Suara telephone membangunkan pagiku, aku bergegas mengangkatnya dengan mata terpejam.
“Man bisa ketemu hari ini?” Ucap Cindy di awal telephone.“Kapan?” tanyaku kaget.“Sekarang ya! Ada yang mau aku omongin,” jawab Cindy dengan gugup.“Iya Cin,” ucapku singkat.Aku bergegas bersiap-siap untuk menuju tempat kos Cindy, sesampainya di tempat kos Cindy aku melihat dia sedang duduk di teras dengan dandan yang sudah siap.Aku membunyikan klakson untuk memberi tanda kehadiran aku, Cindy melihatku lalu berdiri sambil tersenyum. Dia tampak begitu ceria dan semangat, Cindy langsung menghampiri motorku lalu duduk dibelakang dan memegang pinggangku.“Ayo Man kita ke Café biasanya,” ucap Cindy dengan semangat.“Iya Cind,” jawabku singkat.Aku merasa gugup karena baru kali ini saat membonceng Cindy dia memegang pinggangku, kami mulai ngobrol dan tanpa sengaja dagu CindSelamat Bapak Wagiman anda diterima menjadi karyawan BMI, untuk perjanjian kerja dan tanda tangan kontrak silahkan hadir besok pagi jam 08.00 di kantor Cabang BMI Malang.Alhamdulillah aku benar-benar senang mendapat pesan tersebut dihandphone ku, akhirnya aku bekerja juga di Kota Malang setelah hampir 8 bulan aku berada di Kota Malang dengan bekerja serabutan akhirnya aku bisa bekerja dikantoran.Aku memberi tahu Agus sipengangguran kalau aku sudah keterima kerja dikantor, seperti yang aku harapkan respon dia biasa saja. Tidak ada ucapan selamat atau ekspresi senang, dia hanya bilang “Siiippp Man,” dengan muka datar dan modal memberi jempol.Aku tidak perduli dengan respon itu karena aku tahu Agus ya seperti itu anaknya, aku dengan mencoba menghubungi Cindy.“Iya Halloo Man,” suara Cindy mengangkat telephone.“Cin aku keterima kerja di kantor BMI,” ucapku dengan sangat antusias.“Waaaahh selamat ya Man, mulai k
Hari pertama kerja membuat aku benar-benar gugup, ini adalah pengalaman pertama aku bekerja disebuah kantor yang cukup formal. Aku bekerja di BMI Malang yang bergerak dibidang ke uangan islam, dimana semua karyawan disana adalah laki-laki yang memiliki pemahaman bagus. Disana ada beberapa aturan yang membuat kita bisa dikeluarkan dan aturan itu tidak sama dengan perusahaan lain. Aturan pertama adalah ibadah, kita wajib sholat 5 waktu dan mengaji. Menurutku itu aturan yang cukup bagus, karena bisa memperbaiki atau menjaga kwalitas ibadah kita. Aturan selanjutnya adalah dilarang merokok, menurutku juga bagus karena bisa menjaga kesehatan dan lebih hemat pengeluaran. Karena kebetulan aku juga tidak merokok, jadi tidak ada masalah. Aturan selanjutnya pacaran, kita tidak boleh pacaran apapun alasanya. Apabila kita sampai ketahuan pacaran maka kita akan langsung dikeluarkan, itu cukup sulit mungkin bagiku. Karena saat ini aku dekat dengan Cindy dan cukup sering keluar bersama ketempat umu
Setelah mengetahui kabar Sari yang sudah memiliki pasangan membuatku semakin mantap untuk berubah demi diriku sendiri dan keluargaku dikampung tentunya. Aku juga sudah dua hari ini tidak berkomunikasi dengan Cindy yang sudah mulai cuek, untung saja aku sudah mulai disibukan dengan 2 pekerjaan aku. Pagi sampai sore kerja di BMI dan sore sampai malam jualan nasi goreng, jadi tidak terlalu memikirkan sikap Cindy yang tiba-tiba berubah dingin. Meski kadang-kadang juga masih berfikir kenapa Cindy seperti itu, tapi hati yang paling dalam mencoba menasehati untuk aku tahu diri dan jangan terlalu berharap kepada Cindy.Sore hari sepulang aku dari kerja, aku tidak melihat Agus yang biasanya rebahan atau nonton TV di depan. Mungkin dia sedang jalan-jalan sore sama Devi, aku tidak terlalu memikirkan itu dan memilih bergegas untuk merebahkan badan dikasur hingga akhirnya tertidur. Suara gaduh pintu membangunkan aku dan ternyata itu Agus, dia tampak begitu senang.“Kenapa kamu Gu
