Jeritan Adelia sudah tak terdengar lagi, hanya terdengar isakan lirih. Aku masih penasaran kelanjutan ucapannya tadi, sebenarnya apa salah Mamaku? Setahuku orangtuaku tak pernah ada masalah dengan orang lain, sebenarnya siapa Adelia ini?
Aku masuk kedalam rumah dengan penuh tanda tanya, ah sepertinya aku harus mencari tahu semua ini. Adelia, Bang Hilman, dan Mama, semua harus kumintai penjelasan.Kurebahkn tubuhku di sofa, fikiranku berkecamuk, begitu banyak fakta yang terkuak. Kehamilan palsu Adel, dan balas dendam. Entah apa salahku sehingga dia tega masuk kedalam mahligai rumahtanggaku. Tapi, jika kehamilan Adel palsu untuk apa Bang Hilman menyerahkan surat keterangan hamil Adel dari rumah sakit? Apa Bang Hilman juga ikut andil dalam retaknya rumah tanggaku? Tapi, kenapa?Argh. Sepertinya aku harus menyelidiki semua ini satu persatu. Kudengar suara langkah kaki di dapur, aku beranjak dari sofa ingin melihat siapa yang ada di dapur. Kuintip dari balik tembok, ternyata Adel sedang mencari makanan dikulkas. Dia hanya sendirian, mungkin Bang Azlan tidur setelah lelah marah-marah. "Ekhem," dehemku seraya menghampiri Adel. Adelia terperanjat, seraya memutar tubuhnya kearahku. Ditangannya, ada telur dan segenggam cabai. Aku tersenyum sinis. "Lapar ya?" Ledekku. Adel mendengkus wajahnya terlihat kesal. "Jangan sombong kamu! Setelah ini, kamu akan bertekuk lutut dihadapanku!" Ketusnya. Aku menaikkan alis sebelah, lalu terkekeh pelan. Kulipat tangan didepan dada seraya menyandarkan punggungku di dinding. Kuhembuskan nafas kasar, Adel masih bergeming menatapku tajam. Sepertinya dia mulai berani padaku. Jika aku to the point menanyakan maksud ucapannya tadi, aku yakin dia tak akan mau mengaku. "Sudah puas merusak rumah tanggaku?" Tanyaku. Adel masih menatapku tajam, tangannya mengepal kuat sampai telur digenggamannya pecah. "Aku akan menghancurkanmu lebih dari ini!" Gumamnya tapi masih dapat kudengar. Aku menyeringai. "Percayalah, Del, orang baik akan selalu dilindungi. Dan, niat jahatmu untuk menghancurkanku akan kembali kedirimu sendiri," ucapku santai. Adel menggeram, matanya merah dan berkaca-kaca. "Apa? Mau marah?" Ejekku. Aku menegakkan tubuhku, berjalan perlahan menghampiri Adel. Entah kemana keberanian Adel tadi, tiba-tiba wajahnya berubah ketakutan. Dia salah mencari lawan, selangkah dia ingin melukaiku, maka aku dua langkah lebih maju untuk melindungi diri. "Aku tak tahu, ada dendam apa kamu denganku sampai kau nekat berpura-pura hamil dan berusaha masuk kedalam rumah tanggaku," ucapku santai. Adel terlihat sangat terkejut. Mungkin dia tak menyangka jika aku mengetahui kebohongannya."Kaget ya?" Tanyaku.Kini jarakku dengannya hanya tersisa satu jengkal, aku menatap manik matanya yang berwarna coklat. Cantik tapi sayang, dia tak menarik. "Jangan membuang waktumu untuk balas dendam, karna itu hanya akan menyakitimu," ucapku lagi. Kubalik badan meninggalkan Adel yang mematung. Saat aku keluar dari dapur, kulihat Bang Azlan yang duduk termenung di ruang keluarga. Wajahnya kusut, matanya terlihat sembab. Tapi aku tak peduli, biarlah dia merenungi kesalahannya karena telah berkhianat, sekalipun dia bertaubat tetap saja hati ini terlanjur sakit untuk kembali padanya. Kulanjutkan langkahku kembali ke kamar, begitu banyak rencana diotakku untuk membongkar semua kebusukan Adel dan orang-orang di dekatku. Entah kenapa aku merasa, ada orang terdekatku yang juga berniat menghancurkan hidupku. ______Pagi ini aku berangkat kekantor lebih awal, karna aku ada janji dengan sahabat kecilku yang memiliki kerjaan sampingan sebagai detektif. Mungkin dia bisa membantuku untuk memecahkan misteri tentang Adelia. Apalagi tadi pagi aku mendapati Adel sedang menghubungi seseorang, tingkahnya membuatku curiga. Dia menelfon seseorang dengan sembunyi-sembunyi, bahkan dia berbicara dengan nada rendah sehingga aku tak bisa menguping pembicaraannya. "Nia, tolong jangan biarkan siapapun masuk keruangan saya," ucapku pada sekretarisku seraya melangkah keluar. Bang Azlan sudah sampai kantor rupanya, dia sibuk membersihkan pantry dan menyiapkan cemilan untuk karyawan. Syukurlah kalau dia sudah terbiasa dengan kerjaannya, ini hukuman untuk lelaki yang tak pandai bersyukur. Aku memilih menunggu Anita di warung makan nasi kuning yang jaraknya lumayan dekat dengan kantor. Saat asyik memainkan gawaiku, aku terkejut melihat foto dan video yang dikirimkan Bang Heru. Fotoku yang dipenuhi dengan coretan, anak haram, pembawa sial, anak j*l*ng, dan masih banyak lagi kata-kata kotor disana. Dan yang membuatku terkejut, ada video Mama dan Bang Hilman yang diam-diam memasukkan sesuatu kedalam minuman Papa. 'Sebenarnya ada apa, ini?' batinku. Belum sempat kubalas pesan Bang Heru, dia sudah menelponku duluan. Segera kugeser icon hijau mengangkat panggilannya. "Halo, Nay, kamu dimana?" Suara Bang Heru terdengar serak, seperti orang habis menangis. "Lagi cari sarapan," jawabku. Aku tak mau langsung menanyakan maksud foto dan video yang dikirim Bang Heru tadi, biarlah dia menjelaskan sendiri. "Nay, jaga diri, selamatkan semua aset perusahaanmu, semua itu milikmu! Jangan sampai jatuh ketangan yang salah, Abang gak bisa jaga kamu untuk saat ini, jadi kamu jaga diri sendiri, jangan mudah percaya dengan orang sekitar sekalipun itu sahabatmu, cepat atau lambat kamu pasti akan tahu penyebab retaknya rumah tanggamu," ucap Bang Heru panjang lebar, terdengar isakan kecil setelahnya. "Maksudnya, gimana sih? Aku gak ngerti," sahutku. Hanya terdengar hembusan nafas setelah itu panggilan dimatikan secara sepihak, perasaanku menjadi tak tenang. Sebenarnya siapa Adelia? Selain retaknya rumah tanggaku, sepertinya ada masalah baru setelah ini. Aku duduk di pojokan warung, sambil menunggu Anita yang tak kunjung datang. Aku jadi teringat ucapan Bang Heru untuk tak percaya dengan siapapun sekalipun itu sahabatku, kenapa Bang Heru seolah tahu aku akan meminta tolong pada Anita? "Neng, pesan apa?" Lamunanku buyar mendengar suara bibi penjual nasi kuning. "Nasi kuning pakai ayam satu, ya, bi, jangan pakai sambal. Minumnya, teh tawar hangat," ucapku. Aku mengusap wajah dengan pelan, begitu banyak masalah menghampiriku secara bertubi-tubi, hadirnya wanita kedua dihati suamiku, dan kini mungkin nyawaku yang terancam. Entah siapa dalang dibalik masalah yang tercipta ini.Pesananku sudah datang, tapi batang hidung Anita tak kunjung terlihat, biarlah mungkin dia sedikit sibuk apalagi dia seorang single parent dengan dua orang anak. Pasti rutinitasnya begitu sibuk setiap pagi. Aku makan dengan lahap, aku tak boleh tumbang, tak akan kubiarkan musuh tertawa diatas deritaku. Aku harus kuat menghadapi semua masalah ini, aku yakin badai pasti berlalu dan semua kebusukan orang disekitarku pasti akan terbongkar. Gawaiku kembali bergetar, kulirik sekilas ternyata pesan dari Bang Azlan. Biarlah, mungkin dia mencariku karena tak melihatku ada di ruangan. Aku kembali teringat dengan video Mama dan Bang Hilman yang mencampurkan sesuatu ke minuman Papa, sebenarnya apa yang sedang mereka rencanakan? Fotoku yang penuh dengan tulisan hujatan itu, aku yakin itu tulisan Bang Hilman, karena hanya dia saudaraku yang tulisannya rapi. Dan, aku ingat fotoku itu hanya ada di ponsel Bang Hilman, karena saat itu kami liburan ke pantai berdua dan aku meminjam ponselnya untuk selfie. Apa Bang Hilman dan Adel bekerja sama untuk menghancurkanku? Apa aku ini bukan anak Mama? Tapi sedari kecil, Mama sangat sayang padaku, bahkan aku selalu dimanja apapun yang kumau selalu dituruti. Hah, memikirkan masalah hidup ternyata tak ada habisnya. Dengan cepat aku menyelesaikan makanku, setelah itu membayarnya, Anita juga tak kunjung datang lebih baik aku kembali ke kantor. Sesampainya di kantor, aku merasa risih ketika para karyawan menatapku dengan sinis dari atas sampai bawah, bahkan ada yang terang-terangan melecehkanku. "Berapa nih per-jamnya?" Celetuk lelaki bertubuh tambun yang menatapku penuh nafsu. Kurang ajar, tak ada sopan santunnya dengan bos sendiri! "Hei, kenapa kalian melihat saya dengan seperti itu!" Bentakku. Aku melanjutkan langkahku, mataku membelalak saat melihat foto-foto tak senonoh terpajang di loby. Jelas itu foto editan, karena aku tahu siapa pemeran aslinya. Aku ingat persis pakaian Adel dan selingkuhannya, tapi siapa yang menyebarkan foto ini? Dan, satu lagi foto ini diambil dengan jarak yang cukup dekat, apa Adel sendiri yang merekam pergulatan mereka lalu mengeditnya menjadi wajahku? Kulirik Bang Azlan yang sedang mengepel, dia tak berani menatapku. "Siapa yang memajang foto ini?" Tanyaku seraya melipat tangan di depan dada. Mereka semua saling bertatapan dan mengendikkan bahu.."Tadi ada orang yang memakai pakaian serba hitam kesini, Bu, dia menempelkan foto ini dan menaruh kardus keruangan Ibu," ucap Mira bagian recepsionis.Kuhela nafasku kasar, masalah apa lagi ini? Ujian hidup seperti tak ada habisnya menghampiriku. "Tolong bakar semua foto ini, dan untuk yang menghina saya tadi silahkan bersihkan barang-barang kalian, dan pergi dari sini!" Tegasku seraya melanjutkan langkahku kembali keruangan.Didepan ruanganku ada kardus yang penuh dengan bercak darah, bau busuk begitu menyengat menusuk indera penciumanku. Kulihat Nia baru keluar kamar mandi, wajahnya pucat dan baju kemejanya sedikit basah. "Maaf bu, tadi saya kekamar mandi," ucapnya. Aku mengangguk. "Tolong kamu panggil OB atau OG untuk membuang kardus ini, baunya menyengat sekali," ucapku seraya masuk kedalam ruanganku. Kuhempaskan bokongku kekursi, lalu berkutat dengan komputer untuk mengecek CCTV. Siapa sebenarnya yang menyebarkan fitnah seperti ini? Aku mengernyit seraya mengucek mataku, apa aku tak salah lihat? Ini sweater Bang Hilman satu-satunya yang kubelikan lewat jastip saat sahabatku berlibur ke Paris. Sweater limited edition, hanya ada satu-satunya, kupesan khusus untuk dia. Jadi, Bang Hilman bekerja sama dengan Adelia? Apa salahku? Begitu banyak pertanyaan diotakku, tubuhku terasa bergetar melihat rekaman CCTV. Abang yang sangat kupercaya dan kusayang, tega melakukan hal buruk seperti ini. Aku yakin, lelaki yang ada dalam rekaman ini Bang Hilman, aku sangat hafal dengan postur tubuhnya bahkan cara berjalannya. Kuhempaskan punggungku, kepalaku berdenyut nyeri. Tak menyangka jika saudaraku sendiri, yang merusak rumah tanggaku. Bahkan dengan teganya dia menyebarkan fitnah tentangku. Berarti saat dia membelaku kemarin, hanya tipu muslihatnya saja. Benar-benar manusia munafik!______Saat jam makan siang, aku memilih menyiapkan bukti-bukti kuat untuk melaporkan Bang Hilman. Anita yang kutunggu sejak pagi, juga tak ada terlihat batang hidungnya. W******p ku juga mendadak diblokirnya.Benar kata Bang Heru, sekarang aku harus lebih berhati-hati dan bermain cantik untuk membongkar kebusukan mereka. Aku tak akan tinggal diam jika ada yang berusaha mengusik ketenanganku. Aku mengecek CCTV di rumah, ternyata Adelia sedang sibuk mengbongkar lemariku setiap laci dia buka dan semua barangnya dia keluarkan. Bahkan sampai kekolong ranjang pun tak luput dari jangkauannya, setiap ruangan dia geledah mungkin mencari barang berhargaku. Sayangnya, aku bukan orang bodoh yang meninggalkan barang berharga di rumah. Semua aset perusahaan, beserta emas berlianku, kusimpan di bank untuk berjaga-jaga. Apalagi semenjak wanita kedua suamiku itu tinggal di rumah, aku sudah lebih dulu menyelamatkan barang berhargaku. Adel tak sendirian, aku terkejut saat melihat perempuan paruh baya yang berada disampingnya. Dia Mama, ya, mamaku! Apa sekarang lagi musim manusia bermuka dua? Tapi apa salahku dengan mama? Bukankah Adelia memiliki dendam dengan Mama? Aku teringat dengan foto yang dikirim Bang Heru, disana tertulis bahwa aku anak haram dan anak j*l*ng itu berarti aku dan abang-abangku terlahir bukan dari rahim yang sama. Jadi, siapa Mamaku? Jeritan Adelia sudah tak terdengar lagi, hanya terdengar isakan lirih. Aku masih penasaran kelanjutan ucapannya tadi, sebenarnya apa salah Mamaku? Setahuku orangtuaku tak pernah ada masalah dengan orang lain, sebenarnya siapa Adelia ini?
Aku masuk kedalam rumah dengan penuh tanda tanya, ah sepertinya aku harus mencari tahu semua ini. Adelia, Bang Hilman, dan Mama, semua harus kumintai penjelasan.
Kurebahkn tubuhku di sofa, fikiranku berkecamuk, begitu banyak fakta yang terkuak. Kehamilan palsu Adel, dan balas dendam. Entah apa salahku sehingga dia tega masuk kedalam mahligai rumahtanggaku.
Tapi, jika kehamilan Adel palsu untuk apa Bang Hilman menyerahkan surat keterangan hamil Adel dari rumah sakit? Apa Bang Hilman juga ikut andil dalam retaknya rumah tanggaku? Tapi, kenapa?
Argh.
Sepertinya aku harus menyelidiki semua ini satu persatu.
Kudengar suara langkah kaki di dapur, aku beranjak dari sofa ingin melihat siapa yang ada di dapur. Kuintip dari balik tembok, ternyata Adel sedang mencari makanan dikulkas. Dia hanya sendirian, mungkin Bang Azlan tidur setelah lelah marah-marah.
"Ekhem," dehemku seraya menghampiri Adel.
Adelia terperanjat, seraya memutar tubuhnya kearahku. Ditangannya, ada telur dan segenggam cabai. Aku tersenyum sinis.
"Lapar ya?" Ledekku.
Adel mendengkus wajahnya terlihat kesal. "Jangan sombong kamu! Setelah ini, kamu akan bertekuk lutut dihadapanku!" Ketusnya.
Aku menaikkan alis sebelah, lalu terkekeh pelan. Kulipat tangan didepan dada seraya menyandarkan punggungku di dinding. Kuhembuskan nafas kasar, Adel masih bergeming menatapku tajam. Sepertinya dia mulai berani padaku.
Jika aku to the point menanyakan maksud ucapannya tadi, aku yakin dia tak akan mau mengaku.
"Sudah puas merusak rumah tanggaku?" Tanyaku.
Adel masih menatapku tajam, tangannya mengepal kuat sampai telur digenggamannya pecah.
"Aku akan menghancurkanmu lebih dari ini!" Gumamnya tapi masih dapat kudengar.
