ia untuk melangkah pergi, "aku kangen tahuuuu ...!"

Pria itu menatapku lekat.

Begitu juga aku, menatapnya penuh permohonan. Aku lelah, sudah mau sebulanan kami begini. Seperti bukan suami-istri saja. Apa lagi sekarang, dia mulai tidur d
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 96 : Bi Eli Boleh Pulang

    Aku melirik ke arah Steven yang sibuk menyetir di sana. Ya, kami pergi tidak bersama Pak Hardi karena pria itu izin untuk pemeriksaan rutin sang istri.Suami buleku itu hanya diam tidak berkata apa-apa sejak dari klinik Dokter Risa tadi. Apa dia juga berpikir sama sepertiku tentang bagaimana menjalani kehamilanku ini? Kembali aku mengarahkan pandangan ke depan dengan tatapan yang kosong."Kamu jangan sedih."Terdengar suara bariton itu yang memecah keheningan di antara kami.Aku menoleh ke arahnya dan begitu juga ia. Menoleh ke arahku sejenak, lantas kembali melihat ke depan mengendalikan laju kendaraan roda empat ini."Aku kangen kamu, Steve," lirihku sembari menundukkan pandangan.Pria itu meraih sebelah tanganku dan menggenggamnya erat. "Aku nggak ke mana-mana," timpalnya."Tapi kamu rasanya makin menjauh ...," ujarku menahan sesak di dalam dada.Ya, beberapa waktu belakangan, aku merasa ia semakin jauh saja.

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-28
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 97 : I love you

    "Belum ... tapi nanti bakalan aku kasih tahu," sahutku."Kapan?" tanya pria bule itu dengan sorot mata yang menuntut."Steve ... Bibi baru aja siuman dari koma. Aku nggak mau nanti Bibi kaget jika mendengar berita aku sudah nikah sama kamu, kamu tahu sendiri gimana penilaian Bi Eli tentang kamu," jelasku, "mmm, dan aku mau nginepnya sepuluh hari, ya?" lanjutku bertanya."Sepuluh hari?" Steven mengulang omonganku, "Nggak ... nggak!" tegasnya sembari bangkit berdiri."Steve ... aku mau kamu ngerti. Aku butuh waktu untuk mencari momen yang tepat untuk memberitahukan hubungan kita ke Bibi!" jelasku pada pria keras itu."Biar aku yang ngomong ke Bibi kamu kalau kamu bingung mau bicara bagaimana!" ujarnya mulai tampak menegang."Ck!" Steven kenapa sih, nggak mau ngerti begini? "Apa? Benar, 'kan? Kalau kamu bingung mau ngomong apa, biar aku yang bicara ke Bibimu!" ulangnya sekali lagi."Steve, kamu ngertiin posisi aku

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-29
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 98 : Menjemput Bibi

    Aku mencebik dan menautkan kedua alis. Kenapa dia? Apa ada yang salah dengan ucapanku? Hmm ... ya. Ya ... ya. Aku tidak pernah mengucapkan kata-kata cinta sebelum ini kepadanya. Ini pertama kalinya. Tapi ... kenapa sikapnya aneh seperti itu? Apa dia tidak pernah mendapat ungkapan cinta sebelumnya dari seorang wanita? Dari istri-istri sebelumnya? No, no ... mustahil. Eh, tapi Steve sendiri belum pernah bilang ke aku kalau dia juga cinta. Namun, ia bersikap posesif. Apa itu karena cinta? Atau hanya karena keegoisan semata? Ah, entah mengapa pikiranku bertengkar satu sama lain. "Ah, iya!" Aku menepuk dahiku sendiri. Tiba-tiba kembali aku teringat kalau saat ini aku harus menjemput Bibi di rumah sakit. Aku pun lekas berkemas, menyiapkan perlengkapan dan pakaian yang bakal aku bawa ke rumah Bibiku. Selagi diizinkan oleh suami. Jangan sampai Steven berubah pikiran.Setelah beres, aku pun mendatangi Mommy yang masih di teras belakang rumah. Dan ternyata Steven pun kembali duduk di situ.

