Terdengar jeritan Shakira di ruang tengah seketika, membuat para asisten rumah berhamburan keluar dapur. Mata mereka terbelalak, melihat Shakira terkapar di lantai. Ingin membantu tapi takut saat melihat tatapan tajam Jackson saat ini. Pada akhirnya mereka hanya bisa berdiri dengan kepala menunduk. "Ahk, sakit ...."Shakira meringis kala bagian perut bagian bawahnya sekarang terasa amat sakit. "Makanya jangan menghalangi jalanku hah! Dasar wanita tak berguna!" Jackson berseru dengan wajah merah padam. Matanya melirik ke arloji penggelangan tangannya, kala teringat akan ada rapat yang akan diadakan di hotel sebentar lagi. Shakira enggan membalas karena rasa sakit di bawah sana, semakin menjadi-jadi. Dia dapat merasakan sesuatu mengalir dari kedua pangkalnya saat ini. "Astaga! Tuan Jackson ada darah!" Salah seorang asisten rumah berteriak histeris, melihat darah mulai mengalir di atas lantai. Dia mencoba mendekat. Namun, perkataan Jackson menghentikan gerakan kakinya. "Jangan mende
Dengan perlahan Shakira memutar kepala, melihat Anna berdiri di ujung sana sambil memegangi payung. Perasaan Shakira begitu campur aduk saat ini, ada rasa senang karena dapat bertemu teman seperjuangannya dulu, ada rasa malu pula karena Anna melihatnya dalam keadaan tak berdaya sekarang. Shakira melempar senyum kaku sambil memegangi perutnya yang tak terasa sakit lagi. Rembesan darah dari dressnya sekarang pun sudah hilang akibat terpaan air hujan tadi. "Astaga, ternyata benar." Anna reflek berlari kecil menghampiri Shakira. Dia baru saja pulang dari warung kecil, membeli kopi untuk ayahnya dan tak sengaja berpapasan dengan Shakira. "Apa yang kamu lakukan di sini, Shakira? Apa yang terjadi padamu?" tanyanya, penasaran. Shakira tak langsung menanggapi, matanya berkeliling ke segala arah, hendak memastikan apakah penjaga Jackson ada di sekitarnya. Wajahnya terlihat sangat panik sekarang. Anna menelisik penampilan Shakira dari atas sampai ke bawah. Sangat berbeda sekali, tak seperti
Shakira berusaha memberontak. "Lepaskan aku!"Sekali lagi Shakira menjerit, meminta dua pengawal Jackson untuk melepaskannya. Air mata semakin mengalir deras membasahi pipinya, dia sudah pasrah dengan nasibnya. Entah hukuman apa yang akan diberikan Jackson nanti. Padahal Shakira sudah berharap dapat lolos dari kedua penjaga itu tadi. Namun, usaha yang dilakukannya selama ini tak ada gunanya."Dasar psyco! Wanita ini sedang hamil bodoh!"Sementara Anna sedari tadi terlihat panik. Dengan cepat ia memukul-mukul badan salah seorang pria bersetelan jas hitam tersebut. Akan tetapi, Anna malah mendapatkan pukulan di pipinya tiba-tiba hingga ia tersungkur ke atas lantai."Argh!" pekik Anna sambil memegangi pipinya yang terasa amat sangat sakit sekarang. Mata Shakira melebar, merasa bersalah karena Anna disakiti penjaga tersebut. "Anna!""Jika tidak mau teman Anda terluka, berhentilah memberontak, Nona! Ayo sekarang kita pulang!" seru salah seorang penjaga yang wajah bengis. Secara perlahan
