Inara tersenyum. Diam-diam, dia bersorak dalam hati karena Bram sudah mulai masuk perangkapnya.
"Dia bosku di perusahaan tempatku bekerja. Dia memang kerap mengajak aku, untuk menemani dia. Sebaiknya, kamu pergi dari sini! Nanti istri kamu akan marah padamu, jika melihat kamu mengobrol padaku," sahut Inara pura-pura bodoh."Istri? Aku sudah bercerai, dia meninggalkan aku dengan selingkuhannya. Wanita yang datang bersamaku, bukan istriku. Dia hanya sedang dekat denganku. Tapi, sepertinya aku akan tergoda denganmu. Apa aku boleh berkenalan denganmu? Siapa nama kamu? Saat bertemu kamu, aku merasa seperti sudah mengenal kamu dekat. Mungkinkah, aku jatuh cinta pada pandangan pertama," ucap Bram dengan tak tahu malunya.Inara tertawa.Ucapan Bram begitu lucu terdengar di telinga Inara.Dia tak menyangka, kalau Bram akan secepat itu tergoda dengannya. Sungguh menjijikan!"Ternyata, kamu bukan laki-laki yang setia. Aku kira, setelah kamu melenyapkan aku. Kamu akan menikahi kekasih tercintamu," ucap Inara lagi.Suatu hari nanti, dia akan membuat Bram mati terkejut saat mengetahui dirinya belum mati. Bahkan, mampu membuatnya begitu tergila-gila.Sementara itu, Monika yang baru saja datang dari toilet, begitu terkejut melihat keduanya bercengkrama.Dia sontak langsung mengamuk dan Inara menjadi sasaran empuk.Byur!Diambilnya soft drink dan langsung menyiramkan minuman itu ke wajah Inara.Melihat kekacauan yang di luar rencana, Rizky yang sedang bersama pengusaha lainnya, pun datang menghampiri mereka.Pria itu tampak sangat marah."Berani kamu menyentuh orangku, akan kupenjarakan kau! Seharusnya, kamu itu marah pada suami atau kekasih kamu. Bukan malah mengamuk ke sekretarisku!" ucap Rizky tegas.Mendengar itu, Inara menahan tawa. "Mungkin, dia ada pengalaman menjadi seorang penggoda, makanya, dia sangat takut kekasihnya digoda wanita lain," timpalnya menyindir Monika.Seketika saja, kekasih Bram itu marah.Dia hendak menampar wajah Inara. Namun, Rizky sudah lebih dulu menangkapnya dan memelintir tangannya.“Arrgh! Lepaskan! Tolong!” erangnya meminta tolong.Rizky akhirnya melepaskan tangan Monika.Wanita itu begitu terkejut, hingga kehilangan keseimbangan dan terjatuh."Bawa kekasihmu pergi dari tempat ini, sekarang juga! Jika kamu berniat mendekati sekretaris saya, bersikaplah gentle! Kamu harus memilih, sekretaris saya atau kekasihmu!" tantang Rizky pada Bram. Dia ingin lihat, siapa yang mantan suami Inara itu pilih.Bram langsung menarik tangan Monika dengan kasar–meninggalkan tempat itu.Rizky dan Inara saling menatap–memberi isyarat bahwa rencana mereka mulai bekerja.Sementara itu, Monika masih terus meronta dari Bram.Namun, pria itu seolah menulikan telinganya."Lepas! Aku benar-benar kecewa sama kamu, Mas. Bukankah kamu mau nikahi aku secepatnya? Aku capek dengan harapan palsu. Kalau kamu tak menikahiku, tak apa. Tapi, aku akan laporkan kepada polisi perbuatan kamu kepada Inara. Biar kamu masuk penjara, dan hidup kamu hancur. Jika aku tak bisa memiliki kamu, dia pun tak boleh memiliki kamu!" ancam Monika berani.Dia memang memiliki kartu AS Bram.Pria itu sontak terdiam.Bram teringat rencana awal mereka, yakni menikah.Tak ada lagi yang akan menghalangi hubungan mereka lagi.Sang papi sudah tak berdaya. Semua harta