Kedua orang tua Rizky baru saja sampai di apartemen sang anak. Mereka menekan bel berkali-kali, karena sang anak tak juga membuka pintu. Tentu saja hal itu membuat sang papa merasa kesal. "Sabar Mas, mungkin Rizky sedang di kamar mandi. Atau mungkin, dia tak ada ya di dalam. Mama coba hubungi lewat telepon dulu," sang istri mencoba menenangkan. "Ya sudah, telepon sana! Bikin kesal orang tua aja. Makanya, papa ingin segera menikahkan dia. Biar tak hidup seenaknya seperti sekarang," sang papa meluapkan rasa kesalnya. Sampai akhirnya, Rizky menerima panggilan telepon dari sang mama. Dengan mata masih mengantuk, dan kepala masih terasa berat. Dia meraih ponsel di atas nakasnya."Ya, Ma. Ada apa?" Rizky menjawab panggilan telepon dari sang mama. Suaranya masih terdengar berat, suara khas baru bangun tidur. Rizky terkejut, saat mendengar kedua orang tuanya berada di depan pintu apartemen. "Ya ampun, kacau banget sih aku. Sampai mama dan papa telepon aku berkali-kali, gak dengar. Habis
"Maaf, untuk kali ini aku gak bisa. Aku akan tetap mempertahankan hubungan kami, dan segera menikahi wanita pujaanku. Meskipun tanpa restu papa. Sama dengan yang lain. Aku pun ingin bahagia, hidup bersama wanita yang aku cintai. Kelak, aku yang akan menjalani kehidupan ini," ucap Rizky tegas. PLAK! Tamparan mendarat kembali di wajah Rizky. Sang papa terlihat begitu marah, karena Rizky menolak perjodohan sang papa dengan anak sahabatnya. Wajah sang papa sudah terlihat memerah, menatap tajam ke arah Rizky. Dia tampak meremas tangannya, mencoba menahan untuk tidak memukul sang anak. "Dasar anak kurang ajar! Jadi ini balasan yang kamu berikan kepada papa? Papa benar-benar kecewa sama kamu! Bisa-bisanya kamu malah membela wanita itu, dibandingkan papa kamu sendiri," ucap sang papa ketus. "Maafkan aku, Pa! Aku sangat mencintainya, dan aku gak mau kehilangan wanita yang aku cinta untuk kedua kalinya," jelas Rizky. Rizky berharap sang papa mau mengerti, dan memberikan kesempatan kepadanya
"Aku tak ingin mengajarkan kamu menjadi anak pembangkang terhadap orang tua. Setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya," Inara mencoba memberi pengertian. "Ini bukan kesalahan kamu, Ra! Tapi, semua ini keegoisan papaku. Aku yang memilih hidupku, dan aku memilih kamu. Aku sayang kamu."Inara terkejut, saat Rizky memeluk tubuhnya erat. Seakan tak ingin terpisah. Rizky melepaskan pelukannya, dan menatap lekat wajah Inara. Membuat jantung Inara berpacu cepat. Dia pun dibuat melongo, kala Rizky tiba-tiba saja mencium bibirnya. "Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku? Mengapa aku tak bisa menolaknya?" Tanpa melepas pagutannya, Rizky membawa Inara ke ranjang. Rizky mencium bibir Inara begitu rakus, mengukung tubuh mungil Inara. Membuat Inara merasa ketakutan. Inara terus memukul-mukul dada bidang Rizky, berharap Rizky menghentikan kegilaannya. Rizky seakan hilang kendali, dia sampai merobek pakaian yang dikenakan Inara saat itu, dia juga memberikan banyak tanda di leher Inara.
