Alfa mendekati Xavia yang sedang duduk termenung sendirian. Alfa menepuk pundak Xavia dan duduk di samping gadis itu. Alfa berbicara dengan pelan, “Bella pelakunya.”
Xavia menoleh dengan cepat dan menatap Alfa sambil tertawa. Xavia berdiri dan berkata, “Bella…? Lo ngelucu, Alfa? Stres lo!”
Alfa ikut berdiri dan menatap Xavia datar, Ia tak menyangka respon Xavia sangat santai bahkan mengejeknya. Gadis ini, benar-benar bodoh. Ah tidak, sangat bodoh.
Alfa meninggalkan Xavia yang masih tertawa sambil memegangi perutnya. Lagipula, Alfa tak peduli dengannya. Alfa mengatakan itu agar Xavia sadar, siapa Bella sebenarnya dan tidak mencari masalah lagi dengan gadis yatim piatu itu.
*****
Hari ini Bella tidak berangkat sekolah dan sekarang sedang menuju ruangan Mark. Dengan semangat, Bella membuka pintu kamar rawat Mark dengan kuat hingga membuat gadis yang sedang bersama Mark menoleh menatapnya.
Mark yang melihat itu tertawa melihat Bella dan la
Selamat membaca, temen-temen! Semoga Walk On Memories bisa selalu menghibur kalian, ya! Tunggu part selanjutnya, ya, temen-temen!
Walau sedikit terlambat, Bella melangkahkan kakinya menuju sekolahnya. Ia berlari menuju basement dan langsung mengemudikan mobilnya dengan kencang.Bella menatap kaca spionnya, di sana terlihat mobil hitam sedang mengikutinya. Badan Bella sedikit bergetar, namun Bella menambah kecepatan dan sampailah ia di pelataran Lit High School.Setelah tak ada orang, Bella keluar dengan cepat dan berjalan sedikit cepat menuju kelasnya. Langkah Bella terhenti, seseorang menepuk punggungnya. Dengan sedikit keraguan di hatinya, Bella menoleh. Bella menatap ujung sepatunya, ia tak berani menatap orang yang menepuk punggungnya. Bella pikir, orang itu tahu jika ia baru saja keluar dari sebuah mobil mewah.“Hei.” Ucap orang itu. Mendengar suara yang tak asing di telinganya, dengan cepat Bella mendongak dan menatap Alfa sebagai pelaku.Bella berbalik badan dan berlari dengan cepat menuju kelasnya. Setibanya di sana, Bella terjatuh karena tak melihat kaki Xavia y
Tanpa sengaja Bella bertatapan dengan Alfa saat sedang antri makanan di kantin sekolah. Bella memutuskan tatapan itu langsung dan sedikit merasa jika pandangan Alfa padanya sedikit berbeda. Bella tak memusingkan itu dan langsung mencari tempat duduk dan makan dengan santai.Kursi kosong yang ada di hadapannya diduduki oleh Alfa. Bella menatap Alfa yang sedang menyuapkan makanan ke mulutnya.“Aku nggak suka makan bareng orang asing. Cari kursi lain, Alfa!” ucap Bella pelan. Alfa tak menghiraukan perkataan Bella dan masih melanjutkan mengunyah makanan.Bella menatap Alfa tak suka dan berdiri meninggalkan lelaki itu seorang diri. Melihat itu, Alfa tersenyum tipis dan berucap dengan suara pelan, “Do Eat & Resto Café,”Bella membalikkan badannya dan menatap Alfa yang masih fokus menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Bella menghembuskan nafasnya dan tak menghiraukan ucapan Alfa barusan.Bella memasangkan earphone tanpa
Gadis remaja ini berjalan santai di koridor sekolah. Ia tak memperdulikan tatapan orang-orang yang secara terang-terangan memindainya dari ujung sepatu hingga ujung kepalanya.Langkah kakinya menuju kelasnya yang sedang ramai entah mengapa, tiba-tiba saja mereka memberikan jalan untuk Bella lalui. Dengan rasa bangga, Bella berjalan santai melewati mereka yang menatapnya dengan ketakutan.Bella langsung saja duduk di mejanya dan memasangkan earphone di telinganya dengan santai. Guru yang mengajar tiba di kelas. Bella mengeluarkan buku pelajaran dan mulai menyerap ilmu dengan damai untuk pertama kalinya.Hingga ia kembali ke apartemennya pun tidak ada yang berani menganggunya. Untuk menantap matanya pun mereka tidak berani.*****Kejayaan Lorenza’s X benar-benar berakhir. Wanita malam yang sudah menjadi istri Papanya pun sudah meninggalkan Papanya, entah kemana, Xavia tak peduli.Xavia menunduk dan mendekati Papanya yang sangat kacau. Se
Bella tengah berdiri di bawah pohon besar menatap Daniel dan Cherry yang sedang bersama. Air matanya mengalir, ia merasa sedih menyaksikan orang yang sukai bersama orang lain.Seseorang menyodorkan sebuah ponsel. Mata Bella membelalak kaget, fotonya dan Daniel yang sedang bersama sudah di-upload di base sekolah satu detik yang lalu.Bella menoleh dan menatap sang pelaku dengan tajam. Bella menunduk, ia dapat merasakan jika kehidupan ke depannya akan kembali suram, “Kenapa kamu lakuin itu, Dika…”Pelaku itu yang tak lain adalah Dika menatap Bella dengan seringaian yang menakutkan. Bella meneguk ludahnya susah payah, langsung saja ia pergi meninggalkan Dika.Seperti biasa lengannya dicekal oleh Dika, ia kembali menoleh dan menatap Dika tak suka. “Kenapa kamu lakuin itu, Dika? Kamu nggak nyaman aku hidup tenang di sini?”Dika mengangguk, ia menarik rambut Bella. Pemuda ini mendekati telinga Bella dan berbisik tepat di te
Bella membuka matanya, ia sudah berada di Apartemennya. Seingatnya, ia pingsan di rooftop sekolah, ia tak tahu siapa yang membawanya ke sini. Tunggu… membawanya ke Apartemen? Siapa pun yang sudah membawanya ke apartemen pasti orang itu sedikit tahu siapa dirinya.Bella menepuk kepalanya, mengapa ia begitu ceroboh.Bella melihat ada kertas yang terselip di tumpukkan buku di nakas samping tempat tidur. Bella mengambil secarik kertas itu, ia membaca tulisan itu dengan pelan.“Datang ke pertandingan basket di sekolah!”Bella mengernyitkan dahi tak paham, namun, ia tetap mengikuti perintah dari seseorang yang meletakkan note di nakasnya. Mungkin saja, orang yang sama yang sudah membawanya ke Apartemen.Bella bersiap-siap dengan cepat dan langsung berangkat ke sekolah menggunakan bus.Setelah tiba di pelataran Lit High School, Bella disambut dengan berbagai tatapan yang menatapnya dengan tak suka. Bella menundukkan kepalanya, se
Bella membuka matanya, rasa nyeri masih ia rasakan di sekujur tubuhnya. Bella menatap sekitar, ia berada di sebuah kamar yang cukup asing untuknya.Bella mencoba untuk duduk, matanya tak sengaja menatap nakas yang terdapat jam weker yang menunjukkan angka 7 pagi. Bella terperanjat kaget, dengan cepat ia berdiri dan langsung bersiap-siap.Anehnya, setelah ia keluar dari kamar mandi di atas tempat tidurnya tadi sudah ada seragam khas Lit High School, entah siapa yang sudah mempersiapkan untuknya. Bella tak memikirkan itu, ia langsung mengenakan seragam itu dan langsung bergegas menuju Shelter bus terdekat.Setelah tiba di Shelter bus, Bella menarik napasnya dalam-dalam. Sambil menunggu bus tiba, ia duduk di kursi yang tersedia sembari meluruskan kakinya.Bella mencoba meregangkan beberapa bagian tubuhnya, namun lengannya tak sengaja menyentuh sesuatu yang membuatnya terjatuh.Seseorang membantunya berdiri, Bella menatap orang itu, tangan pemuda yang
Setelah cukup lama berada di ruang kesehatan, gadis remaja yang berseragam Lit High School pun beranjak pergi. Ia berjalan di koridor yang sepi, entah kemana para murid yang biasa berkeliaran di sini.Seseorang menabraknya membuat ia terjatuh terduduk di lantai dengan cara yang tak cantik, gadis yang bernama Bella hanya meringis pelan dan mendongak menatap seorang gadis yang bernama Yuri yang mengulurkan tangan.Bella menerima uluran tangan dan berdiri walau bagian belakang tubuhnya terasa sakit dan nyeri. Yuri berkata tak enak hati, “Sorry, bella gue nggak sengaja.”Bella mengangguk pelan, “Nggak papa, Yuri. By the way, kamu kayaknya buru-buru banget, mau kemana, Yuri?”Gadis yang sedang berbicara dengan Bella pun menjawab dengan kekehan kecil dari mulutnya, “Mau lihat Daniel yang lagi tanding basket sama Dika. Lo mau lihat nggak, Bella?”Bella menggeleng, dan Yuri pun pergi meninggalkan Bella seorang diri.
Gelap dan mencengkam. Jemari Dika berada di atas tubuhnya, kaki pemuda itu menimpa kakinya. Bella menahan napas, matanya menatap mata Dika yang sudah menutup sempurna, deru napas pemuda itu terasa di wajahnya.Bella mencoba mengangkat tangan Dika dari atas tubuhnya, namun tak bisa. Lelaki remaja ini sangat erat memeluknya walaupun beberapa kalimat tolakkan sudah ia lontarkan dengan pedas. Pemuda ini tak peduli, justru memaksanya dengan kasar.Bella tak bisa memejamkan matanya, sebesar apapun keinginannya untuk terlelap. Suasana yang gelap dan ditemani oleh Dika, tetap saja membuat tubuhnya merinding tanpa ia cegah. Bella ketakutan, namun Dika tak menyadari itu.Bella meyakinkan diri untuk terlelap, namun saat matanya terpejam, ingatan masa lalu yang tiba-tiba datang menjadi alasannya untuk membuka matanya kembali, walaupun malam sudah larut.Jemarinya yang hendak menyentuh bagian tubuh Dika ia urungkan, selalu saja timbul keraguan di hatinya. Ia takut jik
Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi
Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem
Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter
Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal
Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,
Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.
Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar
Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k
Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia