Aku keluar kamar saat hari sudah gelap, jika bukan karena perutku sudah meraung-raung minta diisi mungkin aku lebih baik mengurung diri. Kufikir keluarga Bang Azlan sudah pulang,ternyata mereka masih berkumpul di ruang keluarga sambil menikmati nugget yang selalu ku stock di kulkas.
"Dik, abang mau ngomong!" ucap Bang Azlan saat melihatku. Aku hanya mengangguk seraya berjalan menuju dapur tak menghiraukan adik maduku yang terus menatapku dengan tatapan sinis. Kubuka kulkas yang isinya sudah sangat berantakan, bahkan nugget yang kustock begitu banyak habis tak bersisa, piring-piring kotor bertumpuk tumpahan minyak goreng berceceran dimana-mana. "Siapa yang berantakin dapurku?!" teriakku kesal. Kulihat Bang Azlan salah tingkah. "Sudah merusak rumah tangga orang, sekarang dapurku juga ikut dirusak!" "Maafkan Adelia, sayang, dia biasa memakai jasa pembantu di rumahnya," ucap Bang Azlan berusaha membela istri mudanya. Aku mendengus seraya menatap tajam Bang Azlan. "Dulu aku terbiasa hidup serba mewah bersama keluargaku, demi menikah denganmu kutinggalkan semuanya, menemanimu dari nol, memberikan modal untuk membuka usaha,tapi kamu kurang bersyukur!" Ucapku panjang lebar. Bang Azlan menunduk. "Aku yang menemanimu, dia yang menikmati! Enak sekali dia tinggal ongkang angking kaki di rumah!" Gerutuku kesal. "Seharusnya kamu menikahi dia dengan acara sederhana, seperti kamu menikahiku dulu! Biar adil, aku diajak hidup susah, sedangkan dia kamu manjakan dengan harta yang aku cari dengan susah payah!" Cercaku lagi. Bang Azlan menelan salivanya dengan susah payah,dia tak berani menjawab ucapanku.Entah kemana keangkuhannya kemarin saat meminta izin menikah lagi, sepertinya hilang karena sudah tak ada lagi uang di kantongnya. "Heh,kamu! Jangan diam saja disitu, cepat bereskan kekacauan ini kalau kamu masih mau hidup dengan tenang dan nyaman!" gertakku pada Adelia yang berdiri diambang pintu dapur. "Maaas!" Rengeknya seraya menghampiri Bang Azlan. Aku mendengkus kesal melihatnya bergelayut dilengan Bang Azlan."Mas aku 'kan lagi hamil, masa kamu tega biarin aku beresin dapur?"Aku terkejut mendengar ucapannya,hamil? Jadi Bang Azlan menikahi Adelia yang sedang mengandung. "Bang, kamu kemarin membawa dalil tentang poligami, seolah benar-benar memenuhi syari'at dan paham agama, tapi kamu menikahi Adelia yang sedang mengandung, padahal hadistnya sudah jelas tak boleh menikahi perempuan yang sedang mengandung!" Ucapku panjang lebar dengan tatapan tak percaya. Adelia mencebik. "Iri bilang,say! Kamu mandul, sedangkan aku wanita subur! Aku menaikkan alisku sebelah. "Untuk apa aku iri dengan pezinah seperti kalian?" Kuperhatikan ekspresi Bang Azlan berubah pias. "Sedari awal aku sudah yakin, abang nikah lagi pasti karena ada yang tak beres dibelakangku. Ternyata benar, gundikmu ini sudah hamil duluan dan memaksamu untuk menikahinya, kalian pasangan yang menjijikan!" cercaku seraya meninggalkan mereka yang mematung di dapur. Kukunci pintu dapur supaya mereka terkurung berdua disana, memberi pelajaran sedikit kepada suami yang tak bersyukur dan perempuan hina itu ternyata menyenangkan. "Bersihkan dapurku sampai kinclong! Kalau belum selesai, gak aku bukain pintu!" Teriakku. Adelia berteriak kesal dan menggedor pintu dapur. Aku hanya mengendikkan bahu seraya melangkah menuju ruang tamu,lebih baik aku delivery makanan sambil menunggu mereka membereskan dapur. Keluarga Bang Azlan tak ada yang berani menegurku, karna mereka tahu aku lah RATU di rumah ini. Kehidupan mereka yang hedon itu bergantung padaku, sebulan saja aku berhenti mengirim uang jatah bulanan pasti mereka akan kelabakan. Kuhemaskan tubuhku di sofa sambil memainkan gawaiku. Keluargaku tak ada yang tahu Bang Azlan menikah lagi, jika mereka tahu aku yakin Bang Azlan pasti akan hancur ditangan abang-abangku. Apalagi aku adik bungsu perempuan satu-satunya, jika aku tergores sedikit saja mereka sudah sangat panik. Apalagi dikhianati seperti ini, mungkin Bang Azlan sudah ditenggelamkan kesungai A****n.Aku beranjak dari dudukku ketika mendapat notifikasi bahwa pesananku sudah datang, saat pintu terbuka aku terkejut melihat Papa dan kedua abangku yang masih lengkap dengan seragam kerja mereka datang kerumah. "Pah, kok kerumah gak ngabarin?" Tanyaku gelagapan. Papa memasang wajah datar, kulirik kedua abangku yang juga memasang wajah datar tapi terlihat jelas menyimpan emosi yang siap meledak. Ditangan kanan Bang Heru menenteng makanan pesananku, rupanya pesananku sudah dibayarkan."Mana Azlan?!" Tanya Beliau dengan suara menggelagar membuat jantungku berdetak kuat. Belum aku menjawab Papa dan Bang Hilman menerobos masuk kedalam,Bang Heru menatapku penuh kasih sayang layaknya adik dan kakak. "Kenapa kamu menutupi ini dari kami?" tanyanya dengan wajah kecewa. Bang Heru menyerahkan bungkusan Ayam Kapece kearahku lalu ikut masuk kedalam rumah menyusul Ayah yang sudah mengeluarkan lahar amarahnya dihadapan keluarga Bang Azlan. Saat aku masuk kedalam, betapa terkejutnya aku melihat Adel dan Bang Azlan dalam keadaan setengah telanjang. Bukannya bersihkan dapur, mereka malah ingin berbuat mesum di dapur. Benar-benar pasangan menjijikan. Kulihat pintu dapurku juga sudah rusak,mungkin karena didobrak Papa dan Bang Hilman. "Hai Adelia? Bertemu lagi kita, baru putus sebulan ternyata kamu sekarang merebut suami adikku," Aku terkejut mendengar ucapan Bang Hilman,wajahnya terlihat kecewa. Bang Azlan pun terlihat terkejut mengetahui bahwa istri keduanya ternyata mantan pacar kakak iparnya sendiri. Dunia benar-benar sempit. "Apa abang tahu dia sedang hamil?" Tanyaku. Bang Hilman mengangguk. "Tahu,dia sedang hamil anak sahabatku," jawab Bang Hilman.Woah,ternyata Bang Azlan dijebak oleh wanita licik ini. "BOHONG!" teriak Adelia dengan wajah panik. Bang Hilman mengeluarkan amplop berlogo salah satu rumah sakit swasta yang cukup terkenal di kota ini. "Silahkan kamu baca sendiri, Zlan!" Ucap Bang Hilman seraya melempar kertas itu kewajah Bang Azlan. Adelia terlihat hendak merebut kertas itu,tapi ditepis oleh Bang Azlan. Setelah membaca isi amplop itu, wajah Bng Azlan berubah merah padam,matanya melotot nyaris keluar. "Dasar penipu!" Bentaknya seraya menampar pipi mulus Adelia. Uwh, kasihan sekali. Aku menyaksikan pertengkaran mereka sambil memakan ayam goreng, kulirik keluarga Bang Azlan hanya bisa menunduk tak berani membela. "Kamu tetap harus tanggung jawab,Mas! Karna kamu juga menikmati tubuhku!" Teriaknya tak terima jika Bang Azlan menceraikannya. "Pernikahan kalian itu tak sah, jadi Azlan bebas meninggalkan j*l*ng sepertimu," ledek Bang Heru yang sedari tadi hanya diam. "Diam!" Bentak Papa. Adelia yang tadi menjerit histeris mendadak diam dengan wajah ketakutan. "Azlan tolong ceraikan anak saya! Dan pergi bawa keluargamu!" Tegas Papa. Aku terkejut,secepat inikah harus berpisah? "Pa, tolong beri saya kesempatan!" Ucap Bang Azlan seraya bersimpuh di kaki Papa. Bukannya iba, Papa menendang tubuh Bang Azlan."Jangan sentuh saya!""Saya janji akan meninggalkan Adelia, Pa!" Rengek Bang Azlan berusaha mengharap ampunan Papa. Kulirik Adelia yang terlihat emosi mendengar ucapan Bang Azlan. "Sampai kapanpun kita tak akan berpisah!" Teriak Adelia. ---Jangan lupa kritik dan sarannya ya gaes.Bantu subscribe dan follow author, jangan lupa rating limanya ya😊😊😊Aku keluar kamar saat hari sudah gelap, jika bukan karena perutku sudah meraung-raung minta diisi mungkin aku lebih baik mengurung diri. Kufikir keluarga Bang Azlan sudah pulang,ternyata mereka masih berkumpul di ruang keluarga sambil menikmati nugget yang selalu ku stock di kulkas.Adelia mengamuk tak karuan mendengar Bang Azlan lebih memilihku, Bang Azlan terlihat bingung ingin menenangkan istri mudanya tapi Papa terus menatapnya tajam. Sedangkan aku tetap memasang wajah polos menyaksikan drama gratis yang disuguhkan Adelia, sambil menikmati ayam kentucky.Aku bersorak gembira didalam hati, tanpa perlu mengotori tanganku kebusukan Adelia terbongkar.Ternyata selera Bang Azlan sungguh rendah sekali,Bang Azlan seperti pemulung yang memungut barang yang telah dibuang orang lain. Sungguh kasihan."Ini anakmu!" Teriak Adelia lagi seraya memukuli perutnya sendiri.Adegan yang sangat dramatis, Bang Azlan akhirnya meraih tubuh Adelia. "Iya aku percaya itu anakku,"Sungguh bucin sekali, sudah diberi barang bukti tapi tetap saja percaya dengan gundiknya. Entah memakai pelet apa Adelia sampai-sampai Bang Azlan seperti takut kehilangannya.Sedangkan aku,dipertahankan hanya untuk menjadi ATM ber
Kutatap Adelia yang masih menangis,bahkan tangisannya semakin keras. Kubanting piring kedinding, membuat pecahannya berserakan. Seketika Adelia berhenti menangis, kulirik Bang Azlan yang menunduk tak berani membela diri ataupun membela gundiknya."Tak jadi aku melunasi semua hutangmu! Jadi sebagai gantinya, aku akan memotong gajihmu setiap bulan untuk melunasi hutang-hutangmu,"Bang Azlan terkejut. "Lho kenapa, dik?" Tanyanya.Aku berdecih. "Kalian sudah melanggar semua persyaratanku, rumah bukannya di beresin malah asyik bergumul!" Ketusku."Dzolim kamu, mbak!" Teriak Adelia.Aku tersenyum sinis. "Kalian yang dzolim padaku sedari awal, terus sekarang merasa terdzolimi? Ini balasan untuk pengkhianat seperti kalian!"Bang Azlan mengusap wajahnya kasar. "Dik Nay, belum puaskah menurunkan jabatan abang? Terus kenapa sekarang gajih harus dipotong lagi?" Ucap dan
Kuhembuskan nafas kasar ketika mendengar pintu rumahku digedor dengan brutal. Tak ada sopan santunnya bertamu di rumah orang, apalagi malam-malam begini. Waktunya orang istirahat, malah datang bertamu!Saat kubuka pintu, ternyata dua perempuanparuh baya dengan penampilan seperti sosialita menatapku dengan sinis dari atas sampai bawah. Mungkin karena penampilanku hanya memakai daster yang sudah berlubang ini, jadi mereka menganggapku rendahan."Minggir! Pembokat gak tahu sopan santun!" Ketusnya seraya menerobos masuk kedalam rumah tanpa kupersilahkan.Aku melongo menatap mereka yang teriak-teriak memanggil nama maduku."Adelnya mati!" Celetukku asal.Mereka serentak menatapku dengan tatapan tajam."Lancang kamu ya, nyumpahin anak saya mati!"Oh, jadi ini Ibunya Adel. Tapi kenapa dia tak hadir saat pernikahan kemarin."Kita aduin nanti sama Adel dan A