Saat mendengar nama seseorang yang amat sangat dikenali, Naila dan Anna terdiam sejenak. Kening mereka nampak berkedut kuat, berharap mereka salah mendengar. Dengan cepat keduanya melempar pandangan satu sama lain. Naila mengalihkan mata tiba-tiba dan menatap lekat-lekat mata Ali kemudian. "Sayang, apa aku tidak salah mendengar. Jackson, suami Shakira?" tanyanya sambil melirik-lirik Anna sekilas."Iya, Jackson, suami Shakira, Sayang. Kamu tidak salah dengar kok."Naila tersentak. Tak menyangka pria yang telah menghamili Shakira adalah Jackson. Pasalnya pria itu dahulu pernah menyatakan cinta padanya. Begitupula dengan Anna. Sedari tadi terdiam dengan raut wajah seakan tak percaya. "Apa? Bagaimana bisa?" tanya Naila setelahnya. Ali menaruh tangannya di pundak Naila lalu berkata,"Ceritanya panjang Sayang, lagipula waktu itu Jackson dan Shakira dalam keadaan mabuk berat. Sudahlah, tak usah ikut campur urusan mereka. Sebenarnya Jackson tak mau seseorang sampai tahu bila ia dan Shakir
Mendengar perkataan Naila, Ali menoleh ke samping dan mengerutkan dahi. Pasalnya dia tak mengira Naila akan meminta Jackson membawa Shakira ke rumahnya. Sekarang, Ali yakin bila Naila sedang membuat rencana yang dia sendiri pun tak tahu. Ali semakin mengeratkan genggaman tangannya dan berharap apa yang dilakukan Naila, tak menjadi bumerang baginya nanti. Sementara Jackson, perlahan wajahnya berubah dingin. Amarah mulai menjalar di palung hatinya. Dia yakin sekali bila Shakira—lah yang membeberkan hubungannya dengan temannya kemarin. Berdasarkan informasi dari kedua penjaganya, Shakira berjumpa dengan teman modelnya. Bukan tidak mungkin Shakira mengatakan hubungannya. Kemarin, saat mengetahui Shakira kabur. Jackson naik pitam lantas sepulang berkerja menyiksa Shakira hingga menjelang pagi buta. "Jackson, aku harap kamu jangan marah pada Shakira, yang memberitahuku adalah Ali, bukan Shakira," ujar Naila seakan bisa membaca isi pikiran Jackson. Jackson mendelik tajam ke arah Ali lalu
"Awh!"Shakira tersentak kala mendapat tamparan kuat di pipi kanannya seketika. Sakit, belum juga luka semalam mengering, Jackson telah menamparnya lagi. Entah apa yang membuat Jackson marah, Shakira hanya bisa menerka-nerka. Sambil memegangi pipinya yang terasa panas sekarang, ia menoleh ke depan, melihat Jackson melayangkan tatapan tajam padanya."Apa salahku, Jackson?" Bola mata itu sudah mulai terlihat berkaca-kaca, suaranya pun terdengar bergetar, Shakira sedang membendung agar air mata tak keluar.Dengan napas memburu, Jackson melotot tajam lalu menyeringai tipis. "Kamu masih bertanya apa salahmu hah?!!!"Teriakan Jackson membuat dada Shakira naik sedikit. Dia terlonjak kaget. Gelengan cepat sebagai balasan Shakira. "Aku tidak tahu Jackson, aku minta maaf jika melakukan kesalahan."Hanya kalimat itu yang bisa dikatakan Shakira. Karena dia benar-benar tidak tahu, apa yang membuat Jackson marah besar sekarang. Dalam keadaan bola mata mulai berkaca-kaca, Shakira menundukkan pandan
"Am—pun Jackson, i—ya aku mendengarkanmu ...."Shakira mendongak ke atas, menatap Jackson tengah menarik rambutnya dari belakang sekarang. Mata Jackson melotot keluar, melihat manik Shakira terpancar ketakutan. Sekarang, tangan kirinya pun mencengkeram dagu Shakira dengan sangat kuat. "Cih! Kalau kamu mendengarkan aku, mengapa kamu tidak langsung menjawab! Apa kamu sudah berani melawanku hah!!!" Sekali lagi Jackson berteriak hingga Marco di depan kursi kemudi melirik sekilas melalui kaca spion di bagian tengah.Shakira meringis, menahan perih akibat kuku-kuku Jackson menancap pipinya sekarang. "Maafkan aku Jack, sungguh aku tak bermaksud seperti—hmmf, ahk!"Shakira terkejut ketika bibirnya dibungkam dan digigit Jackson tiba-tiba. Air mata pun jatuh perlahan-lahan dari sudut matanya. Bibir tipis itu mengeluarkan darah sedikit. Shakira mengusap pelan bibirnya yang terasa perih dan sakit saat ini. Sudah terlampau sering Jackson menyakitinya, baik secara fisik dan psikis. Pria itu sudah
