Dari saung penjagaan paling terdepan, prajurit yang berjaga langsung menyampaikan kepada prajurit yang berjaga di saung penjagaan yang ada di dalam.
Dengan demikian, para prajurit yang ada di dalam langsung memberi tahukan kepada Prabu Bagaskara tentang kedatangan tamu kehormatannya itu.Maka, Prabu Bagaskara langsung memerintahkan para prajuritnya agar membuka pintu gerbang istana, dan segera mempersilahkan tamunya untuk menghadap dirinya di ruang utama yang ada di dalam istana.Pagi hari itu, di ufuk timur cahaya terang sudah mulai terlihat, pertanda matahari akan segera menampakkan diri menghangatkan bumi dan seisinya.Setelah mendapatkan izin dari Prabu Bagaskara. Maka, Tuan Raja Nainggolo pun langsung masuk dan menjura hormat kepada Prabu Bagaskara yang sedang berada di ruang sidang, membahas perundingan perang bersama para prajurit senior dan juga bersama Senapati Karama."Selamat datang, Tuan Raja," sambut Prabu Bagaskara tersenyum hangat balas menjurIstana megah kerajaan Bumi telah berdiri kokoh di bibir hutan yang biasa disebut sebagai Alas Dewa. Santika dan Sekar Widuri telah resmi menjadi dua orang permaisuri raja–Wanara yang diberi gelar orang sang Dewa Petir sebagai raja bumi.Tujuh hari yang lalu, ia baru saja menikahi dua wanita cantik dalam waktu yang bersamaan. Yakni, Santika dan Sekar Widuri atas izin dari ketiga guru sepuh yang menjabat sebagai penasihat istana kerajaan Bumi.Senyuman manis melekat dari kedua wanita cantik itu, kala sang raja tiba di ruang utama berjalan menuju kursi singgasana, dengan diiringi para punggawanya."Salam kebajikan. Dewata agung senantiasa memberikan kesehatan bagi sang Raja!" seru Wora Saba menyambut kehadiran Wanara di ruang utama istana kerajaan.Semua yang ada di ruangan tersebut, serentak menjura kepada sang raja. Mereka berdiri dengan sikap hormat merapatkan kedua telapak tangan di atas dada.Wanara tersenyum lebar, kemudian duduk di kursi utama yang
Pagi itu, ada belasan orang pendekar yang tiba-tiba saja datang ke istana kepatihan Dang Resta. Pimpinan dari para pendekar tersebut berteriak-teriak tak karuan. Sikapnya sungguh tidak terpuji, merasa dirinya paling gagah dan pemberani."Prajurit, tolong sampaikan kepada Patih Warda Kusuma, segera keluar temui kami!" perintah salah seorang pendekar kepada dua orang prajurit penjaga. "Dan sampaikan juga aku adalah pertapa anom yang hendak menemuinya!" tambahnya berkata penuh kejumawaan.Ia merupakan pimpinan dari kelompok para pendekar yang menamakan dirinya sebagai kelompok Pendekar Kelalawar Hitam. Entah ada maksud apa para pendekar itu mendatangi istana kepatihan Dang Resta?Dua prajurit yang tengah berjaga itu tampak seperti ketakutan ketika mendengar suara orang tersebut. "Baiklah, kalian tunggu saja dulu!" jawab salah seorang prajurit langsung bergerak cepat menuju ke dalam istana kepatihan.Prajurit itu langsung melaporkan tentang kedatangan para pe
"Hai! Kenapa kau terus menghindar?" teriak Patih Warda Kusuma.Darma tampak jera dengan kesaktian yang dimiliki oleh sang patih, sehingga ia pun memberi isyarat kepada murid-muridnya untuk segera meninggalkan istana kepatihan."Ayo, kita pergi dari tempat ini!" teriak Darma tampak seperti merasa malu dengan sikap sombong yang sudah ia tunjukkan di hadapan Patih Warda Kusuma dan para prajuritnya.Dengan demikian, para murid-muridnya pun segera surut dan langsung berjalan mengikuti langkah Darma yang sudah ngacir lebih duku."Dasar pengecut kau! Kalian para pendekar yang hanya mengandalkan kebesaran kepala saja!" teriak Patih Warda Kusuma.Setelah itu, sang patih langsung mengumpulkan para prajuritnya di ruang utama istana kepatihan. Ada banyak hal yang ia sampaikan kepada para prajuritnya tersebut."Kalian harus berhati-hati dan lebih waspada lagi dengan pergerakan para pendekar itu!" ujar Patih Warda Kusuma di sela perbincangannya dengan ratusan prajuri
Dalam tempo singkat, Darma sudah tiba di depan pintu gerbang istana megah milik pemerintah kerajaan Rawamerta. Seorang prajurit penjaga pintu gerbang istana segera melakukan pemeriksaan terhadap Darma dan para pengikutnya."Kau ini siapa dan mempunyai tujuan apa datang ke istana ini?" tanya seorang prajurit senior bersikap tegas.Darma tersenyum, lalu menjura hormat. "Mohon maaf, Prajurit. Aku ini adalah Darma dan mereka adalah murid-muridku, kami datang dari Alas Dang Resta bertujuan untuk bertemu dengan sang raja, aku harap kau mengizinkan kami untuk bertemu langsung dengan sang raja!" jawab Darma bersikap ramah dan penuh rasa hormat terhadap prajurit itu.Prajurit itu menghela napas dalam-dalam, kemudian bertanya lagi, "Katakanlah! Tujuanmu itu apa hendak menemui sang raja?""Maaf, Prajurit. Aku mendengar kabar dan mendapatkan warna-wara dari para pendekar yang ada di wilayah kerajaan ini, bahwasanya sang raja sedang mencari para pendekar tangguh untuk
Pagi itu, Senapati Jasena sudah tiba di ruang utama istana. Ia baru saja menyelesaikan tugas yang diberikan oleh sang raja dan ketiga guru sepuh. Yakni, berkunjung ke istana kekaisaran Cianggon dalam rangka penjajakan kerjasama persenjataan bagi kebutuhan prajurit kerajaan Bumi.Di hadapan ketiga guru sepuh, Senapati Jasena menjura sambil mengucapkan salam, "Sampurasun, Guru." Sang senapati berdiri sambil membungkukkan badan seraya memberi hormat kepada ketiga guru sepuh yang tengah duduk di kursi kebesaran mereka sebagai penasihat istana."Rampes," jawab ketiganya sambil melontar senyum kepada Senapati Jasena yang baru tiba itu."Duduklah, Senapati!" pinta Ki Ageng Jayamena sambil tersenyum menatap wajah Senapati Jasena."Terima kasih, Guru," ucap Senapati Jasena langsung duduk di kursi kebesarannya sebagai sang senapati kerajaan.Senapati Jasena menarik napas dalam-dalam. Kemudian berkata lirih penuh rasa hormat, dan menjaga wibawanya sebagai seo
Pagi hari itu, tepat menjelang terbitnya matahari. Para prajurit kerajaan Bumi yang dipimpin oleh Panglima Wora Saba dan Panglima Bonggala, sudah bersiap hendak melakukan penyerangan terhadap barisan pertahanan kerajaan Rawamerta yang berkedudukan di wilayah kademangan Turonggo."Raja telah berpesan kepadaku, bahwa hari ini kita harus bisa menguasai wilayah penting ini. Tapi ingat! Kita harus tetap berhati-hati dalam menghadapi para prajurit musuh, jangan sampai lengah dan jangan sekali-kali meremehkan lawan!" ujar Senapati Jomara berkata di hadapan Panglima Wora Saba dan Panglima Bonggala yang baru beberapa hari saja bergabung dengan pasukan kerajaan Bumi.Kedua panglima tersebut menjura hormat kepada sang senapati. Lantas, Panglima Wora Saba pun berkata lirih, "Hamba dan Panglima Bonggala siap melaksanakan titah ini.""Segeralah berangkat! Kabar terbaik dari kalian aku tunggu!" kata Senapati Jomara tersenyum lebar.Dengan demikian, maka Panglima Wora Sa
Di tempat terpisah, Panglima Wora Saba dan Panglima Bonggala tengah dihadapkan oleh situasi berbahaya. Mereka mulai sedikit terdesak oleh kecepatan serangan dari pihak lawan. Karena jumlah prajurit kerajaan Rawamerta di wilayah tersebut jumlahnya sangat banyak dan tidak terduga sebelumnya.Mereka mendapatkan tugas untuk menggempur pertahanan prajurit kerajaan Rawamerta yang masih menduduki wilayah kademangan Turonggo hanya dengan jumlah prajurit sekitar tiga ribu saja, jauh berbeda dengan jumlah prajurit musuh yang berjumlah hampir dua kali lipat dari mereka."Kekuatan pasukan kerajaan Bumi tidak terlalu istimewa, kita pasti akan segera mengusir mereka dari wilayah ini!" seru seorang prajurit senior yang dipercaya oleh Prabu Bagaskara untuk memimpin pasukannya di kademangan Turonggo."Iya, Panglima. Di luar sana para prajurit kita sudah berhasil membinasakan lawan-lawan mereka. Aku pikir jika kita dapat membunuh Wora Sab
Hari itu, Raja Bumi masih berada di istana kepatihan Dang Resta. Sementara Maha Patih Ramanggala dan sejumlah prajurit langsung kembali ke istana kerajaan atas permintaan sang raja.Dalam kesempatan itu, Raja Wanara pun menugaskan Ki Butrik untuk memantau kondisi di dalam istana musuh. Ki Butrik tidak baha akan titah sang raja, ia bersama dua prajuritnya langsung berangkat saat itu juga.Kedua prajurit yang ia bawa itu merupakan prajurit yang mempunyai kemampuan ilmu sihir dan pandai menghilang, sehingga dengan begitu mudahnya mereka masuk ke dalam istana kerajaan Rawamerta dalam melakukan penyusupan guna menyelidiki keadaan istana musuh.Patih Warda Kusuma baru saja tiba, ia dan Senapati Jasena pada hari itu baru saja melakukan pemantauan ke daerah kademangan Turonggo paska pertempuran besar yang dilakukan para prajurit kerajaan Bumi yang sudah berhasil mengusir para prajurit musuh dan telah menguasai wilayah kademangan Turonggo.Patih Warda Kusuma dan j
Setelah berhasil mengalahkan siluman-siluman tersebut, Raja Wanara langsung mengajak para senapatinya untuk kembali ke tenda saat itu juga. Sementara itu, kedua permaisurinya pun sudah terjaga dari tidur mereka, dan tengah menunggu kedatangan suami mereka dengan perasaan cemas. Setibanya di perkemahan, sang raja segera memerintahkan kepada para prajuritnya agar tidak lengah dan bersiaga penuh secara bergiliran. Karena, sang raja khawatir akan datang kembali teror dari para siluman utusan Raja Nainggolo. "Sebaiknya, kalian tetap bersiaga dan berjaga secara bergiliran!" kata sang raja mengarah kepada salah seorang prajurit senior yang bertanggung jawab atas tugas keamanan di perkemahan tersebut. "Baik, Baginda Raja. Hamba akan segera mengaturnya," jawab prajurit senior itu. Malam terasa semakin dingin, suasana pun sudah mulai sepi. Tidak terlalu gaduh oleh hilir-mudik para prajurit, karena sebagian dari mereka sudah terlelap tidur. Dan hanya men
Siluman itu sangat tangguh. Ia dapat bertarung dengan sebaik-baiknya. Meskipun usianya sudah tua, namun ia memiliki pengalaman dan kemampuan memancing Raja Wanara dengan gerak tipu yang diperagakannya."Kau telah melumpuhkan kawanku, maka terimalah pembalasan dariku ini!" bentak siluman itu bersuara keras dan terdengar parau."Berhentilah! Jangan kau menganggu kami!" Raja Wanara pun balas membentak sambil meloncat tinggi dan memukul keras kepala makhluk tersebut.Sontak tubuh siluman itu terhempas jauh hingga membentur batu padas yang ada di sekitaran tempat tersebut. Akan tetapi, ia tidak menyerah begitu saja. Siluman itu bangkit dan menggeram sambil menatap tajam wajah sang raja, dari mulutnya menyemburkan api bak seekor naga."Hati-hati, Baginda Raja!" teriak Senapati Jasena tampak khawatir melihat pemandangan seperti itu.Raja Wanara hanya tersenyum sambil meloncat tinggi demi menghindari serangan dari siluman tersebut yang menyemburkan api dar
