Monika sudah sampai di Jakarta, dia langsung berpisah di bandara dengan Romeo. Mereka akan kembali ke kehidupan mereka masing-masing. "Sayang, aku sudah kembali. Sekarang, aku sudah sampai di apartemen. Aku tunggu ya! I love you," Monika menuliskan pesan chat kepada Bram. Sambil menunggu Bram kembali, Monika memutuskan untuk berendam di bathtub untuk merilekskan tubuhnya. Tubuhnya terasa remuk, karena ulah Romeo. Hal yang sama dilakukan Romeo. Sesampainya di kosannya. Romeo pun langsung menghubungi Mami Diana. Mendengar kekasihnya sudah kembali, dia merasa begitu senang. Diana mengajak Romeo ke rumah, untuk makan malam bersama. Sekaligus dia ingin mengenalkan Romeo kepada anaknya. Romeo menyambutnya dengan senang hati. Namun sebelumnya, dia meminta Mami Diana mengirimkan uang sebanyak 5 juta ke rekeningnya. Dengan alasan, dia ingin pulang kampung menemui orang tuanya untuk membicarakan tentang pernikahannya kepada orang tuanya. "Benar 'kah, kamu akan melakukan hal itu? Kamu yakin
"Mampus gue! Ternyata dia anak Diana. Gue harus hati-hati ini. Kalau tidak, bisa gagal rencana gue untuk mengeruk harta nenek-nenek ini," Romeo bermonolog dalam hati. "Kamu kenapa Bram?" tanya sang mami. Perasaan Romeo kala itu menjadi tegang. Terlebih ekspresi wajah Bram, penuh tanda tanya menatap ke arahnya. "Sebelumnya, apa kita pernah bertemu? Melihat lo, rasanya gue gak aneh. Jangan bilang, lo mau mainin mami gue ya! Kalau sampai hal itu terjadi, lo akan berhadapan sama gue!" Bram berucap to the point kepada Romeo. Melihat ketegangan anaknya dengan kekasihnya, Mami Diana mencoba mencairkannya. Dia mengajak mereka untuk makan malam dulu. Kini mereka sudah di meja makan. Bram terlihat hanya diam. Dia merasa tak suka melihat kemesraan maminya dengan berondongnya. Dia pun dengan Monika tak seperti itu. Prang!Bram membanting sendok dan garpunya dengan kasar, dan beranjak bangkit. Membuat Mami Diana dan Romeo terperanjat kaget, dan menatap ke arah Bram. "Kamu ini kenapa sih?" pe
"Teman kampus. Biasa, mereka suka iseng. Sudahlah, tak penting! Aku tak ingin merusak momen kebersamaan kita. Lupakan saja," ucap Romeo berbohong. Romeo memilih menonaktifkan ponselnya. Dia tak ingin Mami Diana curiga, kalau dia menjalin hubungan dengan wanita lain. Selain dengannya. Dia masih membutuhkan uang Mami Diana. "Sial, sekarang nomornya tak aktif.""Ya Tuhan, aku harus kemana ini. Kalian berdua begitu menyebalkan," ucap Monika. Dengan perasaan terpaksa, Monika pergi meninggalkan apartemen Bram. Dia menjadi dendam kepada Bram. "Jika aku tak bisa memiliki kamu, dia pun tak boleh memiliki kamu!"Monika tak habis pikir, mengapa Bram bisa mendapatkan foto-foto itu. Dia yakin, kalau ini semua rencana Bram untuk bisa bersama Felisa. Tanpa Monika bisa menuntutnya. "Aku pikir, kamu tak akan menyuruh orang untuk mengikuti aku. Aku memang benar-benar bodoh! Aku menjadi kehilangan segalanya. Romeo juga menyebalkan, disaat aku membutuhkannya. Dia tak bisa dihubungi," Monika bermonolo
"Pasti kamu terkejut 'kan? Kami berdua akan menikah. Kamu kesini mau ngapain? Bukankah hubungan kamu sudah berakhir dengan Bram? Itu tandanya, aku sudah tak ada hubungan lagi denganmu," ucap Mami Diana dengan sombongnya. "Brengsek! Dia menipuku. Ternyata, dia menjalin hubungan dengan Nenek-nenek itu. Ehm, apa aku bilang saja ya tentang hubungan aku dengannya? Biar sekalian hancur semua," Monika bermonolog dalam hati. "Hei, mengapa kamu diam? Sudah sana pergi! Jangan pernah tampakkan wajah kamu di depanku lagi! Aku tak ingin melihatmu lagi," Mami Diana mengusir Monika. Monika merasa geram, dia merasa terhina! "Jangan terlalu bangga! Apa Anda sudah mengenal lebih jauh, siapa laki-laki di sebelah Anda saat ini?" sindir Monika. Wajah Romeo berubah pucat. Bom atom sepertinya akan segera meledak. Terlebih saat ini, Diana menatapnya lekat. "Jangan dengarkan apapun yang dia bicarakan! Dia itu merasa iri dengan hubungan kita. Apalagi kamu mengusirnya dari sini," ucap Romeo. Romeo mencoba
Akhirnya, Monika ikut bersama Romeo. Selama dalam perjalanan, Monika terlihat hanya diam saja. Dia juga lebih memilih menatap ke arah jalanan. Bukan itu saja, Monika juga terlihat menghempaskan tangan Romeo. Saat Romeo bersikap usil, berusaha menggodanya"Ayo, kita turun! Apa kamu mau ikut supirnya saja?" goda Romeo sambil memainkan alisnya. Romeo terkekeh melihat ekspresi wajah Monika yang baginya begitu menggemaskan. Sebenarnya, dia memiliki perasaan cinta kepada Monika. Namun sayangnya, Monika masih saja ingin mempertahankan Bram. Hingga akhirnya, mau tak mau Romeo harus membuang perasaannya cintanya kepada Monika. Bram memiliki segalanya, sangat berbeda dengan Romeo. Tentu saja, dia tak ingin hanya makan cinta saja. Terlebih, Romeo seorang gigolo. Dia tak percaya, kalau Romeo mencintainya. Monika selalu menghindar, jika Romeo berkata cinta kepadanya. "Ayo masuk! Memangnya, kamu mau di sini terus? Kosan aku memang tak semewah apartemen mantan kekasih kamu. Tapi paling tidak, kamu
"Katakan saja, tak usah berbohong!" sindir Rizky."Sejak awal aku menikah dengannya, aku memang tak pernah mencintai dia. Aku hanya terpaksa menerima perjodohan dengannya. Apalagi, saat seperti sekarang ini. Tujuan aku hanya ingin membalaskan dendam kepadanya. Sebenarnya aku—" Inara menghentikan ucapannya. "Ada apa?" tanya Rizky. Namun, Inara justru menggelengkan kepalanya.Tiba-tiba saja, dia teringat apa yang dilakukan orang tua Rizky kepadanya dulu. Hingga akhirnya Inara memilih untuk diam, dan memendam perasaannya. Sebenarnya Rizky berharap Inara mengatakan perasaannya kepadanya. Namun akhirnya, Rizky mencoba mengerti. Yang terpenting baginya saat ini, Inara tak pernah mencintai Bram. "Ya sudah, tak usah dibahas lagi!" ucap Rizky. "Aku akan menunggu, sampai saatnya tiba! Semoga saja kita bisa berjodoh!" Rizky berkata dalam hati. Saat ini, Pak Susilo sudah berada di rumah sakit di Singapura. Dengan bantuan Rizky, Inara ingin menyembuhkan mantan mertuanya itu. Selama ini Pak Sus
"Iya, aku mau," jawab Monika. Romeo langsung memeluk tubuh Monika, meluapkan rasa bahagianya. "Makasih ya, Sayang! Aku janji, aku akan berusaha membahagiakan kamu. Meskipun aku tak sehebat mantan kekasih kamu," ucap Romeo. Pikir Monika, paling tidak dia memiliki tumpuan untuk bertahan hidup. Disaat Bram membuangnya seperti sekarang. Bram sudah bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Hari ini dia akan berjuang keras untuk mendapatkan tender besar, dia akan bersaing dengan pengusaha lainnya. "Aku yakin, kalau aku yang akan memenangkan tender itu. Dengan seperti itu, perusahaan papi akan bertahan. Dengan rasa percaya dia memasuki tempat pertemuan. Dia datang sendiri kala itu. Hatinya terasa panas, saat Rizky datang bersama wanita pujaannya. Rizky sengaja duduk di sebelah Bram, agar memudahkan dia membuat Bram semakin kesal. Melihat kemesraan dia dengan Felisa. "Jika nantinya, tender ini saya yang menang. Anda tak boleh melarang saya, untuk memiliki sekretaris Anda!" ucap Bram dengan
