Modern adalah kalimat yang aku ucapkan pertama ketika sampai di Kota Surabaya, gedung tinggi menjulang aku lihat banyak sekali. Tempat perbelanjaan dan pertokoan selalu ada dimana-mana, jalanan yang besar dan bercabang-cabang serta ramai dengan kendaraan lalu lalang orang membuat aku bingung saat harus mengendarai motor dengan Cindy.
Cindy terus memandu aku untuk sampai di rumahnya, dari kaca spion aku melihat dia masih sangat semangat dan antusias, mungkin bahagia karena akan bertemu dengan orang tuanya.
Setelah melewati beberapa belokan, akhirnya kita masuk ke sebuah perumahan dengan pintu gerbang yang cukup besar dan mewah.
“Man rumah aku yang itu,” ucap Cindy sembari menunjuk sebuah rumah.
“Ohh.. iya Cind,” aku melihat pada rumah yang ditunjuk oleh Cindy.
Terlihat rumah cukup besar dan mewah menurut aku, ada satu mobil terparkir di teras dan dua motor disebelahnya. Cindy langsung turun dan menekan bell rumah terseb
Pagi ini aku mendengar Agus marah-marah di telepon, aku tidak tahu karena apa yang aku tahu nada Agus cukup kerasnya untuk membuat aku terbangun. Waktu menunjukkan jam 6 pagi, teriakan Agus menjadi alarm pagiku untuk bangun.Aku mencoba mengabaikan Agus, karena aku yakin kalau memang dia ada masalah nanti pasti cerita ke aku.Setelah mandi dan bersiap untuk bekerja, sepanjang perjalanan aku mengingat moments indah kemaren. Rasanya rindu ini hadir terlalu pagi untuk Cindy, masih teringat jelas bagaimana Cindy memeluk aku dari belakang. Tanpa banyak berfikir aku langsung membelokkan motor ke arah kos Cindy, disana aku melihat dari luar kos Cindy. Meski tidak bertemu langsung dengan dia, tapi melihat tempat yang biasa Cindy habiskan sehari-hari sudah cukup mengobati sedikit rindu ini. Rencanya sepulang dari kantor aku mau ke tempat Cindy tapi ternyata saat aku hubungi dia sedang ada kuliah sore. Yasudahlah besok saja aku ketempat Cindy, aku langsung pulang dan istir
Setelah mengetahui kabar Sari yang sudah memiliki pasangan membuatku semakin mantap untuk berubah demi diriku sendiri dan keluargaku dikampung tentunya. Aku juga sudah dua hari ini tidak berkomunikasi dengan Cindy yang sudah mulai cuek, untung saja aku sudah mulai disibukan dengan 2 pekerjaan aku. Pagi sampai sore kerja di BMI dan sore sampai malam jualan nasi goreng, jadi tidak terlalu memikirkan sikap Cindy yang tiba-tiba berubah dingin. Meski kadang-kadang juga masih berfikir kenapa Cindy seperti itu, tapi hati yang paling dalam mencoba menasehati untuk aku tahu diri dan jangan terlalu berharap kepada Cindy.Sore hari sepulang aku dari kerja, aku tidak melihat Agus yang biasanya rebahan atau nonton TV di depan. Mungkin dia sedang jalan-jalan sore sama Devi, aku tidak terlalu memikirkan itu dan memilih bergegas untuk merebahkan badan dikasur hingga akhirnya tertidur. Suara gaduh pintu membangunkan aku dan ternyata itu Agus, dia tampak begitu senang.“Kenapa kamu Gu
Aku melewati beberapa hari dengan rutinitas yang sama, mungkin bagi beberapa orang itu terlihat monoton tapi bagi aku itu adalah kewajiban yang harus ditunaikan. Pagi kerja sore ketemu Cindy dan malam jualan nasi goreng, mungkin ada pertanyaan kenapa harus ketemu Cindy setiap sore? Bukanya dia bukan siapa-siapaku. Harusnya aku juga berfikir seperti itu, tapi nyatanya hati ini nyaman dengan posisi yang seperti ini. Ketika ketemu Cindy seolah-olah indra perasaku memanipulasi lelahku menjadi bahagia, memang tidak logis tapi itu yang aku rasa. Seperti ada energi baru setelah bertemu dengan Cindy, dari dia aku menemukan keseimbangan. Saat hari Sabtu aku pulang lebih awal, yaitu jam satu siang. Sepulang itu juga aku langsung ke rumah Cindy dan kita janjian untuk makan siang bersama. Meskipun di kantor aku sudah mendapat nasi bungkus tapi sengaja aku simpan di dalam jok motorku, berharap nanti sore atau malam aku akan makan. Yang terpenting saat ini bisa makan bareng sama Cindy.
