Tak ada sahutan, Ali dan Jackson menatap tajam satu sama lain. Urat-urat di leher mereka menyembul keluar perlahan-lahan. Amarah yang bersemayam di dada Ali semakin membara. Dia sangat tak terima Jackson menyentuh istrinya tadi. Suasana mendadak mencekam. Hawa di sekitar begitu panas, sampai-sampai AC di ruangan, tak mampu mendinginkan panasnya hati mereka. Kedua pria yang memiliki perawakan dan perangai sama, masih menatap nyalang, dengan tangan terkepal erat. "Nggh ...."Lenguhan pelan yang terdengar dari bibir Naila berhasil membuat perhatian Ali dan Jackson teralihkan. Dengan pelan Naila membuka kelopak mata lalu meringis seketika kala benturan di lantai tadi mulai terasa, matanya pun kembali terkatup. Naila memegang keningnya sambil mengingat-ingat apa yang telah terjadi padanya. Ali melengoskan muka tiba-tiba kemudian melangkahkan kaki mendekati ranjang. "Naila."Tatkala suara Ali berdengung di telinga, Naila membuka mata. Melihat Ali tengah menatapnya dengan tatapan yang t
"Jaga ucapanmu!" Naila memegang pipinya, yang terasa panas sekarang. Dia tak mengerti mengapa Shakira masih menganggunya. Padahal dia tak pernah sekalipun menganggu Shakira.Mata Shakira melotot keluar, menahan sakit karena tamparan Naila juga. "Memang benar, 'kan, kamu seorang penggoda! Lihatlah tadi kamu mencari muka dengan Ali!" Naila enggan menyanggah perkataan Shakira. Ia tercengang, merasa pendapat wanita di hadapannya ini tak beralasan. Sebab, sedari tadi dia tak melihat batang hidung Ali. Setelah kedatangan para instruktur, Ali dan Jackson keluar dari ruangan, sepertinya melanjutkan perkerjaan mereka di kantor. Jadi, sejak kapan dia menggoda Ali. Sementara para model lain, bergeming di tempatnya masing-masing dan tak berniat ikut campur urusan Shakira dan Naila. Saat ini pun para instruktur tak berada di ruangan. "Mengapa kamu selalu menuduh Talitha tanpa bukti? Padahal Tuan Ali tidak ada di sini!" timpal Anna seketika. Sebagai teman, tentu saja Anna pasang badan. Dia tak
"Awh! Sakit Ma!" Rani mengaduh kesakitan kala kepalanya ditempeleng Mirna barusan.Mata Mirna melotot keluar, melihat putri sulungnya itu mengatakan hal yang tidak-tidak. "Makanya jangan aneh! Jelas-jelas namanya di situ Talitha!"Bibir Rani mengerucut tajam seketika sambil mengusap sebentar kepalanya. "Ish, tapi memang wajahnya mirip Naila, Ma. Coba Mama lihat," katanya sambil menunjuk ke arah televisi.Bukannya melihat ke televisi, Mirna malah menarik napas pendek kemudian menatap tajam Rani. "Iya, iya, tapi itu bukan Naila. Lagipula tidak mungkin Naila memiliki wajah dan tubuh yang cantik seperti itu!" "Bisa saja itu benar Naila, Ma!" protes Rani, menyampaikan praduganya. Dari segi postur tubuh dan warna kulit begitu serupa dengan Naila. "Ck!" Mirna berdecak kesal sesaat, sebab Rani kekeh pada pendiriannya. "Waktu mama mencari Salem di perusahaan kemarin, mama pun mengira model itu Naila, karena tanda lahirnya sangat mirip dengan Naila," jelas Mirna cepat.Mata Rani berkedip-
