Gelap dan mencengkam. Jemari Dika berada di atas tubuhnya, kaki pemuda itu menimpa kakinya. Bella menahan napas, matanya menatap mata Dika yang sudah menutup sempurna, deru napas pemuda itu terasa di wajahnya.
Bella mencoba mengangkat tangan Dika dari atas tubuhnya, namun tak bisa. Lelaki remaja ini sangat erat memeluknya walaupun beberapa kalimat tolakkan sudah ia lontarkan dengan pedas. Pemuda ini tak peduli, justru memaksanya dengan kasar.
Bella tak bisa memejamkan matanya, sebesar apapun keinginannya untuk terlelap. Suasana yang gelap dan ditemani oleh Dika, tetap saja membuat tubuhnya merinding tanpa ia cegah. Bella ketakutan, namun Dika tak menyadari itu.
Bella meyakinkan diri untuk terlelap, namun saat matanya terpejam, ingatan masa lalu yang tiba-tiba datang menjadi alasannya untuk membuka matanya kembali, walaupun malam sudah larut.
Jemarinya yang hendak menyentuh bagian tubuh Dika ia urungkan, selalu saja timbul keraguan di hatinya. Ia takut jik
Bella melengakkan kepalanya begitu melihat Dika yang membuka pintu bilik tempat mandi dengan paksa. Gadis remaja ini kembali menunduk, ia tak menghiraukan kehadiran Dika yang berdiri menjulang di hadapannya.Dika mencangkungkan badannya, tangannya dengan pelan menyentuh puncak kepala Bella dengan sentuhan yang lembut. Bella mendongkat, ia memandangi muka Dika yang tak menampilkan mimik wajah apapun.Bella berdehem, ia berbicara dengan pelan, “Kenapa, Dika?”Pemuda ini menjawab singkat, “Nggak papa, ayo makan. Gue udah masak makanan buat lo.”Dika berdiri dan meninggalkan Bella yang masih mematung di tempatnya. Gadis ini membutuhkan waktu unutk mencerna kejadiaan hari ini.Bella berdiri, ia berlari kecil untuk mengejar langkah kaki Dika yang kian menjauh. Bella berbicara cukup keras, “Dika!”Pemuda yang diteriaki oleh Bella pun menghentikan kakinya dan menoleh memandangi Bella yang berjalan cepat menuju ke
Suara yang berasal dari notifikasi handphone saling saut menyaut membuat semua orang yang ada di kelas dengan cepat memeriksa handphone mereka masing-masing.Dika menarik handphone-nya dari kantong celananya. Ia menekan notifikasi yang ditampilkan di layar handphone. Ia hanya bisa melongo begitu melihat pemberitahuan yang tak pernah ia sangka-sangka.Dika menoleh, ia menatap wajah Bella yang sedang menunduk, posisinya tak berubah dari posisi sebelumnya.Bella mendangak menatap Dika yang sedang menatapnya datar. Pandangan Bella menyapu murid-murid yang sedang berbisik-bisik pelan. Matanya menatap sejenak Alfa yang berada di belakang pojok kelas. Bella menampilkan senyuman tipis dan dibalas anggukan singkat oleh Alfa.Bella belum menyadari situasi yang tengah menimpanya saat ini, pandangannya kembali pada Dika yang wajahnya sedang memerah. Bella bertanya dengan suara pelan, “Ada apa, Dika?”Dika membuang muka, ia tak sanggup menatap wajah
Kerongkongannya terasa kering, ia keluar dari kamarnya dan pergi mendatangi dapur untuk menegak segelas air putih. Bella mengamati sekitar yang terasa sepi dan senyap, cepat-cepat ia menyelesaikan kegiatannya dan segera tidur kembali.Pintu utama terdorong dengan kasar dan menghasilkan suara yang cukup menganggu pendengaran Bella. Ia menoleh dengan cepat, terdapat Dika yang berjalan dengan sempoyongan dibantu oleh gadis remaja asing yang tak Bella kenali.Bella berjalan dengan cepat, ia berniat mengambil alih Dika dan membawanya masuk ke kamar. Bella berkata, “Terima kasih udah bawa Dika pulang. Ngomong-ngomong, siapa kamu?”Gadis remaja yang mengenakan gaun sexy tak menjawab pertanyaan dari Bella, ia justru masuk dan berjalan dengan santai menuju kamar Dika, bahkan tak menghiraukan Bella yang masih berdiri di ambang pintu.Setelah meletakkan Dika di kamarnya, gadis itu mendatangi Bella dan berkata, “Siapa lo? Kenapa lo ada di rumah ini?
