"Gue pikir lu orang miskin. Rupanya kaya," ucap Andara pada pria di depannya. Keduanya sedang duduk disalah satu meja di Kafe.
Pria itu tidak menanggapi. Dia justru memberikan satu lembar kertas dibungkus map di atas meja pada Andara."Baca kontraknya. Setelah itu, tandatangani. Lusa kita berangkat ke Dubai." Pria di sana menjelaskan secara singkat.Andara menurunkan pandangan dari wajah Risyad ke meja. Jemari lentiknya meraih kertas yang katanya berisikan kontrak. Andara mana paham tentang beginian. Dia hanya sedang berpura-pura elegan saja, agar nanti terlihat sepadan dengan apa yang akan ditawarkan oleh si pria."Buset! Ini tulisan apa mantra? Mana ngerti gue astaga..." gumamnya dalam hati, begitu melihat bacaan dikertas."Duh maaf ya, gue cuma paham bahasa asing, Korea Selatan. Yang lainnya gue kurang ngerti," kata Andara sembarang sambil meletakkan kembali kertas ke posisi awal."Nae jib-e meomulmyeonseo maeil bam naleul manjogsikyeo jusibsio."Andai saja Andara sedang ada di dunia kartun, pasti saat ini mulutnya sudah terjatuh ke bawah saking tercengangnya. Dia beralih meringis kecil seraya menggaruk kepala yang tidak gatal sama sekali."Iya, iya, gue ngalah! Gue ini norak. Nggak bisa apa-apa. Lagian kenapa sih harus pake kontrak-kontrak segala? Ribet tau, nggak? Kalo emang kerja ya langsung kerja aja. Ngapain buang-buang tenaga buat ngetik banyak huruf nggak jelas gini," sungut Andara akhirnya mengubah diri ke setelan pabrik."Kontrak kerja sama itu dibutuhkan agar dua belah pihak bisa saling menjaga kesepakatan. Jika kontrak tidak ada, sangat minim kepercayaan yang didapat," jelas si pria.Andara hanya mengangguk-angguk sok paham.Oh Jadi begini cara orang kaya bekerja? Semuanya perlu diperhatikan. Segala kontrak juga harus ada. Duh jadi bingung, ntar kalau gue jadi orang kaya, bisa nggak ya bikin kontrak gini juga? Hati Andara berbicara, berkhayal menjadi orang yang sama dengan si pria."Ya udah, gue ngikut aja mah. Nggak usah banyak naninuneno. Yang penting ada uang gue kerja. Nggak usah ragu sama gue. Gue orangnya bisa di percaya. Lu aja yang kemarin kabur, padahal kamar udah gue booking. Mana rugi 150 rebu lagi." Andara masih ingat tentang kejadian malam itu."Saya akan mengganti kerugian kamu. Yang penting saat ini, kamu memahami dulu apa tugas kamu setelah tiba di Dubai.""Tugas apa aja emang?" tanya Andara penasaran."Buat istri saya cemburu."Andara hampir saja tersedak ludahnya sendiri begitu ucapan pria di depannya terlontar. Gadis dengan busana tanpa lengan tersebut, membulatkan matanya tidak percaya."Apa? Nggak, nggak, nggak! Gue malas ribut sama perempuan. Apalagi seorang istri. Mulut mereka tuh kayak kereta api, nggak mau diem. Malas gue ngeladeni istri orang. Nggak, gue nggak mau!" Andara tak berpikir dua kali untuk menolak."Dia berbeda dengan perempuan lain. Saya akan bayar 1000 dollar per satu hari. Kamu tinggal di rumah saya selama satu bulan saja. Setelah itu, kontrak selesai," bujuk pria di sana."Seribu dollar berapa tuh kalau di rupiahin?""Sekitar lima belas juta, kurang lebih."Langsung saja Andara membekap mulutnya sendiri begitu mendengar nominal yang akan dia terima. Buset... 15 juta? Per hari? Di kali 30 berapa juta yang dimiliki Andara? Gadis itu menggeleng-geleng takjub."Oke, deal! Gue jabanin dah bini lu. Mau kayak kuntilanak sekali pun, nggak bakal takut gue. Asal lu memang nepatin janji buat bayar gue segitu. Awas kalo lu boong!" ancam Andara dengan jari telunjuk yang mengacung tajam."Saya akan tambahan jika istri saya benar-benar bisa cemburu sama kamu," tambah pria itu lagi.Semakin mengawang angan-angan Andara akan rupiah yang merajalela. Kalau begini keadaannya, mungkin Andara tidak akan melelang diri selama beberapa tahun ke depan."Oke, setuju. Serahin aja sama gue," seru Andara, tanpa beban sama sekali.