Netra Ali melebar seketika. Lantas dengan cepat mendorong dada Shakira. Shakira terhuyung ke belakang sesaat sambil mengukir senyum kecil. "Shakira, ini di depan umum?" Ali berkata sambil melototkan mata. "Hehe, maaf Sayang, aku lupa." Shakira melempar senyum pada James sekilas. Dia sangat senang kala melihat rencananya berhasil sebab Naila baru saja keluar dari ruangan. Saat ini James tengah tertawa pelan, mendengar perkataan Shakira barusan. "Astaga, Shakira, intim yang aku maksud bukan seperti itu, lucu sekali kamu!" seru James diiringi tawa lagi setelahnya. Para model pun ikut tergelak. Melihat sikap Shakira yang kelewat batas, Ali hanya mampu membuang napas kasar. Perasaannya mulai tak nyaman mulai merasuk jiwanya karena baru saja berciuman dengan Shakira. Pandangannya pun langsung tertuju ke depan, Naila tak terlihat lagi. 'Kemana Naila?' Kedua mata Ali celingak-celinguk menelisik keberadaan Naila. "Shakira, Tuan Ali, ayo kita lanjutkan kembali biar cepat selesai, bukanka
"Tuan Ali!"Perhatian Ali dan mitra bisnis sebanyak enam orang di ruangan VIP restoran teralihkan, kala Roni berdiri, dengan jarak dua meter, memanggil namanya tiba-tiba.Ali melayangkan tatapan tajam ke arah Roni karena telah berani menghentikan sekretaris dari perusahaan Mb-Group memaparkan rencana kerjasama antar perusahaan. Dengan takut-takut Roni menghampiri Ali. Dia baru saja mendapatkan sebuah pesan singkat dari Santi, mengatakan bahwa Naila masuk ke dalam wilayah Lio, singa putih peliharaan Ali. Roni memberanikan diri' merendahkan tubuhnya lalu mulai berbisik di telinga Ali. "Tuan, maafkan aku menyela, Santi baru saja memberitahuku kalau Nona Naila masuk wilayah Lio sekarang."Ali bangkit berdiri sambil melebarkan mata, terkejut. "Apa katamu?! Dia masuk wilayah Lio?"Melihat reaksi Ali, sekarang para mitra di ruangan tampak heran, termasuk Jackson, salah satu mitranya yang hadir malam ini juga. Dengan raut wajah khawatir, Roni mengangguk cepat. Ali mengalihkan pandangan sek
"Naila!"Tanpa menanggalkan pakaian, Ali meloncat ke dalam sungai dan menelisik Naila. Beruntung sekali malam ini cahaya rembulan begitu terang sehingga membuatnya tak kesulitan mencari Naila yang tak sadarkan diri lagi sekarang. Matanya melebar kala melihat tubuh Naila mulai bergerak masuk ke dasar sungai. Dengan sekuat tenaga Ali berenang berusaha menggapai Naila. Tak butuh waktu lama, Ali berhasil membawa Naila kembali ke permukaan dan menyeretnya ke tepian sungai kecil tersebut. "Roar!"Belum juga keluar dari sungai, Ali dikejutkan keberadaan Lio yang ternyata masih di sekitarnya. Beberapa menit sebelumnya, berbekal senter dan jejak tanda kaki Lio, ia dapat menemukan keberadaan Naila. Roni dan para penjaga sengaja tak Ali bawa karena takut Lio akan murka. Sebab Lio sangat sensitif dengan orang asing. Tadi Lio melihat Naila di tepi sungai sama matanya celingak-celinguk ke sana kemari. Ali hampir saja dimangsa Lio. Namun, ketika Ali mengeluarkan suara dan mengertak Lio. Hewan itu
"Apa kamu mau aku yang membuka pakaian basahmu itu?" Ali bertanya dengan raut wajah datar.Naila meneguk ludah berkali-kali sembari menggelengkan kepala dengan cepat. Dia malu, sebab untuk pertama kalinya satu ruangan bersama Ali. Air mengalir perlahan dari ujung rambutnya tiba-tiba membuat Ali terlihat begitu seksi. Naila tersipu malu, lantas dengan cepat memalingkan muka ke samping. Sekarang, Naila dapat merasakan jantungnya berdetak amat cepat. Ali mampu membuatnya tak dapat menarik napas saat ini. Pria itu memiliki daya tarik tersendiri, sehingga berhasil memporak-porandakkan jiwanya sekarang. "Tidak, Al. Iya, aku akan membuka pakaianku sendiri, tapi—""Kamu tenang saja, aku juga mau pergi ke toilet, kalau sudah selesai tutupi tubuhmu dengan selimut. Aku akan mengobati lukamu nanti." Tanpa mendengarkan perkataan Naila, Ali langsung menyela. Dalam keadaan basah Ali pun bergerak menuju toilet.Naila keheranan dan diterpa dilema sekarang, mengapa Ali tidak menyuruh Santi mengobati
