Home / Romansa / WRONG TURN / BAB 4 : BITE HER IN THE ASS

Share

BAB 4 : BITE HER IN THE ASS

Author: Framadani
last update Last Updated: 2021-04-08 16:53:38

Tempat api unggunnya bergerak. 

Jam di ponsel menunjukkan, ini baru saja lewat tengah malam dan aku berguling di sofa dengan selimutku membaca Shadow and Bone di Kindle. Aku berhak untuk ketakutan ... karena tempat apinya bergerak-gerak. 

Aku bahkan tidak menyadari ada semacam pahatan batu bodoh sampai aku melihat bagian kecil dari dinding perlahan terbuka, seperti pintu. Di mansion tua yang luasnya mengalahi kastil ini, ghoul atau demon bukanlah pengecualian, lihatlah diriku yang terbawa karakter yang aku mainkan di The Hunt, Samantha, berburu monster jahat sepanjang hidupnya, aku terlahir untuk menjadi hebat dalam yang aku lakukan. Apapun yang ada di balik dinding itu akan dengan mudah aku lawan.

Namun mungkin setelah aku menyelesaikan chapter ini, pikirku, kembali membaca bagian yang aku tinggalkan yang baru saja memasuki bab yang bagus sebelum kembali melihat ke tempat api yang setengah terbuka. 

"Debu sialan," Setannya bergumam, merundukkan kepalanya dan keluar dari rak di atas tungku. "Hantu" - nya ternyata hanyalah Dean, yang mana hanya menambah daftar kesialanku saja. 

"Apa yang kau inginkan?" Aku mencemooh, melompat ke kakiku terlalu cepat hingga selimutku jatuh ke karpet.

Dia terlalu sibuk membersihkan debu di pakaiannya untuk menjawab jadi aku mengambil kesempatan itu untuk mendekati tempat apinya dan menengok ke tempat dia keluar tadi. Mengagumkan. Cahaya dari dalam membuatku bisa melihat ada gang, yang hanya cukup untuk satu orang dan terbuat dari batu seperti abad ke delapan belas yang mungkin terhubung dengan koridor lain di belakang dinding yang lain. Aku penasaran apakah Albert mengetahui ini juga semasa kecilnya dia tinggal di sini? 

Aku terlalu sibuk membayangkan Albert kecil ke sini untuk sembunyi dari pengasuhnya atau menakut-nakuti penghuni lain hingga aku tidak menyadari Dean menutup jarak kecil diantara kita. 

Sekali lagi aku melompat seperti kucing yang dilempar ke air. Dean mengendusi ku. Mengendusi rambutku seperti aku ... adalah bunga. 

"Apa yang kau lakukan?" Aku bergumam, mencoba membuat jarak sejauh mungkin darinya. "Kau ingin tanda tangan atau semacamnya?" 

Luar biasa bagaimana aku bisa mengatakannya dengan komplit dan meninggalkan indikasi nada tanya di akhir. Tidak ada wanita waras yang cukup kuat untuk melakukan hal yang sama ketika pria ini hanya menggunakan baju tidur sutra yang tidak meninggalkan banyak hal untuk dibayangkan, semuanya terlihat sudah menjelaskan sendiri. Bukan berarti aku membayangkannya. Sebenarnya, aku lebih melihat keadaanku sendiri yang tidak banyak mengenakan pakaian. Tank top tipis yang ku pakai menunjukkan kalau putingku tidak tahan dengan hawa dingin dan boxer ku lebih mendekati tak terlihat. 

Dean tertawa keras, matanya mengamati bagian depanku. "Tanda tanganmu?" 

"Lalu kenapa kau di sini?" Aku mengambil langkah defensif ketika dia bergerak maju. "Kurasa itu cukup dekat." 

Dia berhenti di tengah langkah, membuat suara menghirup napas yang berlebihan. "God, apa sampo mu wanginya apel?" 

"Apa?" 

"Aku menciumnya sekarang - seperti malam itu." dia berkata, menelengkan kepalanya ke satu sisi. "Itu menjelaskan kenapa apel membuatku keras." 

Mengabaikan gesturku yang jelas-jelas tak bersahabat, dia bergerak mendekat, menginvasi personal space ku. "Masih merayap ke ranjang pria dan memanggil mereka Albert? Kau benar-benar tahu cara melukai ego pria."

"Fu*k you," Aku setengah berteriak, tenggelam di matanya yang intens menatapku saat mereka menarikku. "Aku bukan wanita di Vegas itu. Aku bisa memberimu lebih dari memar. Lihat saja."

Bibirnya membentuk senyum miring. "Kurasa kelinci bukan nama yang tepat untukmu, Cassandra. Kurasa pussycat lebih cocok." 

Aku tidak ingin dia mengucapkan namaku; tidak ingin dia ada di sini. Aku sudah cukup menderita saat makan malam dengannya - makan malam dimana dia menjadi teman baru ayahku -  tapi memilikinya di kamarku setengah telanjang? Terlalu banyak. Semua memori tentang apa saja yang bisa dia lakukan pada tubuhku membuatku terisi dengan perasaan mendamba. Perasaan yang seharusnya tidak aku miliki. 

"Kau pasti sedang kekurangan di departemen wanita jika kau mengingat kesalahan yang terjadi hampir enam tahun yang lalu," Aku mengejek, "Karena aku tidak. Itu tidak sehebat itu untuk aku ingat." 

"Oh?" Dia menaikkan alis gelapnya. "Aku melihat ekspresi malam ini, di atas sana, di rooftop. Seperti rusa yang tertangkap lampu depan." Dia mengejutkanku dengan bersandar ke depan, napasnya panas menyapu telingaku. "Apa kau takut aku memberitahu semua orang bagaimana kau mendesah dan menangis dan memohon ketika aku menyetubuhimu?" 

Aku merinding, tapi bukan karena jijik, ketika aku sadar beberapa detik kemudian. Tidak, aku membeku sebagai reaksi terhadap pertanyaan nakalnya - kotor, lebih tepat - karena kata-katanya sukses membuatku basah di antara pahaku. Dammit, kenapa dia tidak bisa santun seperti Albert? 

"Kucing menggigit lidahmu, kelinci kecil?"Aku merasa dia tersenyum di telingaku karena aku merasakan bibirnya menempel kulitku. Mereka begitu lembut, sangat lembut hingga aku membayangkan rasanya dia di bawah sana.

Panas tubuhnya meradiasiku saat dia perlahan bergerak lebih dekat membakarku; kulitku; di dalamku. Dia hanya satu mili jaraknya dariku dan semakin mendekat hingga aku bisa merasakan tonjolan ... 

"Wow," Aku mengerang, dan hanya itu saja undangan yang Dean perlukan untuk menciumku. 

Suara memalukan berikutnya yang aku bisa ditelan oleh mulutnya. Dia menggenggam rambutku, memiringkan kepalaku untuk sudut yang lebih bagus. Memeluk bahunya, aku menekan dadaku ke dadanya dan merengek ketika genggamannya di rambutku mengencang sebagai jawaban. Lidah kami terjalin sebelum aku menarik miliknya, menghisapnya seperti aku tidak pernah merasakan yang lebih baik. 

Dia melepaskan erangan rendah ke dalam mulutku. Tapi aku butuh lebih, itulah mengapa aku hampir menangis bahagia ketika Dean menarus paha berototnya diantara pahaku. Dia terasa panas, ototnya keras menggamit puncakku yang mendamba dan aku menggesekkan diriku sendiri padanya. Mendesah ketika Dean menangkup pantatku dan mengangkatku, dia menaikkan lutunya dan menempatkan tekanan di tempat yang paling aku butuhkan. 

"I'm going to fu*k you soon, Cassandra. Sampai namaku saja yang bisa kau ingat,” Katanya dengan tajam, dia sudah meninggalkan jejak ciuman lembut yang menggoda, penuh janji di sekitar leherku. 

"Siapa namaku?" 

"Apa?" Aku bahkan tidak bisa mengingat namaku, tidak ketika yang aku pikirkan hanya menggesekkan diriku sendiri dengan jalinan otot di paha pria ini. Mengunci pinggangnya, aku menekan diriku sendiri padanya, menggesek pada sesuatu yang terasa sangat menakjubkan. Ini susah lama sekali sejak aku bisa merasa bergairah dan aku tidak tahu kemana harus pergi dari sini karena kita tidak akan bersetubuh. Tentu saja tidak. Terutama jika ini saja terasa seenak ini. 

"Namaku, myshka," Dia berkata, meremas pantatku di tangannya. "Siapa namaku?" Dan dia menggigit kulit lembut di lekuk leherku. 

Aku merengek keras, melengkungkan punggungku dan menggesekkan klit ku dengan brutal. Dua hal terjadi secara instan: Satu, rasa sakit yang dia tinggalkan saat menggigitku benar-benar nikmat. Dan kedua, aku datang. 

"Oh, my God," Kataku menyadari suaraku yang terengah-engah.

Itu tadi terjadi begitu cepat dan sejujurnya, aku tidak terbiasa dengan ... ledakannya. Lagipula, dulu ini pernah terjadi sekali. Dengan tubuh yang hampir lumpuh, aku membentak Dean untuk menurunkanku. Dia melakukannya sambil mengamati celananya yang memiliki jejak basah di sana. Seketika itu aku mengutuk pijamanya yang tidak berwarna hitam.

"Apa kau baru saja...?" Dia menjalankan jarinya di sepanjang jejak licin yang aku tinggalkan dan membawanya ke mulutnya, dia menjilatnya. Aku butuh tanah yang bisa menguburku sekarang. "Sial," Katanya dengan napas menggebu dan memberiku tatapan penuh penasaran. "Kau sangat responsif." 

"Pergi," Aku berbisik, masih terkejut. "Pergilah, Dean. Please."

Dia menatapku untuk waktu yang lama sebelum meraih dan menyisir rambut hitamku yang berantakan menjauh dari wajahku. "Kau malu karena ini?" 

Aku menggigit bibir bawahku dan memyipitkan mataku menatapnya, hampir tenggelam di bola matanya yang hijau pucat. "Apa tepatnya itu, huh? Spek basah kecil di antara kakiku atau di kakimu?" Aku mengeluarkan tawa palsu. "Ini informasi untukmu. Aku memikirkan orang lain dan dialah yang membuatku basah. Bukan kau." 

Dean menurunkan tangannya. "Benarkah begitu?" 

"Ya. Aku tidak tahu permainan apa yang kau mainkan di sini tapi kau tidak bisa meyakinkanku kalau kau menungguku kembali ke sini dan hidup selibat bertahun-tahun ini." 

Sekarang dia yang giliran tertawa. "Menunggumu?" Sekali lagi dia berada di personal space ku dan aku tidak bisa kemana-mana, tidak ada yang bisa dilihat selain dia. "Aku punya rencana, little girl, dan itu termasuk bercinta dengan semua wanita single yang datang ke pernikahan ini. Kau adalah pemberhentian pertamaku dan tentu saja bukan yang terakhir." 

Aku menelan ludahku. "Keluar. Kau. Menjijikan." 

Dia tertawa lagi. "Kau tidak bersungguh-sungguh tentang itu, myskha." Dia berbalik dan berjalan menuju tempat api. Sebelum dia menunduk dia berbicara melewati bahunya. "Lain kali kenapa kau tidak menungguku untuk benar-benar menyentuhmu sebelum kau datang di seluruh tubuhku?" 