"Brengsek! Jadi ini, yang kamu lakukan di belakangku?"Bukan itu saja, Monika juga menampar wajah Romeo. Dia terlihat sangat marah, merasa tak terima dengan apa yang diperbuat Romeo. Hatinya terasa sakit, saat mengetahui kalau Romeo hanya mempermainkan dia saja. Meskipun dirinya pun tak benar-benar mencintai Romeo. Apa yang dilakukan Monika, tentu saja membuat Romeo begitu marah. Indri-sang kekasih pun merasa tak terima. Dia langsung mendorong Monika, membuat Monika tersungkur. Sontak, semua mata pengunjung di sana kini menatap ke arah Monika. Membuat wajah Monika terlihat memerah menahan rasa malunya. Terlebih saat itu Indri dan Romeo tampak menertawakan dia. "Baguslah sekarang kamu sudah tahu! Selama ini aku memang tak pernah mencintaimu. Lagipula, kamu pun hanya mencintai mantan kekasihmu itu. Untuk apa aku bertahan sama kamu. Sekarang kamu sudah tahu 'kan apa yang sebenarnya? Kamu itu hanya wanita jalang! Wanita yang berada di sampingku, adalah wanita yang benar-benar aku cintai
"Tidak! Malam ini juga, aku minta kamu pergi dari sini! Aku tak ingin kekasihku menyangka aku masih berhubungan denganmu," ucap Romeo dengan sombongnya. Monika menatap Monika dengan kebencian. Dia merasa tak terima. "Kenapa menatap aku seperti itu? Gak suka? Harusnya, kamu bersyukur. Selama ini aku sudah bersikap baik kepadamu. Memberikan tumpangan dan memberikan kamu makan, bahkan aku memberikan kamu uang juga. Sudah sana pergi, aku sudah bosan melihatmu! Ternyata, wajahmu membuat bosan. Pantas saja Bram bosan padamu," Romeo berkata kepada Monika. "Aku bersumpah, akan membalas semua perbuatan kamu!" Monika berucap dalam hati. Dia juga terlihat mengepalkan tangannya. Romeo begitu kasar. Dia langsung mengambil tas Monika, dan melemparnya keluar. Ini kedua kalinya, Monika diperlakukan buruk oleh laki-laki yang sempat menggilai dia. "Sudah sana pergi, tunggu apalagi? Aku lelah, ingin tidur. Semoga kamu bisa mendapatkan laki-laki yang bisa mengikuti kemauan kamu!" Romeo katakan, sebel
Rizky menjadi tak nafsu makan. Dia memilih untuk pergi meninggalkan tempat, tak pedulikan Monika. "Pak, ini gimana temannya?" tanya seorang bapak yang berada di sana. "Dia bukan teman saya Pak. Saya tak kenal dia. Kami hanya sempat bertemu saja di sebuah tempat. Maaf Pak, saya tak ingin berurusan dengan dia. Saya harus segera bekerja. Mungkin, dia lapar kali Pak. Makanya, lemas dan jatuh pingsan," jelas Rizky. Rizky melangkahkan kakinya dengan gagah menuju parkiran mobil, kemudian langsung melajukan mobilnya menuju perusahaan. "Bikin mood buruk saja pagi-pagi!" umpat Rizky. Rizky memasuki perusahaan. Semua karyawan yang bertemu dengannya, menundukkan kepalanya memberi hormat. "Pak Rizky semakin tampan aja ya? Tapi kasihan, sampai sekarang belum punya pendamping. Katanya, Pak Abimanyu menjodohkan dia sama anak sahabatnya. Tapi, dia menolak. Dia masih cinta sama mantan kekasihnya yang gak direstui," ucap seorang karyawan bernama Ayu. "Tapi kayanya, dia dekat banget ya Mbak Felisa.