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-30
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 99 : Bingung

    "Assalamualaikum!" Mas Wahyu mengucap salam dengan wajah semringah.Kami pun menjawab salamnya dengan serentak. Aku hanya bisa menundukkan pandangan. Ya, Allah. Kenapa Mas Wahyu ke sini?"Sudah siap pulang, Bi?" tanya pria itu sembari mendudukkan bokongnya di samping Bi Eli di kursi panjang ini.Hmm, berarti dia tahu hari ini Bibiku pulang. Siapa yang memberi tahu? Manda kah?"Lagi nungguin Manda, Nak Wahyu!" Bi Eli terlihat sangat senang dengan kedatangan pria manis berkacamata itu.Mas Wahyu mengangguk-angguk.Kemudian matanya beralih ke arahku. "Apa kabar, Nay?" Aku menarik kedua sudut bibir ini ke atas dengan tipis. "Alhamdulillah, baik, Mas," jawabku.Tak lama kemudian datang Manda. Dengan langkah sedikit berjingkrak ia semakin mendekat. Wajah gadis itu tampak ceria. "Ayo, kita pulang! Cepat pesan mobil, Nan!" suruhnya kepada sang adik."Eh, Mas bawa mobil!" sambar Mas Wahyu cepat."

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-31
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 100 : Akhirnya, Mesti Berterus Terang

    "Bibi istirahat dulu, ya!" suruhku kepada Bibi.Terus terang, aku pun merasa agak pusing. Ini tentu bawaan bayi. Ditambah dengan semua sikap dan ucapan bibi tadi soal Mas Wahyu."Hmm, iya. Bibi mau rebahan!" Bibiku memegang pegangan sofa dan berusaha bangkit.Dengan cepat aku memegang lengan Bibi satunya hendak membantu beliau berdiri. Kemudian aku menggiring Bibi yang ingin istirahat ke dalam kamarnya.Setelah beliau merebahkan badan, beliau menatapku. "Bibi makasih sama kamu, Nay," ucap Bibi dengan sorot mata sayu.Aku menautkan kedua alis demi mendengar apa yang beliau ucapkan. Tidak pernah Bibi seperti ini sebelumnya."Sini!" titahnya sembari menepuk bibir ranjang menyuruhku duduk.Dengan perlahan aku pun menurut, mendaratkan bokong ke pinggir tempat tidur itu. "Kamu selama udah bantu Bibi, Nay. Selama Bibi nggak sadarkan diri, kamu pasti repot untuk cari uang perawatan Bibi. Kamu dapat uang dari mana, Nay?

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-01
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 101 : Sepekan di Rumah Bi Eli

    Kami terdiam untuk beberapa menit. Aku menyusut kedua sudut mata, membersihkan air yang tadi mengalir dari sana. Berusaha menenangkan diri sendiri. Manda dan Nanda pun hanya terpaku di tempatnya masing-masing. Kami sama-sama menanti tanggapan Bi Eli berikutnya."Jadi ...." Akhirnya suara Bibi kembali terdengar. Aku menanti omongannya."Kamu sekarang sudah hamil ...?" tanya Bibi dengan sorot mata mulai sayu.Aku mengangguk pelan. "Iya, Bi ... alhamdulilah, akhirnya aku hamil, Bi." Bibir ini mengulas sebuah senyuman.Ya, Bibi tahu, kalau selama ini aku sangat menginginkan sebuah kehamilan menghampiri diriku. Ternyata tuduhan mandul kepadaku itu tidak benar ...."Kamu bahagia dengan pernikahan kamu ini?" tanya Bibi lagi.Kembali aku mengangguk-anggukkan kepala. "Iya, Bi. Aku bahagia. Steven sangat baik sama aku."Bibi pun akhirnya mengangguk. "Rasanya masih belum bisa dipercaya. Tapi ya sudahla

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 102 : Menyebalkan!

    Kukecup dan kumainkan cuping telinganya. "Aku kangen ...," bisikku sembari menghidu aroma tubuhnya yang khas di indera penciumanku itu."Hmm, nanti lagi ya! Nanti aku hubungi lagi." Steven terlihat memutuskan saluran telepon selularnya. Ia pun memasukkan benda segi empat itu ke dalam saku celananya."Kamu sudah pulang?" tanyanya sembari tetap menggenggam telapak tanganku yang berada di dadanya."Hu um ...," jawabku masih asik bersandar di pundak dan punggungnya."Kamu teleponan dengan siapa? Tes apa yang enam bulan?" tanyaku sambil terus memeluknya."Ooh, itu. Soal kerjaan. Tes pasar ...." Steve mengurai pelukanku, ia lalu melangkah menuju meja kerjanya. Kemudian mendaratkan bokongnya ke kursi kebesarannya di sana. "Gimana, Bibimu sudah sehat?" tanyanya sembari menarik laptopnya mendekat.Aku mencebik dan menaikkan alis. "Alhamdulillah, aku senang ... Bibiku semakin sehat. Perkembangan lumayan bagus," jawabku atas pertanyaannya sambil berjalan menyusul mendekatinya, kemudian kembali m

