Pagi itu, Senapati Jasena sudah tiba di ruang utama istana. Ia baru saja menyelesaikan tugas yang diberikan oleh sang raja dan ketiga guru sepuh. Yakni, berkunjung ke istana kekaisaran Cianggon dalam rangka penjajakan kerjasama persenjataan bagi kebutuhan prajurit kerajaan Bumi.
Di hadapan ketiga guru sepuh, Senapati Jasena menjura sambil mengucapkan salam, "Sampurasun, Guru." Sang senapati berdiri sambil membungkukkan badan seraya memberi hormat kepada ketiga guru sepuh yang tengah duduk di kursi kebesaran mereka sebagai penasihat istana.
"Rampes," jawab ketiganya sambil melontar senyum kepada Senapati Jasena yang baru tiba itu.
"Duduklah, Senapati!" pinta Ki Ageng Jayamena sambil tersenyum menatap wajah Senapati Jasena.
"Terima kasih, Guru," ucap Senapati Jasena langsung duduk di kursi kebesarannya sebagai sang senapati kerajaan.
Senapati Jasena menarik napas dalam-dalam. Kemudian berkata lirih penuh rasa hormat, dan menjaga wibawanya sebagai seo
Pagi hari itu, tepat menjelang terbitnya matahari. Para prajurit kerajaan Bumi yang dipimpin oleh Panglima Wora Saba dan Panglima Bonggala, sudah bersiap hendak melakukan penyerangan terhadap barisan pertahanan kerajaan Rawamerta yang berkedudukan di wilayah kademangan Turonggo."Raja telah berpesan kepadaku, bahwa hari ini kita harus bisa menguasai wilayah penting ini. Tapi ingat! Kita harus tetap berhati-hati dalam menghadapi para prajurit musuh, jangan sampai lengah dan jangan sekali-kali meremehkan lawan!" ujar Senapati Jomara berkata di hadapan Panglima Wora Saba dan Panglima Bonggala yang baru beberapa hari saja bergabung dengan pasukan kerajaan Bumi.Kedua panglima tersebut menjura hormat kepada sang senapati. Lantas, Panglima Wora Saba pun berkata lirih, "Hamba dan Panglima Bonggala siap melaksanakan titah ini.""Segeralah berangkat! Kabar terbaik dari kalian aku tunggu!" kata Senapati Jomara tersenyum lebar.Dengan demikian, maka Panglima Wora Sa
Di tempat terpisah, Panglima Wora Saba dan Panglima Bonggala tengah dihadapkan oleh situasi berbahaya. Mereka mulai sedikit terdesak oleh kecepatan serangan dari pihak lawan. Karena jumlah prajurit kerajaan Rawamerta di wilayah tersebut jumlahnya sangat banyak dan tidak terduga sebelumnya.Mereka mendapatkan tugas untuk menggempur pertahanan prajurit kerajaan Rawamerta yang masih menduduki wilayah kademangan Turonggo hanya dengan jumlah prajurit sekitar tiga ribu saja, jauh berbeda dengan jumlah prajurit musuh yang berjumlah hampir dua kali lipat dari mereka."Kekuatan pasukan kerajaan Bumi tidak terlalu istimewa, kita pasti akan segera mengusir mereka dari wilayah ini!" seru seorang prajurit senior yang dipercaya oleh Prabu Bagaskara untuk memimpin pasukannya di kademangan Turonggo."Iya, Panglima. Di luar sana para prajurit kita sudah berhasil membinasakan lawan-lawan mereka. Aku pikir jika kita dapat membunuh Wora Sab
Hari itu, Raja Bumi masih berada di istana kepatihan Dang Resta. Sementara Maha Patih Ramanggala dan sejumlah prajurit langsung kembali ke istana kerajaan atas permintaan sang raja.Dalam kesempatan itu, Raja Wanara pun menugaskan Ki Butrik untuk memantau kondisi di dalam istana musuh. Ki Butrik tidak baha akan titah sang raja, ia bersama dua prajuritnya langsung berangkat saat itu juga.Kedua prajurit yang ia bawa itu merupakan prajurit yang mempunyai kemampuan ilmu sihir dan pandai menghilang, sehingga dengan begitu mudahnya mereka masuk ke dalam istana kerajaan Rawamerta dalam melakukan penyusupan guna menyelidiki keadaan istana musuh.Patih Warda Kusuma baru saja tiba, ia dan Senapati Jasena pada hari itu baru saja melakukan pemantauan ke daerah kademangan Turonggo paska pertempuran besar yang dilakukan para prajurit kerajaan Bumi yang sudah berhasil mengusir para prajurit musuh dan telah menguasai wilayah kademangan Turonggo.Patih Warda Kusuma dan j