Modern adalah kalimat yang aku ucapkan pertama ketika sampai di Kota Surabaya, gedung tinggi menjulang aku lihat banyak sekali. Tempat perbelanjaan dan pertokoan selalu ada dimana-mana, jalanan yang besar dan bercabang-cabang serta ramai dengan kendaraan lalu lalang orang membuat aku bingung saat harus mengendarai motor dengan Cindy.Cindy terus memandu aku untuk sampai di rumahnya, dari kaca spion aku melihat dia masih sangat semangat dan antusias, mungkin bahagia karena akan bertemu dengan orang tuanya.Setelah melewati beberapa belokan, akhirnya kita masuk ke sebuah perumahan dengan pintu gerbang yang cukup besar dan mewah.“Man rumah aku yang itu,” ucap Cindy sembari menunjuk sebuah rumah.“Ohh.. iya Cind,” aku melihat pada rumah yang ditunjuk oleh Cindy.Terlihat rumah cukup besar dan mewah menurut aku, ada satu mobil terparkir di teras dan dua motor disebelahnya. Cindy langsung turun dan menekan bell rumah terseb
Pagi ini aku mendengar Agus marah-marah di telepon, aku tidak tahu karena apa yang aku tahu nada Agus cukup kerasnya untuk membuat aku terbangun. Waktu menunjukkan jam 6 pagi, teriakan Agus menjadi alarm pagiku untuk bangun.Aku mencoba mengabaikan Agus, karena aku yakin kalau memang dia ada masalah nanti pasti cerita ke aku.Setelah mandi dan bersiap untuk bekerja, sepanjang perjalanan aku mengingat moments indah kemaren. Rasanya rindu ini hadir terlalu pagi untuk Cindy, masih teringat jelas bagaimana Cindy memeluk aku dari belakang. Tanpa banyak berfikir aku langsung membelokkan motor ke arah kos Cindy, disana aku melihat dari luar kos Cindy. Meski tidak bertemu langsung dengan dia, tapi melihat tempat yang biasa Cindy habiskan sehari-hari sudah cukup mengobati sedikit rindu ini. Rencanya sepulang dari kantor aku mau ke tempat Cindy tapi ternyata saat aku hubungi dia sedang ada kuliah sore. Yasudahlah besok saja aku ketempat Cindy, aku langsung pulang dan istir
Aku pulang kerja dengan membawa rasa lelah yang teramat sangat, lelah dengan pekerjaan dan lelah dengan sikap Cindy yang semakin dingin.“Gimana Man? Hubunganmu dengan Cindy?” tanya Agus sesampainya aku pulang kerja.“Gak tau Gus,” jawabku sembari membaringkan badan.“Kok gak tahu?” tanya Agus penasaran.“Aku sudah 1 bulan gak ketemu, aku beberapa kali ngajak dia keluar juga gak pernah mau,” jawabku sembari menatap langit-langit kos.“Dia beneran udah punya pacar?” tanya Agus.“Gak tau aku Gus,” jawabku singkat.“Ayo kita Devi Man,” ucap Agus sembari menggapai tanganku.Aku dan Agus berangkat ke Kos Devi, rencananya kami akan tanya tentang kabar Cindy. Meskipun sebenarnya aku tidak ingin mengingat lagi tentang Cindy, aku mencoba melupakan meskipun sama sekali belum bisa. Mencoba melupakan Cindy seperti belajar bagaimana caranya berhenti makan, s
Sedang apa?Adalah kalimat yang paling sering aku kirim untuk mengawali obrolan dengan Cindy, dari kalimat sesederhana itu bisa membuat kita membahas banyak cerita. Sekarang kalimat itu seperti tidak bertuan, menjadi kalimat kosong tanpa balasan.Suara ponsel darinya yang biasa aku tunggu, kini tidak pernah lagi aku dengar. Dulu nada panggilan dari Cindy aku sendirikan, supaya aku langsung tahu bahwa Cindy yang menghubungiku. Tapi sekarang nada itu mulai terhapuskan seiring kepergiannya.Kalian tahu bagaimana caraku mengorek luka? Dengan kembali membuka histori chat kita, sudah cukup membuatku kembali perih.Mungkin melihat aku yang sedikit berbeda membuat Agus menjadi pribadi yang lebih perhatian, Agus tahu patahku, Agus tahu sakitku. Dia adalah satu-satunya orang selalu aku ceritakan tentang Cindy, sampai dia jenuh karena aku mengulang cerita yang sama. Mungkin bagi Agus itu cerita yang sama, tapi bagiku semua tentang Cindy menjadi pembaruan dalam hidup
Sudah dua bulan berlalu aku meninggalkan kenangan pahit itu, kenanganya sudah pergi hanya menyisakan sedikir pahit yang masih menggantung di ujung hati. Mungkin kegiatan yang sulit selain melupakan adalah mengganti kebiasaan yang dulu.Aku cukup senang melihat Agus dan Devi yang rukun dan selalu baik-baik saja, mereka sepertinya menikmati semua moment berdua dalam beberapa bulan ini.Apakah aku harus berdiam diri saja dengan kondisi seperti ini, satu-satunya caraku untuk melupakan itu adalah dengan bekerja dan terus disibukan dengan kegiatan yang positif.Sepulang kerja, aku melihat Agus termenung melihat langit-langit kos.“Kenapa Gus?” tanyaku sembari berbaring disampingnya.“Aku tadi habis nongkrong di fakultasnya Devi Man,” jawab Agus dengan tatapan kosong.“Terus kenapa?” tanyaku yang penasaran.“Cowok di fakultas Devi ganteng-ganteng Man,” jawab Agus dengan tatapan kosong, seperti ko