Aku melewati beberapa hari dengan rutinitas yang sama, mungkin bagi beberapa orang itu terlihat monoton tapi bagi aku itu adalah kewajiban yang harus ditunaikan. Pagi kerja sore ketemu Cindy dan malam jualan nasi goreng, mungkin ada pertanyaan kenapa harus ketemu Cindy setiap sore? Bukanya dia bukan siapa-siapaku. Harusnya aku juga berfikir seperti itu, tapi nyatanya hati ini nyaman dengan posisi yang seperti ini. Ketika ketemu Cindy seolah-olah indra perasaku memanipulasi lelahku menjadi bahagia, memang tidak logis tapi itu yang aku rasa. Seperti ada energi baru setelah bertemu dengan Cindy, dari dia aku menemukan keseimbangan.Saat hari Sabtu aku pulang lebih awal, yaitu jam satu siang. Sepulang itu juga aku langsung ke rumah Cindy dan kita janjian untuk makan siang bersama. Meskipun di kantor aku sudah mendapat nasi bungkus tapi sengaja aku simpan di dalam jok motorku, berharap nanti sore atau malam aku akan makan. Yang terpenting saat ini bisa makan bareng sama Cind
Modern adalah kalimat yang aku ucapkan pertama ketika sampai di Kota Surabaya, gedung tinggi menjulang aku lihat banyak sekali. Tempat perbelanjaan dan pertokoan selalu ada dimana-mana, jalanan yang besar dan bercabang-cabang serta ramai dengan kendaraan lalu lalang orang membuat aku bingung saat harus mengendarai motor dengan Cindy.Cindy terus memandu aku untuk sampai di rumahnya, dari kaca spion aku melihat dia masih sangat semangat dan antusias, mungkin bahagia karena akan bertemu dengan orang tuanya.Setelah melewati beberapa belokan, akhirnya kita masuk ke sebuah perumahan dengan pintu gerbang yang cukup besar dan mewah.“Man rumah aku yang itu,” ucap Cindy sembari menunjuk sebuah rumah.“Ohh.. iya Cind,” aku melihat pada rumah yang ditunjuk oleh Cindy.Terlihat rumah cukup besar dan mewah menurut aku, ada satu mobil terparkir di teras dan dua motor disebelahnya. Cindy langsung turun dan menekan bell rumah terseb
Pagi ini aku mendengar Agus marah-marah di telepon, aku tidak tahu karena apa yang aku tahu nada Agus cukup kerasnya untuk membuat aku terbangun. Waktu menunjukkan jam 6 pagi, teriakan Agus menjadi alarm pagiku untuk bangun.Aku mencoba mengabaikan Agus, karena aku yakin kalau memang dia ada masalah nanti pasti cerita ke aku.Setelah mandi dan bersiap untuk bekerja, sepanjang perjalanan aku mengingat moments indah kemaren. Rasanya rindu ini hadir terlalu pagi untuk Cindy, masih teringat jelas bagaimana Cindy memeluk aku dari belakang. Tanpa banyak berfikir aku langsung membelokkan motor ke arah kos Cindy, disana aku melihat dari luar kos Cindy. Meski tidak bertemu langsung dengan dia, tapi melihat tempat yang biasa Cindy habiskan sehari-hari sudah cukup mengobati sedikit rindu ini. Rencanya sepulang dari kantor aku mau ke tempat Cindy tapi ternyata saat aku hubungi dia sedang ada kuliah sore. Yasudahlah besok saja aku ketempat Cindy, aku langsung pulang dan istir
Setelah mengetahui kabar Sari yang sudah memiliki pasangan membuatku semakin mantap untuk berubah demi diriku sendiri dan keluargaku dikampung tentunya. Aku juga sudah dua hari ini tidak berkomunikasi dengan Cindy yang sudah mulai cuek, untung saja aku sudah mulai disibukan dengan 2 pekerjaan aku. Pagi sampai sore kerja di BMI dan sore sampai malam jualan nasi goreng, jadi tidak terlalu memikirkan sikap Cindy yang tiba-tiba berubah dingin. Meski kadang-kadang juga masih berfikir kenapa Cindy seperti itu, tapi hati yang paling dalam mencoba menasehati untuk aku tahu diri dan jangan terlalu berharap kepada Cindy.Sore hari sepulang aku dari kerja, aku tidak melihat Agus yang biasanya rebahan atau nonton TV di depan. Mungkin dia sedang jalan-jalan sore sama Devi, aku tidak terlalu memikirkan itu dan memilih bergegas untuk merebahkan badan dikasur hingga akhirnya tertidur. Suara gaduh pintu membangunkan aku dan ternyata itu Agus, dia tampak begitu senang.“Kenapa kamu Gu
Aku melewati beberapa hari dengan rutinitas yang sama, mungkin bagi beberapa orang itu terlihat monoton tapi bagi aku itu adalah kewajiban yang harus ditunaikan. Pagi kerja sore ketemu Cindy dan malam jualan nasi goreng, mungkin ada pertanyaan kenapa harus ketemu Cindy setiap sore? Bukanya dia bukan siapa-siapaku. Harusnya aku juga berfikir seperti itu, tapi nyatanya hati ini nyaman dengan posisi yang seperti ini. Ketika ketemu Cindy seolah-olah indra perasaku memanipulasi lelahku menjadi bahagia, memang tidak logis tapi itu yang aku rasa. Seperti ada energi baru setelah bertemu dengan Cindy, dari dia aku menemukan keseimbangan. Saat hari Sabtu aku pulang lebih awal, yaitu jam satu siang. Sepulang itu juga aku langsung ke rumah Cindy dan kita janjian untuk makan siang bersama. Meskipun di kantor aku sudah mendapat nasi bungkus tapi sengaja aku simpan di dalam jok motorku, berharap nanti sore atau malam aku akan makan. Yang terpenting saat ini bisa makan bareng sama Cindy.
“Ayo Gim balik,” ucap Vina memecah keheningan.“Oh iyaaa,” jawabku singkat.Suasana memang seperti berbeda saat aku dan Vina beranjak pulang, seolah udara semakin dingin dan cahaya lampu kota yang semakin redup. Mungkin karena perjalanan kali ini kami lalui tanpa ada canda dan tanpa ada tutur kata yang terucap, yang menemani perjalan pulang hanya keheningan dan suara angin malam yang tidak seindah biasanya.“Vin Maaf ya,” ucapku ketika sampai dikos Vina.“Udah gak apa-apa, santai aja. Oh iya aku masuk dulu ya Gim, thanks untuk hari ini,” jawab Vina sembari masuk membuka pagar kosnya.Hmmm.. sepertinya tidak ada yang sedang baik-baik saja dalam keadaan sekarang yang sepertinya serba salah, aku sedang berfikir bagaimana caranya supaya dapat memperbaiki hubunganku dengan Vina yang sepertinya bermasalah.Sepanjang jalan menuju pulang aku mencoba berfikir bagaimana cara memperbaiki hubungan, sampai ditengah p
Selang satu hari setelah aku dan Vina membuat kesepakatan untuk membantu Ezza tanpa sengaja aku melihat Vina sedang asik ngobrol dengan Andhini cewek incaran Ezza, dari jauh aku melihat mereka cukup akrab entah bagaimana cara Vina mendekati Andhini tapi yang terlihat didepan mataku seolah tidak ada rasa kaku dari obrolan mereka berdua.“Giiimmm…,” teriak Vina yang mengetahui kehadiranku.“Siniii Gim,” ucap Vina sembari mengayunkan tanganya.Aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepala sembari berjalan mendekati Vina dan Andhini di lorong kampus.“Kenalin Gim ini temenku,” ucap Vina sembari menarik tanganku.“Ohh.. iy.. iya Vin,” jawabku dengan terkejut karena semudah itu Vina menyuruh aku untuk kenalan dengan Andhini.“Andhini kak,” ucap Andhini sembari menjulurkan tangan kearah aku.“Gim.. Gimman,” jawabku dengan gugup karena jujur ketika melihat And
Dua hari telah berlalu setelah semua yang aku perintahkan ke Ezza, dia datang lagi menghampiriku sembari menceritakan semua informasi yang dia dapat tentang cewek yang dia suka.Cewek malang yang di sukai oleh Ezza itu bernama Andhini Natasya Putri Purnomo dia adalah mahasiswi baru jurusan management bisnis dia berasal dari Kalimantan Utara tempatnya dari Nunukan, Adhini adalah anak pertama dari lima bersaudara, ayahnya adalah seorang penguasaha dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Bahkan Ezza juga menceritakan tanggal lahir Andhini lengkap dengan tanggal lahir keluarganya beserta alamat keluarga Andhini tinggal sesuai dengan catatan yang dia bawa.“Wahhhh keren kamu Za bisa tahu sedetail itu,” ucapku memuji data observasi Ezza yang sangat lengkap.“Hehehehe, ini sih gampang Man,” jawab Ezza sembari memegang kerah bajunya.“Eh kamu tahu makanan kesukaan dia gak?” tanyaku dengan antusias.“Enggak,” jawab Ezza
Melihat dari jauh cewek incaran Ezza membuat aku merasa pesimis dan merasa Ezza adalah cowok yang tidak tahu diri karena selera cewek dia yang terlampau tinggi. Cewek incaran Ezza memiliki paras cantik, modis dan terlihat selalu ceria berbanding terbalik dengan Ezza yang cupu, pemalu dan lebih sering murung.“Man giamana bajuku bagus gak?” tiba-tiba Ezza datang di hadapanku dengan baju anehnya.“Hahhh.., Oh Bagus Za,” jawabku dengan singkat.“Gimana Man?” tanya Ezza lagi dengan antusias.“Gimana apanya?” jawabku pura-pura bodoh.“Apa tugas awalku untuk deketin dia?” tanya Ezza dengan percaya diri.Sial sekali, kenapa aku merasa tertekan dengan semangat Ezza untuk punya pacar. Membuat aku harus berfikir bagaimana solusianya supaya Ezza tidak kecewa ke dua kalinya.“Nanti dulu deh Za aku masih cari strategi,” jawabku memasang muka serius.“Oh gitu, oke deh Man kalau
“Gim kamu bisa temenin aku beli baju?”“Gim kamu mau gak nemenin aku cari kado?”“Gim malam ini nongkrong yuk?”“Gim ayo nanti makan malam bareng?”“Gim sibuk gak? Aku bosen,”Itu adalah beberapa contoh ucapan yang semakin sering aku dengar dari mulut Vina dan yang aneh adalah aku mulai menikmati moment itu dan sama sekali tidak merasa keberatan akan hal itu.Sore hari saat aku sedang duduk santai dikedai kopi depan kampus, Vina datang dengan mobilnya dan dia berhenti tepat didepan gerbang kampus. Setelah aku melihat Vina keluar dan ternyata dia keluar dari bangku penumpang, suara gaduh bisikan teman-teman yang ada disekitarku membuat aku kurang begitu fokus tapi sekilas aku lihat mobil Vina dikemudikan oleh seorang cewek, karena perawakanya yang putih dan berambut panjang.Untunglah yang memakai mobil Vina bukan cowok, sehingga membuat mentalku masih tetap terjaga untuk sedikit berharap d
