Bella menundukkan kepalanya saat orang-orang menatapnya yang berdiri di samping Daniel. Pemuda itu memegang jarinya dan menariknya dengan pelan, Bella mengikuti langkah kaki Daniel dan sampailah pada tempat parkir motor. Daniel membalikkan badannya menghadap Bella dan mengatakan, “Naik motor nggak papa, ya?” Bella mengangguk mengiyakan.
Daniel menyerahkan helm hitam yang biasa Dia pakai, Bella menerimanya dengan sedikit kerutan di dahinya, “Kamu pake apa, Daniel?” Daniel tersenyum manis dan tak menghiraukan pertanyaan Bella.
Daniel memberikan isyarat pada Bella untuk menaiki motornya, Bella sedikit ragu dan melihat sekeliling, orang-orang sedang memegang ponsel dan mengarahkan pada mereka. Bella menunduk dan mengembalikan helm yang Daniel berikan. Bella tersenyum tipis dan mengatakan, “Kayaknya aku nggak bisa naik motor kamu, Daniel, maaf, ya…”
Bella menjauhi Daniel, tetap saja Daniel berteriak memanggil nama Bella beru
Bella berjalan sambil menunduk di koridor sekolahnya yang sudah sepi. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh, namun Bella masih belum duduk di meja kelasnya untuk belajar. Bella sadar, kelas sudah dimulai.Beberapa menit kemudian Bella berdiri di depan kelasnya. Bella mengetuk pintu sebentar dan berjalan sambil menunduk menuju mejanya. Kesalahan yang Bella lakukan Dia tidak melapor pada guru yang mengajar, Bella terlalu takut. Terlebih yang sedang mengajar adalah Bu Riana, guru yang pernah menamparnya tempo hari.Bu Riana menghampiri Bella dan berkata, “Keluar, Saya tidak suka ada yang terlambat!”Bella menunduk sambil memainkan jari-jarinya, “Maaf, Bu…”Bu Riana kembali berkata, “Sudahlah, keluar dari kelas saya, Bella.”Sennie berucap dari mejanya, “Gadis itu tidak sopan, Bu. Sudah terlambat tapi masih berani masuk kelas!”Xavia yang duduk di samping Sennie pun ikut menimpali, “Bena
Mungkin kalian mengira Dika tidak memiliki beban dalam hidupnya. Terlahir kaya, tampan, berani, dan menjadi putra tunggal dari keluarga Alexander. Ini benar, jika orang yang lebih susah darinya melihat itu. Hidup dika sangat enak walaupun tanpa berusaha untuk mendapatkan sesuatu, tidak perlu susah-susah meneteskan keringatnya untuk mendapatkan uang, orang tuanya sangat kaya, apa lagi dia putra tunggal dan cucu tertua dari keluarga Alexander.Nenek dan kakeknya paling menyayanginya diantara sepupu-sepupunya. Bukankah itu terlalu sempurna untuk Dika?Suatu malam, saat dika baru pulang dari sebuah bar mewah di kota, tanpa sengaja Dika mendengar percakapan mama dan papanya. Dika tahu, seharusnya dia tidak mendengar percakapan itu.Dika yang selalu merasa bangga akan keluarganya yang sempurna, keluarga yang selalu diharapkan oleh teman-teman satu tongkrongannya. Kini, Dika harus belajar menerima, keluarganya tak sesempurna itu.Dika mencoba menerima itu, namun
Bella menerima Daniel sebagai kekasihnya, walaupun sempat kecewa karena Daniel diam-diam bertemu dengan Sennie, namun, Bella masih menyukai Daniel seperti dulu.Bella merasa bahagia dan berencana untuk menceritakan pada Daniel siapa dirinya sebenarnya, namun gagal karena Stefene lebih dulu menelponnya dan memintanya untuk ke kantor.Bella menghela nafas dan berkata pada Daniel yang ada dihadapannya, “Aku boleh pulang, Daniel?”Daniel tersenyum manis dan mempersilahkan Bella pulang, “Mau gue anter?”Bella menggeleng, “Nggak usah, Daniel… aku bisa pulang sendiri kok.”Daniel tertawa mendengar jawaban dari Bella, “Okay… hati-hati, ya, Bella.”Bella mengangguk dan berjalan menjauhi Daniel sambil menundukkan pandangannya. Setelah tiba di kantor, Bella langsung menemui Stefene.Bella duduk di hadapan Stefene, “Ada apa, Stefene? Ada hal yang mendesak?”“Lorenza’s X
Baru saja Xavia menginjakkan kakinya di kelas, Xavia langsung menuju Bella yang sedang membaca buku. Xavia menarik rambut Bella dengan kasar dan membenturkannya pada meja yang Bella duduki. Sennie mendekat dan memegang tubuh Xavia, “Sadar, Xav! Gila lo!” Xavia melepaskan tangan Sennie yang memegang pinggangnya, “Lepas, Sen gue harus ngasih pelajaran sama cewek songong ini.” Sennie berusaha menghalangi Xavia untuk menjangkau Bella, bukan apa-apa, Xavia sudah mendapatkan surat peringatan untuk tidak berbuat ulah lagi. Nama Sennie selalu terseret dan papanya sudah memperingatinya, jika tidak, uang jajan Sennie akan dipotong. “Stop, Xavia! Jangan buat keributan lagi!” “Lo siapa berani ngelarang gue? Lepas, Sennie atau lo tahu akibatnya!” Sennie menatap Xavia kesal dan melepaskan tangannya. Belum sempat Sennie berjalan menjauh, telapak tangan Xavia sudah mendarat dikedua pipi Bella. Xavia belum puas, tangannya dia gunakan untuk menjambak ra