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 103 : Ingin Menjenguk ke Pondok

    "Kenapa apa, Mom?" tanya Steven dengan nada santai seperti tanpa beban.Aku sedikit memutar mata melihat gayanya."Ya, kalian diam-diaman begini?" Mommy mengernyitkan dahinya.Entahlah, aku memang sedang malas bicara sekarang.Sambil mengunyah Steven mencebikkan bibirnya. "Nggak ada apa-apa," kilahnya sembari mengendikkan bahu lebarnya itu."Kalau ada masalah dibicarakan baik-baik. Jangan diam-diaman. Udah pada dewasa juga," cetus Mommy."Kita nggak ada masalah 'kan, Sayang?" Steven meraih telapak tanganku dengan tangan kanannya.Dengan terpaksa aku menaikkan kedua ujung bibir ini ke atas. "Iya, Mom. Nggak ada masalah apa-apa, kok," ujarku sambil menatap ibu mertuaku sebentar.Aku tidak mau Mommy anggap seperti anak kecil yang tengah merajuk. Biarlah Steven saja yang tahu kalau aku sedang tidak enak hati kepadanya. Itu pun kalau dia masih punya kepekaan. Akan tetapi, entah mengapa aku malah sangsi. Hhhh ....

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06

Bab terbaru

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   EKSTRA PART

    Aku memutuskan untuk menerima rujuk yang ditawarkan oleh Steven hari itu. Jujur, saat ini hatiku merasa sangat ... lengkap. Ya, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan kami sekarang.Sudah dua bulanan aku kembali ke rumah besar ini—rumah keluarga Arnold. Mommy dan Tasya juga terlihat sangat bahagia di hari akad aku dengan Steven untuk kedua kalinya. Ya, karena masa iddah telah lewat, makanya kami perlu mengulang kembali akad. Hendi awalnya ragu untuk mendukung. Namun, pada akhirnya setelah ia melihat semua orang—terutama Bibi dan juga kedua sepupuku mensupport, ia pun ikut mendukung aku kembali bersama pria yang memang namanya masih setia terukir di dalam hati ini. Yakni dia yang merupakan ayah dari putra kesayanganku ... Zack."Steve, apa-apaan kamu ikut masuk, ih!" Aku berusaha mendorong tubuh liat itu agar mau keluar dari kamar mandi."Aku lihat kamu tadi sudah shalat Ashar, jadi kita sudah boleeeh—" Dua alis tebal itu terangkat-angkat ke atas dengan tatapan manik

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 140 : Bicara dari Hati ke Hati

    "Lho, Nak Wahyu sudah mau pulang?" Terdengar suara Bibi dari luar sana. Sepertinya Bibi melihat gelagat Mas Wahyu yang hendak pergi dari rumah ini."Iya, Bi. Aku permisi dulu," jawab Mas Wahyu sekenanya."Ah, iya-iya. Hati-hati di jalan, Nak Wahyu. Maaf kalau sudah banyak merepotkan Nak Wahyu selama ini."Ah, akhirnya kata-kata itu keluar juga dari lisan Bi Eli kepada Mas Wahyu. Aku tertawa miris mendengarnya. Bukankah selama ini beliau seakan tidak mau peduli dengan hal itu?Sementara itu, aku dan Steven masih saling diam di ruang tiga kali tiga meter ini. Aku tidak tahu dan mungkin malas untuk kembali membahas sesuatu bersama pria itu.Bi Eli menyibak tirai di muka pintu dan aku pun sontak menoleh ke arah beliau tanpa berkata apa-apa. Namun, ternyata orang tua itu tidak mau masuk. Beliau kembali melepas gorden sehingga kembali tertutup, walau jelas masih ada celah di sana. Sepertinya Bibi mengambil duduk di ruang makan di sana, karena aku mendengar bunyi derit seperti kursi yang dige

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 139 : Ucapan yang Sangat Menusuk

