"Papa mana Bi?" tanya Catherine pada asisten rumah tangga yang menyambutnya dan meraih barang belanjaan dari tangannya.
"Ada di kolam belakang Non, lagi kasih makan ikan koi," balas Bi Rani, asisten rumah tangga Catherine.
"Papa," panggil Catherine, menghampiri Papanya yang sedang memberi makan ikan koi-nya.
"Siapa Cath?" tanya Papa Ardi menatap lembut bocah laki-laki tersebut.
"Anak Cathy Pa," bisik Catherine tersenyum. Mendengar hal itu bukannya marah, Papa Ardi malah terkekeh, mencubit kembali Catherine.
"Ish, belum menikah sudah punya cucu sebesar ini, Papa rela Cath," kekeh Papa Ardi kembali, lalu menarik Catherine dan berbisik kembali, "Bisa kasih 11 lagi Cath, biar ramai rumah ini!'
"Ih Papa, kok minta sebelas lagi? Mau buat team sepakbola?" gemas Catherine menatap Papanya heran. Di luar sana mungkin, saat orangtua mendengar putrinya membawa anak tanpa menikah, akan di tendang dari rumahnya, dan di coret dari kartu keluarga mereka.
"Iya, team kesebelasannya kan belum ada, masih wasitnya doang," ucap Papa Ardi menatap bocah laki-laki tersebut, yang sedari tadi juga menatapnya.
"Sini sayang, kemari," panggil Papa Ardi. Keanu yang awalnya takut tidak di terima Papa Ardi pun mendekat, mengulurkan tangannya dan menyalim tangan Papa Ardi. Membuat Papa Ardi dan Catherine tersenyum melihat kesopanannya. Zaman sekarang sangat sulit menemukan anak kecil yang paham etika menyalim orangtua.
"Selamat sore Opa, perkenalkan nama saya Keanu Opa," ucapnya lagi, bibirnya bergetar menahan isak.
"Kenapa menangis sayang?" tanya Papa Ardi yang peka dengan raut Keanu yang akan menangis. Meletakkan pakan ikannya, dan melap tangannya dengan tissue basah di dekatnya, Papa Ardi mengelus rambut Keanu.
"Opa, tolong izinkan Keanu tinggal di sini ya. Tolong jangan usir Keanu, kalau di usir, Keanu ga tau mau bobo dimana," isaknya mengucapkan kalimat terakhirnya, tubuhnya bergetar saat ini.
"Loh,siapa yang mau usir Keanu, Opa malah senang kalau Keanu tinggal di sini. Ada yang nemenin Opa di rumah," imbuh Papa Ardi, menarik lembut Keanu dalam pelukannya. Mendengar perkataan Opa Ardi, Keanu semakin terisak. Bukan karena takut, justru bahagia di terima di keluarga yang hangat ini.
"Siapa yang ngupas bawang sih? Pedihnya sampai kesini!" gerutu Catherine memecah suasana dramatis di depannya.
"Lihat itu, Kakak kamu, hidungnya memerah, sudah besar masih cengeng," ucap Papa Ardi mencoba bercanda dengan Keanu, agar tidak terlalu sungkan dengannya."Kakak?' tanya Keanu bingung menunjuk Catherine pada Papa Ardi, Ardi yang melihatnya mengangguk.
"Bukan Tante ya?" tanyanya polos, membuat Papa Ardi tertawa, menatap Catherine. "Haha, masih muda kok di panggil Tante sih?" imbuh Papa Ardi, membuat Catherine kesal di ejek seperti itu.
"Panggil Kakak saja ya, Keanu. Kakak Catherine masih cocok di panggil Kakak kok, walaupun penampilannya seperti tante-tante!" kekeh Papa Ardi, membuat Catherine kesal, menghentakkan kakinya, masuk ke dalam rumah. Keanu yang merasa sedih di tinggal pun, mulai merembeskan air matanya.
"Keanu sama Papa saja di sini ya. Kita kasih makan koi dulu, mau?' tawar Papa Ardi, menarik Keanu duduk di sampingnya.
"Papa? Kenapa panggil Papa bukan Opa?" tanya Keanu penasaran. Papa Ardi yang mendengarnya tersenyum, dan kembali melempar beberapa pakan ikan di tangannya.
