Shakira menghentak kasar tangan Simon. Namun, gerakannya kalah cepat karena Simon menjambak rambutnya tiba-tiba, hingga suara teriakan di ruangan membuat para asisten rumah yang berada di dalam dapur berhamburan keluar. Melihat pemandangan di depan, mata mereka terbelalak sesaat. Sebuah pemandangan yang tak asing. Sejak kecil Shakira terlampau sering diperlakukan berbeda dengan ketiga saudara kandungnya. Entah apa yang membuat Simon berlaku tak adil pada putri bungsunya itu. Para asisten rumah hanya bisa menerka-nerka. Saat mendapat tatapan tajam dari Simon, mereka menundukkan pandangan dan perlahan-lahan memundurkan langkah hendak kembali ke dapur. "Ahk! Lepaskan aku Pa! Sungguh Pa, aku tidak tahu!" teriak Shakira meronta-ronta dengan air mata semakin mengalir deras.Napas Simon semakin memburu. Dari matanya amarah sudah tak dapat terbendung. Putri bungsunya itu membuat darahnya mendidih. "Tidak tahu katamu hah! Kamu pikir aku bodoh! Katakan cepat!!!" teriak Simon sambil menyeret S
"Maaf, aku ...." Jackson reflek menggeser tubuhnya ketika pintu lift terbuka kembali. Yang memperlihatkan seorang karyawan hendak masuk ke dalam lift.Karyawan pria itu melangkah masuk kemudian berdiri di tengah-tengah Naila dan Jackson. Suasana pun mendadak canggung. Naila mengelus perlahan dadanya. Pasalnya Jackson baru saja mengapitnya ke dinding. Tentu saja Naila terkejut, sebab posisi keduanya sangatlah intim. Rasa bersalah menjalar ke relung hatinya kala wajah Ali melintas cepat di benaknya saat ini. Bunyi lift tertutup membuat ekor mata Naila melirik Jackson. 'Mengapa Jackson sekarang mengerikan ya, padahal dia tahu kalau aku istri Ali,' kata Naila di dalam hati.Tanpa menunjukkan ekspresi sama sekali, Jackson terdiam. Hanya matanya saja yang sesekali melirik-lirik Naila.Saat sampai di lantai satu, Jackson hendak memanggil Naila. Namun, Naila bergegas keluar tanpa menoleh sedikitpun ke arahnya. "Sial! Padahal sedikit lagi, tunggulah Naila, sebentar lagi kamu akan menjadi
"Tuan Adnan! Apa yang anda lakukan?! Lepaskan Nona!" teriak Santi sambil memukul punggung Adnan. Naila pun berusaha memberontak sambil berteriak histeris memanggil penjaga di mansion. Dalam hitungan detik para penjaga masuk ke dalam. Dua orang penjaga langsung mengarahkan pistol ke arah Adnan. "Tuan Adnan, lepaskan Nona!" seru mereka serampak. Tanpa menunjukkan ekspresi sama sekali, Adnan malah mengeluarkan tawa tiba-tiba. "Haha!"Lalu secepat kilat Adnan melepaskan tangan Naila sambil tertawa keras. "Lucu sekali!" serunya. Naila mundur beberapa langkah lalu berdiri di samping Santi. Wajahnya terlihat panik dan ketakutan. "Lucunya apa, Tuan?" tanya Naila, kesal kemudian melirik Santi sekilas yang menahan kesal juga ketika melihat ekspresi Adnan sekarang. "Haha, lucu saja adikku memilih istri yang jauh dari tipeku."Masih terdengar tawa dari bibir Adnan, membuat Naila menatap tajam. "Terserah, itu semua tidak ada urusannya denganmu, ada keperluan apa anda datang kemari?" tanya N
"Sayang!" Naila tampak panik. Begitupula dengan Sherkan dan Syeikh. Mereka mendekat, hendak menyentuh tubuh Ali. Namun, Ali ternyata tidak pingsan. Dia malah berbaring di atas sofa kemudian menselonjorkan kedua kakinya. Ali sengaja menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa barusan. "Ada apa Sayang, aku hanya kelelahan saja, kalau sudah beristirahat dan dipeluk kamu pasti langsung sembuh," ucap Ali sambil melempar senyum tipis.Naila reflek memukul dada Ali hingga membuat Ali terkikik pelan. "Ali! Kamu membuatku khawatir tahu!" Dengan bibir merengut Naila menanggapi. Sedari tadi jantung Naila hampir saja copot saat melihat Ali terjatuh. Ia mengira Ali pingsan. Namun, nyatanya Ali hanya mengerjai mereka. Sherkan dan Syeikh menggeleng-gelengkan kepala, melihat tingkah laku Ali."Percayalah Sayang, aku tidak apa-apa, jangan manyun ya." Ali mencubit gemas dagu Naila, mengabaikan Sherkan dan Syeikh di dalam ruangan.Sherkan dan Syeikh memutar mata ke atas bersamaan. "Dasar bucin!" celetuk Sher