**Risyad menyiapkan beberapa kepentingan Andara yang akan ikut terbang ke Dubai bersamanya. Risyad baru tahu kalau Andara rupanya hanya lulusan SMA. Tapi walau pun begitu, Risyad tetap memilih Andara untuk dia jadikan bahan agar istrinya bisa 'melihat' dirinya sebagai seorang suami. Sudah cukup lelah rasanya ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkan dari istrinya sendiri."Kamu sudah pahami apa saja yang akan kamu lakukan sesudah sampai di Dubai?" tanya Risyad. Keduanya baru saja naik mobil menuju bandara.Andara sempat berpamitan pada Missa juga Konen. Meski dibalut kata-kata yang minim bau perpisahan, namun tak bisa ditutupi oleh Andara bahwa hatinya akan benar-benar rindu pada teman seperjuangannya itu."Belum. Kan belum lu masukin bahasa yang bisa gue pahami. Mana bisa gue bahasa alien kayak gitu. Lu kaya tapi bloon, ye," tukas Andara, tak kenal sopan santun.Risyad yang duduk di jok belakang, hanya bisa melirik tajam ke arah kaca spion depan mobil, yang mana Andara duduk di sebelah sopir. Andara mengangkat alisnya, terkesan menantang. Alih-alih paham akan apa yang hendak diperingati Risyad, justru tatapan lantang itu yang dia dapatkan.Risyad menghela napas berat. "Dengarkan saya baik-baik." Laki-laki itu memulai. Andara hanya mengangguk sambil menatap jalanan di depan. "Sesampainya di sana, ubah caramu berbicara. Berikan sedikit tata krama pada lidahmu itu!"Andara mendengar lalu mengerutkan keningnya. Sontak saja gadis berambut hitam legam itu menengok ke belakang, menatap Risyad penuh selidik."Woi! Lu mau apain gue sih sebenarnya? Mana ada luntie kayak gue cara bicaranya aja harus di atur. Gilak lu?" protesnya."Pelankan suara kamu. Jangan sekali-kali berbicara keras seperti ini saat di rumah saya nanti.""Udah deh. Nih ya gue jelasin sama lu, gue ini cewek yang nggak suka di atur. Apalagi tata bicara harus lemah lembut, mana bisa gue. Kalo lu mau ngatur gue, atur pas kita lagi di ranjang! Dengar lu?""Tapi saya menyewa kamu bukan untuk bermain di atas ranjang. Jangan salah menyimpulkan dulu."Andara semakin di buat tidak paham akan laki-laki aneh ini. Bukannya dia mencari perempuan asing untuk dijadikan bahan di atas ranjang? Terus, kalau bukan ingin bermain, lantas apa?"Tunggu-tunggu! Lu mau jual gue? Anjirr, bangsat lu! Kok gue baru kepikiran sekarang?" Asumsi Andara memakasanya menghentikan laju mobil.Gadis itu memukuli si sopir dengan membabi buta, membuat mobil sempat hilang kendali. Nyaris saja mobil itu menyerempet pengendara lain, jika tak secepatnya si sopir mengambil alih kembali."Stop!" teriak Risyad. Andara tiba-tiba tertegun. "Kamu mau bunuh kita bertiga?" lanjutnya dengan wajah memerah, marah.Andara yang sudah dibungkus kilat kemarahan efek dari asumsinya tentang Risyad, langsung saja turun dari mobil."Pergi lu sana! Fuck you, bitch!!" umpat Andara dengan wajah geram, tak lupa mengacungkan dua jari tengahnya ke arah jendela kaca Risyad.Meski terlahir tak punya otak yang cerdas, namun sudah berulang kali pengalaman mengajari Andara. Banyak orang-orang kaya macam Risyad ini yang memberikan harapan palsu dengan iming-iming uang sebanyak-banyaknya. Tentu bukan hal baru untuk Andara paham tentang siasat Risyad. Sebelum dia menjadi budak di negara orang, lebih baik dia kabur meski tetap jadi budak di negerinya sendiri."Bagaimana dengan 15 jutanya? Dibatalkan?" kata Risyad kala kedua kaki jenjang Andara