"Pa!"
Azka tidak mau menikahi wanita yang tidak di cintainya. Azka ingin menikahi Ayana dan hidup dengan bahagia dengan gadis pilihannya.
"Tidak ada protes, sekarang kamu mulailah untuk mendekati Aura karena dia akan menjadi istrimu dalam waktu dua bulan lagi."
"Pa, aku selalu melakukan apapun yang Papa mau. Untuk kali ini... aku tidak bisa, aku tidak mau menikahi wanita yang tidak aku cintai!"
"Jika kamu menolak perjodohan ini maka sama saja kamu membunuh Papa!"
Setelah mengatakan hal yang sangat mengerikan itu, akhirnya Ayah dari Azka beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkan Azka yang bahkan belum sempat duduk sama sekali, kini Azka hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar.
"Sebaiknya kamu menikah saja Bro, Aura cukup cantik dan dia juga kaya raya. Dia sangat cocok denganmu."
Tiba-tiba saja Mahen muncul dari belakang tubuh Azka, Azka sedikit terkejut karena kehadiran sang adik. Tidak biasanya adik laki-lakinya itu pulang ke rumah orang tua mereka.
"Diam kamu! Jangan ikut campur urusanku."
Azka berkata sambil meninggalkan Mahen begitu saja, sudah hampir satu tahun Mahen tidak melihat atau bertemu dengan Kakaknya tapi sikap sang Kakak sama sekali tidak berubah sedikitpun.
"Cihk, dia selalu saja arogan. Dia pikir dia yang paling keren apa?" Cibiran Mahen sebenarnya masih terdengar oleh Azka tapi sang Kakak hanya berlalu dan menutup pintu utama dengan sangat kencang sekali.
Kedua saudara ini memang memiliki hubungan yang kurang akrab, mereka terlalu berbeda. Azka dan Mahen sama sekali di besarkan dengan cara yang berbeda, Azka di didik dengan sangat keras karena Azka memang di persiapkan untuk menjadi penerus sang Ayah.
Berbeda dengan Mahen yang di izinkan hidup sesuka hatinya, bahkan Mahen di izinkan untuk mengelilingi dunia dengan bebas. Sedangkan Azka harus merelakan masa mudanya terbuang dengan pekerjaan kantor dan mengurus para artis naungannya.
Itulah salah satu kenapa Azka sangat tidak suka dengan adiknya, dia mati-matian bekerja membantu Ayahnya namun malah sang adik yang menikmati hasilnya.
Selama ini Azka selalu jadi penurut kepada Ayahnya, tapi untuk yang satu ini Azka tidak yakin bisa menuruti apa kemauan sang Ayah. Jika Azka menikahi Aura, bagaimana dengan Ayana?
Azka baru saja merasakan jatuh cinta, rasa yang benar-benar sangat tertarik dengan seseorang, bahkan perasaanya untuk Ayana sangat baru dia rasakan. Azka tidak ingin putus dengan kekasihnya, tapi bagaimana dengan ancaman Ayahnya?
PRANGKKK
Sebuah gelas bening di lempar begitu saja oleh Azka ke lantai, dia sangat marah dengan keputusan Ayahnya. Satu hal yang sangat Azka benci dari Ayahnya, yaitu selalu memutuskan masa depan Azka tanpa berdiskusi terlebih dulu dengan dirinya.
"Brengsek! Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Azka berkata dengan meluapkan semua amarahnya, dia hanya menatap pecahan beling yang kini berserakan di lantai dapurnya. Sudah cukup selama ini dia selalu menerima perintah kedua orang tuanya, kadang Azka berpikir sebenarnya kedua orang tuanya itu menghargai perasaanya atau tidak?
Karena selama ini, Azka merasa jika orang tuanya hanya memanfaatkan dirinya saja. Mereka sama sekali tidak pernah bertanya, apa Azka menyukainya atau tidak? Apa Azka senang melakukannya atau tidak?
Azka tidak merasa seperti seorang anak, dia hanya seperti robot hidup yang di butuhkan untuk pencapaian kedua orang tuanya saja.
"Sampai kapan mereka menggunakan aku untuk kepentingan mereka? Sampai kapan mereka hanya memperalatku? Ada Mahen juga, kenapa harus selalu aku? Sialan!"
Azka kini berada di titik paling jenuhnya, dia tidak ngin hidup seperti ini. Dia juga ingin hidup seperti Mahen yang begitu bebas dengan kehidupannya. Sekolah di mana yang dia inginkan, tinggal di tempat yang dia impikan, kenapa Azka harus selalu patuh sedangkan sang adik terlalu bebas dengan pilihannya.
Azka juga ingin bisa memilih!
Memilih apa yang dia inginkan, apa yang dia sukai dan memilih kebahagianya sendiri.Merasa butuh penenang untuk kepalanya yang panas, Azka memutuskan meninggalkan kembali apartemennya. Dia menuju sebuah diskotik terkenal di daerah yang tidak jauh dari tempat dia tinggal.
Azka memesan dan juga meneguk beberapa gelas wine pesanannya. Dia sudah lama tidak menyentuh minuman beralkohol sejak dekat dengan Ayana. Mungkin tenggorokannya sudah enam bulan tidak menelan minuman yang memabukkan itu karena larangan dari sang kekasih.
"Hai, tampan. Sudah lama sekali aku tidak melihatmu, mau aku temani hingga pagi?"
Seorang wanita berpakaian kurang bahan menghampiri dan juga menyentuh pundak kekar Azka dengan sensual. Azka hanya berdecak karena tingkah wanita penggoda yang terus menyentuh tubuhnya.
"Aku sedang tidak ingin bermain-main jadi menjauhlah dariku!"
"Kasar sekali, aku hanya ingin menemanimu saja, tampan.
Azka tidak menjawab lagi, dia hanya fokus dengan minumannya yang ada di tangannya. Hingga akhirnya dia mulai mabuk dan sedikit kehilangan kesadarannya.
Melihat Azka yang semakin mabuk, wanita berlipstik merah menyala itu akhirnya mulai menyentuh wajah Azka dengan berani. Wanita itu memang kerap kali datang hanya untuk melihat Azka, tapi beberapa bulan ini dia tidak pernah melihatnya datang.
"Kamu sangat tampan, tapi sayang sekali kamu begitu dingin dan keras kepala sekali."
Azka yang masih setengah sadar mencekal pergelangan tangan wanita itu hingga terdengar ringisan keluar dari mulut tebalnya.
Azka menatapnya dengan tatapan yang tajam, dia membuat terkejut wanita yang menggodanya."Aku mempunyai kekasih, jangan pernah menyentuhku. Tubuhku hanya untuknya, bukan untuk sembarang wanita, apalagi wanita murahan sepertimu."
Azka menepis dengan kasar tangan kotor wanita itu, Azka merindukan Ayana. Tiba-tiba saja dia jadi semakin merindukan kekasihnya, dia ingin menemui Ayana sekarang juga. Azka merasa menyesal karena dia tidak tahu di mana kekasihnya itu tinggal.
Azka keluar dari tempat malam itu dengan sempoyongan, dia menaiki taxi karena dia masih waras dan tidak mungkin dia berkendara dengan keadaan kepala yang pening.
"Aku merindukanmu."
Rancau bibir Azka yang sudah sangat merindukan Ayana. Tiba-tiba saja dia mencari kontak sekretarisnya, dia akan bertanya di mana Ayana tinggal.
Beberapa kali Azka melakukan panggilan namun tidak ada jawaban, mungkin sekretarisnya sudah tidur. Hingga akhirnya Azka mendengar suara wanita di balik telepfonnya.
"Serly, cari tahu alamat Ayana sekarang juga!"
"Ayana? Siapa Ayana, Pak?"
"Kekasihku, cepat cari tahu di mana dia tinggal!"
Untuk beberapa saat suara wanita itu menghilang dan mengira apa bosnya itu sedang ngelantur atau sedang apa? Mana dia tahu kekasih bosnya tinggal di mana? Dia juga tidak kenal siapa itu Ayana! Yang dia tahu, hanya Ayana seorang office girl di kantor mereka.
"Bapak sedang bermimpi atau apa? Ayana yang saya tahu hanya Ayana office girl yang bekerja di kantor. Bapak mau alamat dia?"
"Iya! Kamu banyak tanya. Kamu mau saya pecat?"
"Huh?"
Terserah sajalah, dari pada jam tidurnya terus di ganggu oleh bosnya yang kurang kerjaan, akhirnya Serly memberikan alamat Ayana lalu kembali melanjutkan tidurnya.