"Iya, aku tak ingin berzina terus denganmu. Aku pun ingin kamu tinggal bersamaku, agar aku tak merasa kesepian setiap malamnya," ungkap Diana dengan manja. "Ya, sabar dulu! Semua butuh pertimbangan yang matang. Aku tak ingin terlalu terburu-buru. Akhir-akhir ini, kuliahku sangat padat. Otakku terkuras ke sana," ucap Romeo berbohong. "Lantas, sampai kapan aku harus menunggunya?" Diana bertanya untuk memastikan kepada kekasihnya itu. Sama halnya dengan Diana dan Romeo yang sedang berdebat mengenai rencana pernikahan mereka. Bram dan Rizky pun saat ini sedang bertengkar, karena Bram memaksa Inara untuk menikah dengannya. "Kalau sudah ditolak, harusnya Anda itu sadar! Jangan jadi orang yang tak tahu malu seperti itu. Sudah sana, jadi ganggu orang sedang berduaan saja," sindir Rizky dengan wajah mengejek. Bram mengepalkan tangannya, merasa tak terima. Bram hendak memberikan bogeman ke wajah Rizky. "Jangan berani menyentuh saya, jika tak ingin bermasalah dengan pihak hukum!" Ancam Rizk
"Mengapa kamu ada di kamar saya? Dasar pembantu tak tahu diri. Kamu sengaja ya mengambil kesempatan, di saat istri saya sedang tak ada?" Gio berkata sinis. "Saya ini korban Bapak. Bapak yang memaksa saya untuk melakukan. Bapak sudah melecehkan saya," sahut Monika terisak tangis. Dia berakting, seolah dia pihak yang dirugikan. "Bapak mabuk saat pulang ke rumah, dan bapak memaksa saya karena mengira saya adalah Bu Sita," jelas Monika membuat Gio merasa tersudut. "Baiklah, saya akan bayar uang tutup mulut untuk kamu. Anggap saja, semalam saya habis menyewa kamu. Jangan pernah katakan pada siapapun, apa yang terjadi pada kita! Anggap semua gak pernah terjadi diantara kita," ucap Gio sombong. Dia mengusir Monika dari kamarnya. Gio mengerutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia melakukan dengan seorang pembantu. "Kalau saya nanti hamil gimana Pak? Semalam, Bapak melakukannya tidak hanya satu kali. Bapak juga membuangnya di dalam," Monika berkata. "Tak perlu khawatir! Istri saya dan selin
"Jawab Mas! Aku ingin dengar kejujuran kamu," Sita memaksa suaminya menjawab. Gio terlihat hanya diam. Namun, merasa gusar. Namanya bangkai yang ditutupi, pada akhirnya akan terbongkar. Sita terlihat kecewa di benar-benar syok, tak percaya suaminya akan selingkuh darinya. Sita menangis. Dia sudah tak sanggup menahan air matanya lagi. Wanita mana yang tak merasa sakit, saat mengetahui suami tercintanya ternyata bermain api di belakangnya. "Kalau Mas tak menjawab, berarti benar. Mas selingkuh. Aku ingin kita cerai," ucap Sita tegas. Meskipun selama ini suaminya selalu memberikan kemewahan. Dia tetap manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan. Dia merasa tak terima. Melihat sang istri memasukkan barang-barangnya, Gio terlihat panik. Dia langsung beranjak turun menghampiri istrinya. Kemudian memeluknya dari belakang. "Aku mohon, maafkan aku! Aku khilaf. Aku janji tak akan mengulanginya lagi. Aku cinta sama kamu," Gio memohon agar Sita mau memaafkan dirinya. Sita membalikkan tubu
Gio sudah terbangun, dan tak melihat sang istri di kamarnya. "Kemana dia?" Gio berkata. Dia memilih untuk mandi dahulu, sebelum mencari keberadaan sang istri. Kemarin-kemarin, dia kurang tidur. Hingga baru sekarang dia merasa lemas. Dia kerap berolahraga ranjang, selama bersama Liana kemarin. Kini dia sudah merasa lebih segar. Gio langsung keluar dari kamar dan mencari keberadaan sang istri. Namun, di luar pun sang istri tak ada. "Kemana Ibu?" Tanya Gio kepada Monika. Dia masih saja bersikap dingin kepada Monika. "Ibu pergi lagi, Pak. Tak lama Bapak pulang," jawab Monika. Tanpa berbasa-basi lagi, Gio langsung kembali ke kamar lagi. "Sepertinya, Sita sangat marah. Tak biasanya dia seperti itu."Gio mencoba menghubungi sang istri melalui ponsel pintarnya. Namun, berkali-kali dia menghubungi sang istri. Sang istri tak mengangkatnya. "Si*al! Berani-beraninya dia mengabaikan telepon dariku," umpat Gio. Wajah Gio terlihat sangat kesal. Selama ini, sang istri tak pernah berani bersik
Setelah di rawat selama tiga hari, hari ini Inara dan kedua anaknya sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Kondisi Inara sudah membaik, hanya tinggal pemulihan saja. Rizky sudah mengurus administrasi kepulangan sang istri. "Sekarang, kita sudah boleh pulang," ujar Rizky kepada sang istri. Inara tampak sumringah. Akhirnya, dia bisa merasakan tidur nyenyak di rumah. Meskipun dia di rawat di ruang eksekutif, tetap saja lebih nyaman tidur di kasur empuk di rumah. "Apa semua sudah dibawa? Tak ada yang ketinggalan lagi?" Tanya Rizky kepada baby sister kedua anaknya. "Sudah, Pak," jawab salah seorang baby sister. Rizky sudah menyiapkan kursi roda, untuk sang istri turun nanti ke lobby. Dia khawatir sang istri belum kuat berjalan. "Sudah mas, aku jalan saja! Aku kuat kok, Mas. Mas gak usah khawatir," ucap Inara menyakinkan. "Gak apa-apa. Kamu duduk di sini aja, biar mas dorong," Rizky berkata. Rizky mempekerjakan dua orang baby sister untuk membantu sang istri, mengurus kedua anaknya. Di
Suasana tampak tegang, Inara dan Rizky kini sudah berada di ruang operasi. Sejak tadi Rizky menggenggam tangan istrinya erat, menguatkannya. "Jangan tegang ya! Ada mas di samping kamu," bisik Rizky dan Inara tampak menganggukkan kepalanya lemah. Operasi mulai berjalan. Rizky dapat melihat perjuangan sang istri, untuk melahirkan kedua buah hatinya. Sejak tadi dia tak melepas genggamannya, dan membisikkan kata-kata cinta untuk menguatkan istrinya. Suara penuh haru, saat satu persatu anak mereka terlahir ke dunia. Suara tangis kedua anak mereka terdengar. Rizky sampai meneteskan air matanya. Mereka kini sudah menjadi orang tua. "Selamat ya Sayang, kamu sudah menjadi seorang ibu. Alhamdulillah anak kita terlahir dengan selamat, sehat, dan tanpa kurang satupun. I love you," Rizky membisikkannya di telinga istrinya. Dokter meletakkan bayi mereka secara bergantian, di dada Inara untuk dilakukan inisiasi dini. Setelah selesai, kedua bayi mungil itu diambil kembali untuk dibersihkan. Sete
"Mas—" Ucapannya terhenti. Inara mengurungkan niatnya untuk bicara. "Kenapa? Kok berhenti ngomongnya?" Rizky bertanya lembut kepada sang istri. Bukannya menjawab, Inara justru menatapnya lekat. Rizky menautkan alisnya, seolah bertanya gerangan apa yang ingin istrinya katakan. "Kalau umur aku gak panjang gimana? Apa kamu akan menikah kembali dengan wanita lain? Mencari ibu sambung untuk kedua anak kita," akhirnya Inara mengungkapnya. Mendengar penuturan sang istri, Rizky merasa tak suka. "Aku gak suka kamu bicara seperti itu. Sampai kapanpun hanya kamu istri aku dan ibu Anak-anak kita. Kamu harus ingat perjuangan cinta kita sampai ke titik sekarang ini. Kita sama-sama berat melewatinya. Udah ya, jangan bicara seperti itu! Kita berdoa, semoga operasi sesar kamu besok berjalan lancar. Kamu dan kedua anak kita selamat dan sehat. Kita bisa berkumpul bersama," ucap Rizky panjang lebar. Inara terdiam. Perasaannya menjelang persalinan, semakin deg-degan. Dia khawatir, nyawanya tak tertol