Beberapa hari kemudian, Raja Wanara langsung mengumpulkan para senapati dan panglima perangnya, karena akan membahas langkah selanjutnya. Terkait serangan terhadap jantung pertahanan kerajaan Rawamerta dengan sasaran utama menghancurkan istana tersebut, dan membinasakan Prabu Bagaskara."Maaf, Baginda Raja. Apakah kita langsung menghabisi mereka atau menangkap mereka untuk dijadikan tahanan perang?" bertanya Senapati Jasena, seakan-akan ia tidak ingin salah dalam mengambil keputusan jika kondisi prajurit dalam keadaan terdesak."Binasakan mereka, tapi jangan kalian bunuh Prabu Bagaskara! Karena tanganku sendiri yang akan membunuhnya!" jawab Raja Wanara tampak bergejolak amarah di dadanya.Begitu pula dengan apa yang dirasakan oleh Senapati Sumadra, ia sangat geram dengan perilaku raja sombong itu. Senapati Sumadra merasa dendam ketika melihat keluarganya dibantai oleh para prajurit kerajaan Rawamerta, itu semua atas perintah Prabu Bagaskara."Baik, Bagind
Dalam serangan tersebut, pasukan kerajaan Bumi akhirnya dapat melumpuhkan pihak prajurit dari pasukan kerajaan Rawamerta yang berkoalisi dengan pasukan kerajaan Pulau Gelatik dan pasukan kerajaan Jantara yang mendukung pemerintahan Prabu Bagaskara.Dengan sangat mudah, para prajurit kerajaan Bumi telah berhasil menguasai istana kerajaan Rawamerta, dan penguasa kerajaan tersebut pun telah tewas di tangan sang raja Bumi.Pertempuran tersebut, tidak terlalu memilki beban yang berat bagi pasukan kerajaan Bumi. Meskipun musuh mereka tergabung dalam tiga pasukan besar dari tiga kerajaan. Karena kekuatan mereka sudah dapat diprediksi sebelumnya oleh Senapati Jasena dan para prajuritnya.Jumlah prajurit dari kesatuan pasukan kerajaan Bumi sangatlah jauh lebih banyak dibandingkan dengan prajurit dari pasukan kerajaan Rawamerta, dan kedua kerajaan sekutunya. Mereka hanya berjumlah delapan belas ribu saja.Saat itu, sang raja bumi sudah kembali ke istana kepatihan D
Setibanya di tempat yang dituju, secara mengesankan tubuh Senapati Jasena melesat tinggi dari atas kudanya. Kemudian memutar kencang menerobos barisan prajurit kerajaan Jantara yang bersenjatakan lengkap, dan tengah bertempur melawan pasukan kerajaan Bumi.Para prajurit itu pun terpental satu persatu, seiring dengan terpaan angin yang berhembus dari putaran dahsyat tubuh Senapati Jasena. Demikian pula dengan para prajurit yang baru tiba, serentak mereka meloncat dari kuda-kuda mereka, dan langsung menyerbu barisan pertahanan lawan.Melihat pemandangan seperti itu, seorang pemimpin pasukan kerajaan Jantara terkesima dan mulai berpikir untuk segera memerintahkan para prajuritnya agar segera mundur."Benar yang dikatakan oleh tuan raja, bahwa pasukan kerajaan Bumi bak seperti siluman yang menguasai dasar ilmu kanuragan yang sangat tinggi dan hebat!" desisnya. "Jika keadaan seperti ini terus, mau tidak mau aku harus menarik mundur pasukanku," tambahnya sambil mengam