"Pak, tolong antar saya ke alamat ini."
"Baik, Tuan."
Butuh tiga puluh menit untuk sampai di tempat Ayana dan Azka turun setelah membayar taxi yang baru saja dia tumpangi.
Tapi saat dia berjalan satu langkah saja tiba-tiba kepalanya semakin berat dan menjadi penglihatannya menjadi gelap, tubuh Azka ambruk membuat supir taxi tadi kembali menghentikan mobilnya dan turun untuk membatu Azka."Tuan? Tuan tidak apa-apa?"
"Eng!"
Supir taxi itu kemudian membawa tubuh Azka ke depan pintu rumah kecil milik Ayana.
TOK
TOK
TOK
Ayana yang sedang tertidur dengan pulas langsung tersentak karena ketukan yang ada pada pintu luar. Ayana memang gampang terbangun, dia merasa sakit kepala seketika karena langsung terbangun dalam keadaan terkejut.
"Ah, kepalaku. Sakit sekali," keluhnya. Namun ketukan pintu kembali terdengar oleh Ayana, hingga dia beranjak dari kamarnya. Dia terus bertanya-tanya siapa kiranya yang bertamu di tengah malam seperti ini?
"Siapa yang datang? Ini bahkan sudah hampir jam tiga pagi."
Komentar Ayana saat membuka pintu, dia sedikit terkejut dengan keberadaan dua pria yang ada di depannya.
"Permisi, ini Tuan muda meminta di antar kemari."
"Eh? Astaga, Azka?"
BERSAMBUNG...
"Terima kasih banyak, Pak."Setelah berterima kasih kepada supir yang mengantar Azka, Ayana langsung membawa tubuh kekasihnya untuk masuk ke dalam. Ayana mengerutkan indra penciumannya di saat bau menyengat mulai menggangu hidungnya.Padahal baru saja beberapa jam, Ayana menangisi Azka tapi saat melihat mata teler kekasihnya dia langsung saja merasa khawatir. Azka sudah berjanji, dia tidak akan minum alkohol lagi kepada Ayana tapi apa sekarang ini?Azka mabuk dan tepar di sebuah kursi di ruang tengah rumahnya!"Kamu mabuk dengan wanita itu hingga jam segini?"Ayana bermonolog sendiri sambil menatap wajah tampan Azka yang terpejam. Wajah Ayana langsung terlihat bingung di saat otaknya kembali bekerja."Dari mana dia tahu alamat rumahku?""Eng! Ayana, ini panas sekali. Akh!"Pikiran Ayana kembali buyar di saat Azka mulai membuka kancing kemejanya, hanya dua kancing atasnya saja yang terbuka karena Azka kembali tidak sadarkan diri
"Hei! Hei! Tidak bisa begitu. Jangan bicara seperti itu, aku tidak ingin putus denganmu."Azka protes dengan menahan tangan Ayana begitu cepat sebelum kekasihnya itu pergi dari hadapannya. Azka bertanya-tanya di dalam hatinya, mengapa Ayana begitu mudah mengatakan perpisahan setelah apa yang telah mereka berdua lalui selama ini?"Lepas! Sebaiknya kamu pulang saja sekarang, aku harus segera pergi bekerja."Azka menggelengkan kepalanya dengan cepat, seolah tubuhnya sudah menjawab untuk menanggapi perintah Ayana.Ucapan Ayana terdengar sangat dingin sekali, sepertinya Ayana benar-benar sedang bicara serius. Tapi memutuskan hubungan dengan Azka tidak akan semudah itu karena pria berahang tegas itu begitu mencintai Ayana."Kita belum selesai bicara, kamu tidak boleh pergi!""Tapi ini sudah siang, aku akan dimarahi Bu Gita jika datang terlambat. Lagi p
"Kenapa begitu terkejut? Kamu tidak pernah mengira jika aku akan ada disini kan?"Aura berbicara dengan senyum lebarnya, dia sangat senang melihat ekspresi Azka yang terlihat begitu terkejut dengan keberadaannya.Semakin dilihat Azka semakin terlihat tampan, Aura sepertinya sudah memilih pilihan yang sangat tepat karena menerima perjodohan dari sang Ayah."Bagaimana bisa kamu masuk kesini, aku tidak suka jika ada pengganggu disaat aku bekerja." Tegas Azka."Azka! Kamu terlalu kasar sekali, aku bukannya mau mengganggumu. Aku hanya membawakan ini... seharusnya kamu berterima kasih bukannya mengataiku pengganggu."Aura sangat tidak terima dengan apa yang baru saja Azka katakan karena ucapan Azka terdengar sangat memojokkan dirinya, itu juga menyinggung harga dirinya.Azka memang tidak suka jika ada yang mengganggunya ketika bekerja, pengecualian jika Ayana yang menjadi pengganggu maka Azka selalu menunda pekerjaannya dan membiarkan Ayana berceloteh hingga puas."Cobalah, aku membelinya d