kekayaan Pak Susilo dikuasai Mami Diana dan juga Bram.Lantas apalagi yang ditunggu?Hanya saja, senyum wanita yang namanya Felisa tadi terus terbayang di pikirannya. Bram berusaha menepisnya.Seketika, pria itu pun menghela napas. "Iya, aku akan menikahi kamu secepatnya," ucap Bram menenangkan Monika.Wanita itu sontak tersenyum bahagia. "Serius? Yes! Makasih, Mas.”Segera dia memeluk Bram erat.Dalam bayangannya, dia dapat menguasai harta pria itu secara perlahan.Toh, mana sudi dia mencintai pria kejam seperti itu kalau bukan karena harta?Sayangnya, Bram tak tahu akan itu.Monika tersenyum dalam hati. Terlebih, pertengkaran keduanya seketika digantikan tentang rencana pernikahan mereka.Monika akan memastikan pernikahannya sangat mewah, hingga membuat orang-orang iri padanya! 'Memang paling bahagia jika memiliki pria kaya yang bodoh,' batinnya dalam hati.Sementara itu … Inara dan Rizky juga sudah memutuskan untuk pulang.Mereka kini berada di apartemen Inara.Namun, perempuan itu tampak sedikit murung."Ada apa?" tanya Rizky pada akhirnya."Rizky, aku ingin bertemu bundaku," jawab Inara cepat, "apakah boleh?"Meski senang karena rencana menghancurkan Bram tampak menunjukkan keberhasilan, tetapi melihat wajah orang-orang yang dibencinya membuat Inara muak.Rizky mengangguk, mengerti.Sebenarnya, pria itu bahkan ingin merengkuh tubuh Inara untuk menenangkannya.Namun, Rizky menahan diri. Dia tak ingin Inara menganggap dirinya memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan."Aku mengerti perasaanmu, Ra. Tapi, keadaan bisa menjadi kacau bila mereka tahu kalau kamu Inara!" tegasnya sembari bersedekap tangan di dada.Matanya menyorot Inara dalam. Bukannya dia ingin memisahkan Inara dengan keluarganya yang tersisa, tetapi rencana balas dendamnya justru bisa gagal bila Bram dan orang-orangnya mengetahui Felisa adalah Inara. Mereka bisa saja waspada pada keduanya. Bahkan, berbuat hal yang lebih nekad.Seketika, suasana yang melingkupi keduanya menjadi tegang.Inara bahkan menunduk--mencoba berpikir dengan tenang.'Benar juga, apa yang dikatakan Rizky,' batin Inara pada akhirnya, 'aku tak boleh gegabah.'"Bagaimana Inara?" tanya Rizky menyadarkan perempuan itu dari lamunannya.Seketika Inara pun mengangguk.Melihatnya, senyuman perlahan muncul di wajah Rizky. "Baiklah. Nanti, biar aku yang menemui Bunda-mu," ucapnya."Benarkah?""Tentu saja. Aku rasa, beliau masih ingat denganku yang nyaris menjadi calon menantunya dan masih berharap menjadikannya anaknya istriku," tamba Rizky lagi.Deg!Jantung Inara berdegup kencang. "I--istri?"Rizky tersenyum mengingat wajah Inara yang tampak terkejut.Rasanya, pria itu ingin memeluknya dan tak melepaskan Inara selamanya. Sayangnya, dia masih harus menahan diri.Rizky pun mencoba fokus ke rencana berikutnya."Assalamualaikum."Sesuai janjinya pada Inara, Rizky datang menemui ibunya. "Waalaikumsalam," balas wanita paruh baya itu, tetapi wajahnya terkejut kala menyadari siapa pria di depannya, "Rizky?"Pria tampan itu sontak melebarkan senyumannya. Ternyata, dugaannya tak salah. Ibu Inara memang masih mengingatnya, meskipun dia gagal menikah dengan anaknya. Tentu saja, ini kesempatan baginya untuk mendekati Bunda Annisa. Tak butuh waktu lama, Rizky diajak masuk ke dalam rumah. Mereka kini sudah berada di ruang tamu. "Bunda kenapa?" Rizky bertanya. Entah mengapa, Bunda Annisa seketika menangis. Melihat Rizky, dia menjadi teringat anaknya yang belum juga ditemukan. "Pasti kamu ingin menemui Inara 'kan? Inara hilang, Nak," ucap Bunda Annisa sembari sesegukan, "mantan sua