"Aku bilang di mana Naila?!"Sekali lagi Ali bertanya, bagaimana tidak Santi tampak gelagapan dan gugup saat ini. Membuat perasannya semakin tak menentu."Bukannya Nona ada di dalam kamar Tuan," jawab Santi apa adanya. Sebab terakhir kali dia melihat Naila ada di dalam kamar.Semakin kalut perasaan Ali. Tanpa mengeluarkan satu patah kata pun dia berlari keluar sambil memanggil nama Naila. Sedangkan Santi terlihat kebingungan dan melemparkan pandangan kepada teman-temannya. Tak mau menerka-nerka dia pun bergegas pergi keluar. Melihat Ali bagai orang kesurupan saat ini. Santi menebak bila Naila tak ada di kamarnya sekarang. Ia pun meminta salah seorang penjaga melihat rekaman CCTV, berharap Naila tertangkap kamera pengintai tersebut. "Naila! Di mana kamu?!" teriak Ali berkali-kali hingga urat-urat di lehernya menyembul keluar. Dia berlari ke taman belakang lalu menelisik keberadaan Naila. Namun, tak ada tanda-tanda Naila terlihat. Selang beberapa menit Ali kembali ke mansion kala mende
Naila terdiam sesaat, mengira Ali tengah berakting."Al, becandamu tidak lucu tahu, ayo bangunlah!" seru Naila sambil melihat Ali di bawah sana. Tak ada pergerakkan, pria itu berbaring dengan posisi terlentang. Wajahnya terlihat pucat dan keringat mulai mengalir dari keningnya. Naila mulai panik lalu berjongkok dan menguncang tubuh Ali."Ali! Berhentilah bersandiwara, bangun!"Ali bergeming dengan napas tak karuan. Melihat hal itu Naila semakin panik. Kemudian berlari keluar rumah kaca hendak memberitahu Santi untuk menyuruh para penjaga membopong Ali ke rumah.Tak lama kemudian, Ali sudah di atas tempat tidurnya. Saat ini pria itu tengah diperiksa oleh dokter Loui. "Jadi, bagaimana Dok? Apa yang terjadi dengan suami saya, sudah lama dia mual dan muntah lalu akhir-akhir ini juga Ali tak suka makan?" tanya Naila dengan raut wajah cemas. Sedari tadi dia duduk di tepi ranjang dan menggengam erat tangan Ali. Dokter Loui menoleh tanpa menghentikan gerakan tangannya yang tengah menempe
Tak terasa perut Naila mulai menyembul keluar perlahan-lahan. Mungkin karena kembar jadi perutnya di trimester pertama terlihat lebih besar dari ibu hamil pada umumnya.Semenjak hamil Ali meminta Naila untuk cuti berkerja. Naila menurut perkataan sang suami dan sekarang lebih banyak berdiam diri di rumah. Lama-kelamaan rasa bosan mulai menyerang Naila. Meski Santi kerapkali menghiburnya. Tapi tetap saja Naila merasa bosan. Namun, hari ini Naila terlihat bahagia karena Anna akan datang berkunjung ke rumahnya.Anna baru saja tiba dan langsung memeluk tubuh Naila. "Naila, aku kangen sama kamu tahu."Naila mengurai pelukan. "Hehe aku juga, akhirnya aku senang ada teman bermain, ayo masuklah Anna.""Tentu saja, kebetulan hari ini aku tidak ada pemotretan," ucap Anna sambil mengikuti langkah kaki Naila masuk ke dalam rumah. Kedua mata Anna tak berhenti berkedip sedari tadi, melihat rumah Ali, yang menurutnya sangat megah dan mewah. "Baguslah, aku senang mendengarnya. Ayo, kita duduk dulu."
