Tiba-tiba aku merasa ruangannya menjadi sunyi senyap ketika Dean berjalan memasuki café dan berjalan ke arahku. Aku melihatnya seperti pertama kali aku melihatnya, pria yang luar biasa seksi yang menyebalkan yang membuatku ingin memukul dan menciumnya secara bersamaan. Harapan muncul begitu saja setelah aku bicara dengan Xavier. Aku bukan remaja yang mementingkan ego atau gengsiku, jika adalah sedikit saja celah di hatinya untukku, aku akan memperjuangkannya. Aku sudah memutuskan kalau dia adalah satu-satunya untukku.
“Kau terlihat berbeda,” Katanya, menatapku dari seberang meja.
Aku mengangkat bahuku dan menyeruput minumanku, menolak untuk menyadari kaus the devil made me do it yang aku kenakan atau jeans robek yang melekat di kakiku dengan ketat atau makeupku yang tegas. Ini adalah penampilanku untuk menyamar di tengah-tengah keramaian, karena kacamata dan topi baseball tidak pernah benar-benar berhasil. Sejauh ini berpenampilan s
Sore harinya aku bertemu dengan Sarah di rumahnya, karena dia yang selalu mewajibkanku untuk mengunjunginya setiap kali aku pulang ke Florida. Seolah aku tidak pernah mengunjunginya. Ketika aku sampai di rumahnya, aku langsung masuk dan menyamankan diriku sendiri di sofa ruang tengahnya seperti yang biasa aku lakukan jika berkunjung ke rumanya. “Well, kurasa beberapa hal memang tidak pernah berubah.”Aku berbalik, mataku membelalak ketika aku melihat Sarah. Rambutnya sekarang berwarna platinum yang terang dengan guratan pink dan biru di sela-selanya.“Kau menyukainya?” Katanya, mengibaskan rambutnya. “Maksudku kau sudah mewarnai rambutmu menyerupai stripers, akan lebih adil kalau aku mengubah rambutku juga.”Aku tertawa, menggelengkan kepalaku. “Yeah, aku bisa melihat apa yang kau maksud. Dan ini, sangat cocok untukmu.”“Benarkan? Aku juga berpikir seperti itu.” Dia menaruh kopi ya
Pukul dua belas tepat.Aku berdiri di depan gerbang masuk taman, dekat dengan air mancur yang besar, merinding karena udara dingin yang menembus jaketku. Aku menendang kerikil di dekat kaki hanya karena aku ingin menghabiskan waktu. Namun, Luke memiliki cara yang berbeda untuk menghabiskan waktunya. Dia mengisi pistolnya dan mematikan pengamannya. Yeah, aku tentang pistol karena setengah bagian dari karirku adalah berakting menggunakan pistol. Perbedaannya adalah milikku tidak berisi peluru. Aku merinding melihat mendengar suara peluru memasuki pistolnya dan semakin takut lagi jika dia terpaksa menggunakannya.“Aku ingin bilang kalau aku berterima kasih padamu. Sungguh, aku tidak akan bisa melakukan ini tanpamu.” Katanya setelah menyembunyikan pistolnya di balik punggungnya.“Apa senjata itu benar-benar diperlukan? Kau bisa mempercayai Dean.” Kataku menunjuk pada pistol yang dia sembunyikan.“Tidak ada salahnya selalu berhati
LIMA TAHUN KEMUDIANLos AngelesPonselku berdering begitu aku memasuki elevator. Aku berniat untuk mengabaikannya ketika aku melihat siapa yang menelponku, tapi hingga aku sampai di lantai apartemenku Sarah belum akan menyerah sampai aku menjawabnya.“Hai, Sarah. Bagaimana keponakan kesayanganku?” Sapaku.“Some friend you are,” Balas Sarah dengan kesal. “Mentang mentang karirmu semakin menanjak kau jadi jarang menelponku dan ketika kau menjawab kau langsung menanyakan kabar Henry dan bukannya kabarku.”Aku tertawa sambil berusaha membuka pintu apartemenku. Sarah memang penuh dengan omong kosong, aku hanya sekali pernah tidak menjawab teleponnya karena aku berada ditengah-tengah set dan aku tidak sadar kalau aku meninggalkan teleponku ada di trailer sampai proses syutingnya selesai. Aku juga tidak bisa menolong diriku sendiri kalau Henry – anaknya yang sekarang sudah berumur 4 tahun – adalah makhluk paling menggemaskan di dunia ini.“Kau tahu aku lebih mencintainya daripada kau,” Balas