Mata Naila terbelalak kala Ali membungkam bibirnya dengan sebuah kecupan. Sementara Ali, dengan mata terpejam menindih tubuh Naila. Sedari tadi dia tak mampu menahan gejolak di dalam hatinya. Wanita ini begitu berbahaya menurutnya, mampu membuatnya melakukan sesuatu di luar kehendak. 'Jangan, hentikan! Argh! Ada apa dengan tubuhku?!' Naila memekik nyaring di dalam hati. Dalam keadaan sadar Naila hendak mendorong dada Ali. Namun, sepertinya otak dan anggota tubuhnya tak selaras sama sekali. Terlebih lagi sekarang Ali melempar cepat selimutnya ke sembarang arah. Naila membeku, dinginnya pendingin AC di ruangan membuat kaki dan tangan mendadak lumpuh. Dalam keadaan mata terbuka lebar, Naila terdiam. Kini Ali memagut bibirnya dengan begitu lembut dan pelan. Naila terbuai, tanpa sadar menutup matanya, menikmati setiap sentuhan yang diberikan Ali saat ini. Ada desiran aneh yang tercipta kala kulitnya dan kulit Ali saling bersentuhan. "Nggh ...."Lenguhan yang lolos dari bibir Naila, mam
"Jangan pergi! Jangan mengucapkan kata-kata pergi, Anna!" Adnan memeluk erat Anna dari belakang. Mendengar kata pergi yang terucap dari bibir Anna, membuatnya resah. Adnan tak akan mau hal itu terjadi.Anna membalik cepat. Lalu menatap tajam. Tampaknya kekesalan Anna belum mereda. "Iya, kalau kamu tidak membuktikan perkataanmu, maka aku akan pergi!"Adnan langsung mendekap tubuh Anna dengan sangat erat. "Tidak, tidak Sayang, percayalah padaku, aku akan membuktikannya, kamu lihat saja nanti," ucapnya sambil berkali-kali melabuhkan kecupan di kening Anna."Iya, awas saja kamu berulah, bukan hanya Damar yang akan aku remukkan, tubuhmu pun aku akan hancurkan dengan teflon!" kata Anna, ketus.Adnan malah terkekeh-kekeh. Teringat dengan malam di mana Anna memukul-mukul sang wanita malam dengan teflon. "Iya, iya Sayang, itu kan kalau berulah, aku akan membuktikannya padamu, lihat saja nanti."Anna mendengus lantas melirik tajam Adnan. Namun, di mata Adnan, wajah Anna nampak menggemaskan."Say
Mata Anna melebar kala Adnan menangkup kedua pipinya dan membungkamnya dengan sebuah kecupan. Dia hendak memberontak. Namun, tubuhnya mendadak lumpuh. Anna tak mengerti dengan situasi saat ini. Tadi, Adnan memarahinya. Tetapi, sekarang malah menciumnya. Dengan mata masih terbuka, Anna dapat merasakan Adnan menjelajahi isi mulutnya dengan melilitkan lidahnya perlahan-lahan. Dalam hitungan detik, Adnan menurunkan tangan lalu mendekap tubuh Anna. Anna terdiam, sambil mendongak, menatap Adnan dengan air mata masih mengalir pelan di pipi. "Siapa nama pria yang menyentuhmu, Anna? Apa kamu sangat mencintainya?" Kali ini suara Adnan terdengar lebih lembut, sinar matanya pun tak berapi-api seperti tadi.Anna hendak memberitahu namun sebenarnya dia pun tidak tahu siapa nama asli pria tersebut. "Apa nama samarannya Mr. D?" tanya Adnan lagi sambil menempelkan keningnya ke kening Anna.Dahi Anna langsung mengerut kuat. "Bagaimana kamu bisa tahu nama samarannya? Iya, aku sangat mencintainya, di
Lima menit sebelumnya, Adnan mendapat panggilan dari Bruno, sang sekretaris, bahwa akan diadakan rapat di restaurant. Adnan pun bergegas turun ke bawah, melihat sosok yang amat dia kenali bersama seorang pria. Saat ini, Adnan dapat merasakan dadanya terbakar membara, menahan cemburu, melihat tangan Anna disentuh oleh seorang pria. 'Siapa pria itu? Apa dia yang menyentuh tubuh Anna!' Tanpa pikir panjang, Adnan melangkah cepat hendak melihat apa yang dilakukan Anna. Dengan jarak aman, Adnan melirik-lirik ke depan. Memandang Anna dan sosok itu berjalan cepat ke bangunan di samping. Adnan terpaksa bersembunyi di balik pilar sambil sesekali menyembulkan kepala hendak mengintip.'Apa yang mereka bicarakan?'Di ujung sana, Adnan dapat melihat Anna dan pria tersebut terlibat pembicaraan serius. Adnan menajamkan pendengaran tapi karena suara kendaraan di jalan raya, menghalanginya. 'Sial, hampir saja!'Dengan buru-buru Adnan menggerakkan kepala kala matanya sedikit lagi bertemu dengan mata
Anna begitu ketakutan, melihat ayahya berdiri dengan raut wajah merah padam. Sementara Adnan mundur beberapa langkah kala mendengar Anna memanggil pria paruh baya di belakang dengan sebutan ayah. Anna berdiri sambil mengusap pelan bibirnya sesaat."Mengapa Ayah ada di sini?"Sebuah pertanyaan bodoh meluncur bebas dari bibir Anna tiba-tiba. Wanita itu lupa bila ayahnya terkadang akan datang ke apartment sekadar menengok keadaannya. "Kamu belum menjawab pertanyaan ayah barusan! Siapa yang hamil dan siapa pria ini hah!" tanya Ramdan sambil melirik Anna dan Adnan secara bergantian.Anna tak langsung menjawab tengah mencari kata-kata untuk bisa berkilah. Akan tetapi, belum sempat dia menanggapi, Adnan terlebih dahulu membuka suara hingga membuat mata Anna terbelalak."Saya suami Anna, Pak. Tadi saya hanya memberi pendapat saja jika Anna siapa tahu saja sedang hamil," jelas Adnan, dengan raut wajah datar. "Apa?!"Ramdan amat terkejut. Kedua tungkai kakinya mulai lemah. Lantas dengan perl
Adnan semakin mendekat hingga membuat Anna panik setengah mati. Bagaimana tidak, tatapan pria itu seakan ingin memangsanya. Tanpa sadar Anna meneguk ludah berulang kali kala melihat otot-otot perut Adnan terlihat menggoda saat ini. 'Astaga, apa kamu sudah gila, sadarlah dia pria brengsek yang suka celap-celup!' Anna menggeleng cepat, mengusir pikiran nakalnya sesaat. Lalu, menyilangkan tangan di depan dada berusaha menyembunyikan buah dadanya yang tak mengenakan dalaman sama sekali. "Hei, pria mesum! Berhenti atau aku akan menendang burungmu itu!" seru Anna tiba-tiba. Adnan mengindahkan perkataan Anna, malah menyeringai tajam. "Jangan sok jual mahal, Anna. Kamu yang membuat aku seperti ini. Lagipula aku ini suamimu, jadi wajar-wajar saja jika aku menyentuh tubuhmu.""Cih! Aku tak sudi tubuhku disentuh oleh pria mesum sepertimu, tubuhku hanya boleh disentuh oleh pria yang pertama kali menjamah tubuhku!" Perkataan Anna membuat dada Adnan bergemuruh. Langkahnya terhenti seketika. "
Anna membuka mata seketika saat tak dapat merasakan tamparan mendarat di pipinya barusan. Ia langsung melirik ke samping, melihat Naila malah berdiri tepat di hadapan Adnan. Adnan terlihat sangat terkejut dengan pergerakkan Naila yang menurutnya sangat cepat dan tidak dapat diprediksi itu. Dengan wajah menahan kesal, ia menatap Naila. "Kenapa kamu menamparku?" tanya Adnan sambil mengusap pipinya yang pedas. "Itu karena kamu sudah menyentuh tubuh temanku, Adnan!" seru Naila.Adnan ingin menyahut. Namun, tatapan tajam Ali yang berada di belakang, membuat Adnan bungkam. Ali baru saja tiba bersama Anya.Dalam hitungan detik, Naila mengalihkan pandangan kepada Anna lalu mendekat. Anna merasa bersalah, tatapan Naila menyiratkan kekecewaan. "Naila, maafkan aku karena tidak memberitahu kamu tentang permasalahanku, aku benar-benar minta maaf."Naila membuang napas kasar kemudian memegang kedua tangan Anna. "Kamu membuatku kecewa, Anna. Padahal kita bisa mencari bersama-sama solusinya, tapi