"Oh iya, kamu mau makan apa Ra? Biar aku belikan sekalian. Kamu harus makan yang banyak, agar cepat sehat. Perut aku pun sudah lapar. Tadi aku gak sempat makan," Rizky bertanya. "Maaf ya! Aku jadi merepotkan kamu terus. Gara-gara kamu mengurus aku, kamu jadi telat makan. Aku nanti saja, belum lapar. Kalau kamu lapar, makan saja duluan," sahut Inara. "Sekali lagi kamu bicara seperti itu, aku cium kamu. Sepertinya, kamu memang sengaja ya berlama-lama di sini. Agar bisa dekat aku terus," goda Rizky. Rizky terlihat tertawa begitu senang, membuat wajah Inara memerah. Mau atau tidak mau, Rizky akan tetap membelikan Inara makanan. Dia ingin Inara segera sehat. "Ya sudah, aku keluar dulu ya," pamit Rizkydan Inara mengiyakan. Rizky pergi meninggalkan rumah sakit, untuk membeli makanan untuk mereka. Dia memilih membeli makanan di sekitar rumah sakit. "Kamu itu selalu membuat aku gemas dan tak akan berpaling darimu." Seutas senyuman melengkung di sudut bibir Rizky. Dia selalu merasa jatuh
"Ternyata, kamu raja tega juga ya," sindir Inara."Sama siapa dulu. Orang jahat begitu, gak pantas di tolong. Kalau sama orang yang aku cinta, mau apapun aku lakukan. Termasuk menyembuhkan Pak Susilo," sahut Rizky. Sayang seribu sayang, Inara masih saja terngiang-ngiang ucapan papanya Rizky. "Makanya, jangan sia-siakan aku! Jangan sampai keduluan cewek lain. Sampai saat ini sih, hati aku masih terpaut dengan nama kamu," ucap Rizky. Dia tampak tersenyum menggoda Inara. Ini bukan pertama kalinya, Rizky setia mendampingi dan mengurusnya. Kesetiaannya telah diuji, saat Inara di Korea dulu untuk masa penyembuhan. Dia rela meninggalkan segalanya, termasuk kedua orang tuanya dan juga perusahaannya. "Ya sudah, tak usah dipikirkan! Nanti yang ada, akan menambah beban pikiran kamu. Yang terpenting sekarang, kamu sehat dulu! Lebih baik sekarang kamu tidur, beristirahat! Biar kamu bisa segera pulang dari rumah sakit," ucap Rizky sambil mengusap kepala Inara dengan lembut. "Kamu tahu gak si, R
"Mengapa kamu ada di kamar saya? Dasar pembantu tak tahu diri. Kamu sengaja ya mengambil kesempatan, di saat istri saya sedang tak ada?" Gio berkata sinis. "Saya ini korban Bapak. Bapak yang memaksa saya untuk melakukan. Bapak sudah melecehkan saya," sahut Monika terisak tangis. Dia berakting, seolah dia pihak yang dirugikan. "Bapak mabuk saat pulang ke rumah, dan bapak memaksa saya karena mengira saya adalah Bu Sita," jelas Monika membuat Gio merasa tersudut. "Baiklah, saya akan bayar uang tutup mulut untuk kamu. Anggap saja, semalam saya habis menyewa kamu. Jangan pernah katakan pada siapapun, apa yang terjadi pada kita! Anggap semua gak pernah terjadi diantara kita," ucap Gio sombong. Dia mengusir Monika dari kamarnya. Gio mengerutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia melakukan dengan seorang pembantu. "Kalau saya nanti hamil gimana Pak? Semalam, Bapak melakukannya tidak hanya satu kali. Bapak juga membuangnya di dalam," Monika berkata. "Tak perlu khawatir! Istri saya dan selin
"Jawab Mas! Aku ingin dengar kejujuran kamu," Sita memaksa suaminya menjawab. Gio terlihat hanya diam. Namun, merasa gusar. Namanya bangkai yang ditutupi, pada akhirnya akan terbongkar. Sita terlihat kecewa di benar-benar syok, tak percaya suaminya akan selingkuh darinya. Sita menangis. Dia sudah tak sanggup menahan air matanya lagi. Wanita mana yang tak merasa sakit, saat mengetahui suami tercintanya ternyata bermain api di belakangnya. "Kalau Mas tak menjawab, berarti benar. Mas selingkuh. Aku ingin kita cerai," ucap Sita tegas. Meskipun selama ini suaminya selalu memberikan kemewahan. Dia tetap manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan. Dia merasa tak terima. Melihat sang istri memasukkan barang-barangnya, Gio terlihat panik. Dia langsung beranjak turun menghampiri istrinya. Kemudian memeluknya dari belakang. "Aku mohon, maafkan aku! Aku khilaf. Aku janji tak akan mengulanginya lagi. Aku cinta sama kamu," Gio memohon agar Sita mau memaafkan dirinya. Sita membalikkan tubu