Azka membawa paksa kekasihnya menuju kediaman mewahnya, Ayana juga sudah tidak melakukan pemberontak lagi. Dia sudah pasrah."Bersihkan tubuhmu, malam ini kamu menginap di sini."Ayana sudah mengangkat bibirnya untuk menolak tapi Azka sudah lebih dulu melanjutkan ucapannya, "Tidak ada penolakan.""Kamu selalu berbuat semaumu," ujar Ayana yang menatap Azka sedang membuka dasi yang melilit di lehernya.Mendengar itu, Azka hanya menghela nafas. Dia juga tidak ingin jadi pemaksa untuk Ayana tapi kekasihnya itu belakang ini senang sekali membuat tensi darahnya meninggi.Tak ada pembicaraan apapun lagi setelah Ayana menuruti semua ucapan Azka, dia pergi ke arah kamar mandi lalu membersihkan tubuhnya. Sebelum beranjak dari kamar mandi, Ayana sempat mengirim pesan kepada Neneknya jika dia tidak akan pulang malam ini.Terpaksa Ayana harus berbohong dan mengatakan jika dia sedang lembur di kantor."Hahh ... sepertinya aku harus mengakhirinya malam ini." Ujar Ayana saat melihat pantulan dirinya
"Aghm!"Azka menggeram nikmat saat dia berhasil menyalukan hasratnya, dia langsung terengah setelah menggulingkan tubuhnya di samping sang kekasih.Ayana pun nampak begitu kelelahan saat melakukan kegiatan panas dengan Azka, dia sudah tidak bisa berpikir jernih dan hanya bisa mencoba mengatur nafasnya dengan susah payah.Melihat wanita yang dicintainya sudah seutuhnya menjadi miliknya, Azka menarik sudut bibirnya lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang mereka.Sang Genral manager masih tidak bisa percaya jika akhirnya dia bisa menyentuh wanita yang paling di cintainya. Hatinya begitu bahagia dan dia bersumpah, sampai mati pun dia tidak akan pernah meninggalkan Ayana."Terima kasih sudah percaya padaku, Ayana." Ujar Azka yang menarik tubuh Ayana agar bisa dia peluk. Ayana tidak menggeming, dia hanya menikmati kehangatan yang keksihnya berikan.Lama Ayana terdiam, akhirnya dia mulai tersadar dengan hal bodoh yang sudah dia lakukan dengan Kekasihnya. Seharusnya dia mengakhiri
"Hiks ... hiks ... hiks ...."Ayana tak bisa menahan dan membendung air matanya, dia terus terisa dengan pasrah di dalam kamarnya. Dia mencoba meredam tangisannya di atas bantal, tapi ternyata suara tangisannya terdengar oleh sang Nenek.Nenek yang hendak memanggil cucunya makan malam pun mendengar suara tangisan Ayana, tangannya yang sudah melayang di ambang pintu pun menjadi ragu untuk memberikan ketukan.Tangan Sang Nenek mengepal ragu, dia mundar mandir di depan pintu kamar Ayana dengan panik. Dengan meyakinkan dirinya, Nenek pun memberanikan diri untuk mengetuk pintu.TokTokTok"Ayana? Ayo makan dulu, Nak?" Ajak Sang Nenek yang semakin khawatir karena Ayana sejak tadi tidak keluar kamar dan hanya menangis dalam diam."Ayana Sayang?" Panggil Nenek lagi untuk kedua kalinya yang akhirnya membuat Ayana mendengar dengan jelas panggilan Sang Nenek.Tidak ingin membuat Neneknya khawatir, Ayana pun berteriak untuk menjawab ajakan Neneknya makan malam."Tidak, Nek. Nenek saja yang makan
Aura mengerucutkan bibirnya setelah dia memasuki lift, menyusul suaminya. Azka tiba-tiba mengajaknya pulang padahal mereka belum menghabiskan malam pertama!"Kamu pulang saja dengan supir, aku ada urusan." Ujar Azka yang membuat Aura langsung menoleh."Ta-" belum sempat Aura menjawab, pintu lift sudah terbuka dan Azka pergi begitu saja dengan wajah dinginya."Ish! Kenapa dengannya?" gerutu Aura yang menghentakan kakinya dengan perasaan kesal. Bukan apa-apa, seharusnya dia dan suaminya membahas soal bulan madu, tapi sejak semalam Azka sulit sekali di ajak berkomunikasi. Dia langsung tidur setelah mandi.Bagaimana Aura tidak kesal dengan suaminya itu?***Azka terus menghubungi nomor sang kekasih tapi Ayana sama sekali tidak menerima panggilannya. Sampai akhirnya, sudut matanya melihat Ayana sedang menuggu bus di stasiun.Azka dengan cepat memutar arah mobilnya untuk menghampiri Ayana. Ayana yang tadinya menunduk dengan lesu langsung mengerutkan keningnya saat melihat sebuah mobil berhe
"Oh, Astaga!" Pekik Ayana karena terkejut."Sssttt!"Pria bertubuh tegap itu langsung saja menempelkan telunjuknya di atas bibir tipis milik Ayana. Ayana hanya memutar kedua bola matanya dengan malas saat dia tahu siapa yang sudah menarik tangannya dan menyudutkan tubuh mungilnya di dinding."Kamu ini! Bagaimana jika ada yang melihat kita?" Protes Ayana karena kelakuan sang kekasih yang baru saja mengecup pipinya kilas."Aku tidak keberatan jika ada yang melihat, maka aku akan bilang jika kamu adalah milikku. Akh!"Ayana akhirnya memukul pundak atasannya itu dengan kencang. Ucapan Azka, kekasihnya itu memang kadang tidak pernah di pikirkan lebih dulu. Ayana sangat tidak ingin jika hubungannya dengan general managernya itu di ketahui oleh orang lain, terutama orang-orang kantor.Jika di tanya kenapa Ayana tidak ingin go publik tentang hubungan asmaranya, maka Ayana akan menjawab jika dia belum siap jika orang-orang tahu jika dia menjali
Aura mengerucutkan bibirnya setelah dia memasuki lift, menyusul suaminya. Azka tiba-tiba mengajaknya pulang padahal mereka belum menghabiskan malam pertama!"Kamu pulang saja dengan supir, aku ada urusan." Ujar Azka yang membuat Aura langsung menoleh."Ta-" belum sempat Aura menjawab, pintu lift sudah terbuka dan Azka pergi begitu saja dengan wajah dinginya."Ish! Kenapa dengannya?" gerutu Aura yang menghentakan kakinya dengan perasaan kesal. Bukan apa-apa, seharusnya dia dan suaminya membahas soal bulan madu, tapi sejak semalam Azka sulit sekali di ajak berkomunikasi. Dia langsung tidur setelah mandi.Bagaimana Aura tidak kesal dengan suaminya itu?***Azka terus menghubungi nomor sang kekasih tapi Ayana sama sekali tidak menerima panggilannya. Sampai akhirnya, sudut matanya melihat Ayana sedang menuggu bus di stasiun.Azka dengan cepat memutar arah mobilnya untuk menghampiri Ayana. Ayana yang tadinya menunduk dengan lesu langsung mengerutkan keningnya saat melihat sebuah mobil berhe
"Hiks ... hiks ... hiks ...."Ayana tak bisa menahan dan membendung air matanya, dia terus terisa dengan pasrah di dalam kamarnya. Dia mencoba meredam tangisannya di atas bantal, tapi ternyata suara tangisannya terdengar oleh sang Nenek.Nenek yang hendak memanggil cucunya makan malam pun mendengar suara tangisan Ayana, tangannya yang sudah melayang di ambang pintu pun menjadi ragu untuk memberikan ketukan.Tangan Sang Nenek mengepal ragu, dia mundar mandir di depan pintu kamar Ayana dengan panik. Dengan meyakinkan dirinya, Nenek pun memberanikan diri untuk mengetuk pintu.TokTokTok"Ayana? Ayo makan dulu, Nak?" Ajak Sang Nenek yang semakin khawatir karena Ayana sejak tadi tidak keluar kamar dan hanya menangis dalam diam."Ayana Sayang?" Panggil Nenek lagi untuk kedua kalinya yang akhirnya membuat Ayana mendengar dengan jelas panggilan Sang Nenek.Tidak ingin membuat Neneknya khawatir, Ayana pun berteriak untuk menjawab ajakan Neneknya makan malam."Tidak, Nek. Nenek saja yang makan
"Aghm!"Azka menggeram nikmat saat dia berhasil menyalukan hasratnya, dia langsung terengah setelah menggulingkan tubuhnya di samping sang kekasih.Ayana pun nampak begitu kelelahan saat melakukan kegiatan panas dengan Azka, dia sudah tidak bisa berpikir jernih dan hanya bisa mencoba mengatur nafasnya dengan susah payah.Melihat wanita yang dicintainya sudah seutuhnya menjadi miliknya, Azka menarik sudut bibirnya lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang mereka.Sang Genral manager masih tidak bisa percaya jika akhirnya dia bisa menyentuh wanita yang paling di cintainya. Hatinya begitu bahagia dan dia bersumpah, sampai mati pun dia tidak akan pernah meninggalkan Ayana."Terima kasih sudah percaya padaku, Ayana." Ujar Azka yang menarik tubuh Ayana agar bisa dia peluk. Ayana tidak menggeming, dia hanya menikmati kehangatan yang keksihnya berikan.Lama Ayana terdiam, akhirnya dia mulai tersadar dengan hal bodoh yang sudah dia lakukan dengan Kekasihnya. Seharusnya dia mengakhiri
Azka membawa paksa kekasihnya menuju kediaman mewahnya, Ayana juga sudah tidak melakukan pemberontak lagi. Dia sudah pasrah."Bersihkan tubuhmu, malam ini kamu menginap di sini."Ayana sudah mengangkat bibirnya untuk menolak tapi Azka sudah lebih dulu melanjutkan ucapannya, "Tidak ada penolakan.""Kamu selalu berbuat semaumu," ujar Ayana yang menatap Azka sedang membuka dasi yang melilit di lehernya.Mendengar itu, Azka hanya menghela nafas. Dia juga tidak ingin jadi pemaksa untuk Ayana tapi kekasihnya itu belakang ini senang sekali membuat tensi darahnya meninggi.Tak ada pembicaraan apapun lagi setelah Ayana menuruti semua ucapan Azka, dia pergi ke arah kamar mandi lalu membersihkan tubuhnya. Sebelum beranjak dari kamar mandi, Ayana sempat mengirim pesan kepada Neneknya jika dia tidak akan pulang malam ini.Terpaksa Ayana harus berbohong dan mengatakan jika dia sedang lembur di kantor."Hahh ... sepertinya aku harus mengakhirinya malam ini." Ujar Ayana saat melihat pantulan dirinya
"Kenapa begitu terkejut? Kamu tidak pernah mengira jika aku akan ada disini kan?"Aura berbicara dengan senyum lebarnya, dia sangat senang melihat ekspresi Azka yang terlihat begitu terkejut dengan keberadaannya.Semakin dilihat Azka semakin terlihat tampan, Aura sepertinya sudah memilih pilihan yang sangat tepat karena menerima perjodohan dari sang Ayah."Bagaimana bisa kamu masuk kesini, aku tidak suka jika ada pengganggu disaat aku bekerja." Tegas Azka."Azka! Kamu terlalu kasar sekali, aku bukannya mau mengganggumu. Aku hanya membawakan ini... seharusnya kamu berterima kasih bukannya mengataiku pengganggu."Aura sangat tidak terima dengan apa yang baru saja Azka katakan karena ucapan Azka terdengar sangat memojokkan dirinya, itu juga menyinggung harga dirinya.Azka memang tidak suka jika ada yang mengganggunya ketika bekerja, pengecualian jika Ayana yang menjadi pengganggu maka Azka selalu menunda pekerjaannya dan membiarkan Ayana berceloteh hingga puas."Cobalah, aku membelinya d
"Hei! Hei! Tidak bisa begitu. Jangan bicara seperti itu, aku tidak ingin putus denganmu."Azka protes dengan menahan tangan Ayana begitu cepat sebelum kekasihnya itu pergi dari hadapannya. Azka bertanya-tanya di dalam hatinya, mengapa Ayana begitu mudah mengatakan perpisahan setelah apa yang telah mereka berdua lalui selama ini?"Lepas! Sebaiknya kamu pulang saja sekarang, aku harus segera pergi bekerja."Azka menggelengkan kepalanya dengan cepat, seolah tubuhnya sudah menjawab untuk menanggapi perintah Ayana.Ucapan Ayana terdengar sangat dingin sekali, sepertinya Ayana benar-benar sedang bicara serius. Tapi memutuskan hubungan dengan Azka tidak akan semudah itu karena pria berahang tegas itu begitu mencintai Ayana."Kita belum selesai bicara, kamu tidak boleh pergi!""Tapi ini sudah siang, aku akan dimarahi Bu Gita jika datang terlambat. Lagi p
"Terima kasih banyak, Pak."Setelah berterima kasih kepada supir yang mengantar Azka, Ayana langsung membawa tubuh kekasihnya untuk masuk ke dalam. Ayana mengerutkan indra penciumannya di saat bau menyengat mulai menggangu hidungnya.Padahal baru saja beberapa jam, Ayana menangisi Azka tapi saat melihat mata teler kekasihnya dia langsung saja merasa khawatir. Azka sudah berjanji, dia tidak akan minum alkohol lagi kepada Ayana tapi apa sekarang ini?Azka mabuk dan tepar di sebuah kursi di ruang tengah rumahnya!"Kamu mabuk dengan wanita itu hingga jam segini?"Ayana bermonolog sendiri sambil menatap wajah tampan Azka yang terpejam. Wajah Ayana langsung terlihat bingung di saat otaknya kembali bekerja."Dari mana dia tahu alamat rumahku?""Eng! Ayana, ini panas sekali. Akh!"Pikiran Ayana kembali buyar di saat Azka mulai membuka kancing kemejanya, hanya dua kancing atasnya saja yang terbuka karena Azka kembali tidak sadarkan diri
"Pa!"Azka tidak mau menikahi wanita yang tidak di cintainya. Azka ingin menikahi Ayana dan hidup dengan bahagia dengan gadis pilihannya."Tidak ada protes, sekarang kamu mulailah untuk mendekati Aura karena dia akan menjadi istrimu dalam waktu dua bulan lagi.""Pa, aku selalu melakukan apapun yang Papa mau. Untuk kali ini... aku tidak bisa, aku tidak mau menikahi wanita yang tidak aku cintai!""Jika kamu menolak perjodohan ini maka sama saja kamu membunuh Papa!"Setelah mengatakan hal yang sangat mengerikan itu, akhirnya Ayah dari Azka beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkan Azka yang bahkan belum sempat duduk sama sekali, kini Azka hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar."Sebaiknya kamu menikah saja Bro, Aura cukup cantik dan dia juga kaya raya. Dia sangat cocok denganmu."Tiba-tiba saja Mahen muncul dari belakang tubuh Azka, Azka sedikit terkejut karena kehadiran sang adik. Tidak biasanya adik laki-lakinya itu pulang ke ruma
"Dia tidak datang," gumam Ayana dengan menatap arah perusahaan tempat dia bekerja. Ayana melirik jam tangan pemberian Azka minggu lalu, kini jarum jam tangannya sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Ayana menunggu kekasihnya hingga empat jam, Ayana ingin menangis saja! "Huftt, kenapa ponselku harus mati? Apa Azka memberi kabar jika dia tidak akan datang?" Ayana akhirnya pergi dari tempat itu untuk mencari kendaraan yang bisa membawanya pulang. Sang Nenek pasti sangat khawatir karena Ayana belum pulang sampai larut malam, sepertinya Ayana harus mengganti ponselnya karena benda itu sudah sering mati mendadak. KLEK Ayana membuka pintu rumahnya dengan perlahan, Ayana mengira jika sang Nenek sudah tidur karena sudah malam. Namun Ayana salah, karena sang Nenek ternyata sedang menunggunya pulang di ruang tengah. "Kamu lembur lagi, Nak?" "Eh! Ah, iya, Nek. Nenek kenapa belum tidur?" Ayana awalnya terdengar sangat terkejut denga