Dengan tangan terkepal erat, Jackson menatap dingin Ali. Meski dia tahu Naila adalah istri Ali. Namun, dia tak peduli. Pria itu berniat merebut Naila dari Ali."Tuan, hentikanlah, biarkan Tuan Ali lewat, kasihan Talitha, sepertinya dia membutuhkan pertolongan." Marco menarik kuat tangan Jackson hingga Jackson mundur beberapa langkah. Jackson terdiam sesaat. Ali berdecak kesal kemudian. "Ck!" Saat melihat ada celah dia pun melewati Jackson begitu saja hendak membawa Naila ke rumah sakit. Roni bergegas mengekori tuannya dari belakang sambil sesekali melirik-lirik Marco. Rahang Jackson mengendur perlahan saat melihat wajah pucat Naila barusan. Tanpa pikir panjang ia mengikuti langkah kaki Ali ingin mengetahui keadaan Naila. Sedangkan para model melemparkan pandangan satu sama lain dan mulai berkomentar. "Astaga, apa kalian dengar tadi, Tuan Ali mengatakan Talitha miliknya?" tanya salah satu model berkulit sawo matang sambil mengedarkan pandangan ke arah teman-temannya. "Iya, Tuan Al
"Aku benar-benar sibuk! Mengapa kamu menuduhku!" teriak Anna dengan suara bergetar pelan. Dari bola mata wanita itu terpancar kekecewaan mendalam.Naila tak habis pikir, Anna masih tetap berkilah. Bagaimana tidak dia menuduh Anna, gerak-gerik Anna tampak mencurigakan. Apalagi beberapa hari lalu, dia melihat Anna bersama Shakira. Suara teriakan Naila dan Anna lantas membuat para model dan pengunjung resort yang melintas di lorong, memusatkan perhatian ke arah mereka. "Bukankah kamu bisa meminta izin dengan managermu! Bagaimana aku tidak menuduhmu, sejak kejadian kemarin kamu menghindariku terus?!" seru Naila. Mata Anna mulai berkabut. Wanita itu tampak menahan tangisnya. "Aku benar-benar sibuk, Talitha! Mengapa kamu tidak percaya, kamu tahu sendiri kan managerku itu ga—"Shakira memotong perkataan Anna seketika."Ya ampun Anna, mengapa kamu sangat licik! Dengan teman sendiri saja kamu seperti itu! Padahal jelas-jelas kemarin kamu bersantai-santai tuh. Kasihan sekali Naila memiliki t
Melihat Anna ditampar Ali, Naila amat terkejut. Begitupula dengan Shakira dan dua model lainnya. Dengan tergopoh-gopoh Naila bangkit berdiri kemudian memegang tangan Ali berharap Ali tak lagi memperpanjang masalah. Dia tak mau karena ulahnya Anna mendapatkan hukuman. Walau Anna sudah menusuknya dari belakang selama ini. Ia menebak jika Anna melihat kedekatannya antara Ali selama ini alhasil Anna melalukan sesuatu untuk membuatnya celaka. "Ali, sudahlah," kata Naila sambil berusaha menarik tangan Ali. Namun, Ali tak mendengar. Mata setajam elang itu tak mengalihkannya dari Anna. "Berani-beraninya kamu menyakiti Talitha, hah?!" teriak Ali membuat tangis Anna semakin meluruh. "Maafkan aku Tuan Ali ...." Rasa pedas dan panas di pipi Anna, tak sebanding dengan rasa sakit di hatinya kala mendapatkan tamparan dari seseorang yang dipuja-pujanya sejak dulu."Ali, ayo!" seru Naila. Dengan sekuat tenaga Naila menarik tangan Ali dan akhirnya berhasil. Sebelum berlalu pergi Ali mendengus seje
Dalam keadaan mabuk berat, kening Jackson berkerut kuat. Dia tak menyangka akan bertemu Naila di diskotik. Demi mengatasi kegalauan hati, Jackson memutuskan pergi ke diskotik tadi. Minuman alkohol yang ditegaknya barusan, membuat Jackson terhuyung-huyung pelan saat ini. "Talitha, kamu kenapa?" tanya Jackson mencoba memegang pundak Naila. "Shft ..." Bak dihantam sebuah batu besar, kepala Naila berdenyut kuat. Dia reflek menutup mata. Secara bersamaan pula sensasi aneh mulai menerpa kulit-kulit Naila saat Jackson menyentuh bahunya sekarang. "Talitha, are you okay?" Jackson merendahkan tubuh dan melihat seksama pipi merah Naila dengan seksama, yang menurutnya tampak seksi. Meski sakit, Naila terpaksa membuka mata perlahan. Dengan keadaan mata menyipit dia menatap wajah Jackson yang buram di pandangannya. "Jackson, tolong bantu aku—" "Hei, apa yang kamu lakukan?!" Dari belakang Ali menabrak punggung Jackson tiba-tiba dan mengambil alih Naila dari tangan rivalnya itu.Jackson tersent
Dengan cepat Naila dan Ali menoleh ke sumber suara. Melihat Anna berdiri menatap ke arah mereka dengan tatapan penuh arti.“Anna.” Naila berdesis pelan sambil melemparkan pandangan ke arah Ali sekilas. Gurat kekhawatiran tergambar jelas di wajahnya, takut Anna akan membeberkan pemandangan barusan kepada model lain. Sejak kejadian kemarin Naila selalu menghindari Anna. Hal itu dikarenakan dia tak mau membuat keributan dengan teman yang telah menusuknya dari belakang.Ali hanya diam saja dengan wajah datar seperti biasa.“Hmm, ada apa Anna?” Naila berusaha membuka suara Anna meski canggung. Belum sempat Anna menggerakkan bibir, MUA menyelenong masuk ke dalam ruangan dan menabrak pundaknya dari belakang. “Tuan Ali, maaf menyela, saya harus menyelesaikan make-up Talitha sekarang juga! Hanya Talitha saja yang belum pemotretan.” “Hm, baiklah.” Ali melirik Naila. “Talitha selesaikan dulu make-upmu, fashion show akan dimulai nanti malam, aku harus pergi ke tempat acara sekarang, ingin meli
Bukannya takut, wanita itu malah tersenyum angkuh dan melipat tangan di dada. Setelah mengurai benang kusut tadi. Naila tak pernah menyangka bahwa si pelaku adalah sosok di hadapannya saat ini. Dia melirik ke balik tirai sesaat, melihat Anna tengah bersembunyi hendak merekam pembicaraan. Naila ingin melampirkan bukti si pelaku dan berharap nama Anna tak tercoreng lagi. Kini di dalam ruangan terhubung itu hanya ada dia, Anna dan si pelaku. “Jadi, kamu sudah tahu, kalau aku pelakunya? Haha, hebat! Aku akui kamu memang pintar! Tapi, aku yakin sekali kamu tidak akan menang!” serunya. “Benarkah, Carol. Haha jangan merasa menang. Kamu benar-benar busuk, mengadu domba aku dan temanku selama ini! Dasar ular! Apa karena kamu cemburu Ali lebih memilihku!” Naila melempar senyum sinis kepada Carol, dalang di balik semuanya. Naila ingat betul jika Marimar mengatakan untuk berhati-hati, meski wanita berambut pendek itu terlihat baik. Dia juga sempat bertanya kepada Green perihal Anna, apakah b
Sekali lagi Naila memanggil dengan perasaan campur aduk. “Al?” Ali menoleh ke belakang sekilas dan berkata,”Hm, kemarilah dulu.”Naila mendekat meski sebenarnya sudah tak sabaran dengan apa yang akan disampaikan Ali. “Berjalanlah di sisiku, kita melihat dulu lukisan-lukisan indah ini,” kata Ali sambil memasukkan kedua tangan ke saku celana. Naila membalas dengan tersenyum kaku lalu mulai berdiri di samping Ali dan melangkahkan kaki. Matanya berkeliling sejenak di ruangan luas itu, melihat lukisan-lukisan yang aneh menurutnya. Naila teringat perkataan Santi bila Ali menyukai seni dan pandai melukis. Naila sempat bertanya di mana kah hasil maha karya Ali. Namun, Santi juga tak tahu dan menebak lukisan disimpan di kamar. “Hmm.” Naila berdeham rendah sesaat ketika keheningan tercipta di antara mereka sekarang. Ingin bertanya, namun tak berani karena Ali tengah asik memandangi lukisan di sisi kanannya, hingga sesampainya di lorong ujung, Ali menghentikan gerakan kaki tiba-tiba. Ayunan
Mendengar kata sekamar, Naila mulai gugup. ‘Mengapa harus sekamar sih?’ Mimpi ia dan Ali berhubungan badan menari-nari di benaknya seketika. Kemarin sebelum pulang ke Indonesia, Naila sempat melakukan investigasi seorang diri dan menelusuri mengapa dia bisa sampai di hotel. Dari keterangan resepsionis hotel, Ali lah yang mengantarnya ke kamar dikarenakan dia mabuk berat dan setelah itu Ali langsung keluar dari kamar. Naila tidak tahu saja jika resepsionis sudah diberi uang oleh Ali untuk tutup mulut dan menggarang cerita. Melihat raut wajah Naila, tentu saja Ali senang. Pria itu menyembunyikan kebahagiaannya dengan memasang wajah datar. Sepertinya menjahili Naila adalah hobi Ali sekarang. “Kalau tidak mau, ya sudah aku akan memutus kontrak kerjamu!” sahut Ali kala Naila tak bersuara. “Tapi Al, mengapa harus sekamar? Apa tidak ada syarat lain.” Bola mata Naila tampak memelas, berharap Ali dapat mempertimbangkan kembali persyaratan tersebut.“Tidak ada pilihan, baiklah. Kalau begit
"Jangan pergi! Jangan mengucapkan kata-kata pergi, Anna!" Adnan memeluk erat Anna dari belakang. Mendengar kata pergi yang terucap dari bibir Anna, membuatnya resah. Adnan tak akan mau hal itu terjadi.Anna membalik cepat. Lalu menatap tajam. Tampaknya kekesalan Anna belum mereda. "Iya, kalau kamu tidak membuktikan perkataanmu, maka aku akan pergi!"Adnan langsung mendekap tubuh Anna dengan sangat erat. "Tidak, tidak Sayang, percayalah padaku, aku akan membuktikannya, kamu lihat saja nanti," ucapnya sambil berkali-kali melabuhkan kecupan di kening Anna."Iya, awas saja kamu berulah, bukan hanya Damar yang akan aku remukkan, tubuhmu pun aku akan hancurkan dengan teflon!" kata Anna, ketus.Adnan malah terkekeh-kekeh. Teringat dengan malam di mana Anna memukul-mukul sang wanita malam dengan teflon. "Iya, iya Sayang, itu kan kalau berulah, aku akan membuktikannya padamu, lihat saja nanti."Anna mendengus lantas melirik tajam Adnan. Namun, di mata Adnan, wajah Anna nampak menggemaskan."Say
Mata Anna melebar kala Adnan menangkup kedua pipinya dan membungkamnya dengan sebuah kecupan. Dia hendak memberontak. Namun, tubuhnya mendadak lumpuh. Anna tak mengerti dengan situasi saat ini. Tadi, Adnan memarahinya. Tetapi, sekarang malah menciumnya. Dengan mata masih terbuka, Anna dapat merasakan Adnan menjelajahi isi mulutnya dengan melilitkan lidahnya perlahan-lahan. Dalam hitungan detik, Adnan menurunkan tangan lalu mendekap tubuh Anna. Anna terdiam, sambil mendongak, menatap Adnan dengan air mata masih mengalir pelan di pipi. "Siapa nama pria yang menyentuhmu, Anna? Apa kamu sangat mencintainya?" Kali ini suara Adnan terdengar lebih lembut, sinar matanya pun tak berapi-api seperti tadi.Anna hendak memberitahu namun sebenarnya dia pun tidak tahu siapa nama asli pria tersebut. "Apa nama samarannya Mr. D?" tanya Adnan lagi sambil menempelkan keningnya ke kening Anna.Dahi Anna langsung mengerut kuat. "Bagaimana kamu bisa tahu nama samarannya? Iya, aku sangat mencintainya, di