Kutatap sekiling rumah terlihat sangat berantakan, televisi menyala tapi tak ada yang menonton. Kepalaku terasa berdenyut melihat dapur sudah seperti kapal pecah, sepertinya Adelia ingin bermain-main denganku.Kudengar suara tawa dari arah paviliun, dengan perlahan aku menuju kesana. Mataku membelalak melihat Adelia memakai pakaian kurang bahan bersama lelaki lain, mereka begitu mesra layaknya sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara. Bahkan lelaki itu dengan mudahnya menyentuh area sensitif Adel, benar-benar perempuan murahan!Kukeluarkan ponselku, dengan penuh hati-hati kufoto mereka setelah itu kukirim kewhatsapp Bang Azlan. Aku kembali masuk kedalam rumah, pintu dapur kukunci. Aku tak sabar menyaksikan Bang Azlan dan istri mudanya bertengkar.Sepertinya Adel dan selingkuhannya masih tak sadar kalau pintu dapur sudah kukunci. Baguslah, ini akan jadi kejutan untuk Bang Azlan. Pengkhianat yang dikhianati, sungguh malang na
Jeritan Adelia sudah tak terdengar lagi, hanya terdengar isakan lirih. Aku masih penasaran kelanjutan ucapannya tadi, sebenarnya apa salah Mamaku? Setahuku orangtuaku tak pernah ada masalah dengan orang lain, sebenarnya siapa Adelia ini?Aku masuk kedalam rumah dengan penuh tanda tanya, ah sepertinya aku harus mencari tahu semua ini. Adelia, Bang Hilman, dan Mama, semua harus kumintai penjelasan.Kurebahkn tubuhku di sofa, fikiranku berkecamuk, begitu banyak fakta yang terkuak. Kehamilan palsu Adel, dan balas dendam. Entah apa salahku sehingga dia tega masuk kedalam mahligai rumahtanggaku.Tapi, jika kehamilan Adel palsu untuk apa Bang Hilman menyerahkan surat keterangan hamil Adel dari rumah sakit? Apa Bang Hilman juga ikut andil dalam retaknya rumah tanggaku? Tapi, kenapa?Argh.Sepertinya aku harus menyelidiki semua ini satu persatu.Kudengar suara langkah kaki di dapur, aku beranjak dari so
Aku tetap bersikap santai meskipun bahaya selalu mengintai, jika aku gegabah dalam melangkah bisa jadi boomerang dalam hidupku sendiri. Bang Heru sudah mengabariku untuk bertemu di Vila besok malam. Akan ada orang suruhannya yang menjemputku. Sebelum aku berangkat, aku harus memberi pelajaran dulu kepada Adelia yang sudah mengobrak abrik rumahku.Saat sampai rumah, Mama masih ada sedang menikmati teh di depan televisi. Aku bersikap biasa saja, seolah tak tahu apa yang sudah terjadi di rumah ini. Mama pun masih bersikap manis, dan menyapaku seperti biasa."Mana maduku?" Tanyaku seraya ikut duduk di samping Mama."Gundik suamimu itu malas-malasan aja kerjaannya,"Wow, hebat sekali. Padahal sebelum aku pulang, kulihat dari rekaman mereka sedang asyik tertawa dan menonton bersama. Sungguh aku tak sadar jika selama ini di rawat oleh perempuan bermuka dua seperti beliau.Hilang sudah rasa hormatku mengingat pen