Buah tak jatuh jauh dari pohonnya.Itulah yang terjadi pada Mami Diana dan Bram.Cinta dapat membutakan mata ibu dan anak itu, seperti saat ini."Felisa?" kejut Bram menyadari wanita yang menarik hatinya sedang berada di ojek online. Dia langsung melajukan mobilnya kencang dan berhenti di depan motor Felisa.CITTT!Supir ojek pun akhirnya langsung mengerem secara mendadak."Mobil siapa sih? Bikin orang celaka saja!" gerutu Inara.Namun, perempuan itu seketika terkejut saat melihat Bram turun dari mobil menghampiri dia. Pria itu tampak arogan dan penuh kepercayaan diri.Inara menghela napas. Bram memang memiliki wajah tampan, tapi masih kalah jika dibandingkan Rizky. Kekayaan Rizky pun lebih melimpah, tetapi dia rendah hati.Inara menggelengkan kepalanya karena pikirannya terus saja ke Rizky."Hai, akhirnya kita bertemu lagi," ucap Bram yang terlihat tersenyum. "Sayangnya, aku tak suka dengan pertemuan kita ini. Kamu hampir saja membuat aku kecelakaan," sahut Inara ketus. Bram tersen
Bram dan Inara tampak terkejut.Pria itu bahkan seketika marah. "Anda itu hanya bosnya, tak ada hak akan hidupnya! Saya akan menikahi Felisa, dan menyuruh dia berhenti dari perusahaan Anda. Saya akan memberikan dia fasilitas mewah. Membayar berkali-kali lipat gajinya di perusahaan Anda!" ucap Bram dengan sombongnya."Selama Anda belum meninggalkan kekasih Anda, Saya tak akan mengizinkan sekretaris saya bersama Anda! Felisa wanita baik-baik. Bukan wanita murahan yang hanya Anda jadikan tempat pelampiasan nafsu saja!"Ucapan Rizky yang tepat sasaran membuat wajah Bram terlihat memerah. Dia juga tampak mengepalkan tangannya."Tak perlu marah seperti itu! Ada harga yang harus terbayar. Jangan menganggap wanita bisa dibayar dengan uang, yang rela menyerahkan tubuhnya semudah itu," sindir Rizky. Rizky langsung menarik tangan Inara meninggalkan restoran itu. "Brengsek!"Bram tak terima. Dia berniat untuk bertindak nekat memaksa Inara menikah dengannya. Di dalam mobil Inara tampak bertengka
"Sayang, sepertinya aku butuh liburan. Apa kamu bisa memberikan aku uang?" rayu Monika. Ide yang bagus bagi Bram. Dengan seperti ini, dia bisa dekat dengan Inara. "Ya, pergilah! Kamu butuh liburan menjelang pernikahan kita. Apa 10 juta cukup?" ujar Bram. "20 juta. 10 juga tak akan cukup," sahut Monika. Bram tak ingin berdebat. Dia langsung transfer sejumlah uang yang Monika inginkan. Monika tampak tersenyum bahagia. Akhirnya dia bisa pergi berlibur dengan selingkuhannya. Hubungannya dengan Bram akhir-akhir ini begitu menjenuhkan. Dia membutuhkan liburan. Monika tampak sudah bersiap-siap. Dia tak peduli pada Bram yang terlihat cuek kepadanya. Bagi Monika yang terpenting, Bram masih terus memberikan dia uang. Memenuhi keinginannya. "Sayang, apa kamu tak ingin mengantarkan aku ke bandara?" Monika tampak berbasa-basi. Dia yakin, Bram tak akan mau. "Maaf, aku tak bisa mengantarkan kamu! Aku harus segera sampai di kantor secepatnya. Have fun ya liburannya. Kabari aku, jika kamu mau