    Telapak tangan ini terasa kebas karena beradu dengan rahang kukuhnya. Mata ini pun mulai terasa panas. Dada naik turun karena menahan emosi.Akan tetapi, pria itu hanya tertunduk sebentar karena wajahnya barusan terkena gamparan tanganku. Kemudian ia menoleh dengan tatapan seakan makin menantang.Zack yang tadi telah terlelap akhirnya terbangun dan menangis dengan sangat kencang. Tentu saja dia kaget mendengar bunyi tamparan dan suaraku yang keras barusan.Pria arogan di hadapanku itu bangkit berdiri dengan terus menatap nyalang ke arahku.Aku pun sontak mendongak ke arah dia yang memang lebih tinggi dari tubuhku dengan tatapan tidak mau kalah. Namun, bulir bening tiba-tiba lolos dan jatuh dari sudut mata. Dengan gerakan cepat aku segera menyusutnya. Aku mencoba menarik napas panjang walau tersendat-sendat demi meredakan gelegak yang tengah membara di dalam dada."Ada apa ini?!" Tiba-tiba Bi Eli dan Mas Wahyu muncul di muka pintu. Sedetik kemudian Bibiku melangkah maju dan meraih Zac

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 138 : Kunjungan

    Jujur saja, ini pertemuan pertamaku dengan Steven semenjak hari itu. Hari di mana ia telah menjatuhkan talaq kepadaku di ruang tamu rumah ini. Waktu itu aku masih dalam keadaan hamil. Usia kandunganku saat itu baru enam bulan lebih, hampir masuk bulan ke tujuh.Aah, walaupun janggut itu terlihat lebih lebat, kamu masih tetap tampan dan gagah, Steve ... aku cukup tertegun dengan kehadirannya. Apakah arti dari debaran kencang di dalam dada ini ya, Rabb?Sebentar saja sepasang netra biru gelap itu melihat lekat ke arahku, sejurus kemudian ia langsung mengalihkan pandangan ke arah Bi Eli. "Maaf, aku mau mengunjungi anakku," ucap pria bermata safir tersebut dengan suara khasnya yang berat dan datar. Sebentar manik itu melirik ke arah Mas Wahyu.Hmmm ... ia tampak tidak senang dengan adanya pria berkacamata itu di sini.Apa kamu cemburu, Steve ...?Sementara Mas Wahyu hanya duduk diam memperhatikan di tempat duduknya sana. Ia sepertinya tidak berniat untuk menyapa Steven terlebih dahulu se

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 137 : Perhatian

    Setelah sadar dari pingsan kemarin karena kehilangan banyak darah, akhirnya hari ini—hari keempat setelah melahirkan—aku diperbolehkan untuk pulang. Semua orang terlihat sangat bahagia. Tentu saja, terutama diri ini.Sebenarnya Mommy menyuruhku untuk kembali ke rumah besarnya. Namun, sekali lagi aku menolak dengan halus. Dulu waktu belum resmi bercerai dengan Steven saja, aku tidak mau. Apalagi saat ini, kami sudah benar-benar bukan lagi berstatus sebagai pasangan suami-istri.Akan tetapi, aku berjanji kepada Mommy untuk selalu datang. Mungkin nanti setelah tubuhku lebih sehat dan bayiku lebih kuat. Hal itu karena aku menyadari, bahwa tentu saja orang tua itu ingin bertemu cucu laki-lakinya sesekali.Kemarin Hendi sudah melihat keponakannya yang baru lahir. Hanya sehari saja. Berikutnya ia dan Tasya kembali mesti belajar di pondok. Tasya yang terlihat begitu berat meninggalkan adiknya. Namun, aku membujuknya. Aku berjanji setiap pekan di jadwal peneleponan, kami akan melakukan video c

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 136 : Bayi Mungilku

    Aku hanya bisa tersenyum melihat putri cantikku yang kini mengerucutkan bibirnya lucu. Entahlah, aku merasa cukup senang ketika mendengar pria itu datang. Artinya dia masih peduli. Walaupun memang, sebenarnya tidak berpengaruh apa pun. Toh, kami sudah bukan pasangan suami-istri lagi. Kalau mengingat hal itu, daging merah di dalam dada ini kembali terasa perih. "Hendi mana ya, Bi? Apa nggak ikut pulang sama Tasya?" tanyaku kepada Bibi.Belum sempat Bi Eli membuka mulutnya, Tasya pun menyambar, "Kak Hendi masih harus setoran tasmi', Bu! Tapi besok dia nyusul dijemput Pak Hardi.""Oh, gitu," sahutku singkat.Tidak berapa lama kemudian, perawat yang tadi memeriksaku kembali datang menghampiri. Ah, hatiku merasa begitu bahagia ketika melihat wanita muda itu menggendong seorang bayi berbalut kain bedong di tangannya."Rebahan aja, Bu," ujar perawat tersebut ketika ia melihat aku berusaha untuk bangkit dan duduk. Mendengar ucapannya, aku pun menurut. Kembali aku merebahkan tubuh ini. "Ss