“Apa hanya aku yang merasa kalau semua ini terasa mengerikan. Coba biar aku ulang lagi.” Aku memutar mataku, mengingat kejadian yang sama persis pernah terjadi padaku. Cahaya matahari terbenam menembus jendela kacaku dan aku menikmati kehangatannya di sofa dengan popcorn dan Netflix di televisi.Ayahku tidak salah. The deja vu is real.“Kau ingin aku menjadi pasanganmu, lagi? Di pernikahan Albert pula?” Aku mendengar ayahku menghela napas. “Aku sudah terlalu tua untuk ini.”“Ayolah, dad. Ini tidak seperti kita melakukan ini setiap hari. Apa aku perlu mengingatkanmu kalau aku akan terlihat seperti daging segar di sana jika aku datang sendirian.” Aku tahu kalau trik yang sama tidak akan berhasil. Aku memutar otakku mencoba memikirkan strategi yang bisa membuat ayahku luluh dengan permintaanku, karena ini hanya lewat telepon aku tidak bisa memberikannya puppy eyes. Lalu ide bagus melintas. “Kau
Waktu terasa aneh setelah itu. Beberapa menit setelah Dean muncul di depan pintuku waktu terasa terus berjalan maju sementara aku tidak bergerak sama sekali. Aku tidak ingat bagaimana aku bisa kembali duduk di sofaku tanpa jatuh dan mencium lantai. Aku tidak tahu sudah berapa kali aku mendengar Dean memanggilku tapi aku terus menatapnya seolah aku takut kalau yang aku lihat ini hanyalah mimpi, atau halusinasi, atau seseorang memasukkan halusinogen paling kuat ke dalam saluran udaraku dan aku sudah menghirupnya sepanjang malam dan efeknya baru terasa sekarang.Hei, setelah semua yang aku alami aku tidak akan mengabaikan pilihan terakhir itu.“Babe,” Panggilan itu akhirnya mengeluarkanku dari lubang yang aku ciptakan sendiri.Babe, huh? Aku menyukainya.Ketika aku akhirnya memperhatikannya, dia tersenyum. Senyum yang jarang sekali dia tampilkan dan rasa rindu yang melandaku seolah berubah menjadi gelombang tsunami yang berkali-
“Apa aku sudah bilang padamu kalau aku akan menikmati waktuku membuka gaun ini nanti?” Dean berbisik di telingaku saat kita berdansa dengan iringan “perfect” dari Ed Sheeran. Setelah upacara ikrar janji selesai, atrium dari Pazzo’s telah diubah menjadi surga romantis dengan lampu-lampu berkilauan, dimana kita semua memakan makanan terbaik dan wine teratas, dan sekarang aku berdansa dengan pacarku di lantai dansa.Aku tersenyum di samping pipinya. “Apa itu karena kau menyukai apa yang aku pakai atau karena kau membencinya?”“Aku tidak akan pernah bisa membenci apapun yang kau pakai, apalagi kalau kau tidak memakai apapun. Percaya padaku.”Klasik Dean. Aku memakai gaun a-line berwarna biru langit dengan garis leher yang rendah, atasan korsetku disulam dengan kristal dan payet yang dengan alami memudar ke rok tulle yang memiliki celah paha yang tinggi.Diseberang lantai dansa, aku melihat pasangan yang baru saja menikah berdansa dan tersenyum, tidak mempedulikan fakta kalau Alby adalah