Lima menit sebelumnya, Adnan mendapat panggilan dari Bruno, sang sekretaris, bahwa akan diadakan rapat di restaurant. Adnan pun bergegas turun ke bawah, melihat sosok yang amat dia kenali bersama seorang pria. Saat ini, Adnan dapat merasakan dadanya terbakar membara, menahan cemburu, melihat tangan Anna disentuh oleh seorang pria. 'Siapa pria itu? Apa dia yang menyentuh tubuh Anna!' Tanpa pikir panjang, Adnan melangkah cepat hendak melihat apa yang dilakukan Anna. Dengan jarak aman, Adnan melirik-lirik ke depan. Memandang Anna dan sosok itu berjalan cepat ke bangunan di samping. Adnan terpaksa bersembunyi di balik pilar sambil sesekali menyembulkan kepala hendak mengintip.'Apa yang mereka bicarakan?'Di ujung sana, Adnan dapat melihat Anna dan pria tersebut terlibat pembicaraan serius. Adnan menajamkan pendengaran tapi karena suara kendaraan di jalan raya, menghalanginya. 'Sial, hampir saja!'Dengan buru-buru Adnan menggerakkan kepala kala matanya sedikit lagi bertemu dengan mata
Anna begitu ketakutan, melihat ayahya berdiri dengan raut wajah merah padam. Sementara Adnan mundur beberapa langkah kala mendengar Anna memanggil pria paruh baya di belakang dengan sebutan ayah. Anna berdiri sambil mengusap pelan bibirnya sesaat."Mengapa Ayah ada di sini?"Sebuah pertanyaan bodoh meluncur bebas dari bibir Anna tiba-tiba. Wanita itu lupa bila ayahnya terkadang akan datang ke apartment sekadar menengok keadaannya. "Kamu belum menjawab pertanyaan ayah barusan! Siapa yang hamil dan siapa pria ini hah!" tanya Ramdan sambil melirik Anna dan Adnan secara bergantian.Anna tak langsung menjawab tengah mencari kata-kata untuk bisa berkilah. Akan tetapi, belum sempat dia menanggapi, Adnan terlebih dahulu membuka suara hingga membuat mata Anna terbelalak."Saya suami Anna, Pak. Tadi saya hanya memberi pendapat saja jika Anna siapa tahu saja sedang hamil," jelas Adnan, dengan raut wajah datar. "Apa?!"Ramdan amat terkejut. Kedua tungkai kakinya mulai lemah. Lantas dengan perl
Adnan semakin mendekat hingga membuat Anna panik setengah mati. Bagaimana tidak, tatapan pria itu seakan ingin memangsanya. Tanpa sadar Anna meneguk ludah berulang kali kala melihat otot-otot perut Adnan terlihat menggoda saat ini. 'Astaga, apa kamu sudah gila, sadarlah dia pria brengsek yang suka celap-celup!' Anna menggeleng cepat, mengusir pikiran nakalnya sesaat. Lalu, menyilangkan tangan di depan dada berusaha menyembunyikan buah dadanya yang tak mengenakan dalaman sama sekali. "Hei, pria mesum! Berhenti atau aku akan menendang burungmu itu!" seru Anna tiba-tiba. Adnan mengindahkan perkataan Anna, malah menyeringai tajam. "Jangan sok jual mahal, Anna. Kamu yang membuat aku seperti ini. Lagipula aku ini suamimu, jadi wajar-wajar saja jika aku menyentuh tubuhmu.""Cih! Aku tak sudi tubuhku disentuh oleh pria mesum sepertimu, tubuhku hanya boleh disentuh oleh pria yang pertama kali menjamah tubuhku!" Perkataan Anna membuat dada Adnan bergemuruh. Langkahnya terhenti seketika. "
Anna membuka mata seketika saat tak dapat merasakan tamparan mendarat di pipinya barusan. Ia langsung melirik ke samping, melihat Naila malah berdiri tepat di hadapan Adnan. Adnan terlihat sangat terkejut dengan pergerakkan Naila yang menurutnya sangat cepat dan tidak dapat diprediksi itu. Dengan wajah menahan kesal, ia menatap Naila. "Kenapa kamu menamparku?" tanya Adnan sambil mengusap pipinya yang pedas. "Itu karena kamu sudah menyentuh tubuh temanku, Adnan!" seru Naila.Adnan ingin menyahut. Namun, tatapan tajam Ali yang berada di belakang, membuat Adnan bungkam. Ali baru saja tiba bersama Anya.Dalam hitungan detik, Naila mengalihkan pandangan kepada Anna lalu mendekat. Anna merasa bersalah, tatapan Naila menyiratkan kekecewaan. "Naila, maafkan aku karena tidak memberitahu kamu tentang permasalahanku, aku benar-benar minta maaf."Naila membuang napas kasar kemudian memegang kedua tangan Anna. "Kamu membuatku kecewa, Anna. Padahal kita bisa mencari bersama-sama solusinya, tapi