"Sayang, sepertinya aku besok harus berangkat ke Yogyakarta untuk beberapa hari. Ada pekerjaan yang gak bisa aku tinggalkan," ucap Gio yang kini masih memeluk istrinya. Sita memiliki wajah yang cantik. Dia juga memiliki body dan juga kulitnya yang putih mulus. Tentu saja Gio tak sembarangan memilih seorang istri. "Jadi, aku di tinggal lagi?" Sita terlihat kesal, memanyunkan bibirnya. Lagi-lagi dia harus di tinggal kembali. Padahal, baru hari ini suaminya pulang, dan besok harus pergi lagi meninggalkan dia. "Sabar ya, Sayang! Seperti biasa, aku tak akan lama ke sananya. Setelah urusan selesai, aku akan segera pulang. Aku pun tak akan kuat berpisah dengan kamu," rayu Gio. "Sebagai permintaan maaf aku. Aku akan memberikan kamu uang 100 juta. Kamu bisa gunakan uang itu, untuk shopping atau apapun. Bebas terserah yang kamu mau," ucap Gio lagi. Tentu saja mata Sita langsung berbinar-binar mendengarnya. Dia merasa senang, karena suaminya akan memberikan dia uang, untuk membeli yang dia
"Kapan gue bisa hidup enak lagi sih? Cape gue hidup susah terus," gerutu Monika. Setelah diusir dari rumah Arsyila, kini Monika bekerja menjadi ART di tempat lain. "Monika," teriak sang majikan. "Bisa gak sih, gak usah teriak-teriak. Mentang-mentang orang kaya, sombong banget," umpat Monika dalam hati. Dia tak ingat dirinya dulu. Begitu sombongnya dia. Bahkan dia dulu begitu menghina Inara, dengan sebutan "orang kampung." "Ya Nyonya, sebentar," sahut Monika. Dia pun langsung lari menghampiri majikannya. Jika dia tak segera mendatangi majikannya itu, pastinya Sita akan mengomel padanya. Kini Monika sudah berdiri di hadapan sang majikan. Sita menatapnya tajam. "Ada apa ya Nyonya, memanggil saya?" tanya Monika dengan wajah menunduk. "Kamu tanya ada apa? Ini baju saya kenapa bisa begini? Kamu itu bisa kerja gak sih? Kalau memang gak bisa. Lebih baik kamu saya pecat. Saya butuh pembantu yang berpengalaman," ucap Sita sombong.Monika dibuat tak berdaya. Mungkin, ini balasan untuknya.
Baik Rizky maupun Inara sudah terlihat bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit. Rizky memilih menunggu sang istri, di depan ruang TV. Setelah selesai memakai hijabnya, Inara berjalan keluar menghampiri suaminya. "Ayo Mas, kita berangkat sekarang!" Inara mengajak sang suami. Dia langsung keluar bersama. Rizky meminta sang supir mengantarkan mereka ke rumah sakit. Kini mereka sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Kali ini Rizky memilih menggunakan supir pribadi. "Semoga, kedua anak kita dalam keadaan sehat. Aku khawatir sekali," Rizky membuka pembicaraan. "Aamiin. Aku juga berharap demikian, Mas," sahut Inara.Mobil yang membawa mereka sudah sampai di rumah sakit. Rizky dan Inara turun di lobby rumah sakit, dan mereka langsung masuk ke dalam menuju tempat administrasi pendaftaran. "Kamu duduk aja di sana! Biar aku yang urus pendaftaran," ucap Rizky dan Inara mengiyakan. Inara langsung mencari tempat duduk, menunggu suaminya selesai mendaftar. Seperti biasanya, Rizky yang a