"Papa dari dulu ingin sekali punya anak laki-laki selain Kakakmu Catherine. Tapi Tuhan punya rencana lain ternyata," cerita Ardi mengingat mendiang istrinya.
"Mau panggil Papa atau Opa?" tawar Ardi menatap anak manis di depannya.
"Papa, Keanu belum pernah punya Papa," balas Keanu langsung memeluk Ardi."Papa, Papa, Papa, Papa, Papa," ucap Keanu berulang kali sambil terisak dalam pelukan Ardi.
Sungguh melihat Keanu dalam pelukan Papanya, Catherine tidak ada sedikitpun rasa cemburu. Terlebih gendang telinganya mendengar, Keanu belum pernah merasakan kasih sayang seorang Papa. Ternyata meninggalkan mereka berdua, adalah keputusan yang tepat.
Catherine terdiam menatap seseorang yang beberapa hari di kenalnya, duduk di ruang tamu sepagi ini.
"Sedang apa disini sepagi ini," Catherine bertanya dengan nada lembut, agar pria di depannya tidak tersinggung. Bagaimanapun Pria ini calon suami pilihan Papanya.
"Aku akan mengantarmu bekerja mulai hari ini, supaya kita terbiasa bersama setiap hari, sebelum pernikahan kita. Mau?" tawarnya langsung menggandeng tangan Catherine. Mau tak mau, Catherine mengikutinya, benar kata David, mereka harus sering terbiasa bersama.
"Mohon maaf menunggu," ucap Catherine memasuki ruang meeting. Catherine bernafas lega dia tidak terlambat masuk, meski nafasnya masih ngos-ngosan saat meletakkan tas dan laptopnya.
"Apa anda berlari dari rumah ke ruangan ini, Nona?" Catherine yang mengenali suara tersebut, mengangkat kepalanya, dan tergugu.
"Sedang apa, Arnold disini? Apa dia perwakilan dari Winston Corp?" batin Catherine memutus pandangannya.
"Iya Pak, sebagai ganti jogging pagi ini," balas Catherine tersenyum lalu memulai persiapan meeting pagi ini.
Hampir seharian Catherine meeting dengan Winston Corp, dan menyelesaikan meeting dengan kesepakatan yang saling menguntungkan kedua perusahaan.
"Catherine, kau akan pulang?" tanya Arnold yang melihat Catherine merapikan tas dan laptopnya. Catherine menatap asisten mereka masing-masing, lalu menatap Arnold kembali.
"Iya Pak, saya langsung pulang. Mari kami antar ke bawah Pak," balas Catherine membuat Arnold mengernyitkan dahinya dengan panggilan formal Catherine padanya. Sedangkan mereka sudah selesai meeting. Paham akhirnya, ada dua asisten yang menatap mereka berdua, Arnold mempersilahkan Catherine membimbing jalan mereka. Tetap terdiam selama di Lift sampai langkah mereka tiba di Lobby Kantor.
Arnold yang melihat David, melangkah ke arah Catherine pun, mengurungkan niatnya, untuk mengantar pulang Catherine. Tanpa menyapa Catherine dan David, Arnold segera melangkah menuju mobilnya.
"Kau sudah selesai?" tanya David tersenyum dan mencoba mengambil tas laptop Catherine. Dia akan membantu membawa Laptop tersebut sampai ke mobil. Catherine hanya mengangguk dan mengikut langkah David ke mobil.
"Kau lapar?" tanya David saat mendengar suara perut Catherine. Catherine yang sedang malu, kembali mengangguk dan menatap ke luar jendela mobil. Entah kenapa tiba-tiba perutnya, tidak beretika seperti ini.
"Kau mau makan dimana,Cath?" Catherine menoleh ke arah David yang mulai menyetir, dan berbaur dengan bisingnya kendaraaan lain di jalan.
"Punya rekomendasi?" imbuh Catherine menatap jalan lurus di depannya. Ada beberapa kendaraan yang sudah menyalip merekan. Catherine melihat kecepatan mobil dan menatap David tidak percaya, "Nenek-nenek saja bahkan lebih cepat mengemudi," ucapnya dalam hati.