'Apa ini kesempatan untukku?'Shakira tak langsung menjawab, sedang bergelut dengan batinnya. Sementara Naila menunggu dengan sabar untuk Shakira menanggapi pertanyaannya. Naila menebak bila ada sesuatu yang tidak beres. Hal itu dapat terlihat dari ekspresi wajah Shakira sekarang. Namun, dia tidak mau menerka-nerka saja dan sangat berharap Shakira dapat berkata jujur padanya. "Sebenarnya aku—""Shakira!"Shakira tersentak ketika tiba-tiba mendengar bunyi pintu terbuka diikuti suara Jackson setelahnya. Dengan cepat ia menoleh ke sumber suara, melihat Jackson dan Ali masuk ke dalam kamar bersama-sama. Jackson melempar senyum lebar. Pria itu sedang memainkan perannya sebagai suami yang romantis. Shakira terpaksa membalas senyum Jackson lalu melirik Naila, yang tengah tersenyum pula pada Ali. "Apa yang kalian bicarakan, Sayang?" Ali pun duduk di samping Naila.Jackson pun melakukan hal yang sama, duduk bersebelahan dengan Shakira. Naila tersenyum kaku. Dia tak mau jika Jackson sampa
"Jangan pergi! Jangan mengucapkan kata-kata pergi, Anna!" Adnan memeluk erat Anna dari belakang. Mendengar kata pergi yang terucap dari bibir Anna, membuatnya resah. Adnan tak akan mau hal itu terjadi.Anna membalik cepat. Lalu menatap tajam. Tampaknya kekesalan Anna belum mereda. "Iya, kalau kamu tidak membuktikan perkataanmu, maka aku akan pergi!"Adnan langsung mendekap tubuh Anna dengan sangat erat. "Tidak, tidak Sayang, percayalah padaku, aku akan membuktikannya, kamu lihat saja nanti," ucapnya sambil berkali-kali melabuhkan kecupan di kening Anna."Iya, awas saja kamu berulah, bukan hanya Damar yang akan aku remukkan, tubuhmu pun aku akan hancurkan dengan teflon!" kata Anna, ketus.Adnan malah terkekeh-kekeh. Teringat dengan malam di mana Anna memukul-mukul sang wanita malam dengan teflon. "Iya, iya Sayang, itu kan kalau berulah, aku akan membuktikannya padamu, lihat saja nanti."Anna mendengus lantas melirik tajam Adnan. Namun, di mata Adnan, wajah Anna nampak menggemaskan."Say
Mata Anna melebar kala Adnan menangkup kedua pipinya dan membungkamnya dengan sebuah kecupan. Dia hendak memberontak. Namun, tubuhnya mendadak lumpuh. Anna tak mengerti dengan situasi saat ini. Tadi, Adnan memarahinya. Tetapi, sekarang malah menciumnya. Dengan mata masih terbuka, Anna dapat merasakan Adnan menjelajahi isi mulutnya dengan melilitkan lidahnya perlahan-lahan. Dalam hitungan detik, Adnan menurunkan tangan lalu mendekap tubuh Anna. Anna terdiam, sambil mendongak, menatap Adnan dengan air mata masih mengalir pelan di pipi. "Siapa nama pria yang menyentuhmu, Anna? Apa kamu sangat mencintainya?" Kali ini suara Adnan terdengar lebih lembut, sinar matanya pun tak berapi-api seperti tadi.Anna hendak memberitahu namun sebenarnya dia pun tidak tahu siapa nama asli pria tersebut. "Apa nama samarannya Mr. D?" tanya Adnan lagi sambil menempelkan keningnya ke kening Anna.Dahi Anna langsung mengerut kuat. "Bagaimana kamu bisa tahu nama samarannya? Iya, aku sangat mencintainya, di