Aku tidak bisa mundur begitu aku berada di kamar Albert.Meskipun aku mau tapi juga ragu-ragu - karena aku memang menginginkannya, itu sudah terlambat. Pintunya tidak berbunyi sedikitpun ketika aku menyelinap masuk. Jika aku mengenal diriku sendiri dengan baik, aku akan tersandung dan jatuh dengan teriakan dan penjaga di sekitar rumah - maksudku mansion - akan masuk ke dalam kamar dan menangkap ku yang hanya menggunakan gaun tidur yang tersertifikat sebagai pelacur seksi yang mencoba untuk mundur dari menggoda anak bos mereka. Mereka mungkin berpikir aku pembunuh bayaran yang akan membunuh Albert dalam tidurnya.Jangan jadi pengecut, Cass, aku berbicara dengan diriku sendiri. Mengedipkan mataku beberapa kali untuk menyesuaikan penglihatanku di tengah kegelapan. Kau menginginkannya, kau menginginkan ini.Mengambil napas yang dalam dan percaya diri. Aku melangkah ke salah satu sisi kasur king size nya. Di dala
Aku menghela napas lega begitu keluar dari mobil setelah sembilan jam penerbangan dari Washington ke Ełlona dimana Albert mengundang seluruh geng untuk menghabiskan libur musim panas. Mobil kami berhenti berhenti di depan rumah - setidaknya itu bagaimana Albert menyebutnya - yang bagiku terlihat seperti mansion dengan desain medieval dan dikelilingi lapangan hijau juga pepohonan.Aku, Sam, Sarah, dan Julian masuk ke dalam dengan mulut terbuka dan mata yang mengambil banyak sekali ornamen dan lukisan sejauh pandangan. Aku tidak terkejut jika Albert memiliki rumah seperti ini karena dia terlahir di keluarga terkaya di Eropa namun menjadi temannya dan melihat secara langsung terasa berbeda. Hal yang paling aku sukai di sini adalah chandelier nya. Aku seakan tidak bisa melepaskan pandanganku darinya."Ayo, ikut aku." Albert berkata pada kami untuk mengikutinya menaiki salah satu tangga kembar di depan kami.Setiap sudu
“Apa aku sudah bilang padamu kalau aku akan menikmati waktuku membuka gaun ini nanti?” Dean berbisik di telingaku saat kita berdansa dengan iringan “perfect” dari Ed Sheeran. Setelah upacara ikrar janji selesai, atrium dari Pazzo’s telah diubah menjadi surga romantis dengan lampu-lampu berkilauan, dimana kita semua memakan makanan terbaik dan wine teratas, dan sekarang aku berdansa dengan pacarku di lantai dansa.Aku tersenyum di samping pipinya. “Apa itu karena kau menyukai apa yang aku pakai atau karena kau membencinya?”“Aku tidak akan pernah bisa membenci apapun yang kau pakai, apalagi kalau kau tidak memakai apapun. Percaya padaku.”Klasik Dean. Aku memakai gaun a-line berwarna biru langit dengan garis leher yang rendah, atasan korsetku disulam dengan kristal dan payet yang dengan alami memudar ke rok tulle yang memiliki celah paha yang tinggi.Diseberang lantai dansa, aku melihat pasangan yang baru saja menikah berdansa dan tersenyum, tidak mempedulikan fakta kalau Alby adalah
Waktu terasa aneh setelah itu. Beberapa menit setelah Dean muncul di depan pintuku waktu terasa terus berjalan maju sementara aku tidak bergerak sama sekali. Aku tidak ingat bagaimana aku bisa kembali duduk di sofaku tanpa jatuh dan mencium lantai. Aku tidak tahu sudah berapa kali aku mendengar Dean memanggilku tapi aku terus menatapnya seolah aku takut kalau yang aku lihat ini hanyalah mimpi, atau halusinasi, atau seseorang memasukkan halusinogen paling kuat ke dalam saluran udaraku dan aku sudah menghirupnya sepanjang malam dan efeknya baru terasa sekarang.Hei, setelah semua yang aku alami aku tidak akan mengabaikan pilihan terakhir itu.“Babe,” Panggilan itu akhirnya mengeluarkanku dari lubang yang aku ciptakan sendiri.Babe, huh? Aku menyukainya.Ketika aku akhirnya memperhatikannya, dia tersenyum. Senyum yang jarang sekali dia tampilkan dan rasa rindu yang melandaku seolah berubah menjadi gelombang tsunami yang berkali-