"Yeay!" teriak Bram dan Diana bahagia.Rencana mereka berhasil! Meskipun perbuatan yang mereka lakukan salah, keduanya sudah gelap mata. Mami Diana bahkan bersedia membantu Bram terlepas dari Monika. Jadi, di sinilah Bram berniat menemui Felisa, dan menunjukkan keseriusannya. Bram memang seperti tak waras, jika sudah jatuh cinta dengan wanita. Padahal dulu, dia begitu mencintai Monika, dan kini kedudukannya sudah di ganti Felisa. "Biarkan saja dia senang-senang dulu Bram. Setelah dia pulang, Mami baru akan menemui dia. Coba kamu ajak wanita itu ke rumah! Mami ingin mengenal, wanita yang membuat kamu begitu tergila-gila," Mami Diana berkata kepada sang anak.Susilo kini hanya bisa diam tak berdaya. Berharap ada orang iba kepadanya, dan menyelamatkan dia. Jika Allah mengizinkan dan memberikan dia kesempatan hidup. Dia ingin membalas semua perbuatan anak dan istrinya. Dia tak rela perusahaan miliknya bangkrut, karena anaknya. Rizky mengerem mobilnya secara mendadak, membuat Inara ka
Mami Diana menyambut "Felisa" dengan baik, seperti yang dilakukan kepada Inara dulu di awal pertemuan. Dia terlihat seperti sosok wanita yang lembut, dan ramah.Terkadang, Inara masih merasa seperti mimpi. Bagaimana bisa wanita yang awalnya terlihat baik itu, bisa begitu jahat. "Ternyata, benar apa yang dikatakan Bram. Kamu sangat cantik dan seksi, Fel. Pantas saja anak Mami begitu tergila-gila sama kamu. Semoga saja, kamu mau menikah dengan Bram," ucap Mami Diana bersikap manis ketika mereka berada di meja makan untuk dinner.Inara pun mengangguk dan tersenyum manis. " Terima kasih, Tante. Ehm, tapi maaf. Aku tak bisa jika Bram masih menjalin hubungan dengan kekasihnya. Aku tak ingin disebut perebut kekasih orang karena aku paling tak suka perselingkuhan," sahutnya.Bram menjadi tersedak. Dia merasa tertampar dengan ucapan perempuan itu.Untungnya, sang mami langsung sigap memberikan Bram air putih. "Terima kasih, Mi."Inara tersenyum dalam hati melihat itu.Dia pun memulai seranga
Bram hanya bisa menatap kepergian Inara bersama kedua laki-laki berbadan besar-yang mengaku bodyguardnya. Dia masih dibuat tercengang-tak percaya. "Aku ingin tahu, siapa sebenarnya kamu?"Bram melajukan kendaraan menuju apartemen tempat dia tinggal bersama Monika. Tak butuh waktu lama, dia sudah sampai. Dia langsung menuju unit apartemennya. Suasana tampak sepi, karena Monika belum kembali dari berlibur. "Menjenuhkan sekali! Andai Felisa menjadi istriku, pasti aku tak kesepian seperti ini," ucap Bram sambil melempar jas yang dia kenakan ke sofa yang berada di ruang TV. Dia pun akhirnya memilih untuk mandi. "Apa Felisa wanita simpanan CEO perusahaan Aditama? Rasanya tak mungkin, jika dia hanya seorang sekretaris biasa. Huhf, selalu gagal aku mendekatinya!" Bram masih terus bertanya-tanya. Apa yang terjadi tadi, sungguh di luar nalarnya. Pikirannya menjadi kacau. Lamunannya terhenti, karena ponselnya berdering. Dia raih benda pipi itu di atas nakasnya. Ternyata, Monika yang mengh