"Get out!" 

*~*

Aku satu menit jauhnya untuk melakukan patricide. Membunuh ayahku tidak pernah terlintas di benakku untuk waktu yang lama sampai hari ini ketika yang bisa aku pikirkan hanya tentang menembaknya dan sahabat barunya tepat di antara kedua mata mereka. Semua ini akan lebih mudah dilakukan jika aku benar-benar memiliki pistol. 

Ya Tuhan, aku akan masuk ke neraka, gumamku pada diriku sendiri. 

Karena saljunya hanya turun sedikit dan matahari menyelip diantara langit kelabu, tamu undangan pengantin diizinkan untuk melakukan tur di sekitar mansion atau kastil lebih tepatnya. Aku sudah pernah mengunjungi tempat ini dulu tapi aku masih saja terkejut dengan setiap hal yang aku temui. Sebagian besar tamu yang lain - yang terdiri dari teman semasa kuliah Vanya dan Albert dan kerabat Vanya yang lain - sudah datang dan melengkapi grup yang sedang berjalan-jalan di taman. Orangnya tidak sebanyak yang aku bayangkan dan Vanya menjelaskan kalau dia menginginkan pesta pernikahan yang kecil dan intim. Mereka tidak mengundang rekan kerja atau kepala negara. 

"Mau memberitahuku kenapa raut wajahmu itu terlihat seperti pembunuh di pagi yang indah ini?" Sarah bersiul di telingaku dan menggandeng lenganku. Karena kita berdua menggunakan jaket wol, death-grip nya sedikit kendur.

Aku mengalihkan tatapan "pembunuh" ku pada sahabatku. "Aku salah tidur. Bite me.

"Mungkin nanti, sweetheart." Dia bergurau, memberikan senyuman konyolnya. "Jadi kau mau bercerita atau terus merengut?" 

"Apa yang membuatmu begitu riang?" Aku bertanya balik, walaupun aku punya perasaan buruk kalau aku tidak ingin tahu. 

Seseorang tertawa di barisan depan - ayahku - dan aku harus memaksa diriku sendiri kalau patricide - well, pembunuhan pada umumnya - itu ilegal. 

"Sam melakukan gerakan lidahnya itu tadi malam yang benar-benar luar biasa." Aku tahu aku tidak mau tahu, pikirku, mengulum bibir atasku. TMI dan Sarah adalah teman baik sejak dulu. 

"Well, itu menjelaskan keceriaannya," Aku bergumam dengan kering. 

"Atau mungkin itu karena bayinya." 

Aku membeku dan menarik Sarah kebelakang dengan sedikit tenaga. "Kau hamil?" 

Dia terkikik. "Jangan terlalu keras, Cassandra! Kita tidak mau mengalahkan Alby dan Vanya." 

Aku menaruh tanganku ke pinggul dan menatapnya intens. Dia memang selalu kecil tapi itu tidak menghentikannya untuk menjadi extrovert. Dengan Sarah, dinamit pasti datang sepaket dengan wanita kecil berkulit tembaga ini. Aku tidak bisa melihat perutnya melalui jaket tebal yang dia gunakan tapi rambutnya disanggul tinggi, menonjolkan glow yang dia radiasikan dari setiap pori-pori di wajahnya. 

"Tapi kau masih dua puluh lima." 

Raut wajahnya berubah murung, bibirnya berubah menjadi garis tipis. "So what? Apa adalah peraturan khusus tentang hamil di usia dua-lima? Oh, right, ada - Rencana Hidup Cassandra Prince." 

"Aku tidak mengkritisimu," Aku mendebatnya. "Hanya saja... wow. Kau belum mendapatkan gelar mu dan -" 

"Cass, tidak semua itu direncanakan tapi dammit, Sam dan aku bahagia dan bagiku itulah yang terpenting," Dia menggeram, membuatku terkejut. "Kau adalah sahabatku dan aku mengaharapkanmu untuk setidaknya berpura-pura bahagia untuk kita tapi wow, Cassandra, kau harus jadi orang berengsek yang selalu merusak suasana." 

"Sarah, ayolah," Aku berkata, tapi dia sudah berjalan mendahului ku untuk bergabung dengan grup. 

Aku menyimpan tanganku di saku, aku mengikutinya dengan lambat. Aku benci bertarung dengan Sarah, tapi kali ini dia yang berada di sisi yang salah dan aku tidak akan merangkak untuk mendapatkan permintaan maaf untuk sesuatu yang tidak aku katakan. Aku bahagia untuknya, hanya saja aku terkejut. Dia dan Sam tidak benar-benar sudah stabil dalam hal finansial jadi bagaimana mereka bisa memiliki bayi bersama? 

Not everything's planned... 

Kata-katanya kembali lagi padaku saat kami mencapai kandang. Albert berbicara mengenai nama-nama kuda dan jenisnya, hal-hal yang tidak aku pedulikan. Aku tidak mood untuk menganggumi kuda-kudanya yang mendengus. 

"Jika tatapan bisa membunuh, PETA akan menuntutmu atas beberapa kuda yang mati." Seseorang bersuara di telingaku. 

Bagaimana aku tidak menyadari Dean mendekatiku? Dia menggunakan T-shirt putih polos dan celana jeans, dia sangat mencolok - sebagai satu-satunya idiot yang berani keluar tanpa menggunakan jaket. 

"Aku terkejut kau bisa lepas dari kembaranmu cukup lama untuk bicara padaku." Aku membalas dan menyadari dengan penuh kalau aku terdengar irasional dan berpikiran sempit. 

"Maksudmu Daniel?" Dia mengeluarkan tawa serak yang langsung membuat bagian bawahku bereaksi. "Apa mungkin kau ... cemburu, pussycat?

"Dengan ayahku?" Aku menaikkan alisku. "Apapun yang sedang membuatmu mabuk, aku mau juga."

Dia terkekeh. "Aku harap kau tahu bagaimana beruntungnya kau memiliki ayah yang seperti itu. Dia bicara nonstop tentang kau dan kakakmu." Dia tersenyum. "Aku juga sangat menyukai ceritanya saat menginterogasi pacar pertamamu."

Terkejut sekaligus ngeri, aku menemukan ayahku dan melotot padanya yang dia abaikan begitu saja. Ayahku bisa membuatku malu hanya dengan beberapa anekdot. Syukurlah, dia tidak minum, yang berarti lidahnya tidak akan bisa los dengan alkohol untuk mengungkap  masa kecilku yang memalukan. 

"Tentang tadi malam, Cassandra -" Dean memulai, matanya memaku ku di tempat. Aku memotongnya dengan menaruh jari telunjukku di bibirnya, mengabaikan raut wajah terkejutnya. 

"Jangan. Aku sudah dewasa; kau sudah dewasa. Kita bisa lupakan ... tentang apa yang terjadi." 

Dia membuka bibirnya dan menarik jariku ke dalam mulutnya, matanya tidak lepas dariku. Dia menghisapnya dan untuk beberapa alasan, itu adalah salah satu hal terseksi yang pernah aku lihat. Atau rasakan. Itulah kenapa dia harus berhenti. 

Aku menarik tanganku ke belakang dan jariku terlepas dengan suara pop. Dean mengedipkan matanya padaku sebelum meneriaki keponakannya. "Hey, Misha, kenapa kau tidak menunjukan mereka labirinnya? Orang bisa benar-benar hilang di sana." 

Tumbuhan hijau yang membentuk dinding labirinnya tertutup salju namun itu hanya membuatnya tampak lebih cantik. Saat pertama kali aku kesini labirin ini belum ada jadi aku cukup menikmati pemandangan yang ada di depanku. Harus ku akui kalau dinding semak belukar setinggi tujuh kaki ini sangat impresif. Warna hijau yang tersebar seperti horizon, membentang sejauh mata bisa melihat. 

Seseorang memutuskan untuk mencetuskan ide konyol dengan balapan menuju tengah labirin yang ada air mancurnya di sana. Kejutan, ide itu datang dari Dean. Sebelum aku tahu apa yang terjadi, aku didesak oleh sekumpulan domba yang dengan semangat mengikuti perintah gembalanya. Like hell aku mau melakukannya. 

"AV club much, myshka," Dean menggoda. Dia berdiri di jalan masuk, mengajakku untuk ikut. 

"Jangan panggil aku seperti itu," Aku otomatis komat-kamit. G****e memberitahu ku tadi malam kalau dia memanggilku tikus kecil, yang, jika dilogika, lebih buruk dari pada pussycat

"Apa, AV club?" Dia bertanya, raut wajahnya terhibur. "Cassandra, aku ingin minta maaf soal tadi malam. Apa kau akan mengijinkanku?" 

Aku melewati bahunya dan berjalan santai memasuki labirin, lalu mulai lari kecil, sangat kecil. Tersesat di sini lebih baik daripada tersesat di mata hijau Dean yang menyebalkan. 

"Cassandra." Dia sudah dekat di belakang dan hanya perlu menjulurkan lengannya untuk meraih dan memutar ku. "Berhenti. Berlari." Setiap katanya keluar melewati gigi yang terkatup.

"Aku tidak lari!" Aku marah, berusaha keluar dari genggamannya. "Aku mencoba untuk menemukan air mancur bodoh itu. Bukankah itu permainan bodoh yang diusulkan seseorang?" 

"Itu hanyalah agar aku bisa berbicara denganmu secara pribadi." 

"Aku tidak mau bicara denganmu. Kau sudah sangat jelas tentang memilih tamu wanita tadi malam. Sekarang, Dean, bersikaplah dewasa dan terima saja jawaban tidak." 

Dean bahkan masih tetap tampan walaupun marah. Aku tidak pernah berpikir akan pria manapun seperti itu tapi momen kemarahan singkat itu, pria ini adalah wujud keindahan. 

"Tidak?" Dia menarikku padanya dan aku mencicit saat kita bertubrukan. Dia menahanku. "Ada apa, little girl? Kau bergetar. Apa kau kedinginan?" 

"Aku punya pacar" Aku berbicara tanpa berpikir. 

"Omong kosong," Dean mengejek. "Daniel memberitahuku kalau kau single." 

Aku tersipu. Ketika aku cukup bisa mengendalikan diriku, aku berkata. "Aku tidak membeberkan setiap detail hidupku pada ayahku. Jika aku melakukannya, dia akan tahu tentang bagaimana kau memanfaatkanku bertahun-tahun lalu." 

"Jika aku ingat dengan benar, aku lah yang dimanfaatkan," Dean mengklaim, terlihat begitu serius hingga aku hampir mempercayainya. "Aku tidur dengan damai ketika, tiba-tiba, aku dilecehkan dengan cara yang paling rendah." 

"Kau menyebalkan," Aku mendesis tidak percaya, sebelum memukul dadanya. "Lepaskan aku atau aku akan ..." 

Suara ku perlahan mengecil ketika aku merasakannya; tonjolan di celananya yang dia tekan begitu dekat padaku hanya mengarah pada satu hal. Seperti tadi malam, lidahku kelu seperti remaja yang baru pertama kali melihat bagian kelamin pria. 

"Jika kau terus melihatku seperti itu, aku akan melemparmu ke bawah dan menyetubuhimu di sana." Dean berbisik, matanya yang menggelap memberitahu ku kalau dia serius. 

Aku menjilat bibirku, yang tiba-tiba saja terasa kering. 

"Kurasa kau menyukainya saat aku bicara kotor," Dia mengungkapkan pernyataan, tersenyum miring padaku. "Bisakah kau merasakannya? Tentu saja kau bisa." Dia menggesekkan dirinya padaku. 

Aku tidak bisa menahan desahan yang keluar dari mulut ku. Dean menyeringai puas. "When I fu*k you - dan aku akan melakukannya - aku akan menyentuhmu semauku. Dengan kasar. Aku tahu kau suka dikasari di ranjang, little girl, and I like giving it rough.

"Hentikan," Aku protes dengan berani, tapi tanganku yang menggenggam kausnya dan jari kakiku yang menggulung di dalam sepatu boots ku. "Kau seharusnya bersikap seperti tuan rumah yang baik," Aku menyelesaikan dengan lemah. 

"Karena kau begitu responsif, aku akan memakanmu habis karena saat kau datang di dalam mulutku, aku ingin mendengarmu dengan bebas meneriakkan namaku." 

Aku mencoba mendorongnya. Bagaimana bisa waktu-waktu itu aku berani membawa cowok pulang, aku memiliki kencan yang menyedihkan dan tanpa-orgasme yang membuatku mentalku terluka tapi pria ini bisa membuatku begitu dekat hanya karena kata-katanya. 

Dean mengangkat dagu ku dan mataku otomatis tertutup. Setiap saraf dalam tubuhku bernyanyi ketika bibirnya menyentuh milikku.

Lidah ke lidah, kita bercinta menggunakan mulut kita. Aku tidak pernah berpikir seperti itu tapi itu terasa mirip. Lidahnya menirukan gerakan konstan seperti bercinta. 

Jelas sekali, itu tak cukup untuk Dean. 

Sambil menggeram dia memeluk pinggang ku dengan erat dan meremas pantatku. Aku melarikan tanganku masuk ke dalam kausnya dan kulitnya meremang karena sentuhan dinginku. Aku menelusuri setiap kontur ototnya dan juga lubang kecil pusarnya sebelum aku bergerak ke atas, jemariku mengelus otot dadanya dan menjepit putingnya di antara dua jari ku dan dia bergetar. 

“Cassandra,” Napasnya tercekat. 

Aku hendak membisikkan namanya tapi di belakangku, seseorang membersihkan tenggorokannya. 

TO BE CONTINUED

Related chapters

  • WRONG TURN   BAB 5 : TASTE TEST AND EVERYTHING ELSE

    Dean mengambil waktunya untuk berjalan mundur dariku tapi aku tidak membantu untuk mendorongnya lebih jauh karena aku membeku di tempatku berdiri. Aku selalu berpikir itu hanya hiperbola konyol tapi saat ini, aku benar-benar merasa seperti patung es."Apa, Vanya?" Katanya sambil tersenyum puas, melarikan ibu jarinya di sepanjang bibir bawahku yang bengkak karena ciumannya."Aku tidak bermaksud mengganggu, paman." Suara Vanya yang tetap kasual membuatku sedikit lega.Aku berbalik, meringis melihat raut penasaran tergambar jelas di wajahnya. "Kau tidak mengganggu apapun, Vanya." Kataku, memaksakan nada kasual di suaraku. "Apa kau akan kembali ke dalam?" "Vanya, sudah berapa kali ku bilang jangan memanggilku paman," Dean mengeluh di samping ku. "Aku tidak setua itu." "Aku hanya mencoba menghormatimu," Vanya berkata dengan lembut. "dan ya, Cassandra, aku akan kembali ke mansion. Ada beberapa detail di pernikahan yang membutuhkan perhatian ku.""Bagus, aku akan, um, ikut denganmu.""Kau t

    Last Updated : 2021-04-08
  • WRONG TURN   BAB 6 : LAYERS OF HIM

    Ada ketukan di pintuku sekitar jam sepuluh, aku baru saja selesai memakai makeup ku. Orgasme semalam benar-benar menaruh keceriaan di wajahku. Memikirkannya aku jadi teringat Dean - bayangan tentangnya menyentuh dirinya sendiri tadi malam, membayangkan dia meledak dalam ekstasi. Semua itu - terutama miliknya itu akan terpatri selamanya di pikiranku dan aku menemukan diriku sendiri berliur ketika aku hendak membuka pintu ... berhadapan langsung dengan ayahku. Aku langsung menyingkirkan pemikiran kotorku dan mengeluarkan ekspresi polos dan senang pada ayahku. "Hi, Dad," Kataku, memberinya senyuman yang tidak dia balas. Aku merasakan wajahku memanas saat dia berjalan tanpa berkata-kata melewatiku, parfum cologne nya yang familiar tercium olehku. "Apa semua baik-baik saja?" Aku bertanya. Tidak bisa menghentikan nada ragu-ragu seperti anak lima tahun yang ketahuan mencuri di suaraku. Hanya Daniel Prince yang bisa membuatku s

    Last Updated : 2021-04-08
  • WRONG TURN   BAB 7 : MISS. I-PICKED-THE-WRONG-TURN

    Makan malam benar-benar mengerikan.Tentu saja, ada hal yang lebih buruk sedang terjadi di dunia daripada sahabatku yang memberikanku silent treatment tanpa alasan apapun, tunangan pujaan hatiku dulu memberiku tatapan diam-diam selama main course dan dewa Yunani duduk di sampingku dengan jemari paling ajaib.Aku kebetulan yang paling terlambat datang ke ruang makan dan kursi yang kosong tinggal satu, itulah kenapa aku duduk bersandingan dengan Dean, jemarinya merayap naik dari ujung gaunku di bawah meja saat dia dengan polosnya berbicara dengan Constantine yang ada di kanannya.Aku tidak bisa makan; aku bahkan tidak bisa berpikir. Tidak saat dia baru saja tahu kalau aku tidak menggunakan celana dalam.Membuka pahaku untuknya, aku merasakan jemarinya berhenti saat dia tidak menemukan penghalang apapun di antara dua kakiku. Kepalaku pusing karena rangsangannya, aku hampir saja menangis lega ketika d

    Last Updated : 2021-04-30
  • WRONG TURN   BAB 8 : THE CIRCLE OF CONTRADICTION

    "Sial, apa yang kau pikirkan? Bagaimana dengan STD? Apa aku satu-satunya orang yang masih waras di sini?" Dia terlihat terkejut. "Kita periksa setiap bulan. Sebenarnya, aku sembila-puluh-sembilan persen yakin kalau ini anaknya Sam." Aku memutar mataku padanya. "Oh, ya, kurasa itu akan membuat hal yang lainnya tak berarti." "Lihat? Karena inilah aku tidak ingin memberitahumu apapun. Kau selalu menghakimi ku!" "Realistislah sedikit, Sarah. Hanya sedetik saja, jangan menganggap kalau kau hidup di dunia fantasi dimana setiap orang telanjang dan bercinta dengan siapapun yang mereka mau," Aku mencacinya, merasakan amarah merayap di sekujur tubuhku karena ketidakdewasaannya. "Ini bayi - yang tidak kau yakini milik suamimu." "Bisakah kita melihat Netflix dan melupakan percakapan ini?" Dia membujuk, memberiku tatapan puppy-dog nya. Aku hampir saja menyerah melawan ta

    Last Updated : 2021-05-01
  • WRONG TURN   BAB 9 : IN WHICH SHE TRIED TO BE A GOOD FRIEND

    Setelah dipikir-pikir hari pernikahannya datang begitu cepat, aku masih merasa baru kemarin aku memegang tiket pesawat dan selembar undangan dan mengobrak-abrik isi otakku untuk membuat alasan yang bagus kenapa aku tidak bisa datang. Fakta kalau aku dan Vanya tidak begitu dekat yang mana membuatku tidak memiliki andil apapun di pernikahan ini kecuali hanya hadir sebagai tamu. Jangan salah aku tidak keberatan dengan itu, pada akhirnya, ini adalah pernikahan orang terkaya di benua Eropa dan aku tidak harus melakukan apapun kecuali muncul dan bersenang-senang. Lagipula, aku sudah tidak sabar untuk segera menyelesaikan ini dan pergi secepatnya dan yang paling utama, melupakan ini semua."Kau baik-baik saja, Cass?" Sarah mengintip dari pintu kamarku, sudah siap dengan jumpsuit hitam yang diaksen dengan ikat pinggang emas. Sangat bukan dirinya, tapi itu bukan masalahku."Kenapa?" Aku bertanya, walaupun aku sudah tahu jawaban yang sebenarnya. Aku

    Last Updated : 2021-05-03
  • WRONG TURN   BAB 10 : THIS TIME SHE SCREAMS HIS NAME

    Upacara pernikahan dan resepsinya diadakan di dalam mansion dan halaman belakang. Hari ini, mataharinya bersinar terang untuk Ełlona yang beku. Ini adalah pertanda untuk pernikahan Albert dan Vanya yang akan selalu dikenang. Ayah Albert dan istrinya (yang mungkin usianya lebih mendekati Albert daripada ayah) berperilaku baik, lebih seperti sunyi jika menurut pendapatku, mungkin karena mereka tiba tengah malam dan mungkin juga karena pernikahannya dibatalkan.Aku kebanyakan melamun saat Albert membuat pengumuman kecilnya lalu dia pergi meninggalkan mansion dan seluruh tamu yang hadir. Jika aku mengingat dengan benar percakapan kami di suite ku, aku bertanya apa yang dia inginkan dan dia tidak menjawab, kupikir dia tidak akan melakukan apa-apa sampai dia berkata, "He's gone."Saat dia mengatakan itu aku tahu dia mulai menyadarinya, hell, aku menyadarinya sejak dia mulai menangis. Albert langsung beranjak pergi setelah itu d

    Last Updated : 2021-05-06
  • WRONG TURN   BAB 11 : ARE THE HORSES IS THE ONLY WITNESS?

    Cukup luar biasa sebenarnya melihat Albert Sr menepati janjinya dan tetap mengikuti kemauan ayahku untukberbicara. Hanya Tuhan yang tahu apa yang pria itu rencanakan. Melangkah keluar dari mansion seperti kereta yang rusak, aku memutuskan ingin mengambil beberapa foto sambil berjalan-jalan. Salju tidak turun sejak semalam dan matahari bersinar cerah, jadi kupikir, kenapa tidak?Setengah jalan dari hamparan rumput hijau, ponselku berdering dan aku takut untuk menjawabnya. Aku sedang mengabaikan telepon Sarah yang tidak ada hentinya sejak dia dan rombongan tamu pulang kemarin. Aku tahu aksiku mengabaikannya tidak akan bertahan selamanya.Jadi aku bersyukur saat aku melihat nama kakakku di layarku."Apa sih yang salah dengan teleponmu?" Kataku berkata dengan kesal ke teling