Mata Bella terbuka, ia langsung duduk begitu menyadari jika ia masih terbaring di sambing Dika. Bella menyentuh permukaan bibirnya, kecupan yang Dika lakukan masih terasa nyata bagi Bella. Gadis remaja ini merekahkan senyumannya dan memandangi Dika yang masih memejamkan matanya.Jemari Bella mengelus lengan Dika pelan, ia berkata, “Kamu itu sebenernya baik atau nggak sih? Jujur, aku bingung sama sikap kamu … kemarin-kemarin kamu nyebelin banget, kenapa sekarang kamu jadi baik banget?”Bella menghela nafasnya, ia kembali berucap, “Kamu aneh tau nggak? Tapi, yang lebih aneh kenapa aku suka saat kamu bersikap baik? Dika … apa kamu benar-benar suka aku?”*****Setelah mandi dan membuat tubuhnya terasa segar, Bella membuka daun pintu kamarnya. Bella mendatangi dapur dan menyantap beberapa buah-buahan yang sudah tersedia di lemari pendingin.Saat hendak menuangkan susu ke dalam gelas bening, pintu kamar Dika terbuka
Gadis remaja ini terdiam setelah mendengar perkataan dari Dika. Bella menggigit bibirnya pelan, ia merasa bersalah karena sudah menghancurkan kencan Dika dengan pacarnya.Bella menatap Dika, ia mengeluarkan suara dengan pelan, “M-maaf, Dika karena aku ganggu kamu buat ketemu sama pacar kamu. Mungkin lebih baik kalo aku pulang aja.”Dika memandang Bella aneh, bukankah gadis ini bersih keras untuk ikut dengannya? Lalu mengapa tiba-tiba berubah pikiran secepat ini. Dika menghembuskan napas beratnya, ia menatap Bella datar, “Kenapa tiba-tiba gini?”Bella berucap dengan gagap, “A-aku p-pikir g-ganggu k-kamu, Dika … aku mending pulang aja.”Mendengar itu, Dika menatap Bella malas. Rasanya begitu mudah Bella dikelabui, dan akhir-akhir ini Dika merasa sedikit bosan bermain-main dengan Bella. Gadis remaja ini terlalu bodoh dan penurut, tak ada tantangan yang memacu Adrenalin.Dan gabby, gadis itu adalah saudaranya.
Bella tak bisa membohongi perasaannya yang menyukai Dika. Perasaan ini semakin lama semakin melebar kemana-mana, ia tak bisa mengontrol atau menghentikan perasaan ini.Bella sangat memahami, jika ia menyukai Dika maka akan menghambat balas dendamnya. Bella tak ingin meloloskan orang yang pernah membuatnya hancur. Sebisa mungkin Bella menghindari pertemuan antaranya dan Dika, entah itu di sekolah atau di rumah.Rasanya begitu sulit saat tingga serumah dengan orang yang ingin Bella hindari. Namun, inilah tantangannya. Tiba-tiba saja ada banyak interaksi yang terjadi antaranya dengan Dika, membuat Bella tak menyukai hal ini.Bella melintas di tengah koridor yang ramai, ia berjalan pelan dan tak terlalu mempedulikan apa yang mereka bahas. Ia fokus pada tujuannya yaitu ke kelasnya.Bella sedikit menaruh perhatian pada kerumunan orang-orang yang membahas tentang Do Eat & Café Resto. Badan Bella sedikit bergetar, ia sedikit merasa ketakutan.Be
Alfa tak bisa berkata apapun begitu mendengar ungkapan yang ada di hati Bella. Gadis itu benar, Alfa menyukai sikap Bella yang lemah, Alfa menyukai setiap sensasi kala orang lain merasa tak berdaya, seperti Bella. Karena … di rumah, Alfa selalu kalah dari kakaknya.Namun, ketika bersama Bella, Alfa bisa merasakan sensasi kemenangan. Hanya dengan Bella Alfa bisa merasa menang. Alfa melupakan hal yang penting ketika kemenangan itu membuatnya jiwanya terbang, bahwa disaat ia merasakan kemenangan maka ada orang lain pula yang merasakan kekalahan, ada orang lain yang terpukul akan perilakunya.Alfa … melupakan hal ini. Hal yang penting yang tak seharusnya ia lupakan. Alfa … telah membuat Bella kecewa. Alfa … sangat menyesal.Alfa ingin mendekati Bella, namun pekikkan dari Dika membuat Alfa mengurungkan langkahnya.“Bella!” Alfa menatap Dika yang berjalan dengan cepat ke arahnya.Alfa menatap Bella yang diam tak be
Bella tak kembali lagi pada rumah mewah Dika, ia pulang ke Apartemennya. Pagi-pagi sekali, Bella berjalan menyusuri jalan yang sudah ramai dengan kendaraan yang melintas sana sini. Bunyi deruman mesin sebagai pengiring irama disetiap langkah kaki yang dilalui.Gedung tinggi Lit High School sudah terlihat, Bella mencengkeram tasnya dan menguatkan dirinya karena hal yang besar pasti akan terjadi setelah kakinya memasuki gedung mewah tersebut.Bella menghembuskan napasnya dalam-dalam seolah mempersiapkan diri pada hal yang akan terjadi setelah ini.Kakinya mulai melangkah pelan, para murid Lit High School dengan cepat mengblokir langkah kakinya. Bella memandangi wajah mereka satu per satu, salah satu dari mereka adalah Sennie dan Tari pun ikut serta bersama para gadis itu.Bella memejamkan matanya, ia mencoba melewati gadis-gadis yang mengelilinginya. Sekali pun Bella tahu ia tak bisa, namun tetap dilakukannya.“Gue minta maaf, Bella. Gue sadar
Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi
Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem
Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter
Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal
Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,
Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.
Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar
Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k
Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia