Andara hanya bisa membisu. Dia menatap kosong isi cangkir yang menipis, larut akan kisah Risyad yang saat ini sedang diulas oleh Sasa. "Risyad itu tipe laki-laki yang ambisius. Dia tidak pernah mundur jika sudah menginginkan suatu hal. Ada fase di mana dia lebih memilih berontak saat ketidakadilan sedang dia terima. Dan ada fase di mana dia tidak segan-segan meminta maaf saat dia berbuat salah. Begitulah Risyad dulu." Mata Andara berpindah kini menatap Sasa. "Dulu?" "Eum... Dulu. Itu sifatnya sebelum ibunya meninggal dan ayahnya gila kekuasaan." "Terus, gimana ceritanya Risyad sama Shama bisa menikah? Sejauh yang gue liat, Shama sama sekali nggak tertarik sama Risyad. Tapi kenapa tetap mau mempertahankan pernikahannya? Kan Shama nggak cinta.""Shama itu anak dari keluarga ternama yang sempat bergandengan dengan nama keluarga Risyad Al Maktoum. Ayahnya sudah mengincar Shama jauh sebelum kebangkrutan perusahaan orangtua Shama terjadi. Seolah melempar satu mangga tapi yang jatuh justr
Mimpi tadi malam akhirnya menguap. Kesadaran mulai didapati Risyad. Matanya perlahan terjaga, berhasil memindai langit-langit kamar yang serasa tidak asing. Perlahan pandangannya mulai menyeluruh. Dan sadar, kalau kini dia berada di dalam kamar yang biasa dia singgahi jika penyakitnya kambuh.Sembari mengingat lagi saat-saat dia bisa datang ke rumah Sasa ini, Risyad membangunkan tubuhnya kini duduk dengan kedua kakinya menyentuh lantai. Laki-laki berbusana ala pasien Rumah sakit itu memijat pelipisnya, tidak bisa lupa akan kebaikan Andara yang sudah berulang kali membantunya. Tadinya Andara ada dalam bayangan Risyad, tapi hitungan detik pria itu kini bisa melihat sosok jelita itu yang baru saja masuk tanpa mengetuk pintu. Kebiasaan Andara yang itu cukup buruk! "Oi, udah sadar lu? Kirain lu masih mimpi," seru Andara begitu masuk. Risyad hanya bergeming memandangi pahatan wajah Andara yang baginya terlalu santai. Seperti Andara itu tidak punya masalah yang harus membuat mimik wajahnya
Dia menatap Risyad yang masih terkapar dengan wajah yang memerah padam, sepertinya marah. Sementara Risyad, dia hanya bisa menahan napas dengan emosi yang bergejolak hebat. "Kalau begitu cepat bangun. Kenapa masih memeluk saya!" Kontan tubuh itu menegak, bangun. Andara kembali duduk. Disusul Risyad yang membangunkan diri dengan gaya sit up. Begitu ringan cara Risyad mengangkat tubuh yang kenyataannya isi tubuhnya sepadat itu. "Puas kamu? Ada apa denganmu? Kenapa suka sekali rasanya kamu menggoda saya? Kamu tertarik sama saya?" serang Risyad kini tak peduli bagaimana tanggapan Andara. "Wah... Mulai nggak enak tuh bibir kalau ngomong." "Tidak perlu basa-basi! Katakan yang sejujurnya. Kamu menyukai saya?" Risyad tak mau mengalah kali ini. Matanya menatap kukuh, serius. Sial! Tatapan Risyad begitu tajam. Setelah suara bariton itu, juga tatapan Risyad menjadi hal yang membuat Andara mendadak kicep. Dia diam seribu bahasa, tak punya keberanian. "Kan gue udah bila–”Tanpa sadar Andara
"Aku sudah membiarkan kalian menginap tapi seperti ini balasan kalian!?"Sasa menggertak kedua orang di depannya yang sudah duduk di tepi ranjang menghadap padanya. Sasa sendiri duduk di kursi dengan wajah garang menatap tajam. "Jangan salahkan aku. Dia yang melakukan semua ini," sanggah Risyad, membela diri. Andara segera menoleh cepat, tidak terima. "Pinter banget lu ngeles!""Kamu yang narik tangan saya tadi!""Ya salah lu sendiri, kenapa lemah banget jadi lakik. Nggak guna banget!" sungut Andara. "Diam!" Begitu Sasa memekik, keduanya kompak terkejut langsung menatap si empunya suara. Diam seribu bahasa lebih berguna saat ini bagi dia orang itu. Benar apa kata Sasa, dia sudah memberikan tempat namun kamarnya di rusak begitu saja. "Aku tidak akan membiarkan kalian pergi sebelum kalian membersihkan tempat ini seperti semula!" Sasa melanjutkan. "Sasa jangan berlebihan. Aku akan panggil orang—”"Dengan tangan sendiri! Aku tidak mengizinkan orang asing masuk ke dalam rumahku! Kuin
"Kapan kau kembali?"Pertanyaan Risyad itu buru-buru menguapkan lamunan Sasa yang mengantar kepalanya menoleh dari roti ditangannya. Seonggok daging utuh itu berjalan mendekat dengan tampilan yang sudah rapi. Sasa memang menyiapkan beberapa pakaian ganti, mengingat Risyad selalu datang tanpa kabar. "Baru saja. Kamarku sudah rapi lagi?" jawab Sasa sambil meletakkan satu roti di piring. "Lebih rapi dari pertama aku datang." Sasa mengangguk-angguk kecil. Risyad sudah duduk di kursi di depannya. Tak mendapati kehadiran Andara, Sasa lantas bertanya pada sosok jangkung yang saat ini mulai menyantap roti buatannya."Mana Andara? Kau tidak berbuat hal aneh padanya, kan? Kau....""Dia sedang mandi. Kenapa kau ini? Kepalamu kenapa suka sekali berpikiran aneh akhir-akhir ini?" cela Risyad secepatnya saat Sasa akan mulai melontarkan pikiran buruknya. Sayang, jawaban Risyad tadi justru membuat senyum kecil dibibir Sasa terbit. Tingkah usil itu tak bisa tertutupi sebab rasa bahagia yang muncul
Menyadari hening yang datang mendadak, membuat Andara melirik Sasa dan Risyad bergantian. Dua orang itu membisu dengan tatap yang terpancar rasa ... kasihan. Salah satu alasan kenapa Andara lebih suka memendam luka masa lalunya. Dia tidak ingin orang-orang mendadak merasa kalau dirinya adalah manusia paling menyedihkan hingga tidak bisa 'bertarung' di jalan yang sama. "Biasa aja, dong! Kayak gue orang paling tersakiti banget di dunia ini!" ujarnya membuyarkan tatap dua orang itu. "Maaf, Dar. Aku tidak tahu kalau—”"Kalau hidup gue penuh derita dan menyedihkan?" Andara melanjutkan. Tahu maksud Sasa. "Tidak! Jangan salah paham dulu. Aku hanya tidak tahu kalau kau sehebat itu. Dari caramu menikmati hidup, seolah kamu adalah orang yang tidak punya masalah. Kamu terlihat baik-baik saja dari yang seharusnya. Aku jadi malu. Aku terus berupaya besar-besaran menegaskan kalau aku adalah orang paling bahagia tapi tetap saja aku mengeluh. Aku tetap meratapi kenyataan bahwa aku adalah manusia
Dua tahun sudah waktu yang dihabiskan Risyad untuk mengejar Shama dan membuat istrinya itu bisa mendapatkan apa yang dia mau. Sejak Shama menjadi bagian dari hidupnya, Risyad seolah takut kehilangan hingga berakhir tidak protes bagaimana pun perlakuan yang dia dapatkan. Dan kabar yang baru saja diterima, memaksanya mengatakan pada diri kalau kebahagiaan sudah tiba didepan mata. Jika Shama sudah mendapatkan apa yang dia mau, maka Risyad pun berpikir kalau istrinya itu akan mulai membuka hati. Bukankah posisi itu yang terus Shama pinta pada Risyad hingga berakhir terus menghujaninya dengan tatap tajam dan peringatan?Ayahnya juga sudah setuju tanpa persyaratan yang kemarin. Hal mana lagi yang harus memaksa Risyad untuk terus berpikir? Sekitar lima belas menit Risyad menunggu di dalam mobil. Dia sudah tidak sabar, tapi Andara tak kunjung datang. Kesabaran yang setipis benang lima ribu tiga itu pun habis hingga memaksanya menekan klakson dua kali. Dalam hitungan detik muncullah profi