    Last Updated : 2021-05-09
  • WRONG TURN   BAB 12 : KINKY IN INTERROGATION

    Baru setelah tengah malam Dean akhirnya terlelap tidur. Aku melepaskan diriku dari lengan dan kakinya, merangkak turun dari ranjangnya dan menemukan gaun tidur ku di karpet. Dia membuat erangan lembut saat protes dalam tidurnya, dia mencoba mencariku tapi hanya menemukan udara. Aku meraih bantal dan menyisipkannya di lengannya, dia dengan cepat memeluk itu ke dadanya."Apa yang kau lakukan padaku?" Aku berbisik, sebelum perlahan menjauh dari kasur untuk memastikan dia tidak bergerak lagi.Udara di kamarnya penuh dengan bau seks lambat dan sempurna yang kita miliki tapi bukan itu yang membuatku mual. Semua sendi dan ototku pegal dari aktivitas ranjang yang berlebihan tapi bukan itu sebab kenapa perutku terasa diganjal dengan pisau.Kenapa dia harus mengatakannya? Pikirku, ada percikan amarah yang menyala di dalamku.Aku menghidupkan lampu di pojok baca yang ada di depan layar datar yang digant

    Last Updated : 2021-05-14

Latest chapter

  • WRONG TURN   WEDDING AND PROPOSAL (EXTRA)

    “Apa aku sudah bilang padamu kalau aku akan menikmati waktuku membuka gaun ini nanti?” Dean berbisik di telingaku saat kita berdansa dengan iringan “perfect” dari Ed Sheeran. Setelah upacara ikrar janji selesai, atrium dari Pazzo’s telah diubah menjadi surga romantis dengan lampu-lampu berkilauan, dimana kita semua memakan makanan terbaik dan wine teratas, dan sekarang aku berdansa dengan pacarku di lantai dansa.Aku tersenyum di samping pipinya. “Apa itu karena kau menyukai apa yang aku pakai atau karena kau membencinya?”“Aku tidak akan pernah bisa membenci apapun yang kau pakai, apalagi kalau kau tidak memakai apapun. Percaya padaku.”Klasik Dean. Aku memakai gaun a-line berwarna biru langit dengan garis leher yang rendah, atasan korsetku disulam dengan kristal dan payet yang dengan alami memudar ke rok tulle yang memiliki celah paha yang tinggi.Diseberang lantai dansa, aku melihat pasangan yang baru saja menikah berdansa dan tersenyum, tidak mempedulikan fakta kalau Alby adalah

  • WRONG TURN   EPILOG (Part III)

    Waktu terasa aneh setelah itu. Beberapa menit setelah Dean muncul di depan pintuku waktu terasa terus berjalan maju sementara aku tidak bergerak sama sekali. Aku tidak ingat bagaimana aku bisa kembali duduk di sofaku tanpa jatuh dan mencium lantai. Aku tidak tahu sudah berapa kali aku mendengar Dean memanggilku tapi aku terus menatapnya seolah aku takut kalau yang aku lihat ini hanyalah mimpi, atau halusinasi, atau seseorang memasukkan halusinogen paling kuat ke dalam saluran udaraku dan aku sudah menghirupnya sepanjang malam dan efeknya baru terasa sekarang.Hei, setelah semua yang aku alami aku tidak akan mengabaikan pilihan terakhir itu.“Babe,” Panggilan itu akhirnya mengeluarkanku dari lubang yang aku ciptakan sendiri.Babe, huh? Aku menyukainya.Ketika aku akhirnya memperhatikannya, dia tersenyum. Senyum yang jarang sekali dia tampilkan dan rasa rindu yang melandaku seolah berubah menjadi gelombang tsunami yang berkali-

  • WRONG TURN   EPILOG (Part II)

    “Apa hanya aku yang merasa kalau semua ini terasa mengerikan. Coba biar aku ulang lagi.” Aku memutar mataku, mengingat kejadian yang sama persis pernah terjadi padaku. Cahaya matahari terbenam menembus jendela kacaku dan aku menikmati kehangatannya di sofa dengan popcorn dan Netflix di televisi.Ayahku tidak salah. The deja vu is real.“Kau ingin aku menjadi pasanganmu, lagi? Di pernikahan Albert pula?” Aku mendengar ayahku menghela napas. “Aku sudah terlalu tua untuk ini.”“Ayolah, dad. Ini tidak seperti kita melakukan ini setiap hari. Apa aku perlu mengingatkanmu kalau aku akan terlihat seperti daging segar di sana jika aku datang sendirian.” Aku tahu kalau trik yang sama tidak akan berhasil. Aku memutar otakku mencoba memikirkan strategi yang bisa membuat ayahku luluh dengan permintaanku, karena ini hanya lewat telepon aku tidak bisa memberikannya puppy eyes. Lalu ide bagus melintas. “Kau

  • WRONG TURN   EPILOG (Part I)

    LIMA TAHUN KEMUDIANLos AngelesPonselku berdering begitu aku memasuki elevator. Aku berniat untuk mengabaikannya ketika aku melihat siapa yang menelponku, tapi hingga aku sampai di lantai apartemenku Sarah belum akan menyerah sampai aku menjawabnya.“Hai, Sarah. Bagaimana keponakan kesayanganku?” Sapaku.“Some friend you are,” Balas Sarah dengan kesal. “Mentang mentang karirmu semakin menanjak kau jadi jarang menelponku dan ketika kau menjawab kau langsung menanyakan kabar Henry dan bukannya kabarku.”Aku tertawa sambil berusaha membuka pintu apartemenku. Sarah memang penuh dengan omong kosong, aku hanya sekali pernah tidak menjawab teleponnya karena aku berada ditengah-tengah set dan aku tidak sadar kalau aku meninggalkan teleponku ada di trailer sampai proses syutingnya selesai. Aku juga tidak bisa menolong diriku sendiri kalau Henry – anaknya yang sekarang sudah berumur 4 tahun – adalah makhluk paling menggemaskan di dunia ini.“Kau tahu aku lebih mencintainya daripada kau,” Balas