Semenjak aku meminjam uang Vina hubungan kami semakin dekat, aku merasa harus terus bersikap baik dengan Vina supaya tidak di anggap orang yang tidak tahu balas budi. Meskipun sebelumnya aku juga baik dengan Vina, tapi setelah kebaikan Vina aku merasa harus lebih baik lagi.Beberapa hari ini aku semakin sering di ajak keluar oleh Vina entah hanya sekedar makan atau nongkrong sampai larut malam, aku tidak tahu alasan Vina yang semakin sering mengajak aku untuk keluar. Antara dia tahu aku tidak akan menolak ajakanya karena aku punya hutang atau memang tidak ada pilihan lain selain aku.“Gim nanti kamu kuliah sampai jam berapa?” tanya Vina ketika kami bertemu diparkiran kampus.“Hmmm.. cuma sampai jam enam sore aja Vin, kenapa?” jawabku sembari bertanya balik.“Ayo nanti sore kita nonton,” ajak Vina dengan antusias.“Haahh.. nanti?” tanyaku memastikan.“Iya nanti malam, bisa ya?” jawab Vina dengan
Hari demi hari mulai berlalu, aku masih belum mendapatkan tambahan uang satu juta untuk biaya semesteran kuliah aku. Kepala sudah mulai semakin tegang lagi karena waktu yang semakin terbatas, ada satu solusi yang sepertinya akan aku pakai. Tapi mungkin solusi ini cukup beresiko, aku berencana meminjam uang perusahaan untuk tambahan uang semesteran, mungkin ini sangat beresiko tapi bagaimana lagi aku sudah tidak punya solusi lagi untuk mencari dana tambahan.Ketika pimpinan datang aku mencoba mengawasi raut wajahnya, apakah sedang dalam kondisi senang atau dalam kondisi yang kurang baik. Setelah aku perhatikan seharian ini sepertinya pimpinan dalam kondisi kurang baik karena tidak ada senyum sama sekali sepanjang hari, sehingga aku memutuskan untuk mengurungkan niatku berbicara hari ini.Dikampus teman-temanku sibuk dan mengeluh masalah tugas dan pembelajaran sedangkan aku masih harus sibuk dengan bayar kuliah, tapi beruntungnya aku punya teman-teman yang sangat paham denga
Sore ini aku menunggu jam kuliah dengan Vina dikantin kampus, entah kenapa memang beberapa jadwal kami sering bersama.“Man kamu punya pacar?” tanya Vina tiba-tiba kepadaku.“Enggak, kenapa?” jawabku sembari bertanya balik.“Oh.. enggak apa-apa,” ucap Vina singkat.Iya aku dan Vina semakin hari memang semakin dekat, aku tidak tahu apakah ini proses pendekatan atau memang proses pertemanan kami yang seperti ini. Aku merasa memang Vina menaruh rasa denganku, salah satunya selain seringnya kami chat bersama sampai larut malam Vina juga tidak pernah nolak kalau aku ajak keluar, entah hanya nongkrong tidak jelas atau berhubungan dengan dunia model. Beberapa temanku sampai penasarana dengan hubungan aku dan Vina, temanku Ryan pernah bertanya tentang hubungan kami.“Kamu beneran gak ada hubungan apa-apa sama Vina?” tanya Ryan saat kami nongrkong berdua.“Hmmm enggak ada,” jawabku singkat.“
Aku mulai menjalani dunia baruku di dunia model, tapi kehidupanku yang lain masih sama tentang pekerjaan dan kuliah tidak pernah tergantikan. Yang sedikit berbeda adalah aku sekarang ke kampus dengan motor sport yang gagah berbeda dengan bulan lalu aku datang ke kampus dengan motor tuaku. Aku sangat bangga dengan motor yang baru aku beli, bukan hanya karena model yang bagus tapi juga motor ini aku beli dari jerih payahku. Ehhh.. tapi tunggu dulu, motor ini belum lunas, bahkan aku belum mengawali cicilan pertama, jadi mungkin motor ini belum sepenuhnya menjadi miliki. Jadi aku ganti alasanku bangga adalah karena motor ini keren dan cocok dengan apa yang aku mau, aku merasa hampir setiap perjalanan cewek-cewek melihatku dengan motor baru dengan rasa kagum. Entah itu kenyataan atau hanya aku saja yang terlalu percaya diri, tapi aku mulai menikmati semua itu. Heheheh.. Setiap hari aku cuci motorku sampai tidak ada noda tersisa, kotor sedikit langsung aku bersihkan bahkan hampir se