Dalam kesempatan itu pertempuran tersebut kembali berjalan semakin sengit. Semakin lama, maka para prajurit kerajaan Bumi itu pun berhasil menempatkan diri mereka di posisi paling diunggulkan.
Mereka bertempur satu lawan satu pada tingkat kemampuan bela diri yang tidak terpaut jauh dengan lawan yang mereka hadapi.
Ada pula di antara mereka yang bertempur secara berkelompok antara dua, tiga sampai belasan orang menghadapi prajurit lawan yang sedikit lebih unggul kemampuan bela dirinya dari mereka, yang tidak dapat diimbangi dengan cara lain.
"Kejar mereka, dan hancurkan saung penjagaan milik mereka!" seru Wanara yang kala itu sudah menaiki kudanya.
Para prajuritnya tampak bersemangat mendengar seruan dari sang pemimpin mereka. Sehingga, para prajurit itu pun langsung memburu para prajurit musuh yang sudah berhamburan meninggalkan arena pertarungan tersebut.
"Mundur! Selamatkan diri kalian!" seru sang pemimpin prajurit dari pihak pasukan kerajaan Raw
Dari saung penjagaan paling terdepan, prajurit yang berjaga langsung menyampaikan kepada prajurit yang berjaga di saung penjagaan yang ada di dalam.Dengan demikian, para prajurit yang ada di dalam langsung memberi tahukan kepada Prabu Bagaskara tentang kedatangan tamu kehormatannya itu.Maka, Prabu Bagaskara langsung memerintahkan para prajuritnya agar membuka pintu gerbang istana, dan segera mempersilahkan tamunya untuk menghadap dirinya di ruang utama yang ada di dalam istana.Pagi hari itu, di ufuk timur cahaya terang sudah mulai terlihat, pertanda matahari akan segera menampakkan diri menghangatkan bumi dan seisinya.Setelah mendapatkan izin dari Prabu Bagaskara. Maka, Tuan Raja Nainggolo pun langsung masuk dan menjura hormat kepada Prabu Bagaskara yang sedang berada di ruang sidang, membahas perundingan perang bersama para prajurit senior dan juga bersama Senapati Karama."Selamat datang, Tuan Raja," sambut Prabu Bagaskara tersenyum hangat balas menjur
Istana megah kerajaan Bumi telah berdiri kokoh di bibir hutan yang biasa disebut sebagai Alas Dewa. Santika dan Sekar Widuri telah resmi menjadi dua orang permaisuri raja–Wanara yang diberi gelar orang sang Dewa Petir sebagai raja bumi.Tujuh hari yang lalu, ia baru saja menikahi dua wanita cantik dalam waktu yang bersamaan. Yakni, Santika dan Sekar Widuri atas izin dari ketiga guru sepuh yang menjabat sebagai penasihat istana kerajaan Bumi.Senyuman manis melekat dari kedua wanita cantik itu, kala sang raja tiba di ruang utama berjalan menuju kursi singgasana, dengan diiringi para punggawanya."Salam kebajikan. Dewata agung senantiasa memberikan kesehatan bagi sang Raja!" seru Wora Saba menyambut kehadiran Wanara di ruang utama istana kerajaan.Semua yang ada di ruangan tersebut, serentak menjura kepada sang raja. Mereka berdiri dengan sikap hormat merapatkan kedua telapak tangan di atas dada.Wanara tersenyum lebar, kemudian duduk di kursi utama yang
Pagi itu, ada belasan orang pendekar yang tiba-tiba saja datang ke istana kepatihan Dang Resta. Pimpinan dari para pendekar tersebut berteriak-teriak tak karuan. Sikapnya sungguh tidak terpuji, merasa dirinya paling gagah dan pemberani."Prajurit, tolong sampaikan kepada Patih Warda Kusuma, segera keluar temui kami!" perintah salah seorang pendekar kepada dua orang prajurit penjaga. "Dan sampaikan juga aku adalah pertapa anom yang hendak menemuinya!" tambahnya berkata penuh kejumawaan.Ia merupakan pimpinan dari kelompok para pendekar yang menamakan dirinya sebagai kelompok Pendekar Kelalawar Hitam. Entah ada maksud apa para pendekar itu mendatangi istana kepatihan Dang Resta?Dua prajurit yang tengah berjaga itu tampak seperti ketakutan ketika mendengar suara orang tersebut. "Baiklah, kalian tunggu saja dulu!" jawab salah seorang prajurit langsung bergerak cepat menuju ke dalam istana kepatihan.Prajurit itu langsung melaporkan tentang kedatangan para pe
"Hai! Kenapa kau terus menghindar?" teriak Patih Warda Kusuma.Darma tampak jera dengan kesaktian yang dimiliki oleh sang patih, sehingga ia pun memberi isyarat kepada murid-muridnya untuk segera meninggalkan istana kepatihan."Ayo, kita pergi dari tempat ini!" teriak Darma tampak seperti merasa malu dengan sikap sombong yang sudah ia tunjukkan di hadapan Patih Warda Kusuma dan para prajuritnya.Dengan demikian, para murid-muridnya pun segera surut dan langsung berjalan mengikuti langkah Darma yang sudah ngacir lebih duku."Dasar pengecut kau! Kalian para pendekar yang hanya mengandalkan kebesaran kepala saja!" teriak Patih Warda Kusuma.Setelah itu, sang patih langsung mengumpulkan para prajuritnya di ruang utama istana kepatihan. Ada banyak hal yang ia sampaikan kepada para prajuritnya tersebut."Kalian harus berhati-hati dan lebih waspada lagi dengan pergerakan para pendekar itu!" ujar Patih Warda Kusuma di sela perbincangannya dengan ratusan prajuri
Dalam tempo singkat, Darma sudah tiba di depan pintu gerbang istana megah milik pemerintah kerajaan Rawamerta. Seorang prajurit penjaga pintu gerbang istana segera melakukan pemeriksaan terhadap Darma dan para pengikutnya."Kau ini siapa dan mempunyai tujuan apa datang ke istana ini?" tanya seorang prajurit senior bersikap tegas.Darma tersenyum, lalu menjura hormat. "Mohon maaf, Prajurit. Aku ini adalah Darma dan mereka adalah murid-muridku, kami datang dari Alas Dang Resta bertujuan untuk bertemu dengan sang raja, aku harap kau mengizinkan kami untuk bertemu langsung dengan sang raja!" jawab Darma bersikap ramah dan penuh rasa hormat terhadap prajurit itu.Prajurit itu menghela napas dalam-dalam, kemudian bertanya lagi, "Katakanlah! Tujuanmu itu apa hendak menemui sang raja?""Maaf, Prajurit. Aku mendengar kabar dan mendapatkan warna-wara dari para pendekar yang ada di wilayah kerajaan ini, bahwasanya sang raja sedang mencari para pendekar tangguh untuk
Pagi itu, Senapati Jasena sudah tiba di ruang utama istana. Ia baru saja menyelesaikan tugas yang diberikan oleh sang raja dan ketiga guru sepuh. Yakni, berkunjung ke istana kekaisaran Cianggon dalam rangka penjajakan kerjasama persenjataan bagi kebutuhan prajurit kerajaan Bumi.Di hadapan ketiga guru sepuh, Senapati Jasena menjura sambil mengucapkan salam, "Sampurasun, Guru." Sang senapati berdiri sambil membungkukkan badan seraya memberi hormat kepada ketiga guru sepuh yang tengah duduk di kursi kebesaran mereka sebagai penasihat istana."Rampes," jawab ketiganya sambil melontar senyum kepada Senapati Jasena yang baru tiba itu."Duduklah, Senapati!" pinta Ki Ageng Jayamena sambil tersenyum menatap wajah Senapati Jasena."Terima kasih, Guru," ucap Senapati Jasena langsung duduk di kursi kebesarannya sebagai sang senapati kerajaan.Senapati Jasena menarik napas dalam-dalam. Kemudian berkata lirih penuh rasa hormat, dan menjaga wibawanya sebagai seo
Pagi hari itu, tepat menjelang terbitnya matahari. Para prajurit kerajaan Bumi yang dipimpin oleh Panglima Wora Saba dan Panglima Bonggala, sudah bersiap hendak melakukan penyerangan terhadap barisan pertahanan kerajaan Rawamerta yang berkedudukan di wilayah kademangan Turonggo."Raja telah berpesan kepadaku, bahwa hari ini kita harus bisa menguasai wilayah penting ini. Tapi ingat! Kita harus tetap berhati-hati dalam menghadapi para prajurit musuh, jangan sampai lengah dan jangan sekali-kali meremehkan lawan!" ujar Senapati Jomara berkata di hadapan Panglima Wora Saba dan Panglima Bonggala yang baru beberapa hari saja bergabung dengan pasukan kerajaan Bumi.Kedua panglima tersebut menjura hormat kepada sang senapati. Lantas, Panglima Wora Saba pun berkata lirih, "Hamba dan Panglima Bonggala siap melaksanakan titah ini.""Segeralah berangkat! Kabar terbaik dari kalian aku tunggu!" kata Senapati Jomara tersenyum lebar.Dengan demikian, maka Panglima Wora Sa
Di tempat terpisah, Panglima Wora Saba dan Panglima Bonggala tengah dihadapkan oleh situasi berbahaya. Mereka mulai sedikit terdesak oleh kecepatan serangan dari pihak lawan. Karena jumlah prajurit kerajaan Rawamerta di wilayah tersebut jumlahnya sangat banyak dan tidak terduga sebelumnya.Mereka mendapatkan tugas untuk menggempur pertahanan prajurit kerajaan Rawamerta yang masih menduduki wilayah kademangan Turonggo hanya dengan jumlah prajurit sekitar tiga ribu saja, jauh berbeda dengan jumlah prajurit musuh yang berjumlah hampir dua kali lipat dari mereka."Kekuatan pasukan kerajaan Bumi tidak terlalu istimewa, kita pasti akan segera mengusir mereka dari wilayah ini!" seru seorang prajurit senior yang dipercaya oleh Prabu Bagaskara untuk memimpin pasukannya di kademangan Turonggo."Iya, Panglima. Di luar sana para prajurit kita sudah berhasil membinasakan lawan-lawan mereka. Aku pikir jika kita dapat membunuh Wora Sab