akan melangkah menjauh.Sontak saja Andara berhenti. Dia menatap Risyad dengan sejuta bimbang dalam kepalanya. Diamnya Andara di posisinya, membuat Risyad memiliki waktu untuk melanjutkan kata-katanya."Bukannya tadi malam kita sudah sepakat? Saya tidak akan menjual kamu. Lagi pula, untuk apa saya jauh-jauh mencari orang kalau hanya untuk dijual? Saya memiliki jutaan pelayan, untuk apa lagi satu orang sepertimu ini? Pun kalau kamu laku, berapa orang berani menebusmu?""Bangsat! Mulut lu kayak silet, anjirr! Tajam bener!" tanggapnya, sewot.Risyad hanya mengangkat alisnya sekilas juga bersamaan dengan bahunya yang terkesan menyerahkan semuanya pada Andara."Naik dulu. Saya jelaskan lebih detail. Berhenti di trotoar seperti ini tidak baik."Andara menghilangkan kekesalan juga asumsinya yang sempat panik tadi secepat kilat. Kakinya yang hendak menjauh, akhirnya tertarik lagi untuk mengikuti ucapan laki-laki itu. Tak butuh waktu lama, Andara sudah ada di dalam mobil lagi seperti tiga menit yang lalu."Bagaimana kalau kita memperluas Mextech Grup dengan mengambil salah satu proyek yang sedang banyak ditawarkan? Mungkin saya rasa tidak akan merugikan kita dalam aspek mana pun.""Tapi bukankah ada pihak ketiga yang akan ikut ambil alih dalam pengambilan proyek ini? Saya banyak membaca laporan dari beberapa dewan direksi, bahwa dana yang mereka tawarkan itu juga cukup fantastis. Apa sebaiknya kita tidak perlu gegabah? Juga proyek ini tidak terlalu dibutuhkan oleh Mextech G, hanya akan membuang-buang waktu menurut saya pribadi." "Itu benar. Pihak ketiga itu berasal dari pasar-pasar yang sudah luas. Saya sedang tidak berniat menjangkau seberapa luas dan berpengaruhnya Mextech saat ini, hanya saja, grup-grup dari pihak ketiga itu bukan tanding untuk kita. Saya rasa, abaikan saja untuk yang ini. Bagaimana kalau kita fokus untuk membesarkan pasar dalam lokal saja? Seperti memperbanyak toko dan juga merekrut beberapa desainer terkenal untuk membentuk lagi brand-brand yang berkualitas." Sh
Pertemuan yang sudah diagendakan oleh pimpinan Intext akhirnya berlangsung. Sesuai apa katanya, pertemuan ini akan mengundang beberapa rekan bisnis yang sudah tidak asing lagi diranahnya. Juga tentang anak dan menantunya yang harus turut ikut menghadiri. Entah apa sebenarnya maksud dan tujuan pertemuan ini, yang pastinya, laki-laki berusia lanjut itu ingin memberikan sesuatu yang dianggap ancaman lebih pada orang yang hendak dia inginkan kejelasannya. "Bagaimana, apa bisa kita mulai acara pertemuan ini?" tanya salah satu rekan yang hadir. Salah satu owner grup yang beken diranahnya."Tentu saja. Semuanya sudah hadir, silakan berikan beberapa statment kalian," jawab Lukas Enembe, pimpinan Intext. Sementara orang-orang sedang fokus pada acara pertemuan yang terasa sangat intim dan lekat akan pembahasan yang serius, di sisi lain ada dua orang yang sedang menebak-nebak begitu keras, apa sebenarnya yang hendak direncakan oleh Lukas lagi. Risyad dan Shama sama-sama terlihat sedang berusa
"Hal pertama yang harus lu lakuin! Jangan bujuk istri lu apa pun yang terjadi!" "Kamu sudah gila? Bagaimana mungkin saya tidak membujuk istri saya. Dia itu perempuan yang baik dan ada banyak orang yang hendak menjatuhkannya. Mana bisa saya hanya diam saja," protes Risyad, tidak suka statment Andara. Andara lagi-lagi membuang napas frustrasi. Di dalam kamar yang cukup luas ini, dia dan si pria kaya sedang membahas rencana yang akan mereka lakukan. Namun, Andara selalu saja dibuat geram akan kebodohan natural dari Risyad. "Lu tau nggak, kenapa kita dipertemukan sama Tuhan?" tanya Andara. "Kita tidak dipertemukan! Saya yang mencari kamu," jawab Risyad, menentang. "Ya lu emang cari, tapi lu mana tau yang bakalan lu dapatin itu gue. Bisa aja launtie lain," kukuh Andara. Risyad yang sedang duduk di kursi satu orang di depannya hanya menghela napas. Tampaknya masih terbebani akan keadaan Shama yang marah. Demi membuat kepalanya tenang, Risyad pun membiarkan Andara melanjutkan kalimatnya