"Kamu jangan salah paham dulu! Aku ini sedang berbicara dengan teman kuliahku. Ada masalah akademik yang harus aku selesaikan. Setelah kita pulang berlibur, aku harus segera mengurusnya," jelas Romeo bohong. Tentu saja dia memilih berbohong. Apa jadinya nanti, jika Monika tahu? Kalau dia selama ini menjalin hubungan dengan seorang nenek-nenek. Dia lakukan demi uang. "Ayo kita ke kamar! Kita lanjutkan yang tadi sempat tertunda. Maaf, sudah membuat kamu kesal. Makanya sekarang, aku ingin membuat kamu senang," rayu Romeo yang langsung menarik tangan Monika- mengajaknya ke kamar. Tanpa basa-basi terlebih dahulu, Romeo sudah langsung melucuti pakaian Monika. Membuat tubuh Monika dalam keadaan polos. Setelah itu, dia pun melakukan hal yang sama. Kini tubuh mereka berdua sudah sama-sama polos. Berbeda halnya dengan mereka yang sedang melambung tinggi ke angkasa, Mami Diana justru merasa kesal. Merasa diabaikan. Padahal dia kerap memberikan uang yang banyak kepada Romeo. "Aku tak akan mel
"Mengapa kamu ada di kamar saya? Dasar pembantu tak tahu diri. Kamu sengaja ya mengambil kesempatan, di saat istri saya sedang tak ada?" Gio berkata sinis. "Saya ini korban Bapak. Bapak yang memaksa saya untuk melakukan. Bapak sudah melecehkan saya," sahut Monika terisak tangis. Dia berakting, seolah dia pihak yang dirugikan. "Bapak mabuk saat pulang ke rumah, dan bapak memaksa saya karena mengira saya adalah Bu Sita," jelas Monika membuat Gio merasa tersudut. "Baiklah, saya akan bayar uang tutup mulut untuk kamu. Anggap saja, semalam saya habis menyewa kamu. Jangan pernah katakan pada siapapun, apa yang terjadi pada kita! Anggap semua gak pernah terjadi diantara kita," ucap Gio sombong. Dia mengusir Monika dari kamarnya. Gio mengerutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia melakukan dengan seorang pembantu. "Kalau saya nanti hamil gimana Pak? Semalam, Bapak melakukannya tidak hanya satu kali. Bapak juga membuangnya di dalam," Monika berkata. "Tak perlu khawatir! Istri saya dan selin
"Jawab Mas! Aku ingin dengar kejujuran kamu," Sita memaksa suaminya menjawab. Gio terlihat hanya diam. Namun, merasa gusar. Namanya bangkai yang ditutupi, pada akhirnya akan terbongkar. Sita terlihat kecewa di benar-benar syok, tak percaya suaminya akan selingkuh darinya. Sita menangis. Dia sudah tak sanggup menahan air matanya lagi. Wanita mana yang tak merasa sakit, saat mengetahui suami tercintanya ternyata bermain api di belakangnya. "Kalau Mas tak menjawab, berarti benar. Mas selingkuh. Aku ingin kita cerai," ucap Sita tegas. Meskipun selama ini suaminya selalu memberikan kemewahan. Dia tetap manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan. Dia merasa tak terima. Melihat sang istri memasukkan barang-barangnya, Gio terlihat panik. Dia langsung beranjak turun menghampiri istrinya. Kemudian memeluknya dari belakang. "Aku mohon, maafkan aku! Aku khilaf. Aku janji tak akan mengulanginya lagi. Aku cinta sama kamu," Gio memohon agar Sita mau memaafkan dirinya. Sita membalikkan tubu
Gio sudah terbangun, dan tak melihat sang istri di kamarnya. "Kemana dia?" Gio berkata. Dia memilih untuk mandi dahulu, sebelum mencari keberadaan sang istri. Kemarin-kemarin, dia kurang tidur. Hingga baru sekarang dia merasa lemas. Dia kerap berolahraga ranjang, selama bersama Liana kemarin. Kini dia sudah merasa lebih segar. Gio langsung keluar dari kamar dan mencari keberadaan sang istri. Namun, di luar pun sang istri tak ada. "Kemana Ibu?" Tanya Gio kepada Monika. Dia masih saja bersikap