Dua hari kemudian, Maha Patih Ramanggala mengadakan kunjungan ke barak prajurit yang ada di tepi pantai di wilayah utara kerajaan Bumi.Saat itu, maha patih langsung menggelar pertemuan dengan para petinggi prajurit yang bertugas di wilayah tersebut. Ada banyak hal yang dibahas dalam perundingan itu, salah satunya adalah terkait pertahanan di wilayah itu."Ada beberapa meriam yang sudah tiba di barak ini?" tanya Maha Patih Ramanggala mengarah kepada Panglima Bonggala."Ada sekitar 20 meriam, Gusti Maha Patih," jawab Panglima Bonggala bersikap ramah.Panglima Bonggala merupakan seorang kepercayaan sang raja yang ditugaskan untuk memimpin pasukan khusus yang ada di barak tersebut. Ia bertugas bersama lima ribu prajurit dibantu oleh Panglima Bramasta dari kepatihan Dang Resta yang sewaktu-waktu datang ke barak tersebut untuk memastikan keamanan di wilayah itu yang masuk ke dalam pemerintahan kepatihan Dang Resta. Karena dirinya menjadi seorang punggawa yang bertangg
Akan tetapi, Panglima Jumarata tampak seperti memiliki kekuatan baru. Dengan pergerakan yang sangat cepat dan lincah, ia mampu bangkit kembali, dan langsung memburu lawannya dengan sebilah pedang dalam genggaman tangannya yang ia sabetkan secara beruntun kepada lawan tandingnya itu."Aku tidak akan pernah kalah oleh prajurit sepertimu!" bentak Panglima Jumarata langsung menyerang dengan begitu ganasnya.Pertarungan keduanya pun kembali berlangsung dengan begitu sengit, diwarnai oleh permainan pedang, dan tendangan serta pukulan silih berganti.Namun, sang prajurit kerajaan Bumi, ternyata lebih unggul dan menguasai jalannya pertarungan tersebut.Hingga pada akhirnya, ia pun dapat mengalahkan Panglima Jumarata dan berhasil melukai pergelangan tangan lawannya dengan sabetan pedangnya."Kau memang beruntung. Tapi ingat! Aku akan kembali membalas semuanya," kata Panglima Jumarata sambil meringis menahan sakit.Tanpa terduga sebuah tendangan keras meluncur dengan sangat
Setelah berhasil mengalahkan siluman-siluman tersebut, Raja Wanara langsung mengajak para senapatinya untuk kembali ke tenda saat itu juga. Sementara itu, kedua permaisurinya pun sudah terjaga dari tidur mereka, dan tengah menunggu kedatangan suami mereka dengan perasaan cemas. Setibanya di perkemahan, sang raja segera memerintahkan kepada para prajuritnya agar tidak lengah dan bersiaga penuh secara bergiliran. Karena, sang raja khawatir akan datang kembali teror dari para siluman utusan Raja Nainggolo. "Sebaiknya, kalian tetap bersiaga dan berjaga secara bergiliran!" kata sang raja mengarah kepada salah seorang prajurit senior yang bertanggung jawab atas tugas keamanan di perkemahan tersebut. "Baik, Baginda Raja. Hamba akan segera mengaturnya," jawab prajurit senior itu. Malam terasa semakin dingin, suasana pun sudah mulai sepi. Tidak terlalu gaduh oleh hilir-mudik para prajurit, karena sebagian dari mereka sudah terlelap tidur. Dan hanya men
Siluman itu sangat tangguh. Ia dapat bertarung dengan sebaik-baiknya. Meskipun usianya sudah tua, namun ia memiliki pengalaman dan kemampuan memancing Raja Wanara dengan gerak tipu yang diperagakannya."Kau telah melumpuhkan kawanku, maka terimalah pembalasan dariku ini!" bentak siluman itu bersuara keras dan terdengar parau."Berhentilah! Jangan kau menganggu kami!" Raja Wanara pun balas membentak sambil meloncat tinggi dan memukul keras kepala makhluk tersebut.Sontak tubuh siluman itu terhempas jauh hingga membentur batu padas yang ada di sekitaran tempat tersebut. Akan tetapi, ia tidak menyerah begitu saja. Siluman itu bangkit dan menggeram sambil menatap tajam wajah sang raja, dari mulutnya menyemburkan api bak seekor naga."Hati-hati, Baginda Raja!" teriak Senapati Jasena tampak khawatir melihat pemandangan seperti itu.Raja Wanara hanya tersenyum sambil meloncat tinggi demi menghindari serangan dari siluman tersebut yang menyemburkan api dar