Risyad hanya ingin Shama membalas cintanya. Dia tidak peduli meski seberapa buruk kini perempuan itu memperlakukannya, yang terpenting adalah, Shama tahu dan sadar bahwa cinta Risyad hanyalah untuknya seorang. Sebelum bertemu dengan Andara, tujuan awal Risyad mengunjungi Indonesia hanyalah sebatas perjalanan bisnis. Namun, usai pertemuan dengan beberapa rekan di sana, banyak teman yang mengusulkan pada Risyad untuk mencoba hal baru yang akan menentukan apakah Shama bisa menerimanya atau tidak.Dan cara itu adalah, mencari gadis yang rela dijadikan kelinci percobaan. Perempuan yang kastanya lebih rendah dari Shama. Gunanya agar Shama bisa membuat dirinya seolah tidak terkalahkan dan mungkin akan berakhir menunjukkan pada Risyad kalau dirinyalah yang paling pantas menjadi nyonya Risyad Al Maktoum. **Andara terbangun dari alam bawah sadarnya. Tidurnya lelap tadi malam, hanya saja tidak terlalu nyaman. Sofa memang tidak terlalu dianjurkan untuk tempat mengistirahatkan tubuh. Badannya s
Risyad keluar lebih dulu. Sepasang matanya langsung saja menangkap potret Shama tengah duduk sendiri di meja makan sambil mengaduk-aduk salad sayur di depannya. Laki-laki itu terus memperhatikan istrinya yang terlihat sedang memendam banyak masalah. Shama melamun. Dia hilang dari tempatnya saat ini. "Kenapa tidak makan? Kamu sakit?" ujar Risyad sambil mendekat. Shama lantas menoleh malas. Tatapan sinis penuh kebencian itu terpampang jelas. Daripada besarnya kebencian Shama pada sang ayah mertua, sebenarnya Shama jauh lebih membenci Risyad mau sebaik apa pun sikap laki-laki itu. "Puas? Ada lagi yang kau inginkan, Risyad?" Alih-alih menjawab, Shama lebih tertarik mengajak Risyad kembali berperang. Sosok jangkung yang mengenakan jas biru polos itu menunda duduk di kursi. Mendengar tanya Shama membuatnya mendadak ingat kejadian pagi ini. Risyad menghela napas, kini dilema. Harusnya bukan ini hasil yang diterima Risyad. Laki-laki itu tidak menyadari akan seburuk ini tanggapan Shama ten
Andara berjalan dengan perasaan jengkel yang masih tersimpan. Tangannya masih tersisa jejak saos salad yang sempat membersihkan kepala Risyad. Tak sengaja, keduanya orang itu kembali berpapasan dengan keadaan Risyad yang sudah kembali rapi dan bersih. Jas birunya berubah jadi kemeja hitam.Andara bergeming begitu menatap Risyad yang diam di depannya. Sementara Risyad melirik tangan Andara yang kotor. Melihat betapa berantakannya kini Andara, dengan kemeja yang kebesaran, rambut acak-acakan, dan kaki jenjang hingga pahanya tak tertutup apa-apa, membuat Risyad inisiatif memberikan kartu kreditnya. "Ajak sopir belanja. Kamu sudah seperti orang gila," titahnya sambil menyodorkan kartu kredit. Alis Andara langsung menyatu, dengan bibir yang sinis. Tatapannya masih sama pada Risyad. Jengkel. "Dih, lu nggak nyadar? Yang gila itu elu, buka gue!" cetus Andara membalas. "Jangan membantah. Di rumah tidak ada yang memasak juga. Kamu boleh beli apa pun dan makan apa pun di luar. Ini kesepakatan
Risyad benar-benar tidak menanggapi serius apa yang baru saja dikatakan Andara. Baginya, Andara itu tetap gadis 'gila' yang mengatakan suatu hal yang tak mendasar. Itu kenapa Risyad hanya menghela napas lalu melupakan peringatan Andara. Dia kembali pada rekannya yang menunggu. Begitu tiba di kursinya lagi, dari jarak yang berbeda Andara satu kali lagi memastikan kalau Risyad benar-benar tidak percaya padanya. Dan benar saja, laki-laki itu sudah kembali duduk dan siap meneguk wine miliknya. "Gilak ya tu orang!" sungut Andara dalam hati. Dia melihat dengan jelas bagaimana Risyad meneguk dengan santai minuman 'beracun' itu. Anggap saja hari ini Risyad sedang beruntung, atau Andara yang lagi baik-baiknya. Gadis itu siap di anggap tolol karena tetap diam mengawasi Risyad untuk memastikan laki-laki itu aman. Andara tahu dimenit keberapa obat itu akan bereaksi. Itu kenapa Andara memilih diam sejenak dan kembali duduk di tempat yang jaraknya lebih dekat, tanpa Risyad tahu. Risyad akhirnya
Kesadaran Risyad benar-benar sudah tidak terkendali lagi. Bahkan jauh lebih baik kalau laki-laki itu tidak sadarkan diri agar Andara lebih mudah membawanya masuk ke dalam rumah. Namun, nyatanya Risyad masih terjaga sampai saat ini. Bahkan setelah Andara membawanya masuk ke dalam rumah pun, laki-laki itu masih meraung-raung kecil, bergumam tidak jelas. "Dikit lagi, sabar dong!" gerutu Andara masih berusaha sekuat mungkin memapah Risyad. Andara mendadak berhenti di depan pintu kamar Risyad kala suatu rencana muncul di kepalanya. Dia menatap lagi Risyad yang sempoyongan lalu menatap pintu kamar Shama yang berjarak sekitar sepuluh langkah dari kamar Risyad. "Buset, gue pinter banget," ucapnya girang. "Kali ini lu bakal berterima kasih dua kali sama gue, Bro!" lanjutnya kemudian sambil berjalan melewati pintu kamar laki-laki itu.Andara berniat membiarkan Risyad yang mabuk berada di kamar Shama. Dengan begitu pasti suatu 'kecelakaan' akan terjadi. Mustahil rasanya jika kedua orang itu t
Kabar kehamilan Shama sudah beredar luas bahkan sampai ke telinga sang suami. Risyad yang kala itu tengah berjuang sekuat tenaga, langsung saja dibuat gagal fokus karena tidak percaya atas kabar yang sudah beredar. Hendak berlari dari tempatnya, Risyad pun diberhentikan oleh kehadiran sang ayah yang sudah ada didepan mata. "Ayah, apa yang terjadi?""Mari sudahi kesepakatan yang kemarin. Kamu akan tetap menjadi pemenangnya, Risyad," ujar sang ayah. "Apa-apaan ini, Ayah? Aku tidak ingin berlalu curang. tolong jangan buat aku tidak mempercayai kalian lagi!" tekan Risyad."Apa yang kau maksud?" "Shama tidak hamil! Kalau pun dia hamil, yang jelas itu bukan anakku!" "Risyad!" "Apa, Ayah!" balas Risyad ikut berteriak. "Aku sudah sangat cukup sabar menghadapi kalian. Jangan coba-coba usik lagi kebahagiaanku, Ayah. Atau jika memang itu terjadi, maka aku akan meninggalkan mama keluarga ini!" Lukas terkekeh sumbang, tak percaya atas perkataan sang putra. "Apa katamu?" "Apa yang sudah Ayah
Risyad pun mulai menjalani titah dari sang ayah. Bagaimana pun caranya, dia tidak boleh gagal dalam tugas ini. Risyad sudah sangat muak dengan kehidupannya yang kemarin. Itulah kenapa Risyad akan menempuh segala cara agar kesepakatan dengan ayahnya segera berakhir. Di sisi lain, Shama terus saja dibuat tidak tenang dengan segala perencanaan ayah mertuanya. Dia yakin pada kinerja Risyad, sangat tidak mungkin suaminya yang tidak dia inginkan itu kalah dalam pertarungan ini. Mengingat tentang latar belakang Risyad yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya, mana mungkin semudah itu kalah. Tak punya pilihan lain, Shama pun mencari jalan lain untuk menggagalkan rencana suaminya. Dia memang tidak menginginkan Risyad, akan tetapi lebih tidak menginginkan jika dirinya gagal menjadi pemegang saham utama di perusahaan yang sudah dia kelola. Shama pun segera menghubungi lawan dari perusahaan yang akan bersaing dengan Risyad. Setalah sepakat bertemu, Shama pun buru-buru pergi dan siap membua
Emosi, Shama pun melampiaskan amarahnya dengan mencampakkan ponsel sembarang arah. Tidak hanya Risyad, tapi laki-laki yang sempat stau ranjang dengannya kemarin pun ikut-ikutan membuatnya tersulut emosi yang kian membuncah. **Bagi Lukas, memiliki seorang penerus adalah hal yang sangat penting. Dan yang pastinya, seorang penerus itu harus lahir dari rahim yang memang mumpuni dalam hal apa pun juga tentunya dari latar belakang yang paling baik. Itulah kenapa Lukas memaksa Shama untuk tetap memberikannya seorang cucu, walau Lukas sekarang tahu kalau anaknya sudah mulai berpindah haluan. "Siapa gadis yang terus bersama Risyad? Ada hubungan apa mereka?" tanya Lukas pada salah satu ajudan yang baru dia panggil. "Sejauh ini kami hanya bisa memastikan kalau gadis itu hanya sebatas pelayan saja, Pak. Karena sejak kemarin, saya melihat kalau gadis itu di bawa ke mansion pribadi Tuan Lukas untuk dijadikan tukang bersih-bersih." "Kau yakin? Aku akan membekukan seluruh akses apa pun yang meny
Baru saja matahari menyambut, suara nyaring dari arah dapur sudah menyapa telinga Shama. Dia menyempatkan melirik jarum jam dan mendapati hari sudah pukul delapan pagi. Hendak kembali memejamkan mata, suara yang seperti gesekan benda berbahan stainless membuatnya tak tenang lagi untuk melanjutkan tidurnya. Shama segera bangun dan berjalan satu jurus ke arah dapur untuk melihat siapa agaknya yang sedang mengganggu tidurnya. "Kau masih bisa menunggu, kan? Aku akan selesai sebentar lagi." Suara bariton Risyad segera menghentikan langkahnya. Pria yang masih berstatus suaminya itu ternyata dalang di balik suara nyaring itu. Dia sedang sibuk memasak dan terlihat asyik bertukar dialog dengan orang yang dia ajak berbicara. Shama sedikit memiringkan kepalanya guna melihat siapa yang sedang berbicara dengan suaminya. Mendadak dengkusan kecil keluar dari bibirnya saat layar ponsel Risyad menampilkan gambar Andara yang rupanya tengah melakukan panggilan video. Tampak keduanya cukup bahagia te
Risyad kembali aktif di perusahaan setelah sebelumnya dia terkesan acuh tak acuh. Seperti apa janji sang ayah, jika dia bisa mengambil proyek ibu kota, maka Lukas tidak boleh lagi mengurusi hidupnya. Itulah hal yang membuat Risyad bersemangat untuk melanjutkan hidupnya. Ada sebuah tekad yang muncul untuk bahagia yang diujung angan. Berbeda dengan Risyad, Shama justru sedang merasa berjalan di tepi jurang. Apa pun yang dia lihat hanyalah ancaman kematian. Seperti bom yang di atur, hanya tinggal menunggu waktu untuk meledak. Seperti itulah kira-kira keadaan Shama saat ini. Dia hanya tinggal menunggu waktu kapan Risyad akan membuangnya karena pria itu sudah mulai sadar akan keadaan.Shama melempar berkas perceraian guna meluapkan emosinya. Sedari tadi dia terus saja mondar-mandir hanya untuk menenangkan diri, berusaha menyakinkan dirinya kalau Risyad tetaplah mencintainya. Akan tetapi, satu detik keyakinan itu terus saja melayang kala mengingat lagi bagaimana kini perubahan suaminya itu