Anna reflek menarik tangan Naila hingga Naila terhuyung-huyung ke belakang sebentar dan badannya hampir saja membentur pintu mobil. Namun, Anna telah berhasil menahan tangannya sekarang. Mata Naila terbelalak kala hampir saja ditabrak. Secepat kilat ia melirik Anna. Sementara Anna terlihat sangat panik, matanya langsung memandang mobil yang baru melintas. "Astaga, hampir saja, kamu tidak apa-apa, kan, Naila?" tanya Anna sambil matanya melirik mobil yang terlihat semakin menjauh. Naila tak langsung menjawab, masih terlihat syok. Dia tengah memegang dadanya, yang jantungnya berdetak amat cepat sekarang. Penjaga yang baru saja keluar dari mobil pun itu tak kalah paniknya. "Apa Nona tidak apa-apa?" tanyanya sambil menelisik tubuh Naila."Aku baik-baik saja, ya ampun hampir saja, apa orang itu tidak melihat kita ada di sini ya?" tanya Naila sambil melirik mobil yang berwarna hitam menjauhi mereka.Anna mengedikkan bahu sedikit. "Tidak tahu, Naila."Sementara pengawal pribadi Naila mena
"Jangan pergi! Jangan mengucapkan kata-kata pergi, Anna!" Adnan memeluk erat Anna dari belakang. Mendengar kata pergi yang terucap dari bibir Anna, membuatnya resah. Adnan tak akan mau hal itu terjadi.Anna membalik cepat. Lalu menatap tajam. Tampaknya kekesalan Anna belum mereda. "Iya, kalau kamu tidak membuktikan perkataanmu, maka aku akan pergi!"Adnan langsung mendekap tubuh Anna dengan sangat erat. "Tidak, tidak Sayang, percayalah padaku, aku akan membuktikannya, kamu lihat saja nanti," ucapnya sambil berkali-kali melabuhkan kecupan di kening Anna."Iya, awas saja kamu berulah, bukan hanya Damar yang akan aku remukkan, tubuhmu pun aku akan hancurkan dengan teflon!" kata Anna, ketus.Adnan malah terkekeh-kekeh. Teringat dengan malam di mana Anna memukul-mukul sang wanita malam dengan teflon. "Iya, iya Sayang, itu kan kalau berulah, aku akan membuktikannya padamu, lihat saja nanti."Anna mendengus lantas melirik tajam Adnan. Namun, di mata Adnan, wajah Anna nampak menggemaskan."Say
Mata Anna melebar kala Adnan menangkup kedua pipinya dan membungkamnya dengan sebuah kecupan. Dia hendak memberontak. Namun, tubuhnya mendadak lumpuh. Anna tak mengerti dengan situasi saat ini. Tadi, Adnan memarahinya. Tetapi, sekarang malah menciumnya. Dengan mata masih terbuka, Anna dapat merasakan Adnan menjelajahi isi mulutnya dengan melilitkan lidahnya perlahan-lahan. Dalam hitungan detik, Adnan menurunkan tangan lalu mendekap tubuh Anna. Anna terdiam, sambil mendongak, menatap Adnan dengan air mata masih mengalir pelan di pipi. "Siapa nama pria yang menyentuhmu, Anna? Apa kamu sangat mencintainya?" Kali ini suara Adnan terdengar lebih lembut, sinar matanya pun tak berapi-api seperti tadi.Anna hendak memberitahu namun sebenarnya dia pun tidak tahu siapa nama asli pria tersebut. "Apa nama samarannya Mr. D?" tanya Adnan lagi sambil menempelkan keningnya ke kening Anna.Dahi Anna langsung mengerut kuat. "Bagaimana kamu bisa tahu nama samarannya? Iya, aku sangat mencintainya, di
Lima menit sebelumnya, Adnan mendapat panggilan dari Bruno, sang sekretaris, bahwa akan diadakan rapat di restaurant. Adnan pun bergegas turun ke bawah, melihat sosok yang amat dia kenali bersama seorang pria. Saat ini, Adnan dapat merasakan dadanya terbakar membara, menahan cemburu, melihat tangan Anna disentuh oleh seorang pria. 'Siapa pria itu? Apa dia yang menyentuh tubuh Anna!' Tanpa pikir panjang, Adnan melangkah cepat hendak melihat apa yang dilakukan Anna. Dengan jarak aman, Adnan melirik-lirik ke depan. Memandang Anna dan sosok itu berjalan cepat ke bangunan di samping. Adnan terpaksa bersembunyi di balik pilar sambil sesekali menyembulkan kepala hendak mengintip.'Apa yang mereka bicarakan?'Di ujung sana, Adnan dapat melihat Anna dan pria tersebut terlibat pembicaraan serius. Adnan menajamkan pendengaran tapi karena suara kendaraan di jalan raya, menghalanginya. 'Sial, hampir saja!'Dengan buru-buru Adnan menggerakkan kepala kala matanya sedikit lagi bertemu dengan mata
Anna begitu ketakutan, melihat ayahya berdiri dengan raut wajah merah padam. Sementara Adnan mundur beberapa langkah kala mendengar Anna memanggil pria paruh baya di belakang dengan sebutan ayah. Anna berdiri sambil mengusap pelan bibirnya sesaat."Mengapa Ayah ada di sini?"Sebuah pertanyaan bodoh meluncur bebas dari bibir Anna tiba-tiba. Wanita itu lupa bila ayahnya terkadang akan datang ke apartment sekadar menengok keadaannya. "Kamu belum menjawab pertanyaan ayah barusan! Siapa yang hamil dan siapa pria ini hah!" tanya Ramdan sambil melirik Anna dan Adnan secara bergantian.Anna tak langsung menjawab tengah mencari kata-kata untuk bisa berkilah. Akan tetapi, belum sempat dia menanggapi, Adnan terlebih dahulu membuka suara hingga membuat mata Anna terbelalak."Saya suami Anna, Pak. Tadi saya hanya memberi pendapat saja jika Anna siapa tahu saja sedang hamil," jelas Adnan, dengan raut wajah datar. "Apa?!"Ramdan amat terkejut. Kedua tungkai kakinya mulai lemah. Lantas dengan perl
Adnan semakin mendekat hingga membuat Anna panik setengah mati. Bagaimana tidak, tatapan pria itu seakan ingin memangsanya. Tanpa sadar Anna meneguk ludah berulang kali kala melihat otot-otot perut Adnan terlihat menggoda saat ini. 'Astaga, apa kamu sudah gila, sadarlah dia pria brengsek yang suka celap-celup!' Anna menggeleng cepat, mengusir pikiran nakalnya sesaat. Lalu, menyilangkan tangan di depan dada berusaha menyembunyikan buah dadanya yang tak mengenakan dalaman sama sekali. "Hei, pria mesum! Berhenti atau aku akan menendang burungmu itu!" seru Anna tiba-tiba. Adnan mengindahkan perkataan Anna, malah menyeringai tajam. "Jangan sok jual mahal, Anna. Kamu yang membuat aku seperti ini. Lagipula aku ini suamimu, jadi wajar-wajar saja jika aku menyentuh tubuhmu.""Cih! Aku tak sudi tubuhku disentuh oleh pria mesum sepertimu, tubuhku hanya boleh disentuh oleh pria yang pertama kali menjamah tubuhku!" Perkataan Anna membuat dada Adnan bergemuruh. Langkahnya terhenti seketika. "
Anna membuka mata seketika saat tak dapat merasakan tamparan mendarat di pipinya barusan. Ia langsung melirik ke samping, melihat Naila malah berdiri tepat di hadapan Adnan. Adnan terlihat sangat terkejut dengan pergerakkan Naila yang menurutnya sangat cepat dan tidak dapat diprediksi itu. Dengan wajah menahan kesal, ia menatap Naila. "Kenapa kamu menamparku?" tanya Adnan sambil mengusap pipinya yang pedas. "Itu karena kamu sudah menyentuh tubuh temanku, Adnan!" seru Naila.Adnan ingin menyahut. Namun, tatapan tajam Ali yang berada di belakang, membuat Adnan bungkam. Ali baru saja tiba bersama Anya.Dalam hitungan detik, Naila mengalihkan pandangan kepada Anna lalu mendekat. Anna merasa bersalah, tatapan Naila menyiratkan kekecewaan. "Naila, maafkan aku karena tidak memberitahu kamu tentang permasalahanku, aku benar-benar minta maaf."Naila membuang napas kasar kemudian memegang kedua tangan Anna. "Kamu membuatku kecewa, Anna. Padahal kita bisa mencari bersama-sama solusinya, tapi