Gio sudah terbangun, dan tak melihat sang istri di kamarnya. "Kemana dia?" Gio berkata. Dia memilih untuk mandi dahulu, sebelum mencari keberadaan sang istri. Kemarin-kemarin, dia kurang tidur. Hingga baru sekarang dia merasa lemas. Dia kerap berolahraga ranjang, selama bersama Liana kemarin. Kini dia sudah merasa lebih segar. Gio langsung keluar dari kamar dan mencari keberadaan sang istri. Namun, di luar pun sang istri tak ada. "Kemana Ibu?" Tanya Gio kepada Monika. Dia masih saja bersikap dingin kepada Monika. "Ibu pergi lagi, Pak. Tak lama Bapak pulang," jawab Monika. Tanpa berbasa-basi lagi, Gio langsung kembali ke kamar lagi. "Sepertinya, Sita sangat marah. Tak biasanya dia seperti itu."Gio mencoba menghubungi sang istri melalui ponsel pintarnya. Namun, berkali-kali dia menghubungi sang istri. Sang istri tak mengangkatnya. "Si*al! Berani-beraninya dia mengabaikan telepon dariku," umpat Gio. Wajah Gio terlihat sangat kesal. Selama ini, sang istri tak pernah berani bersik
Setelah di rawat selama tiga hari, hari ini Inara dan kedua anaknya sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Kondisi Inara sudah membaik, hanya tinggal pemulihan saja. Rizky sudah mengurus administrasi kepulangan sang istri. "Sekarang, kita sudah boleh pulang," ujar Rizky kepada sang istri. Inara tampak sumringah. Akhirnya, dia bisa merasakan tidur nyenyak di rumah. Meskipun dia di rawat di ruang eksekutif, tetap saja lebih nyaman tidur di kasur empuk di rumah. "Apa semua sudah dibawa? Tak ada yang ketinggalan lagi?" Tanya Rizky kepada baby sister kedua anaknya. "Sudah, Pak," jawab salah seorang baby sister. Rizky sudah menyiapkan kursi roda, untuk sang istri turun nanti ke lobby. Dia khawatir sang istri belum kuat berjalan. "Sudah mas, aku jalan saja! Aku kuat kok, Mas. Mas gak usah khawatir," ucap Inara menyakinkan. "Gak apa-apa. Kamu duduk di sini aja, biar mas dorong," Rizky berkata. Rizky mempekerjakan dua orang baby sister untuk membantu sang istri, mengurus kedua anaknya. Di
Suasana tampak tegang, Inara dan Rizky kini sudah berada di ruang operasi. Sejak tadi Rizky menggenggam tangan istrinya erat, menguatkannya. "Jangan tegang ya! Ada mas di samping kamu," bisik Rizky dan Inara tampak menganggukkan kepalanya lemah. Operasi mulai berjalan. Rizky dapat melihat perjuangan sang istri, untuk melahirkan kedua buah hatinya. Sejak tadi dia tak melepas genggamannya, dan membisikkan kata-kata cinta untuk menguatkan istrinya. Suara penuh haru, saat satu persatu anak mereka terlahir ke dunia. Suara tangis kedua anak mereka terdengar. Rizky sampai meneteskan air matanya. Mereka kini sudah menjadi orang tua. "Selamat ya Sayang, kamu sudah menjadi seorang ibu. Alhamdulillah anak kita terlahir dengan selamat, sehat, dan tanpa kurang satupun. I love you," Rizky membisikkannya di telinga istrinya. Dokter meletakkan bayi mereka secara bergantian, di dada Inara untuk dilakukan inisiasi dini. Setelah selesai, kedua bayi mungil itu diambil kembali untuk dibersihkan. Sete
