Euggghhh
Aku merasakan sakit di dahi, rasa sakit dan pusing secara tiba-tiba terasa olehku. Belum lagi luka-luka gigitan dari kelelawar yang memenuhi tubuhku saat ini, seketika sekujur tubuhku berdarah. Hingga kaus dalam yang berwarna putih kini terlihat banyak sekali noda berwarna merah yang muncul di beberapa bagian.
Di depanku terlihat empat sosok anak kecil berwarna hitam pekat yang berdiri tepat di depanku, mereka tiba-tiba datang dan menundukan kepala padaku saat itu juga, empat sosok anak kecil berwarna hitam legam di sekujur tubuhnya.
Meskipun mereka semua hampir sama, namun mereka mempunyai ciri masing-masing, yaitu luka goresan kecil yang letaknya berbeda beda. Ada luka goresan di kepala, kaki, badan, dan tangan.
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia WARUNG TENGAH MALAM ya Vote dan Komen bintang lima ya supaya saya masih tetap semangat untuk uploab bab terbaru Di persiapkan untuk bab selanjutnya ya, karena setelah bab ini akan sedikit panjang. mengingat ini final nya di kasus kalong wewe ini. terima kasih.
Debu-debu itu perlahan menghilang, dan menyisakan beberapa bongkahan batu besar dan beberapa stalaktit gua yang berceceran dimana-mana. Aku yang masih duduk untuk menahan rasa sakit yang semakin lama semakin tak tek tertahankan hanya bisa melihat sosok yang muncul secara tiba-tiba dihadapanku yang sedang kesakitan ini. Kala, dengan santainya datang dari atas, dengan sengaja merobohkan langit-langit ruangan itu dan berdiri di antara reruntuhan yang dia hancurkan. Dia hanya menepuk-nepuk pundaknya, mencoba menghilangkan debu-debu tipis yang menempel pada tubuhnya, Seperti tidak ada rasa sakit yang dia rasakan ketika dia memaksa masuk ke dalam ruangan ini, dengan menghancurkan langit-langit ruangan untuk memaksakan masuk ke dalam. Dia hany
“Kau ambil anak yang kamu cari-cari selama ini, namun sisanya kamu berikan kepadaku sebagai tumbal. ”“Dan gantinya, aku akan membuka tubuhmu untuk menampung lebih banyak para makhluk yang siap sedia membantumu ketika kamu kesulitan. ”“Hingga nantinya kamu akan menjadi Jawara, dan tidak akan ada yang berani menentangmu apabila kamu pergi dari Kampung Sepuh. ”Kala kemudian berdiri, lalu tanganya direntangan. dia seperti sedang menyombongkan dirinya sendiri di depanku.“Kamu akan tidak terkalahkan jang, tidak akan ada yang berani untuk menyentuhmu. manusia ataupun mahluk yang sama sepertiku. Apabila kamu di sakiti, kamu bisa mengirim para mahluk yang ada dalam tubuhmu untuk menyerang manusia itu.”
Sinar cahaya bulan yang menerangi Leuwi Jurig pada malam itu terlihat lebih terang menyinari ku dan Pak Asep, serta anak-anak yang masih terbaring di tanah di dekat gua. Pak Asep langsung berlari ke arahku, dan langsung memangku Oha oleh kedua tanganya, air matanya pecah. Anak yang selama ini dia cari-cari kini dia temukan, meskipun harus membutuhkan usaha yang berlebih. Rasanya seperti mimpi, mimpi yang menjadi kenyataan. Meskipun awalnya ragu akan hal itu Namun Pak Asep yakin, hingga dia memutuskan keluar pada malam hari dan menemuiku yang sedang berada di warung. “Ohaaaaa, syukurkan kamu baik-baik saja Oha! Bapak takut kamu kenapa-kenapa, bapak takut tidak bisa bertemu kamu lagi nak! Hiks hiks,
“Coba bantu sebrangkan anak-anak dulu, didampingi aja sambil berenang melewati sungai dengan berpegangan ke tali tambang yang sudah ada, ” Kata Aki Karma berteriak kepada ku dan Pak Asep yang sedang ada di sana. Beberapa dari warga malah sudah mendatangiku dengan membawa baju, handuk, termos kecil yang isinya teh manis hangat dan makanan yang ditutup oleh plastik dan diikatkan ke tali tambang supaya tidak tenggelam. Mereka berenang sambil membawa barang-barang tersebut agar aku dan Pak Asep tidak kedinginan lagi, dan anak-anak yang kini baru sadar dan tidak mengetahui apa yang terjadi ditenangkan oleh Pak Asep yang ada di sana. Mereka seketika menangis tersedu-sedu, karena tidak mengetahui apa yang terjadi. Mereka hanya tahu ketika diba
Kampung Sepuh siang ini terlihat ramai, banyak warga yang berkumpul di rumahku karena satu sebab, Anak-anak yang kemarin hilang kini sudah ditemukan. Dan ketika anak-anak itu diselamatkan dan dibawa ke warung oleh para warga kampung.Aki Karma memerintahkan Mang Darman untuk memberitahukan Pak Caca akan hal ini ke Kampung Parigi, sehingga para orang tua yang merasa kehilangan anaknya kini datang untuk menjemput mereka.“Jangg, hatur nuhun pisan, atos mendakan putra abi! (Jang, terima kasih banyak, sudah menemukan anak ku!)”Seorang Ibu-ibu dari Kampung Parigi menangis histeris dan berterima kasih kepadaku ketika menemukan anaknya yang selamat, mereka memeluk anak-anak mereka masing-masing. Bahkan ada Bapak dari anak-anak itu se
Gunung Sepuh, Gunung yang menjulang tinggi. Menutupi cahaya matahari pagi yang muncul ketika pagi hari muncul di Kampung Sepuh, gunung yang berjajar dengan rapi, bersanding dengan gunung-gunung lainnya hingga ke ujung Selatan Jawa. Namun ada yang spesial dari Gunung Sepuh ini, tidak seperti gunung-gunung yang sering di daki seperti Gunung Cikuray, Papandayan, bahkan gunung Patuha. Gunung Sepuh sama sekali tidak memperbolehkan pengunjung untuk datang dan mendaki hingga ke puncak. Karena tidak ada fasilitas yang memadai hingga ke atas sana, tidak ada pos penjagaan di bawah gunung. Yang dijadikan tempat untuk kita daftar sebagai pendaki. Bahkan, selama mendaki ke puncak Gunung Sepuh, tidak ada pos-pos di setiap jalur pendakian, yang menjadi tempat berhenti dan beristirahat. Layaknya gunung-gunung yang lain di Jawa Barat.
Sebuah jalan setapak kecil yang masuk ke dalam hutan. Dengan pohon-pohon yang rindang dan lebat di kedua sisinya. Jalanan yang nampaknya sudah lama sekali digunakan oleh manusia untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh yang lebat ini. Sehingga, terlihat banyaknya daun-daun kering yang menutupi jalan itu, yang saling bertumpuk satu sama lain hingga menutupi jalan. Pohon-pohon yang menutupi cahaya dari matahari yang masuk ke dalam gunung itu terlihat menjulang tinggi ke atas. Jalan ini adalah jalan yang sama, ketika dilewati oleh Adriaan dan pengawalnya ketika membabat hutan untuk menjadikannya kebun teh beberapa puluh tahun yang lalu. Dan kini, jalanan ini tertutup, dengan tulisan papan 'DILARANG MASUK! ' berwarna merah yang kini sudah memudar. Entah siapa yang membuat tulis
Rumah dan warung di sore ini tampak sepi, setelah aku berbicara perihal gelang ini kepada Ibu. Ibu tampaknya tidak mengetahui secara detail tentang gelang yang aku pakai, dia hanya tahu sekilas bahwa gelang itu diberikan oleh orang tuanya kepada Bapak. Untuk senantiasa membantu urusan tentang perjanjian warung semasa dia hidup.Namun tampaknya hal itu tidak pernah berhasil diwujudkan oleh Bapak hingga dia meninggal, beberapa kali Bapak mencoba gelang tersebut. Namun ketika dipaksakan, muncul sebuah rasa sakit yang teramat dalam yang terasa oleh tubuh Bapak.Sepertinya badan Bapak menolak gelang itu mentah-mentah, dan hingga akhir hayatnya. Bapak belum bisa memakai gelang yang sedang aku pakai ini, hingga dia menitipkannya padaku saat berada di alam bawah sadarnya.
Waktu semakin malam, aku dan Iman kini berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh menuju warung. Sekarang para warga bisa berjalan dengan santainya pada malam hari, bahkan tanpa bantuan senter sekalipun, karena baru beberapa bulan yang lalu jalanan Kampung Sepuh dipasangin lampu jalan bertenaga surya untuk penerangan. Ya siapa lagi kalau ada andil Pak Ardi di dalamnya, Pak Ardi benar-benar ingin merubah Kampung Sepuh agar bisa disamakan dengan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Sehingga apapun yang dia lakukan agar Kampung Sepuh bisa terlihat lebih modern dan bisa diterima oleh masyarakat yang masih menganggap Kampung Sepuh itu adalah Kampung Keramat. Ketika aku sampai, rupanya Ujang sudah duduk di depan warung. dengan aura yang kini tampak berbeda dari yang aku temui di siang hari. Aku yang baru sampai dipersilakan untuk duduk dan bersila, dan akupun secara tidak sadar mengikuti apa yang dia perintahkan. “Aku akan menunjukan A Sidik sesuatu.