Pada malam harinya, Raja Wanara dan ketiga senapatinya tengah berbincang santai di depan tenda sambil menikmati sajian sederhana yang tersedia di hadapan mereka.Sementara itu, Santika dan Sekar Widuri sudah terlelap tidur di dalam tenda dengan dikawal ketat oleh para prajurit wanita yang menjadi pengawal pribadi sang ratu."Susana malam ini sangat dingin sekali. Akan tetapi, langit sangat cerah dan bulan pun bersinar terang. Sungguh indah luar biasa," desis Senapati Yandradipa mengangkat wajahnya menatap keindahan langit yang tampak cerah itu."Mungkin ini pertanda akan datangnya musim kemarau, setelah lama kita mengalami musim Siak," sahut sang raja sambil menikmati hidangan sederhana yang disajikan oleh para pelayannya.Kemudian, Senapati Jasena menyahut pula, "Iya, Baginda. Sepertinya ini memang sudah waktunya pergantian musim."Raja Wanara menghela napas dalam-dalam, kemudian mengangkat wajahnya dan memandangi langit yang tampak cerah itu, ser
Ketika matahari sudah terik dan terasa panas menyengat. Maka, Senapati Jasena langsung menyeru kepada para prajuritnya untuk segera beristirahat dan mendirikan tenda di sebuah hutan yang ada di bawah perbukitan dekat dengan lembah Kalen Laes yang masih masuk ke dalam wilayah kerajaan Bayu Urip bagian timur."Sebaiknya kita beristirahat saja dulu! Ini adalah tempat yang bagus, sang raja pasti menyukai tempat ini!" seru Senapati Jasena. "Kalian segera dirikan perkemahan dan persiapkan makanan untuk sang raja dan permaisurinya!" sambung Senapati Jasena kepada para prajurit dan juga para pelayan yang ikut dalam rombongan tersebut."Baik, Gusti Senapati," sahut salah seorang pimpinan pelayan tersebut menjura kepada sang senapati.Setelah itu, mereka pun langsung membagi tugas dengan mendirikan tenda terlebih dahulu untuk dijadikan tempat penyimpanan bahan-bahan makanan. Setelah itu, mereka segera mempersiapkan kebutuhan untuk memasak dengan dibantu oleh puluhan p
Setelah kematian Rosapati, akhirnya para pendekar dari gerombolan tersebut, merasakan bahwa mereka telah dikelilingi oleh beberapa prajurit yang kuat. Mereka menyerang dengan begitu semangat dari berbagai penjuru.Demikian pula dengan Senapati Yamadaka dan Senapati Yandradipa, mereka memiliki ketangkasan dalam memainkan pedang mereka. Sehingga lawan-lawannya tidak pernah berhasil menyentuh tubuh kedua senapati itu dengan ujung senjata mereka."Kita sudah akal dan cara untuk mengalahkan para prajurit itu, kita tidak bisa lagi melanjutkan perlawanan terhadap mereka. Sebaiknya kita lari saja dari tempat ini! Kau lihat sendiri, Rosapati pun sudah binasa!" ujar salah seorang pendekar dari kelompok pemberontak itu. Ia mulai ragu melihat pemandangan seperti itu.Kawannya itu hanya dapat menggeram dan menahan kemarahan karena ia dan kawan-kawannya tidak dapat membebaskan diri dari cengkraman para prajurit kerajaan Bumi. Lawannya yang mereka hadapi ternyata memiliki
