“Nih, Ta. Kami belum narik uang. ATM di sini juga jauh jadi, kami kasih segini yaaa ... semoga bisa membantumu,” ucap Mbak Ning. Mereka memberiku masing-masing 1 juta rupiah.Aku bingung antara diambil atau tidak. Kalau Kakak-kakakku jika sudah memberi tidak akan pernah memintanya lagi, tapi aku takut mereka mengungkit dan menyakiti hati Mas Danu seperti yang sudah-sudah. Sedangkan ibu dan Mbak Asih, jika sudah memberi akan merongrong minta ini dan itu sebagai imbalan.Kulirik ibu, beliau menggeleng. Oke, itu artinya ibu tidak setuju. Kulihat Mas Danu, dia diam saja terlihat sangat pasrah. Aku paham, karena kalau menolak pun tidak bisa. Sudah di depan mata.“Malah bengong! Ini ambil!” titah Mbak Susi.“Bengong saking herannya karena enggak pernah lihat duit segini banyak, mana pernah Ita punya duit segini banyak sejak menikah. Suaminya kan, hanya kuli bangunan.” Nah, kan, Mbak Nur kumat.“Aduh ... Maaf sebenarnya memang kami bingung sekali. Kami tidak mengadakan acara apa-apa hanya ke
“Iya, bener. Masih kalah sama keteringan langgananku. Per porsi saja harganya mahal. Ini masakan kampung pasti harganya juga murah,” jawab Mbak Nur. Mulutnya sibuk mengunyah makanan.“Tidak baik mengolok-olok makanan apalagi kita sedang memakannya nanti jadi lemak semua,” ucap bapak. Beliau memang paling paham kebiasaan kakak-kakakku mereka akan diet ketat setelah makan banyak. Kalau sudah disinggung tentang lemak mereka akan diam. Entah kenapa, aku juga tidak paham.“Hem ... Bapak, memang paling baik hati selalu ngingetin anaknya untuk diet,” sambung Mas Danu.Bapak dan Mas Danu terkekeh-kekeh, aku pun sebenarnya ingin tertawa, tapi kutahan.Alhamdulillah acara syukuran berjalan lancar semua undangan hadir mereka memberikan doa untuk kelancaran dan keberkahan usaha kami.Makanan habis tidak bersisa barang nasi sebutir pun. Semua saudaraku ikut bawa pulang makanan kampung ini, sisanya dibawa ibu semua. Aku dan Mas Danu bersyukur ternyata mereka doyan makanan orang kampung.Gampang bes
“Duh, panas banget, ya! Keluar, yuk!” Mbak Nur mengajak kakak-kakakku yang lain untuk keluar.“Yuk, ngapain di sini, kayak orang ndeso aja, ngeliatin barang dagangan begini doang,” jawab Mbak Ning. Kemudian mereka bertiga keluar.“Bagaimana, Bu. Toko ini sudah lumayan lengkap, kan?” tanya Mas Danu pada ibuku.“Iya, Nak. Ini lengkap, Insya Allah berkah dan laris manis. Doa Ibu dan Bapak menyertaimu,” jawab ibuku. Beliau begitu senang melihat toko kami.“Memang situ doang, yang orang tuanya? Aku ini juga orang tua tunggal Danu. Aku juga selalu doakan Danu. Enggak usah cari muka deh!” sahut ibu mertuaku kesal.“Hem ....” Mulut Joko melengos mendengar penuturan ibu.“Bu, ayok, buruan pulang! Ngapa sih, lama amat!” teriak Mbak Susi dari depan.“Iya! Sebentar!Nak, sudah malam Ibu dan Bapak pulang dulua ya, insya Allah kapan-kapan ke sini lagi. Itu Mbak kamu sudah rewel, rumah Ibu juga jauh,” pamit ibu aku dan Mas Danu mengiyakan.Padahal belum lama si baru sekitar 10 menit saja.Kakak-kaka
Aku dan Mas Danu cekikikan melihat tingkah ibu yang mirip sekali seperti anak kecil.“Makanya ayok, pulang!” titah Joko, dia sudah nangkring di motor. Ibu tergopoh-gopoh menghampiri Joko. Tidak tunggu waktu lama Joko tancap gas, sampai ibu mau terjengkang ke belakang.“Ibumu lucu ya, Mas.”“Begitulah, Dik. Ayo, kita kunci ruko, kita juga siap-siap pulang.” Aku mengiyakan ajakan Mas Danu.Sampai rumah ponsel kucas, iseng aku aktifkan data internet.Di grup keluarga ibu sudah banyak sekali obrolan.Aku tidak bisa komentar karena dikeluarkan dari grup.“Mas, kok aku dikeluarkan dari grup, ya?” tanya bingung.“Grup mana, Dik?”“Keluarga Ibu,” kataku manyun.“Mungkin salah pencet, Dik. Sudah enggak usah suuzon gitu, sekarang lebih baik kita tidur. Besok kita mulai hari baru.” Aku mengangguk setuju.Sebenarnya tidak masalah aku dikeluarkan dari grup, aku malah merasa lega dan aman. Tapi, alasan mereka apa? Itu yang ingin aku tahu. Selama ini kan, aku tidak pernah bikin masalah.Setelah aku
Sampai pasar Masya Allah tokoku ramai sekali. Joko sampai kewalahan melayani pembeli.“Mas, sarapan dulu, itu Joko diajak. Kasihan pasti dari subuh kan, sudah melayani pembeli,” ujarku.“Benar. Ya, usah tolong kamu gantikan di depan dulu ya, Dik. Kami sarapan dulu. Biar Kia sama, Mas.” Aku mengiyakan dan langsung melayani pembeli.Joko kerjanya sangat rajin dan teliti. Dia juga tidak perhitungan tenaga. Sedang Mas Danu terlihat lebih sehat dari biasanya. Dia semangat sekali. Aku yang di bagian kasir karena ramai pembeli jadi ikut melayani pembeli.Selesai salat asar kami tutup. Rasanya badan ini sudah remuk, capek sekali. Sungguh aku tidak menyangka kalau tokoku akan ramai di hari pertama.“Joko, ini uang bensin untuk hari ini. Tolong carikan orang 1 lagi yang jujur dan ulet kerjanya, ya?” Mas Danu memberikan uang 15 ribu rupiah untuk bensin Joko. Dia gajinya bulanan, tapi Mas Danu memberikan uang bensin setiap hari dan juga makan.“Terima kasih, Dan. Kebetulan iparku juga lagi butuh
Assalamualaikum selamat pagi semuanya semoga dalam keadaan sehat dan bahagia selalu. Yuk, bantu follow akunku. Untuk yang sudah follow aku ucapkan terima kasih banyak, yaaa. Happy reading. “Bagaimana ini Bu, motorku hilang!” Mas Roni tampak panik sekali.“Ini semua gara-gara Ibu mengajakku ke sini, aku jadi sial!” Ibu kaget Mas Roni memarahinya.“Pokoknya aku enggak mau tahu, itu motor harus ketemu!" Mas Roni mengacak rambutnya. Matanya merah jelas sekali dia begitu marah.“Motor kesayangku, hilang!”Mas Roni terus saja meracau tidak jelas, ibu sampai ketakutan.“Danu, kamu harus ganti! Ini hilangnya di tokomu jadi kamu harus ganti! Kami harus bertanggung jawab!" Kali ini Mas Roni teriak tepat di depan wajah Mas Danu.Dalam sekejap toko kami ramai orang mengerumuni Mas Roni yang menangis sambil tantrum seperti anak kecil.“Kalau di sini enggak bisa sembarangan parkir, Mas. Rawan. Sudah sering hilang,” ujar salah seorang warga.“Ayo, kita cari Danu, buruan!” bentak Mas Roni lagi.“Sia
“Tidak ada yang tahu musibah itu kapan datang, Mbak! Aku tidak pernah menyuruh Ibu untuk datang ke sana, jika Mbak Asih berani mengacaukan tokoku silakan saja maka aku pastikan Mbak masuk penjara! Sudah cukup sabar aku selama ini pada Mbak, awas saja kalian akan aku hajar! Satu lagi, kalau kita kehilangan sesuatu dari hidup kita harusnya introspeksi diri bukan malah menyalahkan orang lain! Anggap saja ini balasan yang setimpal untuk kalian. Ingat tidak ada sebab tanpa akibat!” jawab Mas Danu pelan dia mencekal tangan Mbak Asih.“Halah Danu, kamu mau sok ceramahin aku? Lihat saja dirimu seperti apa! Baru juga dagang sehari sudah sombong! Aku tidak mau tahu ganti motorku atau kuacak-acak tokomu!” Mbak Asih sama sekali tidak takut dengan ancaman Mas Danu.“Silakan saja! Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku. Aku tidak mau ganti, dan satu lagi meski Mbak Asih bilang aku sok alim, setidaknya aku bukan pencuri uang saudara sendiri. Ingat Mbak, mungkin ini balasan untuk kalian berdua ka
🌸🌸Bakda isya kami menghitung pendapatan hari ini. Alhamdulillah untung yang kami dapat banyak, kalau begini terus aku bisa banyak menabung untuk bayar kontrakan lagi tahun depan dan untuk yang lainnya.“Alhamdulillah, Mas. Kita bisa menabung yang ini untuk modal besok kita belanja dan yang ini kita tabung ke Bank. Uang ini tetap kita bawa Mas. Kalau di rumah takut diambil orang.”“Iya, kamu benar, Dik. Mas serahkan semuanya padamu. Kamu yang paham.” Suamiku sangat percaya padaku maka aku tidak akan pernah menyiakannya. Aku berjanji pada diriku sendiri akan memajukan tokoku. Aku akan buktikan pada orang yang sudah merendahkanku bahwa aku pun bisa seperti mereka selagi aku giat berusaha. Sungguh kami bahagia sekali karena sampai detik ini masih bisa bersama dalam suka maupun duka. Semoga kami akan terus begini menjadi suami istri yang terus berjalan beriringan dalam satu tujuan.Tumben sekali sepanjang malam Kia tidurnya gelisah. Sebentar-sebentar terbangun padahal kami capek sekali