dingin kepada Monika. "Ibu pergi lagi, Pak. Tak lama Bapak pulang," jawab Monika. Tanpa berbasa-basi lagi, Gio langsung kembali ke kamar lagi. "Sepertinya, Sita sangat marah. Tak biasanya dia seperti itu."Gio mencoba menghubungi sang istri melalui ponsel pintarnya. Namun, berkali-kali dia menghubungi sang istri. Sang istri tak mengangkatnya. "Si*al! Berani-beraninya dia mengabaikan telepon dariku," umpat Gio. Wajah Gio terlihat sangat kesal. Selama ini, sang istri tak pernah berani bersik
Setelah di rawat selama tiga hari, hari ini Inara dan kedua anaknya sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Kondisi Inara sudah membaik, hanya tinggal pemulihan saja. Rizky sudah mengurus administrasi kepulangan sang istri. "Sekarang, kita sudah boleh pulang," ujar Rizky kepada sang istri. Inara tampak sumringah. Akhirnya, dia bisa merasakan tidur nyenyak di rumah. Meskipun dia di rawat di ruang eksekutif, tetap saja lebih nyaman tidur di kasur empuk di rumah. "Apa semua sudah dibawa? Tak ada yang ketinggalan lagi?" Tanya Rizky kepada baby sister kedua anaknya. "Sudah, Pak," jawab salah seorang baby sister. Rizky sudah menyiapkan kursi roda, untuk sang istri turun nanti ke lobby. Dia khawatir sang istri belum kuat berjalan. "Sudah mas, aku jalan saja! Aku kuat kok, Mas. Mas gak usah khawatir," ucap Inara menyakinkan. "Gak apa-apa. Kamu duduk di sini aja, biar mas dorong," Rizky berkata. Rizky mempekerjakan dua orang baby sister untuk membantu sang istri, mengurus kedua anaknya. Di
Suasana tampak tegang, Inara dan Rizky kini sudah berada di ruang operasi. Sejak tadi Rizky menggenggam tangan istrinya erat, menguatkannya. "Jangan tegang ya! Ada mas di samping kamu," bisik Rizky dan Inara tampak menganggukkan kepalanya lemah. Operasi mulai berjalan. Rizky dapat melihat perjuangan sang istri, untuk melahirkan kedua buah hatinya. Sejak tadi dia tak melepas genggamannya, dan membisikkan kata-kata cinta untuk menguatkan istrinya. Suara penuh haru, saat satu persatu anak mereka terlahir ke dunia. Suara tangis kedua anak mereka terdengar. Rizky sampai meneteskan air matanya. Mereka kini sudah menjadi orang tua. "Selamat ya Sayang, kamu sudah menjadi seorang ibu. Alhamdulillah anak kita terlahir dengan selamat, sehat, dan tanpa kurang satupun. I love you," Rizky membisikkannya di telinga istrinya. Dokter meletakkan bayi mereka secara bergantian, di dada Inara untuk dilakukan inisiasi dini. Setelah selesai, kedua bayi mungil itu diambil kembali untuk dibersihkan. Sete
"Mas—" Ucapannya terhenti. Inara mengurungkan niatnya untuk bicara. "Kenapa? Kok berhenti ngomongnya?" Rizky bertanya lembut kepada sang istri. Bukannya menjawab, Inara justru menatapnya lekat. Rizky menautkan alisnya, seolah bertanya gerangan apa yang ingin istrinya katakan. "Kalau umur aku gak panjang gimana? Apa kamu akan menikah kembali dengan wanita lain? Mencari ibu sambung untuk kedua anak kita," akhirnya Inara mengungkapnya. Mendengar penuturan sang istri, Rizky merasa tak suka. "Aku gak suka kamu bicara seperti itu. Sampai kapanpun hanya kamu istri aku dan ibu Anak-anak kita. Kamu harus ingat perjuangan cinta kita sampai ke titik sekarang ini. Kita sama-sama berat melewatinya. Udah ya, jangan bicara seperti itu! Kita berdoa, semoga operasi sesar kamu besok berjalan lancar. Kamu dan kedua anak kita selamat dan sehat. Kita bisa berkumpul bersama," ucap Rizky panjang lebar. Inara terdiam. Perasaannya menjelang persalinan, semakin deg-degan. Dia khawatir, nyawanya tak tertol