Ting! Denting pintu lift terbuka mengudara, pertanda keduanya telah tiba di lantai yang dituju. Kaki jenjang Risyad segera melangkah, diikut si asisten. Baru saja bebas dari ruang segi empat itu, Risyad mendadak berhenti kala mendapati Shama, istrinya, masuk lebih dulu ke dalam ruang pertemuan. Pandangan keduanya sempat bertemu, namun detik itu juga Shama mengabaikan. Meski sangat singkat saat dia menatap Risyad, namun bisa disadari Shama kalau ada Andara di sisi kiri suaminya namun berjarak. Seringaian muncul dibibir Shama, seolah dia mengatakan dalam hati "Sudah berani terang-terangan". "Kamu duduk di mana saja. Tunggu saja saya keluar. Setelah itu—”"Gue ngerti!" cela Andara secepatnya. "Udah lu pergi aja sana. Dikira gue anak anjing apa? Takut ilang!" "Saya pikir kamu masih gugup," terang Risyad. "Udah sono ah! Banyak cerita lu!" Andara gemas segera mendorong tubuh Risyad hingga pria itu maju beberapa langkah. Alih-alih marah, entah kenapa Risyad lantas terima-terima saja at
Kabar kehamilan Shama sudah beredar luas bahkan sampai ke telinga sang suami. Risyad yang kala itu tengah berjuang sekuat tenaga, langsung saja dibuat gagal fokus karena tidak percaya atas kabar yang sudah beredar. Hendak berlari dari tempatnya, Risyad pun diberhentikan oleh kehadiran sang ayah yang sudah ada didepan mata. "Ayah, apa yang terjadi?""Mari sudahi kesepakatan yang kemarin. Kamu akan tetap menjadi pemenangnya, Risyad," ujar sang ayah. "Apa-apaan ini, Ayah? Aku tidak ingin berlalu curang. tolong jangan buat aku tidak mempercayai kalian lagi!" tekan Risyad."Apa yang kau maksud?" "Shama tidak hamil! Kalau pun dia hamil, yang jelas itu bukan anakku!" "Risyad!" "Apa, Ayah!" balas Risyad ikut berteriak. "Aku sudah sangat cukup sabar menghadapi kalian. Jangan coba-coba usik lagi kebahagiaanku, Ayah. Atau jika memang itu terjadi, maka aku akan meninggalkan mama keluarga ini!" Lukas terkekeh sumbang, tak percaya atas perkataan sang putra. "Apa katamu?" "Apa yang sudah Ayah
Risyad pun mulai menjalani titah dari sang ayah. Bagaimana pun caranya, dia tidak boleh gagal dalam tugas ini. Risyad sudah sangat muak dengan kehidupannya yang kemarin. Itulah kenapa Risyad akan menempuh segala cara agar kesepakatan dengan ayahnya segera berakhir. Di sisi lain, Shama terus saja dibuat tidak tenang dengan segala perencanaan ayah mertuanya. Dia yakin pada kinerja Risyad, sangat tidak mungkin suaminya yang tidak dia inginkan itu kalah dalam pertarungan ini. Mengingat tentang latar belakang Risyad yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya, mana mungkin semudah itu kalah. Tak punya pilihan lain, Shama pun mencari jalan lain untuk menggagalkan rencana suaminya. Dia memang tidak menginginkan Risyad, akan tetapi lebih tidak menginginkan jika dirinya gagal menjadi pemegang saham utama di perusahaan yang sudah dia kelola. Shama pun segera menghubungi lawan dari perusahaan yang akan bersaing dengan Risyad. Setalah sepakat bertemu, Shama pun buru-buru pergi dan siap membua