Aku menyeringai. "Percayalah, Del, orang baik akan selalu dilindungi. Dan, niat jahatmu untuk menghancurkanku akan kembali kedirimu sendiri," ucapku santai.
Adel menggeram, matanya merah dan berkaca-kaca.
"Apa? Mau marah?" Ejekku.
Aku menegakkan tubuhku, berjalan perlahan menghampiri Adel. Entah kemana keberanian Adel tadi, tiba-tiba wajahnya berubah ketakutan. Dia salah mencari lawan, selangkah dia ingin melukaiku, maka aku dua langkah lebih maju untuk melindungi diri.
"Aku tak tahu, ada dendam apa kamu denganku sampai kau nekat berpura-pura hamil dan berusaha masuk kedalam rumah tanggaku," ucapku santai. Adel terlihat sangat terkejut. Mungkin dia tak menyangka jika aku mengetahui kebohongannya.
"Kaget ya?" Tanyaku.
Kini jarakku dengannya hanya tersisa satu jengkal, aku menatap manik matanya yang berwarna coklat. Cantik tapi sayang, dia tak menarik.
"Jangan membuang waktumu untuk balas dendam, karna itu hanya akan menyakitimu," ucapku lagi.
Kubalik badan meninggalkan Adel yang mematung. Saat aku keluar dari dapur, kulihat Bang Azlan yang duduk termenung di ruang keluarga. Wajahnya kusut, matanya terlihat sembab. Tapi aku tak peduli, biarlah dia merenungi kesalahannya karena telah berkhianat, sekalipun dia bertaubat tetap saja hati ini terlanjur sakit untuk kembali padanya.
Kulanjutkan langkahku kembali ke kamar, begitu banyak rencana diotakku untuk membongkar semua kebusukan Adel dan orang-orang di dekatku. Entah kenapa aku merasa, ada orang terdekatku yang juga berniat menghancurkan hidupku.
______
Pagi ini aku berangkat kekantor lebih awal, karna aku ada janji dengan sahabat kecilku yang memiliki kerjaan sampingan sebagai detektif. Mungkin dia bisa membantuku untuk memecahkan misteri tentang Adelia. Apalagi tadi pagi aku mendapati Adel sedang menghubungi seseorang, tingkahnya membuatku curiga. Dia menelfon seseorang dengan sembunyi-sembunyi, bahkan dia berbicara dengan nada rendah sehingga aku tak bisa menguping pembicaraannya.
"Nia, tolong jangan biarkan siapapun masuk keruangan saya," ucapku pada sekretarisku seraya melangkah keluar.
Bang Azlan sudah sampai kantor rupanya, dia sibuk membersihkan pantry dan menyiapkan cemilan untuk karyawan. Syukurlah kalau dia sudah terbiasa dengan kerjaannya, ini hukuman untuk lelaki yang tak pandai bersyukur.
Aku memilih menunggu Anita di warung makan nasi kuning yang jaraknya lumayan dekat dengan kantor.
Saat asyik memainkan gawaiku, aku terkejut melihat foto dan video yang dikirimkan Bang Heru.
Fotoku yang dipenuhi dengan coretan, anak haram, pembawa sial, anak j*l*ng, dan masih banyak lagi kata-kata kotor disana. Dan yang membuatku terkejut, ada video Mama dan Bang Hilman yang diam-diam memasukkan sesuatu kedalam minuman Papa.
'Sebenarnya ada apa, ini?' batinku.
Belum sempat kubalas pesan Bang Heru, dia sudah menelponku duluan. Segera kugeser icon hijau mengangkat panggilannya.
"Halo, Nay, kamu dimana?" Suara Bang Heru terdengar serak, seperti orang habis menangis.
"Lagi cari sarapan," jawabku.
Aku tak mau langsung menanyakan maksud foto dan video yang dikirim Bang Heru tadi, biarlah dia menjelaskan sendiri.
"Nay, jaga diri, selamatkan semua aset perusahaanmu, semua itu milikmu! Jangan sampai jatuh ketangan yang salah, Abang gak bisa jaga kamu untuk saat ini, jadi kamu jaga diri sendiri, jangan mudah percaya dengan orang sekitar sekalipun itu sahabatmu, cepat atau lambat kamu pasti akan tahu penyebab retaknya rumah tanggamu," ucap Bang Heru panjang lebar, terdengar isakan kecil setelahnya.
"Maksudnya, gimana sih? Aku gak ngerti," sahutku.
Hanya terdengar hembusan nafas setelah itu panggilan dimatikan secara sepihak, perasaanku menjadi tak tenang. Sebenarnya siapa Adelia? Selain retaknya rumah tanggaku, sepertinya ada masalah baru setelah ini.
Aku duduk di pojokan warung, sambil menunggu Anita yang tak kunjung datang. Aku jadi teringat ucapan Bang Heru untuk tak percaya dengan siapapun sekalipun itu sahabatku, kenapa Bang Heru seolah tahu aku akan meminta tolong pada Anita?
"Neng, pesan apa?" Lamunanku buyar mendengar suara bibi penjual nasi kuning.
"Nasi kuning pakai ayam satu, ya, bi, jangan pakai sambal. Minumnya, teh tawar hangat," ucapku.
Aku mengusap wajah dengan pelan, begitu banyak masalah menghampiriku secara bertubi-tubi, hadirnya wanita kedua dihati suamiku, dan kini mungkin nyawaku yang terancam. Entah siapa dalang dibalik masalah yang tercipta ini.
Pesananku sudah datang, tapi batang hidung Anita tak kunjung terlihat, biarlah mungkin dia sedikit sibuk apalagi dia seorang single parent dengan dua orang anak. Pasti rutinitasnya begitu sibuk setiap pagi.
Aku makan dengan lahap, aku tak boleh tumbang, tak akan kubiarkan musuh tertawa diatas deritaku. Aku harus kuat menghadapi semua masalah ini, aku yakin badai pasti berlalu dan semua kebusukan orang disekitarku pasti akan terbongkar.
Gawaiku kembali bergetar, kulirik sekilas ternyata pesan dari Bang Azlan. Biarlah, mungkin dia mencariku karena tak melihatku ada di ruangan.
Aku kembali teringat dengan video Mama dan Bang Hilman yang mencampurkan sesuatu ke minuman Papa, sebenarnya apa yang sedang mereka rencanakan? Fotoku yang penuh dengan tulisan hujatan itu, aku yakin itu tulisan Bang Hilman, karena hanya dia saudaraku yang tulisannya rapi. Dan, aku ingat fotoku itu hanya ada di ponsel Bang Hilman, karena saat itu kami liburan ke pantai berdua dan aku meminjam ponselnya untuk selfie.
Apa Bang Hilman dan Adel bekerja sama untuk menghancurkanku?
Apa aku ini bukan anak Mama? Tapi sedari kecil, Mama sangat sayang padaku, bahkan aku selalu dimanja apapun yang kumau selalu dituruti.
Hah, memikirkan masalah hidup ternyata tak ada habisnya.
Dengan cepat aku menyelesaikan makanku, setelah itu membayarnya, Anita juga tak kunjung datang lebih baik aku kembali ke kantor.
Sesampainya di kantor, aku merasa risih ketika para karyawan menatapku dengan sinis dari atas sampai bawah, bahkan ada yang terang-terangan melecehkanku.
"Berapa nih per-jamnya?" Celetuk lelaki bertubuh tambun yang menatapku penuh nafsu. Kurang ajar, tak ada sopan santunnya dengan bos sendiri!
"Hei, kenapa kalian melihat saya dengan seperti itu!" Bentakku.
Aku melanjutkan langkahku, mataku membelalak saat melihat foto-foto tak senonoh terpajang di loby.
Jelas itu foto editan, karena aku tahu siapa pemeran aslinya. Aku ingat persis pakaian Adel dan selingkuhannya, tapi siapa yang menyebarkan foto ini? Dan, satu lagi foto ini diambil dengan jarak yang cukup dekat, apa Adel sendiri yang merekam pergulatan mereka lalu mengeditnya menjadi wajahku?
Kulirik Bang Azlan yang sedang mengepel, dia tak berani menatapku.
"Siapa yang memajang foto ini?" Tanyaku seraya melipat tangan di depan dada.
Mereka semua saling bertatapan dan mengendikkan bahu..
"Tadi ada orang yang memakai pakaian serba hitam kesini, Bu, dia menempelkan foto ini dan menaruh kardus keruangan Ibu," ucap Mira bagian recepsionis.
Kuhela nafasku kasar, masalah apa lagi ini? Ujian hidup seperti tak ada habisnya menghampiriku.
"Tolong bakar semua foto ini, dan untuk yang menghina saya tadi silahkan bersihkan barang-barang kalian, dan pergi dari sini!" Tegasku seraya melanjutkan langkahku kembali keruangan.
Didepan ruanganku ada kardus yang penuh dengan bercak darah, bau busuk begitu menyengat menusuk indera penciumanku. Kulihat Nia baru keluar kamar mandi, wajahnya pucat dan baju kemejanya sedikit basah.
"Maaf bu, tadi saya kekamar mandi," ucapnya.
Aku mengangguk. "Tolong kamu panggil OB atau OG untuk membuang kardus ini, baunya menyengat sekali," ucapku seraya masuk kedalam ruanganku.
Kuhempaskan bokongku kekursi, lalu berkutat dengan komputer untuk mengecek CCTV. Siapa sebenarnya yang menyebarkan fitnah seperti ini?
Aku mengernyit seraya mengucek mataku, apa aku tak salah lihat? Ini sweater Bang Hilman satu-satunya yang kubelikan lewat jastip saat sahabatku berlibur ke Paris. Sweater limited edition, hanya ada satu-satunya, kupesan khusus untuk dia.
Jadi, Bang Hilman bekerja sama dengan Adelia?
Apa salahku?
Begitu banyak pertanyaan diotakku, tubuhku terasa bergetar melihat rekaman CCTV. Abang yang sangat kupercaya dan kusayang, tega melakukan hal buruk seperti ini. Aku yakin, lelaki yang ada dalam rekaman ini Bang Hilman, aku sangat hafal dengan postur tubuhnya bahkan cara berjalannya.
Kuhempaskan punggungku, kepalaku berdenyut nyeri. Tak menyangka jika saudaraku sendiri, yang merusak rumah tanggaku. Bahkan dengan teganya dia menyebarkan fitnah tentangku.
Berarti saat dia membelaku kemarin, hanya tipu muslihatnya saja. Benar-benar manusia munafik!
______
Saat jam makan siang, aku memilih menyiapkan bukti-bukti kuat untuk melaporkan Bang Hilman. Anita yang kutunggu sejak pagi, juga tak ada terlihat batang hidungnya. W******p ku juga mendadak diblokirnya.
Benar kata Bang Heru, sekarang aku harus lebih berhati-hati dan bermain cantik untuk membongkar kebusukan mereka. Aku tak akan tinggal diam jika ada yang berusaha mengusik ketenanganku.
Aku mengecek CCTV di rumah, ternyata Adelia sedang sibuk mengbongkar lemariku setiap laci dia buka dan semua barangnya dia keluarkan. Bahkan sampai kekolong ranjang pun tak luput dari jangkauannya, setiap ruangan dia geledah mungkin mencari barang berhargaku.
Sayangnya, aku bukan orang bodoh yang meninggalkan barang berharga di rumah. Semua aset perusahaan, beserta emas berlianku, kusimpan di bank untuk berjaga-jaga. Apalagi semenjak wanita kedua suamiku itu tinggal di rumah, aku sudah lebih dulu menyelamatkan barang berhargaku.
Adel tak sendirian, aku terkejut saat melihat perempuan paruh baya yang berada disampingnya. Dia Mama, ya, mamaku!
Apa sekarang lagi musim manusia bermuka dua? Tapi apa salahku dengan mama? Bukankah Adelia memiliki dendam dengan Mama?
Aku teringat dengan foto yang dikirim Bang Heru, disana tertulis bahwa aku anak haram dan anak j*l*ng itu berarti aku dan abang-abangku terlahir bukan dari rahim yang sama.
Jadi, siapa Mamaku?
Aku tetap bersikap santai meskipun bahaya selalu mengintai, jika aku gegabah dalam melangkah bisa jadi boomerang dalam hidupku sendiri. Bang Heru sudah mengabariku untuk bertemu di Vila besok malam. Akan ada orang suruhannya yang menjemputku. Sebelum aku berangkat, aku harus memberi pelajaran dulu kepada Adelia yang sudah mengobrak abrik rumahku.Saat sampai rumah, Mama masih ada sedang menikmati teh di depan televisi. Aku bersikap biasa saja, seolah tak tahu apa yang sudah terjadi di rumah ini. Mama pun masih bersikap manis, dan menyapaku seperti biasa."Mana maduku?" Tanyaku seraya ikut duduk di samping Mama."Gundik suamimu itu malas-malasan aja kerjaannya,"Wow, hebat sekali. Padahal sebelum aku pulang, kulihat dari rekaman mereka sedang asyik tertawa dan menonton bersama. Sungguh aku tak sadar jika selama ini di rawat oleh perempuan bermuka dua seperti beliau.Hilang sudah rasa hormatku mengingat pen
Setelah perjalanan yang memakan waktu hampir enam jam, akhirnya kami sampai di rumah minimalis bertingkat dua dengan halaman yang cukup luas. Suasanya cukup asri dan segar karena ditumbuhi macam-macam bunga dan pohon buah.Kuangkat tangan kiriku melihat jam, waktu sudah menunjukkan jam sembilan pagi. Saat masuk kedalam rumah aku disambut Papa dan bang Heru yang sudah terlihat segar sepertinya mereka baru selesai mandi."Bagaimana, nyenyak tidurnya di jalan?" tanya bang Heru seraya mengusap rambutku.Aku menggeleng. "Gak bisa tidur," jawabku."Istirahatlah, nanti setelah makan siang kita bicara di ruangan Papa," ucap Papa seraya beranjak dari duduknya."Bang, kok gak ke vila yang biasanya?" Tanyaku.Bang Heru tersenyum. "Hilman dan antek-anteknya sudah berjaga disana, dan kita memilih jalan aman bersembunyi disini. Rumah ini peninggalan almarhum Kakek dari Mama, sudah abang renovasi
Aku terkejut saat sadar kalau ponsel lamaku menyala, pantas saja ada pesan masuk dari Bang Azlan. Sepertinya ponsel lamaku dengan yang baru tertukar dikamar tadi, ada banyak pesan masuk dari Bang Azlan juga Bang Hilman. Mereka mempertanyakan keberadaanku."Bang, kalau location, Nay matikan gak bakal terlacak kan?" Tanyaku pada Bang Heru.Bang Heru mengernyit bingung. "Kurang paham, nanti abang tanyakan teman abang ya, untuk sementara matikan saja ponselmu dulu," jelas Bang Heru.Aku kembali mematikan ponselku. Semoga saja keberadaan kami tak terlacak, aku membuka laptop untuk mengecek pekerjaanku, ada beberapa laporan dari sekretarisku bahwa Bang Azlan berusaha masuk keruanganku untungnya dapat dicegah oleh satpam, hari ini juga dia tak masuk kerja.Aku kembali mengecek kamera CCTV di rumah, untungnya tekhnologi sudah sangat canggih. Walaupun jauh, aku bisa memantau apapun yang mereka lakukan. Kulihat Tante Ira masih ada di rum
Seminggu sudah aku berada ditempat persembunyian, tak ada tanda-tanda mencurigakan dari Bang Heru dan Papa. Sudah jelas, pengkhianat dalam keluarga ini adalah, Bang Hilman dan Tante Ira. Bodohnya aku mencurigai Papa dan Abangku sendiri."Bang, sampai kapan kita disini?" Tanyaku.Jujur saja, aku mulai jenuh berada disini. Aku tak bisa mengakses sosial mediaku seperti biasa, aku tak bisa jalan-jalan. Aku bagai burung dalam sangkar, tak tahu kapan akan dilepaskan untuk terbang bebas."Besok kita pulang," jawabnya tanpa menatapku.Aku mendesah lega, jadi penasaran bagaimana keadaan rumahku setelah kutinggal seminggu. Apa mereka masih betah disana? Atau sudah pergi, karena tak mendapatkan apa yang mereka mau.Bang Heru menatapku. "Sertifikat rumah, gak kamu tinggal 'kan?" Tanyanya.Aku menggeleng. "Ada kubawa," jawabku.Bang Heru menunjukkan pesan dari temannya, rumahku
Jantungku berdebar ketika mobil sudah berhenti didepan rumahku sendiri, ada perasaan tak nyaman menelusup dihati. Rumah terlihat sepi, padahal setengah jam sebelum kami sampai, mereka masih ada di rumah. Sekarang kemana mereka? Kamera CCTV mendadak rusak, hanya menampilkan layar hitam, sepertinya ada yang tak beres. Mereka sudah mengetahui bahwa aku memakai kamera tersembunyi.Apa sekarang mereka sedang menyusun rencana untuk menjebakku?"Kita tunggu polisi dulu, baru turun," ucap bang Heru.Aku bergeming, menatap rumahku dari jendela mobil. Halamannya begitu kumuh tak terawat, padahal baru seminggu aku pergi. Rumahku sudah seperti tak berpenghuni, mereka manusia-manusia jorok!Lima menit kemudian ada mobil honda jazz berhenti dibelakang mobil kami, sepertinya itu polisi yang melakukan penyamaran, mereka keluar dari mobil tanpa seragam. Hanya memakai kaos biasa."Mereka akan menyamar jadi pembeli rumahmu,
Aku terpaku menatap perempuan dihadapanku. Dia, Anita, sahabat kecilku dulu. Aku menyeringai menatapnya, dulu memang kami bersahabat tapi sekarang dia adalah pengkhianat. Kuhempaskan tangannya dengan kasar, matanya berembun ekspresinya berubah ketakutan seraya menutupi perut buncitnya dengan blazer."Anak siapa itu?" tanyaku datar.Anita bergeming, dia melangkah mundur berusaha menjauhiku. "Kamu tak akan bisa lari," ketusku.Anita menunduk. "Ma-af," lirihnya.Aku berdecih. "Apa maafmu, bisa merubah keadaan?" Sinisku."Anak siapa itu?!" Aku mengulang pertanyaan yang sama."A-anak, Azlan," jawabnya gugup dengan bahu bergetar.Tapi aku tak langsung percaya, apalagi aku sempat melihatnya bergumul dengan bang Hilman melalui CCTV."Bukan anaknya Hilman?" tanyaku sinis.Anita terkejut mendengar pertanyaanku, mungkin dia tak menyangka jika
Perutku terasa diisi kupu-kupu, membuat perutku geli membayangkan perut ini membuncit seiring membesarnya janin di perutku. Tak sabar rasanya, kurebahkan tubuhku diranjang. Tak sabar menanti pagi untuk periksa kesehatan sekaligus kehamilanku. Ternyata benar janji Allah yang tertulis di Al Qur'an dalam surah Al Insyirah ayat 5 sampai 6.Dibalik setiap kesulitan pasti ada kemudahan, dibalik setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Kehamilan ini, membawa kebahagiaan untukku, meskipun rumahtanggaku tak lagi utuh. Aku berharap dia menjadi penerang dalam hidupku, dan penenang dalam jiwaku.Allah memberiku banyak ujian dalam rumah tanggaku, tapi Allah juga memberikan kejutan.Kulirik ponselku yang bergetar di nakas, ada panggilan dari polisi bernama Ageng. Untuk apa dia menelfonku tengah malam begini?Kuraih ponselku seraya menggeser icon hijau, mengangkat panggilan."Halo, selamat malam! Maaf mengganggu is
(Spesial PoV Azlan)Aku terbangun dengan kepala terasa berat, dan bagian bawah perutku terasa sangat sakit. Aroma obat menyeruak menusuk indera penciumanku, kuperhatikan sekelilingku aku bukan lagi didalam penjara, tapi disebuah ruangan serba putih. Ditanganku sudah menempel jarum infus.Aku mengingat kembali apa yang terjadi sebelumnya, saat digelandang keluar rumah dalam keadaan tubuh masih melekat dengan Tante Ira, membuatku teramat malu dan hina dihadapan Nayra. Tatapan sinis dari para tetangga membuatku semakin malu, penyesalan menyeruak didalam dada.Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit untuk melepaskan 'barangku' dari milik Tante Ira, aku terus memikirkan bagaimana caranya untuk merayu Nayra agar mau kembali padaku. Tak kugubris, jeritan Tante Ira yang mengerang kesakitan karena organ intimku terlalu lama berada didalam miliknya.Kepalaku berdenyut nyeri, ditambah rengekan tante Ira membuat kepalaku terasa
Misteri Kematian HilmanHilman bergeming dengan keringat sebesar biji jagung bercucuran saat terbangun dari tidurnya. Mimpi buruk yang sama seperti kemarin, perempuan berwajah menyeramkan datang dan berusaha membunuhnya. Bahkan perempuan itu terus meraung-raung, saat ia berusaha menjauh, yang membuat ia heran perempuan mengerikan itu menggendong bayi berwajah sangat menyeramkan. Wajahnya penuh luka tusuk.Hilman merasa mual saat mencium bau busuk, matanya bergerak kesana kemari mencari asal bau busuk tersebut. Suasana sel sangat sepi, sipir yang biasa berjaga di depan juga tak ada. Tengkuk Hilman terasa dingin, bulu halusnya meremang."Hilman ..."Suara perempuan itu lagi terasa nyata, dengan susah payah Hilman menelan salivanya. Dia ingin lari, tapi tubuhnya sama sekali tak bisa di gerakan."Hilman ... Ini aku!" lagi suara itu semakin dekat.Tubuh Hilman bergetar saat merasakan pelipisnya disentuh ses
2 Tahun berlalu ...Ira berjalan tertatih menuju kamar mandi, para sipir mengawasinya dari kejauhan. Ira tersenyum miris, meratapi nasibnya begitu mengenaskan, menghabiskan masa tua seumur hidup di penjara. Anak angkatnya sudah tiada, anak tirinya menjauh, keluarganya tak peduli. Dia benar-benar sendirian di penjara, walaupun sesekali Broto menjenguknya.Ira tak menyangka jika Broto masih berbaik hati menjenguk dan membawakannya makanan, padahal dia sudah menghancurkan rumah tangga dan mencelakai anak cucunya. Tapi, Broto masih berbesar hati mengikhlaskan semua yang terjadi. Tapi hukum tetap berjalan, Ira tetap harus menjalani hukumannya atas kasus percobaan pembunuhan dan pencemaran nama baik.Ira terduduk di sudut kamar mandi, dia putus asa. Tak ada lagi harapan untuk melanjutkan hidup, dia ingin ajal segera menjemputnya karena sudah tak tahan lagi di hantui penyesalan. Belum lagi rasa bersalah pada istri pertama Broto menghantuinya, ba