"Mas—" Ucapannya terhenti. Inara mengurungkan niatnya untuk bicara. "Kenapa? Kok berhenti ngomongnya?" Rizky bertanya lembut kepada sang istri. Bukannya menjawab, Inara justru menatapnya lekat. Rizky menautkan alisnya, seolah bertanya gerangan apa yang ingin istrinya katakan. "Kalau umur aku gak panjang gimana? Apa kamu akan menikah kembali dengan wanita lain? Mencari ibu sambung untuk kedua anak kita," akhirnya Inara mengungkapnya. Mendengar penuturan sang istri, Rizky merasa tak suka. "Aku gak suka kamu bicara seperti itu. Sampai kapanpun hanya kamu istri aku dan ibu Anak-anak kita. Kamu harus ingat perjuangan cinta kita sampai ke titik sekarang ini. Kita sama-sama berat melewatinya. Udah ya, jangan bicara seperti itu! Kita berdoa, semoga operasi sesar kamu besok berjalan lancar. Kamu dan kedua anak kita selamat dan sehat. Kita bisa berkumpul bersama," ucap Rizky panjang lebar. Inara terdiam. Perasaannya menjelang persalinan, semakin deg-degan. Dia khawatir, nyawanya tak tertol
"Sayang, sepertinya aku besok harus berangkat ke Yogyakarta untuk beberapa hari. Ada pekerjaan yang gak bisa aku tinggalkan," ucap Gio yang kini masih memeluk istrinya. Sita memiliki wajah yang cantik. Dia juga memiliki body dan juga kulitnya yang putih mulus. Tentu saja Gio tak sembarangan memilih seorang istri. "Jadi, aku di tinggal lagi?" Sita terlihat kesal, memanyunkan bibirnya. Lagi-lagi dia harus di tinggal kembali. Padahal, baru hari ini suaminya pulang, dan besok harus pergi lagi meninggalkan dia. "Sabar ya, Sayang! Seperti biasa, aku tak akan lama ke sananya. Setelah urusan selesai, aku akan segera pulang. Aku pun tak akan kuat berpisah dengan kamu," rayu Gio. "Sebagai permintaan maaf aku. Aku akan memberikan kamu uang 100 juta. Kamu bisa gunakan uang itu, untuk shopping atau apapun. Bebas terserah yang kamu mau," ucap Gio lagi. Tentu saja mata Sita langsung berbinar-binar mendengarnya. Dia merasa senang, karena suaminya akan memberikan dia uang, untuk membeli yang dia
"Kapan gue bisa hidup enak lagi sih? Cape gue hidup susah terus," gerutu Monika. Setelah diusir dari rumah Arsyila, kini Monika bekerja menjadi ART di tempat lain. "Monika," teriak sang majikan. "Bisa gak sih, gak usah teriak-teriak. Mentang-mentang orang kaya, sombong banget," umpat Monika dalam hati. Dia tak ingat dirinya dulu. Begitu sombongnya dia. Bahkan dia dulu begitu menghina Inara, dengan sebutan "orang kampung." "Ya Nyonya, sebentar," sahut Monika. Dia pun langsung lari menghampiri majikannya. Jika dia tak segera mendatangi majikannya itu, pastinya Sita akan mengomel padanya. Kini Monika sudah berdiri di hadapan sang majikan. Sita menatapnya tajam. "Ada apa ya Nyonya, memanggil saya?" tanya Monika dengan wajah menunduk. "Kamu tanya ada apa? Ini baju saya kenapa bisa begini? Kamu itu bisa kerja gak sih? Kalau memang gak bisa. Lebih baik kamu saya pecat. Saya butuh pembantu yang berpengalaman," ucap Sita sombong.Monika dibuat tak berdaya. Mungkin, ini balasan untuknya.
Baik Rizky maupun Inara sudah terlihat bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit. Rizky memilih menunggu sang istri, di depan ruang TV. Setelah selesai memakai hijabnya, Inara berjalan keluar menghampiri suaminya. "Ayo Mas, kita berangkat sekarang!" Inara mengajak sang suami. Dia langsung keluar bersama. Rizky meminta sang supir mengantarkan mereka ke rumah sakit. Kini mereka sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Kali ini Rizky memilih menggunakan supir pribadi. "Semoga, kedua anak kita dalam keadaan sehat. Aku khawatir sekali," Rizky membuka pembicaraan. "Aamiin. Aku juga berharap demikian, Mas," sahut Inara.Mobil yang membawa mereka sudah sampai di rumah sakit. Rizky dan Inara turun di lobby rumah sakit, dan mereka langsung masuk ke dalam menuju tempat administrasi pendaftaran. "Kamu duduk aja di sana! Biar aku yang urus pendaftaran," ucap Rizky dan Inara mengiyakan. Inara langsung mencari tempat duduk, menunggu suaminya selesai mendaftar. Seperti biasanya, Rizky yang a