"Maksud Tante dengan kekasihku ya?"Anna memaksa tersenyum meski jantungnya sudah dag dig dug, seperti genderang perang. Dia menerka-nerka apa Anya sudah mengetahui kejadian semalam, entahlah. Anna berharap tidak.Anya tersenyum lebar, senyumannya membuat Anna panik. "Tentu saja dengan anak Tante, masa dengan kekasihmu."Anna menelan ludah berulang kali, terlihat gugup. "Tapi Tante mengapa harus menikah sama Adnan, aku punya kekasih, Tante?"Anya tersenyum penuh arti. "Kamu pikir Tante tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian semalam."Sekarang, senyum wanita paruh baya di hadapannya membuat Anna menarik napas panjang. "Memangnya semalam ada apa, Tante?"Anna masih mencoba mengelak. Meski keringat dingin menjalar di telapak tangannya saat ini. "Sudahlah, tak usah banyak tanya, ayo ikut Tante sebentar!" Tanpa mendengarkan balasan Anna, wanita yang wajahnya masih terlihat segar itu menarik tangan Anna keluar dan menyeretnya ke suatu tempat.Anna nampak panik, bertanya pada Anya mau
Demi mengatasi rasa gugupnya, Anna meneguk ludah berulang kali. Bagaimana tidak, Anya sedang melayangkan tatapan menyelidik padanya sekarang. "Anna, Green, siapa yang tidur dengan Adnan?" Anya mengulangi pertanyaan kala Anna maupun Green terdiam. Anne melirik Green sekilas lalu terkekeh hambar. "Bukan Adnan anak Tante kok, Adnan kekasihku, nama belakangnya Adnan juga, hehe.""Iya, Adnan pacar Anna, Tante." Green menyenggol cepat lengan Anna sambil melempar senyum kecut pada Anya pula. Selama ini, Anya mengira Anna memiliki kekasih. Anna dipaksa Naila unfuk berbohong. Naila sangat tak setuju bila Anna menikah dengan pria seperti Adnan. Meskipun begitu, Anya kerapkali meminta Anna membawa pacarnya ke rumah sekadar ingin tahu. Dan pada akhirnya ia berbohong lagi mengatakan jika kekasihnya berkerja menjadi abdi negara di perbatasan dan hanya pulang di waktu tertentu. Semenjak saat itu, Anya tak pernah lagi bertanya."Nama kekasihmu Adnan juga, Anna?" tanya Anya."Iya, Tante," balas Anna
"Anna, kamu ada di dalam 'kan?" kata Naila lagi dari luar. Anna semakin gusar. Tampak panik sekaligus kebingungan. Mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Namun, kepalanya semakin pusing. Matanya berkeliling sejenak di ruangan, melihat dress yang dikenakan saat menghadiri bridal shower Green nampak robek. Lalu melihat juga pakaian seorang pria berserakkan di mana-mana. Siapalagi kalau bukan punya Adnan. Anna yakin bila terjadi sesuatu di antara mereka semalam. Apalagi tubuh keduanya dalam keadaan polos sekarang. Di seberang ranjang, Adnan pun terlihat bingung. Sedari tadi mengamati keadaan kamar. "Anna?" Suara Naila terdengar lagi. Lamunan Anna buyar."I-ya Naila, tunggu sebentar!" balasnya setengah berteriak. Lantas dengan cepat menoleh ke arah Adnan. Matanya langsung menutup, melihat Adnan belum menutup burungnya."Adnan, cepat sembunyi dan pakai bajumu itu!" perintah Anna lalu mengambil celana dalam Adnan sambil menahan jijik. Kemudian tanpa melihat ke belakang, dia