Lima menit sebelumnya, Adnan mendapat panggilan dari Bruno, sang sekretaris, bahwa akan diadakan rapat di restaurant. Adnan pun bergegas turun ke bawah, melihat sosok yang amat dia kenali bersama seorang pria. Saat ini, Adnan dapat merasakan dadanya terbakar membara, menahan cemburu, melihat tangan Anna disentuh oleh seorang pria. 'Siapa pria itu? Apa dia yang menyentuh tubuh Anna!' Tanpa pikir panjang, Adnan melangkah cepat hendak melihat apa yang dilakukan Anna. Dengan jarak aman, Adnan melirik-lirik ke depan. Memandang Anna dan sosok itu berjalan cepat ke bangunan di samping. Adnan terpaksa bersembunyi di balik pilar sambil sesekali menyembulkan kepala hendak mengintip.'Apa yang mereka bicarakan?'Di ujung sana, Adnan dapat melihat Anna dan pria tersebut terlibat pembicaraan serius. Adnan menajamkan pendengaran tapi karena suara kendaraan di jalan raya, menghalanginya. 'Sial, hampir saja!'Dengan buru-buru Adnan menggerakkan kepala kala matanya sedikit lagi bertemu dengan mata
Anna begitu ketakutan, melihat ayahya berdiri dengan raut wajah merah padam. Sementara Adnan mundur beberapa langkah kala mendengar Anna memanggil pria paruh baya di belakang dengan sebutan ayah. Anna berdiri sambil mengusap pelan bibirnya sesaat."Mengapa Ayah ada di sini?"Sebuah pertanyaan bodoh meluncur bebas dari bibir Anna tiba-tiba. Wanita itu lupa bila ayahnya terkadang akan datang ke apartment sekadar menengok keadaannya. "Kamu belum menjawab pertanyaan ayah barusan! Siapa yang hamil dan siapa pria ini hah!" tanya Ramdan sambil melirik Anna dan Adnan secara bergantian.Anna tak langsung menjawab tengah mencari kata-kata untuk bisa berkilah. Akan tetapi, belum sempat dia menanggapi, Adnan terlebih dahulu membuka suara hingga membuat mata Anna terbelalak."Saya suami Anna, Pak. Tadi saya hanya memberi pendapat saja jika Anna siapa tahu saja sedang hamil," jelas Adnan, dengan raut wajah datar. "Apa?!"Ramdan amat terkejut. Kedua tungkai kakinya mulai lemah. Lantas dengan perl
Adnan semakin mendekat hingga membuat Anna panik setengah mati. Bagaimana tidak, tatapan pria itu seakan ingin memangsanya. Tanpa sadar Anna meneguk ludah berulang kali kala melihat otot-otot perut Adnan terlihat menggoda saat ini. 'Astaga, apa kamu sudah gila, sadarlah dia pria brengsek yang suka celap-celup!' Anna menggeleng cepat, mengusir pikiran nakalnya sesaat. Lalu, menyilangkan tangan di depan dada berusaha menyembunyikan buah dadanya yang tak mengenakan dalaman sama sekali. "Hei, pria mesum! Berhenti atau aku akan menendang burungmu itu!" seru Anna tiba-tiba. Adnan mengindahkan perkataan Anna, malah menyeringai tajam. "Jangan sok jual mahal, Anna. Kamu yang membuat aku seperti ini. Lagipula aku ini suamimu, jadi wajar-wajar saja jika aku menyentuh tubuhmu.""Cih! Aku tak sudi tubuhku disentuh oleh pria mesum sepertimu, tubuhku hanya boleh disentuh oleh pria yang pertama kali menjamah tubuhku!" Perkataan Anna membuat dada Adnan bergemuruh. Langkahnya terhenti seketika. "
Anna membuka mata seketika saat tak dapat merasakan tamparan mendarat di pipinya barusan. Ia langsung melirik ke samping, melihat Naila malah berdiri tepat di hadapan Adnan. Adnan terlihat sangat terkejut dengan pergerakkan Naila yang menurutnya sangat cepat dan tidak dapat diprediksi itu. Dengan wajah menahan kesal, ia menatap Naila. "Kenapa kamu menamparku?" tanya Adnan sambil mengusap pipinya yang pedas. "Itu karena kamu sudah menyentuh tubuh temanku, Adnan!" seru Naila.Adnan ingin menyahut. Namun, tatapan tajam Ali yang berada di belakang, membuat Adnan bungkam. Ali baru saja tiba bersama Anya.Dalam hitungan detik, Naila mengalihkan pandangan kepada Anna lalu mendekat. Anna merasa bersalah, tatapan Naila menyiratkan kekecewaan. "Naila, maafkan aku karena tidak memberitahu kamu tentang permasalahanku, aku benar-benar minta maaf."Naila membuang napas kasar kemudian memegang kedua tangan Anna. "Kamu membuatku kecewa, Anna. Padahal kita bisa mencari bersama-sama solusinya, tapi