Obrolan yang sangat panjang di depan warung tersebut membuatku terkesima, oleh cerita-cerita Ujang yang dia dapatkan dari pengalamannya sendiri ataupun dari para warga yang mengalami kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi di Kampung Sepuh ini.Setelah perjanjian yang mengikat mereka terputus, para warga mulai beradaptasi kembali dengan suasana malam. Dan sekarang mereka sudah terbiasa dengan malam hari di Kampung Sepuh yang kini sedang aku kunjungi.Disana pula aku mendapatkan beberapa cerita yang tidak aku tulis dalam cerita, cerita-cerita yang menyeramkan terutama ketika menyangkut Ujang pada masa kecil dengan mitos-mitos dan pantangan-pantangan yang ada di sekitar mereka.Pulau Jawa bagian selatan masih penuh misteri, dengan landscape pegunungan yang membentang hingga ke Pantai Selatan. Membuatnya banyak mitos dan kejadian-kejadian yang diluar nalar, yang sering kali bersinggungan dengan manusia yang hidup di dalamnya.Dan bagiku, itu adalah penga
Sebuah warung kecil, yang awalnya aku tuangkan dalam Kata-kata yang menjadi cerita hingga saat ini. Kini aku lihat sendiri bentuknya, sebuah warung yang dulunya hanya berada dalam imajinasiku sendiri. Kini, aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.Bekas-bekas runtuhnya warung yang aku ceritakan masih tersisa, dengan banyaknya genteng-genteng yang rusak karena hangus terbakar disusun dan disimpan di rumah Ujang. Warung itu tampak baru, karena setelah kejadian yang menimpa Ujang. Pak Ardi dan para warga sepakat membangun kembali warung tersebut.Warung yang kini aku lihat ini, adalah salah satu point utama dalam ceritaku. Dimana, banyak kejadian yang silih berganti muncul dan harus di hadapi oleh Ujang dan warga Kampung Sepuh.“Kang!” Kataku sambil berdiri dan menyapa Ujang yang mendekatiku.Ujang hanya tersenyum, sifatnya yang agak pendiam terlihat jelas olehku. Ujang tidak setampan atau setinggi orang-orang yang menjadi karakter utama di da
“Dik, rumah orang tua kamu dimana sih, aku dah nungguin di Alf*mart deket rumah kamu. ” Sebuah text W* tiba-tiba muncul di HP ku pada pagi itu. Dan ketika aku baca, ternyata Iman sudah sampai di Ciwidey tempat dimana orang tua ku tinggal. Hari ini adalah hari minggu di akhir Februari. Dan pada hari ini, aku sengaja mengosongkan jadwalku untuk berkunjung ke Kampung Sepuh bersama dengan Iman, anak dari Mang Rusdi yang kini bekerja di tempat yang sama denganku. Aku berkunjung ke Kampung Sepuh, semata-mata untuk bersilaturahmi kepada semua warga yang ada disana. Karena sudah memberiku izin untuk membuat cerita tentang mereka, termasuk dengan segala yang terjadi di dalamnya. Iman dan Mang Rusdi adalah dua orang yang namanya sama dengan cerita yang aku buat. Sedangkan sisanya, aku sengaja memberi nama baru. Dan itu sudah sesuai dengan kesepakatan mereka ketika aku membuat cerita ini. “Ok, tunggu nanti aku kesana, beli aja makanan ama minuman buat ol
Kini,Semuanya kembali normal, Tidak semua orang tahu akan cerita ini. Bahkan hanya beberapa orang yang aku percaya yang mengetahui tentang apa yang terjadi tentang pertarunganku dan Kala pada saat itu.Karena apabila aku bercerita kepada semua orang, pasti banyak orang yang tidak percaya. Karena menganggap itu hanyalah fantasi dan ilusi semata dari seseorang yang kehilangan kakinya di Gunung Sepuh.Namun, berbeda dengan Mang Rusdi dan Mang Darman. Yang kini sering kali menghabiskan waktunya untuk menemaniku di dalam warung, bahkan istri Mang Rusdi sering kali membantuku di rumah untuk sekedar membersihkan rumah dan memastikan aku bisa makan dengan lahap di hari itu.Karena mereka sadar, aku kini hanya sendirian di Kampung Sepuh. Sudah tidak ada lagi orang tua yang menjadi panutanku saat ini. Sehingga mereka secara sukarela membantuku dan menganggapku sebagai bagian dari keluarga mereka yang tidak boleh mereka abaikan.“Mang, nongkrong wae di
Dua minggu kemudian.Warung yang sudah hancur akibat aku bakar, kini kembali berdiri. Lengkap dengan etalase yang sudah diperbaiki dan barang-barang yang dagangan yang mengisi penuh etalase dan rak-rak dagangan di warungku ini.Dan suasana sore hari yang penuh dengan hilir mudik warga kampung yang pulang dari sawah dan ladang terlihat olehku yang kini menjaga lagi warung yang sudah aku buat kembali bersama para warga dengan bantuan modal dari Pak Ardi.Aku seperti biasa kini sedang duduk dan bercengkrama dengan Mang Rusdi dan Mang Darman yang baru pulang dari berkeliling kampung untuk berdagang. Canda dan tawa menghiasi obrolan-obrolan tersebut karena sesekali Mang Darman berceloteh dan bercanda atas apa yang dia lakukan.Mereka berdua sudah mengetahui kejadian yang menimpaku di tempat itu, bahkan pertarungan ku dengan Kala di Gunung Sepuh. Dan itu membuat mereka tercengang karena mereka tidak mengetahui bahwa ada makhluk yang seperti itu di Gunung Sepuh.