"Aku suka dengan jawabanmu. Biasanya wanita selalu menjawab 'terserah' jika sedang ditanya," balas David tetap fokus menyetir.
"Baiklah biar aku yang menentukan tempat ya. Aku akan membawamu, ke tempat spesial. Karena ini Dinner pertama kita, Catherine!"
"Ini restoran yang kamu maksud?" "Ya, aku bahkan sering melihatmu makan di sini bersama Om disini.""Kau tahu," ucap David terhenti, membuat Catherine berhenti memotong daging rendangnya, dan menatap balik David."Sebelum kita di jodohkan, aku bahkan ingin mendekatimu lebih dulu.""Aku pernah 10 hari berturut-turut mendatangi restoran ini, berharap kita bertemu, kau tidak pernah datang lagi, sampai ayahku menyampaikan keinginannya menjodohkanku. Jujur Cath, aku marah dan menentang perjodohan ini, karena masih berharap bertemu denganmu. Tapi, aku berubah pikiran, saat Papaku mengirimkan fotomu. Luar biasa bahagia Cath! Aku bahkan minta Papa mengatur pertemuanku langsung denganmu sesegera mungkin. Itulah pertemuan kita di restoran. Aku menyukaimu Cath,' ucap David membuat Catherine terdiam."Besok aku jemput lagi ya, boleh?""David, bukannya tidak boleh. tapi besok aku akan ke lokasi proyek," ucap Catherine apa adanya. Memang benar dia akan ke proyek, bersama perwakilan Winston Corp,
Catherine menatap tak percaya dengan suasana cuaca dari balik jendela di kamarnya, angin menumbangkan beberapa pohon di sekitar penginapan mereka. Bahkan dua mobil rusak parah di timpa pohon tersebut. Sudah hampir 2 jam mereka semua di dalam penginapan ini. Tapi suasana bukannya membaik, malah semakin mencekam saja. Catherine berbalik dan menatap Arnold yang sudah terlelap sejak Papanya menghubungi tadi. "Cih, mudah sekali dia tertidur. Bahkan sangat lelap di tengah badai begini," ucap Catherine berusaha mencari signal lagi, sekedar ingin menonton berita update saat ini atau menonton drama historical China kesukaannya. Mencoba mengalihkan pikirannya dengan bermain game di ponselnya. Sudah beberapa menit memainkan gamenya, Catherine masih tetap belum fokus pada gamenya. Dirinya masih waspada, selama badai belum usai. "Ada apa dengan badai hari ini?" gumamnya sambil melanjutkan permainan gamenya Catherine terdiam dan menghentikan permainan gamenya sesaat saat tanah bergetar, Cat
Arnold mencoba membuka kelopak matanya, menyesuaikan sinar matahari yang masuk di pupil matanya. Berdiri dan membuka lebar gorden jendela kamarnya. Mencari Cathy yang tidak ada di dalam kamar, mengambil jaket dan keluar dari ruang kotak tersebut. Berjalan ke arah lobby, dan melihat Catherine mengulurkan tangannya menyentuh bulir hujan"Kenapa tidak bangunkan aku?""Aku hanya bosan saja, pengap dalam kamar," ucap Catherine berjalan ke sofa. "Kau sudah sarapan?""Baru saja.""Ck, gadis menyebalkan, bahkan sarapan sendirian!" sungut Arnold menatap Catherine."Setidaknya, aku membuatkanmu kopi hangat," ucap Catherine menunjuk cangkir diatas meja.Tersenyum melihat kopi yang dimaksud Catherine, Arnold mengambil posisi duduk di sebelah Catherine dan menyesap kopinya."Kita seperti pasangan honeymoon saja, ya!" Catherine mendelik mendengar Arnold berbicara begitu. "Hujan terus, kapan kita pulang?! Bosan!!" gerutu Catherine melihat hujan di luar lobby. Meneguk kopinya, Arnold tersenyum de