"Maksud Tante dengan kekasihku ya?"Anna memaksa tersenyum meski jantungnya sudah dag dig dug, seperti genderang perang. Dia menerka-nerka apa Anya sudah mengetahui kejadian semalam, entahlah. Anna berharap tidak.Anya tersenyum lebar, senyumannya membuat Anna panik. "Tentu saja dengan anak Tante, masa dengan kekasihmu."Anna menelan ludah berulang kali, terlihat gugup. "Tapi Tante mengapa harus menikah sama Adnan, aku punya kekasih, Tante?"Anya tersenyum penuh arti. "Kamu pikir Tante tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian semalam."Sekarang, senyum wanita paruh baya di hadapannya membuat Anna menarik napas panjang. "Memangnya semalam ada apa, Tante?"Anna masih mencoba mengelak. Meski keringat dingin menjalar di telapak tangannya saat ini. "Sudahlah, tak usah banyak tanya, ayo ikut Tante sebentar!" Tanpa mendengarkan balasan Anna, wanita yang wajahnya masih terlihat segar itu menarik tangan Anna keluar dan menyeretnya ke suatu tempat.Anna nampak panik, bertanya pada Anya mau
Demi mengatasi rasa gugupnya, Anna meneguk ludah berulang kali. Bagaimana tidak, Anya sedang melayangkan tatapan menyelidik padanya sekarang. "Anna, Green, siapa yang tidur dengan Adnan?" Anya mengulangi pertanyaan kala Anna maupun Green terdiam. Anne melirik Green sekilas lalu terkekeh hambar. "Bukan Adnan anak Tante kok, Adnan kekasihku, nama belakangnya Adnan juga, hehe.""Iya, Adnan pacar Anna, Tante." Green menyenggol cepat lengan Anna sambil melempar senyum kecut pada Anya pula. Selama ini, Anya mengira Anna memiliki kekasih. Anna dipaksa Naila unfuk berbohong. Naila sangat tak setuju bila Anna menikah dengan pria seperti Adnan. Meskipun begitu, Anya kerapkali meminta Anna membawa pacarnya ke rumah sekadar ingin tahu. Dan pada akhirnya ia berbohong lagi mengatakan jika kekasihnya berkerja menjadi abdi negara di perbatasan dan hanya pulang di waktu tertentu. Semenjak saat itu, Anya tak pernah lagi bertanya."Nama kekasihmu Adnan juga, Anna?" tanya Anya."Iya, Tante," balas Anna
"Anna, kamu ada di dalam 'kan?" kata Naila lagi dari luar. Anna semakin gusar. Tampak panik sekaligus kebingungan. Mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Namun, kepalanya semakin pusing. Matanya berkeliling sejenak di ruangan, melihat dress yang dikenakan saat menghadiri bridal shower Green nampak robek. Lalu melihat juga pakaian seorang pria berserakkan di mana-mana. Siapalagi kalau bukan punya Adnan. Anna yakin bila terjadi sesuatu di antara mereka semalam. Apalagi tubuh keduanya dalam keadaan polos sekarang. Di seberang ranjang, Adnan pun terlihat bingung. Sedari tadi mengamati keadaan kamar. "Anna?" Suara Naila terdengar lagi. Lamunan Anna buyar."I-ya Naila, tunggu sebentar!" balasnya setengah berteriak. Lantas dengan cepat menoleh ke arah Adnan. Matanya langsung menutup, melihat Adnan belum menutup burungnya."Adnan, cepat sembunyi dan pakai bajumu itu!" perintah Anna lalu mengambil celana dalam Adnan sambil menahan jijik. Kemudian tanpa melihat ke belakang, dia