"Maksud Tante dengan kekasihku ya?"Anna memaksa tersenyum meski jantungnya sudah dag dig dug, seperti genderang perang. Dia menerka-nerka apa Anya sudah mengetahui kejadian semalam, entahlah. Anna berharap tidak.Anya tersenyum lebar, senyumannya membuat Anna panik. "Tentu saja dengan anak Tante, masa dengan kekasihmu."Anna menelan ludah berulang kali, terlihat gugup. "Tapi Tante mengapa harus menikah sama Adnan, aku punya kekasih, Tante?"Anya tersenyum penuh arti. "Kamu pikir Tante tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian semalam."Sekarang, senyum wanita paruh baya di hadapannya membuat Anna menarik napas panjang. "Memangnya semalam ada apa, Tante?"Anna masih mencoba mengelak. Meski keringat dingin menjalar di telapak tangannya saat ini. "Sudahlah, tak usah banyak tanya, ayo ikut Tante sebentar!" Tanpa mendengarkan balasan Anna, wanita yang wajahnya masih terlihat segar itu menarik tangan Anna keluar dan menyeretnya ke suatu tempat.Anna nampak panik, bertanya pada Anya mau
Demi mengatasi rasa gugupnya, Anna meneguk ludah berulang kali. Bagaimana tidak, Anya sedang melayangkan tatapan menyelidik padanya sekarang. "Anna, Green, siapa yang tidur dengan Adnan?" Anya mengulangi pertanyaan kala Anna maupun Green terdiam. Anne melirik Green sekilas lalu terkekeh hambar. "Bukan Adnan anak Tante kok, Adnan kekasihku, nama belakangnya Adnan juga, hehe.""Iya, Adnan pacar Anna, Tante." Green menyenggol cepat lengan Anna sambil melempar senyum kecut pada Anya pula. Selama ini, Anya mengira Anna memiliki kekasih. Anna dipaksa Naila unfuk berbohong. Naila sangat tak setuju bila Anna menikah dengan pria seperti Adnan. Meskipun begitu, Anya kerapkali meminta Anna membawa pacarnya ke rumah sekadar ingin tahu. Dan pada akhirnya ia berbohong lagi mengatakan jika kekasihnya berkerja menjadi abdi negara di perbatasan dan hanya pulang di waktu tertentu. Semenjak saat itu, Anya tak pernah lagi bertanya."Nama kekasihmu Adnan juga, Anna?" tanya Anya."Iya, Tante," balas Anna
"Anna, kamu ada di dalam 'kan?" kata Naila lagi dari luar. Anna semakin gusar. Tampak panik sekaligus kebingungan. Mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Namun, kepalanya semakin pusing. Matanya berkeliling sejenak di ruangan, melihat dress yang dikenakan saat menghadiri bridal shower Green nampak robek. Lalu melihat juga pakaian seorang pria berserakkan di mana-mana. Siapalagi kalau bukan punya Adnan. Anna yakin bila terjadi sesuatu di antara mereka semalam. Apalagi tubuh keduanya dalam keadaan polos sekarang. Di seberang ranjang, Adnan pun terlihat bingung. Sedari tadi mengamati keadaan kamar. "Anna?" Suara Naila terdengar lagi. Lamunan Anna buyar."I-ya Naila, tunggu sebentar!" balasnya setengah berteriak. Lantas dengan cepat menoleh ke arah Adnan. Matanya langsung menutup, melihat Adnan belum menutup burungnya."Adnan, cepat sembunyi dan pakai bajumu itu!" perintah Anna lalu mengambil celana dalam Adnan sambil menahan jijik. Kemudian tanpa melihat ke belakang, dia