"Sayang, sepertinya aku besok harus berangkat ke Yogyakarta untuk beberapa hari. Ada pekerjaan yang gak bisa aku tinggalkan," ucap Gio yang kini masih memeluk istrinya. Sita memiliki wajah yang cantik. Dia juga memiliki body dan juga kulitnya yang putih mulus. Tentu saja Gio tak sembarangan memilih seorang istri. "Jadi, aku di tinggal lagi?" Sita terlihat kesal, memanyunkan bibirnya. Lagi-lagi dia harus di tinggal kembali. Padahal, baru hari ini suaminya pulang, dan besok harus pergi lagi meninggalkan dia. "Sabar ya, Sayang! Seperti biasa, aku tak akan lama ke sananya. Setelah urusan selesai, aku akan segera pulang. Aku pun tak akan kuat berpisah dengan kamu," rayu Gio. "Sebagai permintaan maaf aku. Aku akan memberikan kamu uang 100 juta. Kamu bisa gunakan uang itu, untuk shopping atau apapun. Bebas terserah yang kamu mau," ucap Gio lagi. Tentu saja mata Sita langsung berbinar-binar mendengarnya. Dia merasa senang, karena suaminya akan memberikan dia uang, untuk membeli yang dia
"Kapan gue bisa hidup enak lagi sih? Cape gue hidup susah terus," gerutu Monika. Setelah diusir dari rumah Arsyila, kini Monika bekerja menjadi ART di tempat lain. "Monika," teriak sang majikan. "Bisa gak sih, gak usah teriak-teriak. Mentang-mentang orang kaya, sombong banget," umpat Monika dalam hati. Dia tak ingat dirinya dulu. Begitu sombongnya dia. Bahkan dia dulu begitu menghina Inara, dengan sebutan "orang kampung." "Ya Nyonya, sebentar," sahut Monika. Dia pun langsung lari menghampiri majikannya. Jika dia tak segera mendatangi majikannya itu, pastinya Sita akan mengomel padanya. Kini Monika sudah berdiri di hadapan sang majikan. Sita menatapnya tajam. "Ada apa ya Nyonya, memanggil saya?" tanya Monika dengan wajah menunduk. "Kamu tanya ada apa? Ini baju saya kenapa bisa begini? Kamu itu bisa kerja gak sih? Kalau memang gak bisa. Lebih baik kamu saya pecat. Saya butuh pembantu yang berpengalaman," ucap Sita sombong.Monika dibuat tak berdaya. Mungkin, ini balasan untuknya.
Baik Rizky maupun Inara sudah terlihat bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit. Rizky memilih menunggu sang istri, di depan ruang TV. Setelah selesai memakai hijabnya, Inara berjalan keluar menghampiri suaminya. "Ayo Mas, kita berangkat sekarang!" Inara mengajak sang suami. Dia langsung keluar bersama. Rizky meminta sang supir mengantarkan mereka ke rumah sakit. Kini mereka sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Kali ini Rizky memilih menggunakan supir pribadi. "Semoga, kedua anak kita dalam keadaan sehat. Aku khawatir sekali," Rizky membuka pembicaraan. "Aamiin. Aku juga berharap demikian, Mas," sahut Inara.Mobil yang membawa mereka sudah sampai di rumah sakit. Rizky dan Inara turun di lobby rumah sakit, dan mereka langsung masuk ke dalam menuju tempat administrasi pendaftaran. "Kamu duduk aja di sana! Biar aku yang urus pendaftaran," ucap Rizky dan Inara mengiyakan. Inara langsung mencari tempat duduk, menunggu suaminya selesai mendaftar. Seperti biasanya, Rizky yang a