Pada malam harinya, Raja Wanara dan ketiga senapatinya tengah berbincang santai di depan tenda sambil menikmati sajian sederhana yang tersedia di hadapan mereka.Sementara itu, Santika dan Sekar Widuri sudah terlelap tidur di dalam tenda dengan dikawal ketat oleh para prajurit wanita yang menjadi pengawal pribadi sang ratu."Susana malam ini sangat dingin sekali. Akan tetapi, langit sangat cerah dan bulan pun bersinar terang. Sungguh indah luar biasa," desis Senapati Yandradipa mengangkat wajahnya menatap keindahan langit yang tampak cerah itu."Mungkin ini pertanda akan datangnya musim kemarau, setelah lama kita mengalami musim Siak," sahut sang raja sambil menikmati hidangan sederhana yang disajikan oleh para pelayannya.Kemudian, Senapati Jasena menyahut pula, "Iya, Baginda. Sepertinya ini memang sudah waktunya pergantian musim."Raja Wanara menghela napas dalam-dalam, kemudian mengangkat wajahnya dan memandangi langit yang tampak cerah itu, ser
Ketika matahari sudah terik dan terasa panas menyengat. Maka, Senapati Jasena langsung menyeru kepada para prajuritnya untuk segera beristirahat dan mendirikan tenda di sebuah hutan yang ada di bawah perbukitan dekat dengan lembah Kalen Laes yang masih masuk ke dalam wilayah kerajaan Bayu Urip bagian timur."Sebaiknya kita beristirahat saja dulu! Ini adalah tempat yang bagus, sang raja pasti menyukai tempat ini!" seru Senapati Jasena. "Kalian segera dirikan perkemahan dan persiapkan makanan untuk sang raja dan permaisurinya!" sambung Senapati Jasena kepada para prajurit dan juga para pelayan yang ikut dalam rombongan tersebut."Baik, Gusti Senapati," sahut salah seorang pimpinan pelayan tersebut menjura kepada sang senapati.Setelah itu, mereka pun langsung membagi tugas dengan mendirikan tenda terlebih dahulu untuk dijadikan tempat penyimpanan bahan-bahan makanan. Setelah itu, mereka segera mempersiapkan kebutuhan untuk memasak dengan dibantu oleh puluhan p
Setelah kematian Rosapati, akhirnya para pendekar dari gerombolan tersebut, merasakan bahwa mereka telah dikelilingi oleh beberapa prajurit yang kuat. Mereka menyerang dengan begitu semangat dari berbagai penjuru.Demikian pula dengan Senapati Yamadaka dan Senapati Yandradipa, mereka memiliki ketangkasan dalam memainkan pedang mereka. Sehingga lawan-lawannya tidak pernah berhasil menyentuh tubuh kedua senapati itu dengan ujung senjata mereka."Kita sudah akal dan cara untuk mengalahkan para prajurit itu, kita tidak bisa lagi melanjutkan perlawanan terhadap mereka. Sebaiknya kita lari saja dari tempat ini! Kau lihat sendiri, Rosapati pun sudah binasa!" ujar salah seorang pendekar dari kelompok pemberontak itu. Ia mulai ragu melihat pemandangan seperti itu.Kawannya itu hanya dapat menggeram dan menahan kemarahan karena ia dan kawan-kawannya tidak dapat membebaskan diri dari cengkraman para prajurit kerajaan Bumi. Lawannya yang mereka hadapi ternyata memiliki