  • WRONG TURN   41.3 : THE PROMISE WE MAKE

    Pukul dua belas tepat.Aku berdiri di depan gerbang masuk taman, dekat dengan air mancur yang besar, merinding karena udara dingin yang menembus jaketku. Aku menendang kerikil di dekat kaki hanya karena aku ingin menghabiskan waktu. Namun, Luke memiliki cara yang berbeda untuk menghabiskan waktunya. Dia mengisi pistolnya dan mematikan pengamannya. Yeah, aku tentang pistol karena setengah bagian dari karirku adalah berakting menggunakan pistol. Perbedaannya adalah milikku tidak berisi peluru. Aku merinding melihat mendengar suara peluru memasuki pistolnya dan semakin takut lagi jika dia terpaksa menggunakannya.“Aku ingin bilang kalau aku berterima kasih padamu. Sungguh, aku tidak akan bisa melakukan ini tanpamu.” Katanya setelah menyembunyikan pistolnya di balik punggungnya.“Apa senjata itu benar-benar diperlukan? Kau bisa mempercayai Dean.” Kataku menunjuk pada pistol yang dia sembunyikan.“Tidak ada salahnya selalu berhati

  • WRONG TURN   41.2 : THE PROMISE WE MAKE

    Sore harinya aku bertemu dengan Sarah di rumahnya, karena dia yang selalu mewajibkanku untuk mengunjunginya setiap kali aku pulang ke Florida. Seolah aku tidak pernah mengunjunginya. Ketika aku sampai di rumahnya, aku langsung masuk dan menyamankan diriku sendiri di sofa ruang tengahnya seperti yang biasa aku lakukan jika berkunjung ke rumanya. “Well, kurasa beberapa hal memang tidak pernah berubah.”Aku berbalik, mataku membelalak ketika aku melihat Sarah. Rambutnya sekarang berwarna platinum yang terang dengan guratan pink dan biru di sela-selanya.“Kau menyukainya?” Katanya, mengibaskan rambutnya. “Maksudku kau sudah mewarnai rambutmu menyerupai stripers, akan lebih adil kalau aku mengubah rambutku juga.”Aku tertawa, menggelengkan kepalaku. “Yeah, aku bisa melihat apa yang kau maksud. Dan ini, sangat cocok untukmu.”“Benarkan? Aku juga berpikir seperti itu.” Dia menaruh kopi ya

  • WRONG TURN   41.1 : THE PROMISE WE MAKE

    Tiba-tiba aku merasa ruangannya menjadi sunyi senyap ketika Dean berjalan memasuki café dan berjalan ke arahku. Aku melihatnya seperti pertama kali aku melihatnya, pria yang luar biasa seksi yang menyebalkan yang membuatku ingin memukul dan menciumnya secara bersamaan. Harapan muncul begitu saja setelah aku bicara dengan Xavier. Aku bukan remaja yang mementingkan ego atau gengsiku, jika adalah sedikit saja celah di hatinya untukku, aku akan memperjuangkannya. Aku sudah memutuskan kalau dia adalah satu-satunya untukku.“Kau terlihat berbeda,” Katanya, menatapku dari seberang meja.Aku mengangkat bahuku dan menyeruput minumanku, menolak untuk menyadari kaus the devil made me do it yang aku kenakan atau jeans robek yang melekat di kakiku dengan ketat atau makeupku yang tegas. Ini adalah penampilanku untuk menyamar di tengah-tengah keramaian, karena kacamata dan topi baseball tidak pernah benar-benar berhasil. Sejauh ini berpenampilan s

  • WRONG TURN   40.3 : HIT ME RIGHT WHERE IT HURTS

    Cafénya sunyi dengan anak-anak sekolah sudah mulai libur untuk spring break, mereka yang biasanya mengunjungi area di sini semuanya sudah pergi untuk menikmati liburan mereka. Aku duduk di pojokan yang biasanya aku tempati jika jadwalku tidak begitu padat, menikmati suasana sambil meminum teh coklat mint yang hangat. Rasanya seperti peppermint yang segar, kaya akan rasa dan creamy secara bersamaan, sesuatu yang membuat Sarah meringis.Memikirkannya, aku jadi teringat saat terakhir kali aku dan Sarah kesini, dia masih mencoba menjodohkanku, good times. Aku menatap ke arah jam terdekat dan menghela napas. Mungkin Dean tidak akan dating. Aku bahkan tidak yakin apakah aku ingin bertemu dengannya. Aku tidak mendapatkan kabar apapun darinya semenjak telepon seminggu yang lalu, dan aku menghabiskan seluruh waktuku berkerja memikirkannya, yang membuatku banyak mendapatkan teriakan dari sutradaraku, mungkin lebih banyak dari apa yang aku dapatkan dala

  • WRONG TURN   40.2 : HIT ME RIGHT WHERE IT HURTS

    Dua belas jam kemudian, aku duduk di depan televisi, wajahku terkubur di telapak tanganku, frustrasi, amarah, dan takut bergejolak di dalam perutku setelah aku kalah dengan diriku dan membuka isi amplop yang berisi flashdisk tentang apa yang Luke amati seminggu ini.Aku kewalahan dengan pikiranku sendiri. Aku berharap aku bisa mengabaikan ini, kalau setelah penculikan itu aku bisa kembali ke kehidupan lamaku sebelum aku datang ke Ellona dengan cepat dan tanpa rasa sakit – aku tidak memiliki niatan untuk berurusan dengan Dean atau krisis mentalnya lagi – tapi semua itu lebih mudah saat dikatakan saja dan bukannya benar-benar melakukannya. Deanlah yang tidak menginginkan aku dan aku tidak akan hidup di dalam bayangan kalau suatu hari dia akan menyadari kalau dia menginginkanku.Sudah jelas sekali kalau aku juga tidak mau berurusan dengan Vincent dan gerombolannya. Mereka membuatku merinding apalagi Xavier. Dia mengerikan, dan aku tidak ingin bertemu dengannya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status