"Tunggu!" teriak seseorang menahan langkah Catherine, belum sempat Catherine berbalik, tangannya sudah ditarik seseorang. Melepaskan tangannya, Catherine menatap bingung Arnold."Apa yang kau lakukan? Bukannya, harusnya makan siang bersama mereka?""Oh come on, kau saja lari dari makan siang itu, kenapa aku harus ikut? Kalau kau tidak ikut makan, lalu wajah siapa yang aku tatap Cath!""Dasar Gila!""Iya, kan gila karenamu,Cath!" balas Arnold menaikturunkan kedua alisnya, lalu menarik lembut tangan Jill ke dalam mobilnya. Arnold mencoba menarik nafasnya, saat Catherine kesal menatapnya."Cath, kau kesal masalah pernikahanku?"Arnold, duduk dan belum menjalankan mesin mobilnya. Menarik tangan Cath, dan mengecupnya, "Kau ingat, pertemuan kita di Taman? Di situ, setelah mengenalmu, aku pulang, menemui Mamaku, agar membatalkan rencana pernikahan kami. Tapi mamaku menolak, merasa Audrey, gadis yang baik. Aku sudah tunjukkan bukti k
Pagi ini, Catherine menerima telepon dari Rumah Sakit, yang menginformasikan Papanya sudah membaik, dan akan di pindahkan ke ruangan perawatan. Catherine berdoa dan mengucap syukur karena Tuhan sudah menjawab doanya. Segera, bergegas bersiap-siap menuju rumah sakit.Sedikit berlari menuju salah satu, ruangan VIP di lantai 6, menggandeng tangan Keanu. "Keanu, ingat pesan Dokter tadi malam?" tanya Catherine menunduk."Nggak boleh cengeng kalau ketemu Papa, Kak." Keanu tersenyum menatap Catherine, yang sedang mengelus kepalanya."Anak pintar, adiknya siapa sih?" Catherine mencubit gemas Keanu, yang tertawa dengan ulahnya."Papa.....," sapa Keanu dan Catherine saat membuka pintu. Melihat Papa Ardi, yang tersenyum menyambut mereka. "Papa sakit apa?" Keanu yang sudah berjanji tidak menangis pun, berusaha menahan isaknya."Ish, siapa bilang Papa sakit? Dokter? Ck, jangan percaya Dokter sayang, Papa cuman kurang tidur saja!" balas Ardi memeluk Keanu dan Catherine."Kalau kurang tidur,
Pagi ini, Dinda datang kembali ke rumah sakit tanpa Rosa. Membawa bekal, untuk Papi Ardi dan Dokter cintanya. Melewati pusat informasi, Dinda berhanti, dan menanyakan letak ruang Aiden, dan jadwal kunjungan ke ruangan Papinya.Bersiul dengan riang, sampai di ruangan Papinya, menyapa Papinya dan Catherine dengan semangat."Papinya Dinda, yang paling tampan di kamar ini, apa kabar?" gurau Dinda, meletakkan menu bekalnya, dan memberikan satu bekal buat Catherine ."Ck, yah pasti paling tampan, pria sendiri di sini," cibir Catherine menerima bekal tersebut. Tidak membalas cibiran Catherine, lalu mengambil kursi duduk di sebelah Papinya. Senyum Dinda mengembang, saat pintu kamar di ketuk, dan melihat Dokter cintanya datang."Pi, Dinda udah cakep belum?" bisik Dinda, dan diangguk Ardi menahan senyum. Dinda berdiri langsung, dan mempersilahkan Dokter tersebut memeriksa Papinya lebih dulu."Keadaan Pak Ardi semakin membaik, nanti saya jadwalkan untuk kemot
Aiden mendorong pelan Dinda, menatap tajam gadis kurang ajar di depannya ini. Berani sekali menyentuhnya! Maju dan menarik kasar Dinda, lalu membuka pintunya. "Keluarlah, dan jangan muncul lagi di depanku!" geram Aiden kesal. "Aiden, itu first kissku, jangan lupakan,manisnya!" pesan Dinda mengganjal pintu dengan kakinya. "Singkirkan kakimu!" "Sepertinya aku akan bermimpi indah malam ini," ucap Dinda mendorong pintu kuat, dan segera mengecup pipi Aiden kembali, lalu kabur sebelum Aiden marah. Lima hari sejak kejadian itu, Dinda tidak pernah lagi bertemu dengan Aiden, karena pekerjaannya yang sedang overload. Menatap tumpukan sketsa wedding dress di depannya. "Ck, sepertinya aku hanya membuatkan gaun untuk orang lain saja. Entah, kapan bisa merancang untuk gaunku sendiri." Mengambil ponsel dan membaca pesan masuk di salah satu aplikasinya. Mengetik beberapa kata, lalu mengirimnya, "Naik saja ke lantai 2, pintu mer