Ketika rombongan Raja Wanara sudah tiba di sebuah hutan yang berada di luar wilayah kerajaan Bumi. Tepatnya di sebuah alas yang masuk ke dalam wilayah kedaulatan kerajaan Bayu Urip, tenyata rombongan tersebut sudah dihadapkan dengan sebuah ancaman dari kelompok kecil yang sering melakukan teror di wilayah kerajaan Bayu Urip. Mereka berusaha untuk melakukan tindakan penghadangan terhadap rombongan Raja Wanara.Para prajurit yang mengawal sang raja tampak siap dalam menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Karena mereka sudah diberi tugas secara langsung oleh Senapati Jasena pada setiap kelompok yang ada di bawah pimpinan panglima masing-masing. Senapati Jasena telah memerintahkan para prajuritnya untuk melawan siapa saja yang dianggap berbahaya terhadap keselamatan sang raja dan kedua permaisurinya."Siapa mereka?" tanya sang raja mengerutkan kening sambil mengamati puluhan orang bersenjatakan pedang berbaris rapi menghadang di tengah jalan.Kemudian,
Keesokan harinya, Senapati Jasena dan para prajuritnya langsung melakukan persiapan jelang keberangkatan mereka pada hari itu menuju ke wilayah kerajaan Buana Loka, dalam rangka kunjungan persahabatan dari pihak kerajaan Bumi kepada pihak kerajaan Buana Loka yang merupakan sebuah kerajaan sahabat yang kini menjadi sekutu kerajaan Bumi.Dengan gagahnya, ia melangkah menuju ke barak para pelayan yang berada di belakang barak prajurit. Sang senapati langsung menghampiri salah seorang kepala pelayan yang hendak ikut dalam rombongan Raja Wanara."Selamat datang di barak kami, Gusti Senapati," ujar seorang pria berusia sekitar 30 tahun dengan sikap ramahnya menjura kepada sang senapati.Senapati Jasena hanya tersenyum, lalu berkata, "Sebaiknya pedati yang mengangkut barang logistik kebutuhan makanan dan lainnya langsung dikeluarkan sekarang! Tunggu di depan istana, sebentar lagi kita akan segera berangkat!" perintah Senapati Jasena kepada para pelayan istana dan kusir yang
Satu hari menjelang keberangkatan rombongan sang raja. Maka, Senapati Jasena dan dua senapati lainnya yang hendak ikut mengawal sang raja sudah mempersiapkan segalanya yang tentu akan dibutuhkan dalam melakukan perjalanan jauh tersebut."Apakah kita perlu membawa pasukan panah, Senapati?" tanya Senapati Yandradipa mengarah kepada Senapati Jasena yang merupakan panglima senior di kerajaan Bumi."Aku rasa mereka sangat penting untuk dilibatkan dalam pengawalan ini. Kau siapkan 50 prajurit panah yang benar-benar memiliki kemampuan tinggi! Sisanya bawa saja para prajurit campuran dan jangan lupa sertakan lima orang kusir pedati yang akan membawa barang-barang keperluan logistik dan peralatan lainnya!" jawab Senapati Jasena menuturkan.Dengan demikian, Senapati Yandradipa dan Senapati Yamadaka langsung meluncur ke barak prajurit yang berada di belakang istana utama, untuk menyiapkan para prajuritnya yang akan diperintahkan untuk mengawal sang raja dan kedua perma
Pagi itu, Panglima Yandradipa dan Yamadaka sudah berada di ruang utama istana kerajaan Bumi. Mereka datang memenuhi undangan dari sang raja, bahkan dijemput langsung oleh utusan istana yang diperintahkan oleh sang raja menjemput kedua punggawanya ke istana kepatihan Waraya timur."Aku sangat senang mendapat kabar tentang keberhasilan kalian," ujar sang raja tampak semringah. "Oleh sebab itu, kalian aku minta untuk datang ke istana ini. Karena, sang guru sepuh memintaku untuk menganugerahkan gelar kepada kalian berdua," sambung sang raja menyampaikan maksud dan tujuannya dalam mengundang kedua punggawanya tersebut.Panglima Yandradipa dan Yamadaka saling berpandangan, raut wajah mereka tampak semringah. Dengan kompaknya mereka menjura kepada Raja Wanara dan Maha Patih Ramanggala."Terima kasih, Baginda Raja. Ini merupakan bentuk penghormatan Baginda terhadap kami berdua," sahut Panglima Yandradipa sambil membungkukkan badan di hadapan sang raja.Raja Wan