Ketika rombongan Raja Wanara sudah tiba di sebuah hutan yang berada di luar wilayah kerajaan Bumi. Tepatnya di sebuah alas yang masuk ke dalam wilayah kedaulatan kerajaan Bayu Urip, tenyata rombongan tersebut sudah dihadapkan dengan sebuah ancaman dari kelompok kecil yang sering melakukan teror di wilayah kerajaan Bayu Urip. Mereka berusaha untuk melakukan tindakan penghadangan terhadap rombongan Raja Wanara.Para prajurit yang mengawal sang raja tampak siap dalam menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Karena mereka sudah diberi tugas secara langsung oleh Senapati Jasena pada setiap kelompok yang ada di bawah pimpinan panglima masing-masing. Senapati Jasena telah memerintahkan para prajuritnya untuk melawan siapa saja yang dianggap berbahaya terhadap keselamatan sang raja dan kedua permaisurinya."Siapa mereka?" tanya sang raja mengerutkan kening sambil mengamati puluhan orang bersenjatakan pedang berbaris rapi menghadang di tengah jalan.Kemudian,
Keesokan harinya, Senapati Jasena dan para prajuritnya langsung melakukan persiapan jelang keberangkatan mereka pada hari itu menuju ke wilayah kerajaan Buana Loka, dalam rangka kunjungan persahabatan dari pihak kerajaan Bumi kepada pihak kerajaan Buana Loka yang merupakan sebuah kerajaan sahabat yang kini menjadi sekutu kerajaan Bumi.Dengan gagahnya, ia melangkah menuju ke barak para pelayan yang berada di belakang barak prajurit. Sang senapati langsung menghampiri salah seorang kepala pelayan yang hendak ikut dalam rombongan Raja Wanara."Selamat datang di barak kami, Gusti Senapati," ujar seorang pria berusia sekitar 30 tahun dengan sikap ramahnya menjura kepada sang senapati.Senapati Jasena hanya tersenyum, lalu berkata, "Sebaiknya pedati yang mengangkut barang logistik kebutuhan makanan dan lainnya langsung dikeluarkan sekarang! Tunggu di depan istana, sebentar lagi kita akan segera berangkat!" perintah Senapati Jasena kepada para pelayan istana dan kusir yang
Satu hari menjelang keberangkatan rombongan sang raja. Maka, Senapati Jasena dan dua senapati lainnya yang hendak ikut mengawal sang raja sudah mempersiapkan segalanya yang tentu akan dibutuhkan dalam melakukan perjalanan jauh tersebut."Apakah kita perlu membawa pasukan panah, Senapati?" tanya Senapati Yandradipa mengarah kepada Senapati Jasena yang merupakan panglima senior di kerajaan Bumi."Aku rasa mereka sangat penting untuk dilibatkan dalam pengawalan ini. Kau siapkan 50 prajurit panah yang benar-benar memiliki kemampuan tinggi! Sisanya bawa saja para prajurit campuran dan jangan lupa sertakan lima orang kusir pedati yang akan membawa barang-barang keperluan logistik dan peralatan lainnya!" jawab Senapati Jasena menuturkan.Dengan demikian, Senapati Yandradipa dan Senapati Yamadaka langsung meluncur ke barak prajurit yang berada di belakang istana utama, untuk menyiapkan para prajuritnya yang akan diperintahkan untuk mengawal sang raja dan kedua perma
Pagi itu, Panglima Yandradipa dan Yamadaka sudah berada di ruang utama istana kerajaan Bumi. Mereka datang memenuhi undangan dari sang raja, bahkan dijemput langsung oleh utusan istana yang diperintahkan oleh sang raja menjemput kedua punggawanya ke istana kepatihan Waraya timur."Aku sangat senang mendapat kabar tentang keberhasilan kalian," ujar sang raja tampak semringah. "Oleh sebab itu, kalian aku minta untuk datang ke istana ini. Karena, sang guru sepuh memintaku untuk menganugerahkan gelar kepada kalian berdua," sambung sang raja menyampaikan maksud dan tujuannya dalam mengundang kedua punggawanya tersebut.Panglima Yandradipa dan Yamadaka saling berpandangan, raut wajah mereka tampak semringah. Dengan kompaknya mereka menjura kepada Raja Wanara dan Maha Patih Ramanggala."Terima kasih, Baginda Raja. Ini merupakan bentuk penghormatan Baginda terhadap kami berdua," sahut Panglima Yandradipa sambil membungkukkan badan di hadapan sang raja.Raja Wan