Setelah perjalanan yang memakan waktu hampir enam jam, akhirnya kami sampai di rumah minimalis bertingkat dua dengan halaman yang cukup luas. Suasanya cukup asri dan segar karena ditumbuhi macam-macam bunga dan pohon buah.Kuangkat tangan kiriku melihat jam, waktu sudah menunjukkan jam sembilan pagi. Saat masuk kedalam rumah aku disambut Papa dan bang Heru yang sudah terlihat segar sepertinya mereka baru selesai mandi."Bagaimana, nyenyak tidurnya di jalan?" tanya bang Heru seraya mengusap rambutku.Aku menggeleng. "Gak bisa tidur," jawabku."Istirahatlah, nanti setelah makan siang kita bicara di ruangan Papa," ucap Papa seraya beranjak dari duduknya."Bang, kok gak ke vila yang biasanya?" Tanyaku.Bang Heru tersenyum. "Hilman dan antek-anteknya sudah berjaga disana, dan kita memilih jalan aman bersembunyi disini. Rumah ini peninggalan almarhum Kakek dari Mama, sudah abang renovasi
Aku terkejut saat sadar kalau ponsel lamaku menyala, pantas saja ada pesan masuk dari Bang Azlan. Sepertinya ponsel lamaku dengan yang baru tertukar dikamar tadi, ada banyak pesan masuk dari Bang Azlan juga Bang Hilman. Mereka mempertanyakan keberadaanku."Bang, kalau location, Nay matikan gak bakal terlacak kan?" Tanyaku pada Bang Heru.Bang Heru mengernyit bingung. "Kurang paham, nanti abang tanyakan teman abang ya, untuk sementara matikan saja ponselmu dulu," jelas Bang Heru.Aku kembali mematikan ponselku. Semoga saja keberadaan kami tak terlacak, aku membuka laptop untuk mengecek pekerjaanku, ada beberapa laporan dari sekretarisku bahwa Bang Azlan berusaha masuk keruanganku untungnya dapat dicegah oleh satpam, hari ini juga dia tak masuk kerja.Aku kembali mengecek kamera CCTV di rumah, untungnya tekhnologi sudah sangat canggih. Walaupun jauh, aku bisa memantau apapun yang mereka lakukan. Kulihat Tante Ira masih ada di rum
Misteri Kematian HilmanHilman bergeming dengan keringat sebesar biji jagung bercucuran saat terbangun dari tidurnya. Mimpi buruk yang sama seperti kemarin, perempuan berwajah menyeramkan datang dan berusaha membunuhnya. Bahkan perempuan itu terus meraung-raung, saat ia berusaha menjauh, yang membuat ia heran perempuan mengerikan itu menggendong bayi berwajah sangat menyeramkan. Wajahnya penuh luka tusuk.Hilman merasa mual saat mencium bau busuk, matanya bergerak kesana kemari mencari asal bau busuk tersebut. Suasana sel sangat sepi, sipir yang biasa berjaga di depan juga tak ada. Tengkuk Hilman terasa dingin, bulu halusnya meremang."Hilman ..."Suara perempuan itu lagi terasa nyata, dengan susah payah Hilman menelan salivanya. Dia ingin lari, tapi tubuhnya sama sekali tak bisa di gerakan."Hilman ... Ini aku!" lagi suara itu semakin dekat.Tubuh Hilman bergetar saat merasakan pelipisnya disentuh ses
2 Tahun berlalu ...Ira berjalan tertatih menuju kamar mandi, para sipir mengawasinya dari kejauhan. Ira tersenyum miris, meratapi nasibnya begitu mengenaskan, menghabiskan masa tua seumur hidup di penjara. Anak angkatnya sudah tiada, anak tirinya menjauh, keluarganya tak peduli. Dia benar-benar sendirian di penjara, walaupun sesekali Broto menjenguknya.Ira tak menyangka jika Broto masih berbaik hati menjenguk dan membawakannya makanan, padahal dia sudah menghancurkan rumah tangga dan mencelakai anak cucunya. Tapi, Broto masih berbesar hati mengikhlaskan semua yang terjadi. Tapi hukum tetap berjalan, Ira tetap harus menjalani hukumannya atas kasus percobaan pembunuhan dan pencemaran nama baik.Ira terduduk di sudut kamar mandi, dia putus asa. Tak ada lagi harapan untuk melanjutkan hidup, dia ingin ajal segera menjemputnya karena sudah tak tahan lagi di hantui penyesalan. Belum lagi rasa bersalah pada istri pertama Broto menghantuinya, ba