Aku kembali berdiri, di tengah-tengah hamparan rerumputan yang luas. Dengan salah satu pohon besar yang ada di puncak yang terlihat olehku dari kejauhan. Rerumputan itu kini tampak lebih hijau dari sebelumnya, dan tidak terlihat lagi ilalang-ilalang yang tinggi menjulang hingga menutupi badanku saat itu. Panas yang terik, dengan angin segar yang berhembus dari pegunungan membuatku merasakan suatu perasaan yang sangat lega. Entah mengapa. Hatiku kini terasa sangat tenang ketika berada di tempat ini. Aku pun berjalan, melewati rerumputan tersebut dengan kakiku yang tidak memakai alas kaki sama sekali. Mencoba untuk berjalan dan duduk kembali di pohon besar yang berdiri di tengah-tengah rerumputan di atas sana. Jalanan yang kulalui sangat begitu mulus, tidak ada serangga-serangga yang menggigit kakiku, tidak ada jalanan yang becek bercampur lumpur. Juga tidak ada lagi lubang yang membuatku terperosok. Semuanya sangatlah berbeda, aku seper
Pandangan ku tiba-tiba gelap, aku sudah tidak bisa merasakan apapun lagi. Aku yang sudah pasrah kini hanya bisa membiarkan tubuhku yang tertutup oleh tanah yang menimpaku seketika dari atas sana. Dan para warga yang menyaksikan hal itu secara langsung tiba-tiba panik dan langsung berteriak memanggilku. “UJANGGGGGGGG!!!” Mang Rusdi yang pertama berlari ke arah tanah longsoran tersebut dan memindahkan batu, ranting-ranting dan tanah untuk mencariku dengan kedua tangannya. Begitu juga dengan Aki Karma, Mang Dadang, dan Mang Uha serta warga-warga yang lainnya yang membantu memindahkan semua material longsor yang menutupi tubuhku, dan berharap aku masih bisa bertahan dengan tubuh yang tertutup oleh longsoran tanah tersebut. Sedangkan Pak Ardi, dia langsung menelpon anaknya dan Pak Caca untuk segera meminta bantuan. Karena kini situasinya sangat berbeda, Pak Ardi membutuhkan lebih banyak orang agar bisa lebih cepat menyelamatkan aku yang berada di d
Mereka semua berlari masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh yang masih terlihat gelap dan menyeramkan, dengan aura mistis yang kental dan terasa oleh semua warga Kampung Sepuh pada pagi itu.Meskipun waktu itu adalah waktu di mana pagi akan menjelang, namun tetap saja. aura-aura mistis yang terasa oleh para warga yang sedang berlari ke dalam sangatlah terasa.Apalagi dari mereka semua, hampir sebagian besar belum pernah keluar pada dalam gelap semasa hidupnya, mereka sudah terbuai oleh bantal dan selimut tebal dari mereka lahir hingga saat ini, dan mereka mematuhi larangan untuk keluar rumah hingga pagi tiba. Sehingga mereka tidak mengetahui rasanya masuk ke dalam hutan pada saat-saat seperti ini.“JANGGGG, UJANGGGG!!!!!”Mang Rusdi berteriak-teriak sambil berlari. Senternya di arahkan ke segala arah, mencoba mencariku di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh yang luas tersebut. Para warga lainnya juga melakukan hal yang sama, mereka berlari sambil men