Belum beranjak dari posisinya, Arnold masih menatap emosi, pintu ruangan, tempat Papa dirawat saat ini. Tidak rela, wanita yang di cintainya, menikahi pria lain, Arnold berdiri dan memutuskan akan meminta putrinya baik-baik sebagai pendampingnya.Berjalan dengan percaya diri, Arnold terkejut, melihat seseorang yang sudah lama, tidak pulang ke rumah, Kakaknya Aiden. Mencoba berpikir, untuk apa masuk ruangan tersebut? Sedangkan dia, belum pernah memberitahukan siapa pun, tentang Catherine. Aiden kan Spesialis kanker? Apa Papanya Catherine, punya penyakit kanker? Tidak ingin menebak-nebak, Arnold akan memastikan dulu, pada Kakaknya. Duduk menunggu, tidak jauh dari kamar pasien.Melihat Aiden keluar dari kamar tersebut, Arnold mengikuti langkah Aiden, menuju ruangannya. Tanpa mengetuk pintu, Arnold langsung masuk, dan duduk di depan Aiden, yang terkejut."Sedang apa kau disini?" tanya Aiden heran. Adiknya ini, bukan tipekal orang, yang memiliki banyak wa
Keanu, sangat gembira menyambut kepulangan Papanya. Melompat-lompat kegirangan, saat Ardi turun dari mobil, langsung memeluknya erat."Welcome Home Papa," bisik Keanu saat memeluk Papanya, dan menuntun Ardi, duduk di sofa."Ck, adik lu, manis banget, sumpah!" ucap Dinda, berjalan dan duduk di sebelah Ardi."Pi, kalau kontrol nanti biar sama aku aja ya?" tawar Dinda melirik Catherine, berdecak padanya."Nggak, biar Papa gwa yang antar, kalau lu yang antar, takutnya di bawa kemana-mana lagi!""Cih, anak Papi, ih....., pelit banget sih!""Ya udah, nanti kalian berdua saja yang antar Papa," balas Ardi, membuat girang Dinda. Setidaknya, ada alasan bagi Dinda, bertemu Dokter cintanya! Melihat waktu di jamnya, Dinda segera pamitan kembali ke Boutiquenya."Keanu ikut juga ya Pa?" bujuk Keanu, menatap kepergian Dinda."Jangan Keanu, rumah sakit nggak baik buat anak-anak." Ardi mengelus rambut dan memberi pengertian buat Kean
Belum beranjak dari posisinya, Arnold masih menatap emosi, pintu ruangan, tempat Papa dirawat saat ini. Tidak rela, wanita yang di cintainya, menikahi pria lain, Arnold berdiri dan memutuskan akan meminta putrinya baik-baik sebagai pendampingnya.Berjalan dengan percaya diri, Arnold terkejut, melihat seseorang yang sudah lama, tidak pulang ke rumah, Kakaknya Aiden. Mencoba berpikir, untuk apa masuk ruangan tersebut? Sedangkan dia, belum pernah memberitahukan siapa pun, tentang Catherine. Aiden kan Spesialis kanker? Apa Papanya Catherine, punya penyakit kanker? Tidak ingin menebak-nebak, Arnold akan memastikan dulu, pada Kakaknya. Duduk menunggu, tidak jauh dari kamar pasien.Melihat Aiden keluar dari kamar tersebut, Arnold mengikuti langkah Aiden, menuju ruangannya. Tanpa mengetuk pintu, Arnold langsung masuk, dan duduk di depan Aiden, yang terkejut."Sedang apa kau disini?" tanya Aiden heran. Adiknya ini, bukan tipekal orang, yang memiliki banyak wa