POV AgengTubuhku menegang saat mendengar penjelasan Heru, tentang Nayra yang hendak dilamar seorang ustadz di kampungnya. Jantungku berdebar, hatiku hancur berkeping, rasanya kaki ini lemah tak bertulang membuatku terduduk disudut kamar. Cinta pertamaku akan di lamar orang lain, haruskah aku mundur dan mengalah? Sekian lama kunanti, tapi kenapa Tuhan seolah tak memihak kepadaku? Apa aku tak pantas menjadi pendampingnya?"Allah, izinkan hamba untuk memilikinya dan menjaganya hingga akhir hayat hamba, jadikanlah ia pasangan halal hamba,"Aku mengusap wajah kasar, rasanya tak ada lagi harapan untuk memiliki Nayra kembali. Terlebih lelaki itu akan melamar minggu depan, Nayra bolehkan aku menikungmu di sepertiga malam? Jika tak bisa meminta hatimu padamu, maka akan kupinta cintamu pada Sang Pemilik Cinta.Hampir tiga bulan aku berusaha mendekatinya kembali, tapi kenyataannya nihil. Nayra menganggapku teman biasa, terang
Sudah hampir dua bulan Azlan berada di rumah sakit tahanan, tubuhnya semakin kurus kering. Bermacam-macam obat sudah dia minum, tapi tak ada perkembangan pada kesehatannya. Penyakitnya semakin parah bahkan alat kelaminnya semakin membengkak, membuatnya merintih kesakitan sepanjang hari.Sedangkan Hania kembali masuk penjara karena sudah menyebarkan video asusila dan membawa kabur narapidana. Bahkan orangtuanya juga ikut terjerat masuk kedalam penjara karena terjerat kasus kekerasan dan penganiayaan. Mereka semua hanya bisa meratapi nasib sial yang menimpa, tak ada keluarga yang mau menolong atau pun membantu meringankan masa tahanan.Herman setiap hari mendampingi Azlan, bahkan tak segan membantu membersihkan tubuh keponakannya."Om," lirih Azlan.Herman mengangguk. "Ada apa?" tanyanya seraya mengusap punggung tangan Azlan."Aku ingin bertemu Nayra,"Herman menggaruk pelipisnya, dia bingung hen
Nayra bergeming menatap perempuan paruh baya yang juga menatapnya di balik jeruji besi. Tubuhnya sangat kurus, pipinya terlihat cekung, seperti tak ada semangat dan gairah untuk hidup. Perempuan paruh baya itu, Ira. Perlahan dia mendekati Nayra yang masih mematung, meskipun Ira sempat membenci Nayra, tapi rasa sayangnya pada Nayra masih ada. Sedari kecil dia merawat Nayra hingga dewasa, demi mendapatkan hati sang suami. Tapi ternyata, cintanya tetap bertepuk sebelah tangan.Dendam masa lalu, tak terbalaskan dan kini dirinya harus menghabiskan hidup didalam tahanan. Matanya mengembun saat melihat Nayra, terlintas bayangan wajah Amira perempuan yang dahulu dia sakiti karena dendam.Nayra reflek mundur ketika tangan Ira hendak menyentuh pipinya."Nay, ini mama nak," lirih Ira dengan suara parau.Nayra menundukkan wajahnya, air mata meluncur bebas membasahi pipinya. Hatinya merasa tak terima, walaupun dia sudah berusaha
Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah hampir sebulan Nayra berada di kampung halaman kakek dan neneknya. Kini dia sudah siap menjalani hari dan melanjutkan kembali pekerjaannya di kota, hatinya sudah berdamai dengan orang-orang di masa lalu. Kalaupun dipertemukan kembali, dia sudah biasa saja tak akan merasa sakit hati."Nay, sudah siap?" tanya Heru setelah merapikan kerah bajunya.Hari ini, Heru akan melamar Syifa sebelum mengantar adiknya pulang ke kota. Heru tak mau berlama-lama menggantung hubungannya dengan Syifa, karena dia tahu semua perempuan selalu ingin kepastian bukan hanya janji manis tanpa bukti."Gantengnya, abangku!" puji Nayra seraya menepuk bahu Heru.Heru tersenyum tipis. "Iya dong, ganteng!" sahut Heru jumawa.Aldo dan Aldi yang ada dibelakang mereka hanya tersenyummelihat tingkah abang dan adiknya. Mereka bahagia bisa berkumpul kembali, tak ada lagi pengkhianat yang
Herman berdiri didepan gundukan tanah yang bertaburan kembang tujuh rupa, didepan nisan ada foto perempuan muda yang tengah menggendong bayi laki-laki. Herman berjongkok, mengusap nisan dengan mata berembun."Dik, Mas menemukan anakmu, walaupun dalam kondisi sedang sekarat. Mas akan berusaha menyembuhkannya," gumamnya dengan air mata berlinang."Mas tak ikhlas, melihat mereka memperlakukan Azlan bak hewan, aku yakin kamu juga pasti sakit hati melihat anakmu diperlakukan seperti itu, akan Mas balas semua kejahatan mereka," ucapnya lagi dengan tatapan penuh amarah.Herman, mengusap wajahnya. Lalu beranjak dari pemakaman adiknya, yang tak lain Ibu kandung dari Azlan. Duapuluh sembilan tahun yang lalu, Azlan dititipkan pada pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak, Pak Ginting dan Bu Maya. Saat itu, orangtua Azlan berada diambang perceraian. Sehingga mau tak mau, Ibu kandungnya menitipkan anaknya pada orang lain.Semua
POV AuthorSudah hampir seminggu Azlan berada didalam ruangan sempit semenjak kabur dari rumah sakit, tangan dan kakinya terikat tali tambang. Dia terus memanggil Ayah dan Ibunya tapi tak ada yang menggubris, dia seperti dibuang, tak ada yang merawat. Bahkan makan pun hanya diberi roti tawar selembar tanpa selai maupun minuman.'Sebenarnya apa maksud mereka membawaku kabur? Kalau seperti ini lebih baik aku dipenjara!' Batin Azlan seraya menatap sekeliling ruangan kumuh dan sempit. Hawa didalam ruangan begitu pengap karena tak ada jendela, bau busuk karena lendir yang keluar dari kemaluannya bercampur menjadi satu dengan kotorannya.Azlan mengerang frustasi, dia tak menyangka akhir hidupnya akan seperti ini. Tak ada lagi kesempatan untuk kembali bersama Nayra, terlebih kini dia penyakitan, bahkan perempuan lain pun pasti enggan mendekatinya."Seandainya aku tak selingkuh, mungkin hidupku bahagia bersama istri dan ana
Pov NayraSetelah seminggu perawatan, akhirnya aku kembali pulih dan diizinkan pulang meskipun hati dan jiwa ini belum sepenuhnya pulih. Luka itu masih menganga lebar meneteskan darah, setelah mengetahui bahwa belahan jiwaku yang bersemayam didalam rahim ini telah pergi selamanya. Bahkan dia pun enggan bertahan, tak ingin melihat dunia yang penuh konspirasi ini."Nay, mau makan apa?" Tanya Bang Heru seraya ikut duduk di sampingku.Aku menggeleng. "Masih kenyang," jawabku singkat.Bang Heru mengangguk, lalu kembali fokus dengan gawainya. Aku hanya diam menikmati semilir angin sore yang menerpa wajah, kami berada ditepi danau didekat rumah mendiang nenek kami. Aku memilih pulang kekampung halaman nenek untuk menenangkan jiwa yang tengah terguncang.Dua minggu lagi, aku sudah resmi berstatus janda. Aku akan terbebas dari ikatan pernikahan, kututup cerita pahit bersama bang Azlan. Akan kubuka lembaran b