Papa Xavia berdiri dan hendak pergi dari ruangan Bu Riana. Dengan cepat Bu Riana menghadang langkah Papa Xavia. “Saya benar-benar akan menuntut Lit High School. Anda tahu, W’s Corporate adalah partner saya dan saya yakin W’s Corporate akan mendukung apa yang saya lakukan.” Ucap Papa Xavia melewati Bella dan Bu Riana. “Saya tahu, Pak tapi, apa tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Konflik antar siswa sudah biasa dan menurut saya tidak perlu dibesar-besarkan. Saya mewakili Bella memohon maaf pada Anda dan Xavia tentu saja. Saya berjanji, saya sendiri yang akan memberikan hukuman pada Bella.” “Lagipula, Bella adalah anak yatim piatu, jadi, anggaplah Anda bersedekah kepada gadis nakal ini.” Lanjut Bu Riana. “Kalau begitu keluarkan gadis ini, putri saya ketakutan saat melihatnya! Saya tidak ingin proses belajar putri saya terganggu akibat kehadiran Dia.” Papa Xavia menunjuk Bella. Awalnya Bella sedikit berdebar saat berhadapan secara langsun
Setelah menandatanganinya, Bella membungkukkan badan pada Bu Riana dan pergi setelah itu. Sebelum benar-benar meninggalkan ruangan Bu Riana, Bella memandangi ruangan ini, ruangan yang akan Bella ingat dimana ia dihina, difitnah oleh anggota Keluarga Lorenza.Bella mengelilingi lingkungan Lit High School, akhirnya, hari dimana Bella menantikan dimana ia meninggalkan Lit High School tercapai sudah. Bella akan mengabulkan keinginan Papa dan Putrinya itu untuk tidak memunculkan wajahnya lagi di Lit High School.Bella memandangi langit di atas rooftop sekolah, mungkin ini adalah hari terakhir Bella menginjakkan kaki di rooftop sekolah. Tempat dimana ia menangis dan bertemu dengan Daniel, pemuda yang Bella sukai. Dan, disini pula Daniel menjadikannya sebagai kekasih.Bella tersenyum tipis mengingat itu, Daniel, pemuda yang memiliki senyuman yang manis, yang bisa membuat BELLA jatuh hati karena sikapnya, senyumannya, tatapannya yang membuat bella merasa terlindungi. Be
Sudah seminggu sejak Bella menginjakkan kakinya di Lit High School, selama itu pula Bella hanya berdiam diri di Apartemennya, sesekali ia pergi ke kantor untuk membunuh rasa bosan.Belum lama ini, Bella dan Stefene baru saja bertelpon untuk membahas mengenai kerja sama dengan perusahaan Lorenza’s Z yang hanya mendapatkan keuntungan sedikit. Bella dibuat bingung, melepaskan Lorenza’s Z sekarang atau mempertahankannya sampai beberapa waktu lagi?Dan, kabar baik yang Bella dapat adalah Lorenza’s Z akan bekerja sama dengan perusahaan luar negeri yang tak lain adalah mitra lama W’s Corporate. Bella merasa senang, dengan begitu, menghancurkan Lorenza’s Z akan terasa lebih mudah namun menyakitkan bagi keluarga Lorenza.Jika ia tidak salah, hari ini adalah pesta perayaan kerja sama antara Lorenza’s Z dengan perusahan Lee Enterpreneur. Bella mendapatkan undangan, baik dari pihak Lorenza’s Z ataupun dari pihak Lee Enterpreneur. Na
Bella memasuki foodcourt yangtak terlalu ramai. Gadis remaja ini menduduki kursi yang yang tersedia dan menguap karena merasa ngantuk. Bella menoleh dengan cepat saat tangan seseorang menepuk bahunya pelan. Bella menepis tangan itu kasar saat tahu itu adalah perbuatan Dika. Bella berdiri dan melangkah meninggalkan Dika, namun, dengan cepat Dika mencegat lengannya. Bella menatap Dika tak suka dan menatap kearah lain, tanpa sengaja Bella menatap Daniel yang sedang duduk berdua bersama seorang gadis remaja seusianya. Pandangan mereka bertemu beberapa saat, Daniel menatap tangan Dika yang sedang mencekal lengan Bella sedangkan Bella menunduk sambil berusaha melepaskan cekalan di tangannya. Bella menatap Dika datar dan mengatakan, “Lepas! Aku mau pulang.” Dika menawab dengan santai, “Mau liat nggak siapa yang lagi makan berdua sama pacar lo?” Bella menatap lengannya yang mulai memerah dan menatap Dika yang sedang tersenyum sinis, “Aku nggak