Aiden mendorong pelan Dinda, menatap tajam gadis kurang ajar di depannya ini. Berani sekali menyentuhnya! Maju dan menarik kasar Dinda, lalu membuka pintunya. "Keluarlah, dan jangan muncul lagi di depanku!" geram Aiden kesal. "Aiden, itu first kissku, jangan lupakan,manisnya!" pesan Dinda mengganjal pintu dengan kakinya. "Singkirkan kakimu!" "Sepertinya aku akan bermimpi indah malam ini," ucap Dinda mendorong pintu kuat, dan segera mengecup pipi Aiden kembali, lalu kabur sebelum Aiden marah. Lima hari sejak kejadian itu, Dinda tidak pernah lagi bertemu dengan Aiden, karena pekerjaannya yang sedang overload. Menatap tumpukan sketsa wedding dress di depannya. "Ck, sepertinya aku hanya membuatkan gaun untuk orang lain saja. Entah, kapan bisa merancang untuk gaunku sendiri." Mengambil ponsel dan membaca pesan masuk di salah satu aplikasinya. Mengetik beberapa kata, lalu mengirimnya, "Naik saja ke lantai 2, pintu mer
Pagi ini, Dinda datang kembali ke rumah sakit tanpa Rosa. Membawa bekal, untuk Papi Ardi dan Dokter cintanya. Melewati pusat informasi, Dinda berhanti, dan menanyakan letak ruang Aiden, dan jadwal kunjungan ke ruangan Papinya.Bersiul dengan riang, sampai di ruangan Papinya, menyapa Papinya dan Catherine dengan semangat."Papinya Dinda, yang paling tampan di kamar ini, apa kabar?" gurau Dinda, meletakkan menu bekalnya, dan memberikan satu bekal buat Catherine ."Ck, yah pasti paling tampan, pria sendiri di sini," cibir Catherine menerima bekal tersebut. Tidak membalas cibiran Catherine, lalu mengambil kursi duduk di sebelah Papinya. Senyum Dinda mengembang, saat pintu kamar di ketuk, dan melihat Dokter cintanya datang."Pi, Dinda udah cakep belum?" bisik Dinda, dan diangguk Ardi menahan senyum. Dinda berdiri langsung, dan mempersilahkan Dokter tersebut memeriksa Papinya lebih dulu."Keadaan Pak Ardi semakin membaik, nanti saya jadwalkan untuk kemot
Pagi ini, Catherine menerima telepon dari Rumah Sakit, yang menginformasikan Papanya sudah membaik, dan akan di pindahkan ke ruangan perawatan. Catherine berdoa dan mengucap syukur karena Tuhan sudah menjawab doanya. Segera, bergegas bersiap-siap menuju rumah sakit.Sedikit berlari menuju salah satu, ruangan VIP di lantai 6, menggandeng tangan Keanu. "Keanu, ingat pesan Dokter tadi malam?" tanya Catherine menunduk."Nggak boleh cengeng kalau ketemu Papa, Kak." Keanu tersenyum menatap Catherine, yang sedang mengelus kepalanya."Anak pintar, adiknya siapa sih?" Catherine mencubit gemas Keanu, yang tertawa dengan ulahnya."Papa.....," sapa Keanu dan Catherine saat membuka pintu. Melihat Papa Ardi, yang tersenyum menyambut mereka. "Papa sakit apa?" Keanu yang sudah berjanji tidak menangis pun, berusaha menahan isaknya."Ish, siapa bilang Papa sakit? Dokter? Ck, jangan percaya Dokter sayang, Papa cuman kurang tidur saja!" balas Ardi memeluk Keanu dan Catherine."Kalau kurang tidur,
"Tunggu!" teriak seseorang menahan langkah Catherine, belum sempat Catherine berbalik, tangannya sudah ditarik seseorang. Melepaskan tangannya, Catherine menatap bingung Arnold."Apa yang kau lakukan? Bukannya, harusnya makan siang bersama mereka?""Oh come on, kau saja lari dari makan siang itu, kenapa aku harus ikut? Kalau kau tidak ikut makan, lalu wajah siapa yang aku tatap Cath!""Dasar Gila!""Iya, kan gila karenamu,Cath!" balas Arnold menaikturunkan kedua alisnya, lalu menarik lembut tangan Jill ke dalam mobilnya. Arnold mencoba menarik nafasnya, saat Catherine kesal menatapnya."Cath, kau kesal masalah pernikahanku?"Arnold, duduk dan belum menjalankan mesin mobilnya. Menarik tangan Cath, dan mengecupnya, "Kau ingat, pertemuan kita di Taman? Di situ, setelah mengenalmu, aku pulang, menemui Mamaku, agar membatalkan rencana pernikahan kami. Tapi mamaku menolak, merasa Audrey, gadis yang baik. Aku sudah tunjukkan bukti k
Arnold mencoba membuka kelopak matanya, menyesuaikan sinar matahari yang masuk di pupil matanya. Berdiri dan membuka lebar gorden jendela kamarnya. Mencari Cathy yang tidak ada di dalam kamar, mengambil jaket dan keluar dari ruang kotak tersebut. Berjalan ke arah lobby, dan melihat Catherine mengulurkan tangannya menyentuh bulir hujan"Kenapa tidak bangunkan aku?""Aku hanya bosan saja, pengap dalam kamar," ucap Catherine berjalan ke sofa. "Kau sudah sarapan?""Baru saja.""Ck, gadis menyebalkan, bahkan sarapan sendirian!" sungut Arnold menatap Catherine."Setidaknya, aku membuatkanmu kopi hangat," ucap Catherine menunjuk cangkir diatas meja.Tersenyum melihat kopi yang dimaksud Catherine, Arnold mengambil posisi duduk di sebelah Catherine dan menyesap kopinya."Kita seperti pasangan honeymoon saja, ya!" Catherine mendelik mendengar Arnold berbicara begitu. "Hujan terus, kapan kita pulang?! Bosan!!" gerutu Catherine melihat hujan di luar lobby. Meneguk kopinya, Arnold tersenyum de
Catherine menatap tak percaya dengan suasana cuaca dari balik jendela di kamarnya, angin menumbangkan beberapa pohon di sekitar penginapan mereka. Bahkan dua mobil rusak parah di timpa pohon tersebut. Sudah hampir 2 jam mereka semua di dalam penginapan ini. Tapi suasana bukannya membaik, malah semakin mencekam saja. Catherine berbalik dan menatap Arnold yang sudah terlelap sejak Papanya menghubungi tadi. "Cih, mudah sekali dia tertidur. Bahkan sangat lelap di tengah badai begini," ucap Catherine berusaha mencari signal lagi, sekedar ingin menonton berita update saat ini atau menonton drama historical China kesukaannya. Mencoba mengalihkan pikirannya dengan bermain game di ponselnya. Sudah beberapa menit memainkan gamenya, Catherine masih tetap belum fokus pada gamenya. Dirinya masih waspada, selama badai belum usai. "Ada apa dengan badai hari ini?" gumamnya sambil melanjutkan permainan gamenya Catherine terdiam dan menghentikan permainan gamenya sesaat saat tanah bergetar, Cat
"Ini restoran yang kamu maksud?" "Ya, aku bahkan sering melihatmu makan di sini bersama Om disini.""Kau tahu," ucap David terhenti, membuat Catherine berhenti memotong daging rendangnya, dan menatap balik David."Sebelum kita di jodohkan, aku bahkan ingin mendekatimu lebih dulu.""Aku pernah 10 hari berturut-turut mendatangi restoran ini, berharap kita bertemu, kau tidak pernah datang lagi, sampai ayahku menyampaikan keinginannya menjodohkanku. Jujur Cath, aku marah dan menentang perjodohan ini, karena masih berharap bertemu denganmu. Tapi, aku berubah pikiran, saat Papaku mengirimkan fotomu. Luar biasa bahagia Cath! Aku bahkan minta Papa mengatur pertemuanku langsung denganmu sesegera mungkin. Itulah pertemuan kita di restoran. Aku menyukaimu Cath,' ucap David membuat Catherine terdiam."Besok aku jemput lagi ya, boleh?""David, bukannya tidak boleh. tapi besok aku akan ke lokasi proyek," ucap Catherine apa adanya. Memang benar dia akan ke proyek, bersama perwakilan Winston Corp,