Perubahan Risyad benar-benar berpengaruh bukan hanya pada sikapnya, tapi juga pada kemampuan bisnisnya yang mulai kembali terlihat. Sikap karismatik yang kemarin sempat lenyap, kini kembali muncul. Sisi dingin dan terang-terangan menjadi 'harimau' musuh, mulai membuat jajaran petinggi Al Maktoum heran dan meneguk ludah."Saya tidak akan bersikap lembek lagi pada siapa pun. Pastikan proyek ini berpengaruh. Kalau tidak, buang saja. Membuang orang-orang yang tidak berguna lebih baik dari pada membuang waktu. Kalian mengerti?" tegas Risyad. Orang-orang yang mengikuti rapat mengangguk patuh. Sebelum menyudahi rapat tersebut, seseorang mengangkat tangan bertanya, "Bagaimana jika proyek ini gagal hanya karena latar belakang calon partner kita ini tidak terlalu baik?" "Kau di pecat! Tinggalkan Al Maktoum sekarang!" Alih-alih menjawab, Risyad justru memberhentikan pria itu. Sontak saja semua orang tercengang, kaget. Apalagi si pria berkacamata itu. Jantungnya serasa melompat dari tempat, ka
Sebuah mansion megah di lokasi yang cukup tertutup untuk kalangan orang biasa, kini terpampang jelas di depan mata Andara juga Sasa. Gedung megah itu memamerkan keindahan dunia yang sesungguhnya. Sejak tadi kedua kaki mereka melangkah, hanya kemewahan yang terpampang. Dari halaman yang luas, lobi yang megah, hingga isi rumah yang super menakjubkan benar-benar menyapa kedua mata dua perempuan itu. "Aku sudah memastikan semua keamanan rumah ini. Kalian bisa tinggal dengan tenang tanpa harus takut apa-apa. Kalau ada yang kurang, katakan saja padaku sekarang. Aku kubuat seperti yang kalian mau," ujar Risyad pada dua perempuan di depannya. Tentunya yang masih tercengang tak percaya. "I-ini buat kami? Maksudnya, kami tinggal di sini?" tanya Andara, malah gugup. Risyad mengangguk, mengiyakan, "Kenapa? Ada yang tidak kau suka? Katakan sekarang."Andara dan Sasa yang masih saja berdiri dengan pancaran tatap tak percaya, tiba-tiba satu hati untuk saling memandang. Jika Sasa saja masih kaget,
Satu hari penuh Shama berdiam diri di dalam kamarnya. Semua keadaan yang sedang terjadi benar-benar merusak suasana hati juga pikirannya. Entah angin apa yang menerpanya hingga semua terasa begitu mengkhianati. Perempuan itu bahkan enggan membuka tirai jendela kamarnya walau mentari sudah di puncak kepala.Kejadian kemarin masih saja menjadi alasan kenapa Shama merasa stres berkepanjangan. Dia tidak yakin kalau dia bisa tidur dengan pria asing bahkan saingannya di dunia bisnis. Ah, itu benar-benar menjengkelkan! Saat sedang merutuki diri di atas ranjangnya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar. Dengan tatapan malas dominasi kilat jengkel Shama menatap pintu cokelat tersebut. "Kalau tidak terlalu penting, jangan mengetuk!" hardiknya, berteriak. "Ah ... maaf, Nyonya. Tapi ini ada kiriman dari Tuan Risyad. Beliau berpesan untuk langsung memberikannya pada Anda," jelas seseorang dari balik pintu. Hal yang membuat Shama segera melepaskan selimut yang membungkusnya lantas berlari
Bunyi dentuman kecil dari barang yang terjatuh mengajak atmosfer yang tadinya masih terasa sensual, kini canggung kala suara barusan berasal dari tas selempang Sasa yang sudah tergeletak di lantai. Begitu mendapati Sasa berdiri di ambang pintu dengan pandangan ke arah mereka, buru-buru keduanya bangun dan berdiri kini saling menatap. "Sasa, kamu sudah pulang?" tanya Andara jadi terdengar sedikit lebih garing. Dia meringis kecil, sambil sesekali melirik Risyad di dekatnya. Bagaimana bisa keduanya tidak merasa malu, saat Sasa melihat mereka sedang berciuman. Itu hal yang paling ditutupi Andara apalagi dengan Risyad yang notabenenya adalah partner kerja juga sahabat perempuan di sana. "Ka-kalian ...." Sasa justru lebih kaget. Dia bahkan tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. "Jangan berlebihan seperti itu." Risyad bersuara sambil berjalan menghampiri. "Bagaimana perjalananmu, apa semuanya baik-baik saja?" lanjutnya berusaha mengalihkan pembicaraan. "Oh iya, semua baik-baik saja ta