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 135 : Mengapa Kamu Pergi

    "Ayolah, Steve ... tidak perlu kamu tanyakan itu kepadaku. Tentu saja aku masih mencintai kamu." Aku tertawa kecil mendengar pertanyaannya.Entah mengapa wajah itu terlihat cemas. Tidak pernah aku melihat ekspresi Steven seperti demikian. Akhirnya kedua sudut bibir itu terangkat juga. "Coz I love you so much," ucapnya sembari tertunduk.Aku pun melebarkan senyuman ini ketika ia mulai mendekat kemudian kami saling menautkan bibir dengan intens. Entah mengapa di dalam dada ini terasa begitu membuncah. Ada kerinduan yang begitu dalam yang ingin kulampiaskan."Oh, Steve ...." Aku sedikit mengerang ketika ia mulai mencumbu. Dia merebahkan tubuhku hingga berada di bawah kungkungannya. Sejenak mata sebiru permata safir itu menatap dengan lekat. Bibir ini tersenyum kecil membalas tatapannya yang penuh makna.Sejurus kemudian dia beringsut hendak menjauh. Alisku seketika bertaut. "Kenapa ...?" lirih bibir ini bertanya.Pria itu terus menatap dengan lekat tanpa mengucap sepatah kata pun. Ia

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 134 : Yang dinantikan

    Mas Wahyu menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Untung saja jalanan di sini tidak begitu ramai seperti di kota. Bi Eli, Manda, dan juga Nanda terlihat tegang. Mungkin mendengar aku yang sesekali merintih kesakitan.Sesampainya kami di sebuah klinik terdekat di Desa Mekar ini, aku langsung dibawa oleh seorang perawat menuju ruang tindakan dengan menggunakan sebuah kursi roda. Bi Eli tidak berani untuk mendampingiku, kata beliau takut malah ikut panik di dalam. Karena itu, Manda-lah yang mendampingi.Di dalam hati ini merasa sedih, karena tadinya aku berharap ketika melahirkan berada dalam situasi seperti ini, aku bakal didampingi oleh Steven. Namun, apa daya, kami tidak lagi sebagai pasangan suami-istri. Bahkan pria itu tidak tahu saat ini aku akan berjuang untuk melahirkan seorang bayi, yang bisa jadi adalah benih darinya. Justru Mas Wahyu yang siaga. Ia memang sudah berpesan sejak beberapa pekan yang lalu untuk tidak segan memberitahunya apabila hari ini tiba. Oleh sebab itu

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 133 : HPL

    "Ibuuuu! Ayolaah ... aku nggak mau Ibu cerai dengan Daddy!" Ya, siang ini Tasya kembali datang untuk kedua kalinya. Waktu itu, sehari setelah akte cerai terbit, ia bersama Mommy datang juga dalam keadaan menangis sedih karena mendengar bahwa aku dan Daddy-nya telah bercerai. Waktu itu gadis cantik tersebut terlihat begitu terpukul. Ia menangis terus-menerus. Ia kaget karena baru dikasih kabar dan sebenarnya tidak menerima. Namun, mau bagaimana lagi. Nasi sudah menjadi bubur.Aku berusaha mengulas senyum ke arahnya. "Ibu tahu, Nak. Tapi semua tidak bisa sesuai keinginan kita," jelasku kepada gadis yang dari hari ke hari semakin tampak cantik dengan semakin bertambah usianya itu."Iya, tapi kata Pak Hardi, selama di masa Ibu hamilkan dedek ini, kalian masih bisa rujuk lagi. Aku mau Daddy dan Ibu rujuk. Lagian kenapa sih, pake cerai segala? Masalahnya apa? Capek aku nanya Daddy, nanya Grandma, nanya Ibu, nggak dijawab-jawab!" seru gadis itu tampak kesal."Sudahlah ... intinya Daddy sam

DMCA.com Protection Status