Emosi, Shama pun melampiaskan amarahnya dengan mencampakkan ponsel sembarang arah. Tidak hanya Risyad, tapi laki-laki yang sempat stau ranjang dengannya kemarin pun ikut-ikutan membuatnya tersulut emosi yang kian membuncah. **Bagi Lukas, memiliki seorang penerus adalah hal yang sangat penting. Dan yang pastinya, seorang penerus itu harus lahir dari rahim yang memang mumpuni dalam hal apa pun juga tentunya dari latar belakang yang paling baik. Itulah kenapa Lukas memaksa Shama untuk tetap memberikannya seorang cucu, walau Lukas sekarang tahu kalau anaknya sudah mulai berpindah haluan. "Siapa gadis yang terus bersama Risyad? Ada hubungan apa mereka?" tanya Lukas pada salah satu ajudan yang baru dia panggil. "Sejauh ini kami hanya bisa memastikan kalau gadis itu hanya sebatas pelayan saja, Pak. Karena sejak kemarin, saya melihat kalau gadis itu di bawa ke mansion pribadi Tuan Lukas untuk dijadikan tukang bersih-bersih." "Kau yakin? Aku akan membekukan seluruh akses apa pun yang meny
Baru saja matahari menyambut, suara nyaring dari arah dapur sudah menyapa telinga Shama. Dia menyempatkan melirik jarum jam dan mendapati hari sudah pukul delapan pagi. Hendak kembali memejamkan mata, suara yang seperti gesekan benda berbahan stainless membuatnya tak tenang lagi untuk melanjutkan tidurnya. Shama segera bangun dan berjalan satu jurus ke arah dapur untuk melihat siapa agaknya yang sedang mengganggu tidurnya. "Kau masih bisa menunggu, kan? Aku akan selesai sebentar lagi." Suara bariton Risyad segera menghentikan langkahnya. Pria yang masih berstatus suaminya itu ternyata dalang di balik suara nyaring itu. Dia sedang sibuk memasak dan terlihat asyik bertukar dialog dengan orang yang dia ajak berbicara. Shama sedikit memiringkan kepalanya guna melihat siapa yang sedang berbicara dengan suaminya. Mendadak dengkusan kecil keluar dari bibirnya saat layar ponsel Risyad menampilkan gambar Andara yang rupanya tengah melakukan panggilan video. Tampak keduanya cukup bahagia te
Risyad kembali aktif di perusahaan setelah sebelumnya dia terkesan acuh tak acuh. Seperti apa janji sang ayah, jika dia bisa mengambil proyek ibu kota, maka Lukas tidak boleh lagi mengurusi hidupnya. Itulah hal yang membuat Risyad bersemangat untuk melanjutkan hidupnya. Ada sebuah tekad yang muncul untuk bahagia yang diujung angan. Berbeda dengan Risyad, Shama justru sedang merasa berjalan di tepi jurang. Apa pun yang dia lihat hanyalah ancaman kematian. Seperti bom yang di atur, hanya tinggal menunggu waktu untuk meledak. Seperti itulah kira-kira keadaan Shama saat ini. Dia hanya tinggal menunggu waktu kapan Risyad akan membuangnya karena pria itu sudah mulai sadar akan keadaan.Shama melempar berkas perceraian guna meluapkan emosinya. Sedari tadi dia terus saja mondar-mandir hanya untuk menenangkan diri, berusaha menyakinkan dirinya kalau Risyad tetaplah mencintainya. Akan tetapi, satu detik keyakinan itu terus saja melayang kala mengingat lagi bagaimana kini perubahan suaminya itu
Perubahan Risyad benar-benar berpengaruh bukan hanya pada sikapnya, tapi juga pada kemampuan bisnisnya yang mulai kembali terlihat. Sikap karismatik yang kemarin sempat lenyap, kini kembali muncul. Sisi dingin dan terang-terangan menjadi 'harimau' musuh, mulai membuat jajaran petinggi Al Maktoum heran dan meneguk ludah."Saya tidak akan bersikap lembek lagi pada siapa pun. Pastikan proyek ini berpengaruh. Kalau tidak, buang saja. Membuang orang-orang yang tidak berguna lebih baik dari pada membuang waktu. Kalian mengerti?" tegas Risyad. Orang-orang yang mengikuti rapat mengangguk patuh. Sebelum menyudahi rapat tersebut, seseorang mengangkat tangan bertanya, "Bagaimana jika proyek ini gagal hanya karena latar belakang calon partner kita ini tidak terlalu baik?" "Kau di pecat! Tinggalkan Al Maktoum sekarang!" Alih-alih menjawab, Risyad justru memberhentikan pria itu. Sontak saja semua orang tercengang, kaget. Apalagi si pria berkacamata itu. Jantungnya serasa melompat dari tempat, ka