"Maksud Tante dengan kekasihku ya?"Anna memaksa tersenyum meski jantungnya sudah dag dig dug, seperti genderang perang. Dia menerka-nerka apa Anya sudah mengetahui kejadian semalam, entahlah. Anna berharap tidak.Anya tersenyum lebar, senyumannya membuat Anna panik. "Tentu saja dengan anak Tante, masa dengan kekasihmu."Anna menelan ludah berulang kali, terlihat gugup. "Tapi Tante mengapa harus menikah sama Adnan, aku punya kekasih, Tante?"Anya tersenyum penuh arti. "Kamu pikir Tante tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian semalam."Sekarang, senyum wanita paruh baya di hadapannya membuat Anna menarik napas panjang. "Memangnya semalam ada apa, Tante?"Anna masih mencoba mengelak. Meski keringat dingin menjalar di telapak tangannya saat ini. "Sudahlah, tak usah banyak tanya, ayo ikut Tante sebentar!" Tanpa mendengarkan balasan Anna, wanita yang wajahnya masih terlihat segar itu menarik tangan Anna keluar dan menyeretnya ke suatu tempat.Anna nampak panik, bertanya pada Anya mau
Demi mengatasi rasa gugupnya, Anna meneguk ludah berulang kali. Bagaimana tidak, Anya sedang melayangkan tatapan menyelidik padanya sekarang. "Anna, Green, siapa yang tidur dengan Adnan?" Anya mengulangi pertanyaan kala Anna maupun Green terdiam. Anne melirik Green sekilas lalu terkekeh hambar. "Bukan Adnan anak Tante kok, Adnan kekasihku, nama belakangnya Adnan juga, hehe.""Iya, Adnan pacar Anna, Tante." Green menyenggol cepat lengan Anna sambil melempar senyum kecut pada Anya pula. Selama ini, Anya mengira Anna memiliki kekasih. Anna dipaksa Naila unfuk berbohong. Naila sangat tak setuju bila Anna menikah dengan pria seperti Adnan. Meskipun begitu, Anya kerapkali meminta Anna membawa pacarnya ke rumah sekadar ingin tahu. Dan pada akhirnya ia berbohong lagi mengatakan jika kekasihnya berkerja menjadi abdi negara di perbatasan dan hanya pulang di waktu tertentu. Semenjak saat itu, Anya tak pernah lagi bertanya."Nama kekasihmu Adnan juga, Anna?" tanya Anya."Iya, Tante," balas Anna
"Anna, kamu ada di dalam 'kan?" kata Naila lagi dari luar. Anna semakin gusar. Tampak panik sekaligus kebingungan. Mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Namun, kepalanya semakin pusing. Matanya berkeliling sejenak di ruangan, melihat dress yang dikenakan saat menghadiri bridal shower Green nampak robek. Lalu melihat juga pakaian seorang pria berserakkan di mana-mana. Siapalagi kalau bukan punya Adnan. Anna yakin bila terjadi sesuatu di antara mereka semalam. Apalagi tubuh keduanya dalam keadaan polos sekarang. Di seberang ranjang, Adnan pun terlihat bingung. Sedari tadi mengamati keadaan kamar. "Anna?" Suara Naila terdengar lagi. Lamunan Anna buyar."I-ya Naila, tunggu sebentar!" balasnya setengah berteriak. Lantas dengan cepat menoleh ke arah Adnan. Matanya langsung menutup, melihat Adnan belum menutup burungnya."Adnan, cepat sembunyi dan pakai bajumu itu!" perintah Anna lalu mengambil celana dalam Adnan sambil menahan jijik. Kemudian tanpa melihat ke belakang, dia