“Apa hanya aku yang merasa kalau semua ini terasa mengerikan. Coba biar aku ulang lagi.” Aku memutar mataku, mengingat kejadian yang sama persis pernah terjadi padaku. Cahaya matahari terbenam menembus jendela kacaku dan aku menikmati kehangatannya di sofa dengan popcorn dan Netflix di televisi.Ayahku tidak salah. The deja vu is real.“Kau ingin aku menjadi pasanganmu, lagi? Di pernikahan Albert pula?” Aku mendengar ayahku menghela napas. “Aku sudah terlalu tua untuk ini.”“Ayolah, dad. Ini tidak seperti kita melakukan ini setiap hari. Apa aku perlu mengingatkanmu kalau aku akan terlihat seperti daging segar di sana jika aku datang sendirian.” Aku tahu kalau trik yang sama tidak akan berhasil. Aku memutar otakku mencoba memikirkan strategi yang bisa membuat ayahku luluh dengan permintaanku, karena ini hanya lewat telepon aku tidak bisa memberikannya puppy eyes. Lalu ide bagus melintas. “Kau
LIMA TAHUN KEMUDIANLos AngelesPonselku berdering begitu aku memasuki elevator. Aku berniat untuk mengabaikannya ketika aku melihat siapa yang menelponku, tapi hingga aku sampai di lantai apartemenku Sarah belum akan menyerah sampai aku menjawabnya.“Hai, Sarah. Bagaimana keponakan kesayanganku?” Sapaku.“Some friend you are,” Balas Sarah dengan kesal. “Mentang mentang karirmu semakin menanjak kau jadi jarang menelponku dan ketika kau menjawab kau langsung menanyakan kabar Henry dan bukannya kabarku.”Aku tertawa sambil berusaha membuka pintu apartemenku. Sarah memang penuh dengan omong kosong, aku hanya sekali pernah tidak menjawab teleponnya karena aku berada ditengah-tengah set dan aku tidak sadar kalau aku meninggalkan teleponku ada di trailer sampai proses syutingnya selesai. Aku juga tidak bisa menolong diriku sendiri kalau Henry – anaknya yang sekarang sudah berumur 4 tahun – adalah makhluk paling menggemaskan di dunia ini.“Kau tahu aku lebih mencintainya daripada kau,” Balas
Pukul dua belas tepat.Aku berdiri di depan gerbang masuk taman, dekat dengan air mancur yang besar, merinding karena udara dingin yang menembus jaketku. Aku menendang kerikil di dekat kaki hanya karena aku ingin menghabiskan waktu. Namun, Luke memiliki cara yang berbeda untuk menghabiskan waktunya. Dia mengisi pistolnya dan mematikan pengamannya. Yeah, aku tentang pistol karena setengah bagian dari karirku adalah berakting menggunakan pistol. Perbedaannya adalah milikku tidak berisi peluru. Aku merinding melihat mendengar suara peluru memasuki pistolnya dan semakin takut lagi jika dia terpaksa menggunakannya.“Aku ingin bilang kalau aku berterima kasih padamu. Sungguh, aku tidak akan bisa melakukan ini tanpamu.” Katanya setelah menyembunyikan pistolnya di balik punggungnya.“Apa senjata itu benar-benar diperlukan? Kau bisa mempercayai Dean.” Kataku menunjuk pada pistol yang dia sembunyikan.“Tidak ada salahnya selalu berhati
Sore harinya aku bertemu dengan Sarah di rumahnya, karena dia yang selalu mewajibkanku untuk mengunjunginya setiap kali aku pulang ke Florida. Seolah aku tidak pernah mengunjunginya. Ketika aku sampai di rumahnya, aku langsung masuk dan menyamankan diriku sendiri di sofa ruang tengahnya seperti yang biasa aku lakukan jika berkunjung ke rumanya. “Well, kurasa beberapa hal memang tidak pernah berubah.”Aku berbalik, mataku membelalak ketika aku melihat Sarah. Rambutnya sekarang berwarna platinum yang terang dengan guratan pink dan biru di sela-selanya.“Kau menyukainya?” Katanya, mengibaskan rambutnya. “Maksudku kau sudah mewarnai rambutmu menyerupai stripers, akan lebih adil kalau aku mengubah rambutku juga.”Aku tertawa, menggelengkan kepalaku. “Yeah, aku bisa melihat apa yang kau maksud. Dan ini, sangat cocok untukmu.”“Benarkan? Aku juga berpikir seperti itu.” Dia menaruh kopi ya
Tiba-tiba aku merasa ruangannya menjadi sunyi senyap ketika Dean berjalan memasuki café dan berjalan ke arahku. Aku melihatnya seperti pertama kali aku melihatnya, pria yang luar biasa seksi yang menyebalkan yang membuatku ingin memukul dan menciumnya secara bersamaan. Harapan muncul begitu saja setelah aku bicara dengan Xavier. Aku bukan remaja yang mementingkan ego atau gengsiku, jika adalah sedikit saja celah di hatinya untukku, aku akan memperjuangkannya. Aku sudah memutuskan kalau dia adalah satu-satunya untukku.“Kau terlihat berbeda,” Katanya, menatapku dari seberang meja.Aku mengangkat bahuku dan menyeruput minumanku, menolak untuk menyadari kaus the devil made me do it yang aku kenakan atau jeans robek yang melekat di kakiku dengan ketat atau makeupku yang tegas. Ini adalah penampilanku untuk menyamar di tengah-tengah keramaian, karena kacamata dan topi baseball tidak pernah benar-benar berhasil. Sejauh ini berpenampilan s
Cafénya sunyi dengan anak-anak sekolah sudah mulai libur untuk spring break, mereka yang biasanya mengunjungi area di sini semuanya sudah pergi untuk menikmati liburan mereka. Aku duduk di pojokan yang biasanya aku tempati jika jadwalku tidak begitu padat, menikmati suasana sambil meminum teh coklat mint yang hangat. Rasanya seperti peppermint yang segar, kaya akan rasa dan creamy secara bersamaan, sesuatu yang membuat Sarah meringis.Memikirkannya, aku jadi teringat saat terakhir kali aku dan Sarah kesini, dia masih mencoba menjodohkanku, good times. Aku menatap ke arah jam terdekat dan menghela napas. Mungkin Dean tidak akan dating. Aku bahkan tidak yakin apakah aku ingin bertemu dengannya. Aku tidak mendapatkan kabar apapun darinya semenjak telepon seminggu yang lalu, dan aku menghabiskan seluruh waktuku berkerja memikirkannya, yang membuatku banyak mendapatkan teriakan dari sutradaraku, mungkin lebih banyak dari apa yang aku dapatkan dala
Dua belas jam kemudian, aku duduk di depan televisi, wajahku terkubur di telapak tanganku, frustrasi, amarah, dan takut bergejolak di dalam perutku setelah aku kalah dengan diriku dan membuka isi amplop yang berisi flashdisk tentang apa yang Luke amati seminggu ini.Aku kewalahan dengan pikiranku sendiri. Aku berharap aku bisa mengabaikan ini, kalau setelah penculikan itu aku bisa kembali ke kehidupan lamaku sebelum aku datang ke Ellona dengan cepat dan tanpa rasa sakit – aku tidak memiliki niatan untuk berurusan dengan Dean atau krisis mentalnya lagi – tapi semua itu lebih mudah saat dikatakan saja dan bukannya benar-benar melakukannya. Deanlah yang tidak menginginkan aku dan aku tidak akan hidup di dalam bayangan kalau suatu hari dia akan menyadari kalau dia menginginkanku.Sudah jelas sekali kalau aku juga tidak mau berurusan dengan Vincent dan gerombolannya. Mereka membuatku merinding apalagi Xavier. Dia mengerikan, dan aku tidak ingin bertemu dengannya