Sebuah mansion megah di lokasi yang cukup tertutup untuk kalangan orang biasa, kini terpampang jelas di depan mata Andara juga Sasa. Gedung megah itu memamerkan keindahan dunia yang sesungguhnya. Sejak tadi kedua kaki mereka melangkah, hanya kemewahan yang terpampang. Dari halaman yang luas, lobi yang megah, hingga isi rumah yang super menakjubkan benar-benar menyapa kedua mata dua perempuan itu. "Aku sudah memastikan semua keamanan rumah ini. Kalian bisa tinggal dengan tenang tanpa harus takut apa-apa. Kalau ada yang kurang, katakan saja padaku sekarang. Aku kubuat seperti yang kalian mau," ujar Risyad pada dua perempuan di depannya. Tentunya yang masih tercengang tak percaya. "I-ini buat kami? Maksudnya, kami tinggal di sini?" tanya Andara, malah gugup. Risyad mengangguk, mengiyakan, "Kenapa? Ada yang tidak kau suka? Katakan sekarang."Andara dan Sasa yang masih saja berdiri dengan pancaran tatap tak percaya, tiba-tiba satu hati untuk saling memandang. Jika Sasa saja masih kaget,
Satu hari penuh Shama berdiam diri di dalam kamarnya. Semua keadaan yang sedang terjadi benar-benar merusak suasana hati juga pikirannya. Entah angin apa yang menerpanya hingga semua terasa begitu mengkhianati. Perempuan itu bahkan enggan membuka tirai jendela kamarnya walau mentari sudah di puncak kepala.Kejadian kemarin masih saja menjadi alasan kenapa Shama merasa stres berkepanjangan. Dia tidak yakin kalau dia bisa tidur dengan pria asing bahkan saingannya di dunia bisnis. Ah, itu benar-benar menjengkelkan! Saat sedang merutuki diri di atas ranjangnya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar. Dengan tatapan malas dominasi kilat jengkel Shama menatap pintu cokelat tersebut. "Kalau tidak terlalu penting, jangan mengetuk!" hardiknya, berteriak. "Ah ... maaf, Nyonya. Tapi ini ada kiriman dari Tuan Risyad. Beliau berpesan untuk langsung memberikannya pada Anda," jelas seseorang dari balik pintu. Hal yang membuat Shama segera melepaskan selimut yang membungkusnya lantas berlari
Bunyi dentuman kecil dari barang yang terjatuh mengajak atmosfer yang tadinya masih terasa sensual, kini canggung kala suara barusan berasal dari tas selempang Sasa yang sudah tergeletak di lantai. Begitu mendapati Sasa berdiri di ambang pintu dengan pandangan ke arah mereka, buru-buru keduanya bangun dan berdiri kini saling menatap. "Sasa, kamu sudah pulang?" tanya Andara jadi terdengar sedikit lebih garing. Dia meringis kecil, sambil sesekali melirik Risyad di dekatnya. Bagaimana bisa keduanya tidak merasa malu, saat Sasa melihat mereka sedang berciuman. Itu hal yang paling ditutupi Andara apalagi dengan Risyad yang notabenenya adalah partner kerja juga sahabat perempuan di sana. "Ka-kalian ...." Sasa justru lebih kaget. Dia bahkan tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. "Jangan berlebihan seperti itu." Risyad bersuara sambil berjalan menghampiri. "Bagaimana perjalananmu, apa semuanya baik-baik saja?" lanjutnya berusaha mengalihkan pembicaraan. "Oh iya, semua baik-baik saja ta