Share

Bab 64

"Iya, Dek. Tapi bagaimana lagi? Mas Cahyo kakak tertuamu, masa kamu yang bungsu, yang harus menanggung ini semua?"

"Iya, sih." Lalu kuhubungi Mas Cahyo lewat ponsel. Benar saja, Mas Cahyo terdengar geram mendengar penuturanku.

"Kapan sih, Helmi berhenti nyusahin kita, Fir? Dari dulu, dari Bapak masih hidup, ada saja kelakuannya. Padahal kita bertiga juga perasaan biasa aja!"

"Biasa lah, Mas. Dalam satu darah memang terkadang ada saja yang beda. Jadi gimana?"

"Besok Mas akan ke sana."

"Iya, tapi Fira mohon jangan sambil emosi."

"Kita lihat besok saja!"

Pukul sebelas malam, kedua mata ini masih belum bisa terpejam. Sudah kucoba, namun tak bisa. Kuputuskan untuk ke luar kamar, lalu melihat foto kami sekeluarga yang diambil sebelum Bapak meninggal.

Tak terasa, air mataku menetes. Jika diingat-ingat, kehidupan kami sedari dulu, ada saja tak enaknya. Apalagi sejak Ibu pergi, Mas Helmi semakin tak bisa diatur, dari rumah sekolah, ternyata malah ngeluyur dan akhirnya Bapak harus menangg
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status