POV AgengTubuhku menegang saat mendengar penjelasan Heru, tentang Nayra yang hendak dilamar seorang ustadz di kampungnya. Jantungku berdebar, hatiku hancur berkeping, rasanya kaki ini lemah tak bertulang membuatku terduduk disudut kamar. Cinta pertamaku akan di lamar orang lain, haruskah aku mundur dan mengalah? Sekian lama kunanti, tapi kenapa Tuhan seolah tak memihak kepadaku? Apa aku tak pantas menjadi pendampingnya?"Allah, izinkan hamba untuk memilikinya dan menjaganya hingga akhir hayat hamba, jadikanlah ia pasangan halal hamba,"Aku mengusap wajah kasar, rasanya tak ada lagi harapan untuk memiliki Nayra kembali. Terlebih lelaki itu akan melamar minggu depan, Nayra bolehkan aku menikungmu di sepertiga malam? Jika tak bisa meminta hatimu padamu, maka akan kupinta cintamu pada Sang Pemilik Cinta.Hampir tiga bulan aku berusaha mendekatinya kembali, tapi kenyataannya nihil. Nayra menganggapku teman biasa, terang
Sudah hampir dua bulan Azlan berada di rumah sakit tahanan, tubuhnya semakin kurus kering. Bermacam-macam obat sudah dia minum, tapi tak ada perkembangan pada kesehatannya. Penyakitnya semakin parah bahkan alat kelaminnya semakin membengkak, membuatnya merintih kesakitan sepanjang hari.Sedangkan Hania kembali masuk penjara karena sudah menyebarkan video asusila dan membawa kabur narapidana. Bahkan orangtuanya juga ikut terjerat masuk kedalam penjara karena terjerat kasus kekerasan dan penganiayaan. Mereka semua hanya bisa meratapi nasib sial yang menimpa, tak ada keluarga yang mau menolong atau pun membantu meringankan masa tahanan.Herman setiap hari mendampingi Azlan, bahkan tak segan membantu membersihkan tubuh keponakannya."Om," lirih Azlan.Herman mengangguk. "Ada apa?" tanyanya seraya mengusap punggung tangan Azlan."Aku ingin bertemu Nayra,"Herman menggaruk pelipisnya, dia bingung hen
Nayra bergeming menatap perempuan paruh baya yang juga menatapnya di balik jeruji besi. Tubuhnya sangat kurus, pipinya terlihat cekung, seperti tak ada semangat dan gairah untuk hidup. Perempuan paruh baya itu, Ira. Perlahan dia mendekati Nayra yang masih mematung, meskipun Ira sempat membenci Nayra, tapi rasa sayangnya pada Nayra masih ada. Sedari kecil dia merawat Nayra hingga dewasa, demi mendapatkan hati sang suami. Tapi ternyata, cintanya tetap bertepuk sebelah tangan.Dendam masa lalu, tak terbalaskan dan kini dirinya harus menghabiskan hidup didalam tahanan. Matanya mengembun saat melihat Nayra, terlintas bayangan wajah Amira perempuan yang dahulu dia sakiti karena dendam.Nayra reflek mundur ketika tangan Ira hendak menyentuh pipinya."Nay, ini mama nak," lirih Ira dengan suara parau.Nayra menundukkan wajahnya, air mata meluncur bebas membasahi pipinya. Hatinya merasa tak terima, walaupun dia sudah berusaha
Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah hampir sebulan Nayra berada di kampung halaman kakek dan neneknya. Kini dia sudah siap menjalani hari dan melanjutkan kembali pekerjaannya di kota, hatinya sudah berdamai dengan orang-orang di masa lalu. Kalaupun dipertemukan kembali, dia sudah biasa saja tak akan merasa sakit hati."Nay, sudah siap?" tanya Heru setelah merapikan kerah bajunya.Hari ini, Heru akan melamar Syifa sebelum mengantar adiknya pulang ke kota. Heru tak mau berlama-lama menggantung hubungannya dengan Syifa, karena dia tahu semua perempuan selalu ingin kepastian bukan hanya janji manis tanpa bukti."Gantengnya, abangku!" puji Nayra seraya menepuk bahu Heru.Heru tersenyum tipis. "Iya dong, ganteng!" sahut Heru jumawa.Aldo dan Aldi yang ada dibelakang mereka hanya tersenyummelihat tingkah abang dan adiknya. Mereka bahagia bisa berkumpul kembali, tak ada lagi pengkhianat yang
Herman berdiri didepan gundukan tanah yang bertaburan kembang tujuh rupa, didepan nisan ada foto perempuan muda yang tengah menggendong bayi laki-laki. Herman berjongkok, mengusap nisan dengan mata berembun."Dik, Mas menemukan anakmu, walaupun dalam kondisi sedang sekarat. Mas akan berusaha menyembuhkannya," gumamnya dengan air mata berlinang."Mas tak ikhlas, melihat mereka memperlakukan Azlan bak hewan, aku yakin kamu juga pasti sakit hati melihat anakmu diperlakukan seperti itu, akan Mas balas semua kejahatan mereka," ucapnya lagi dengan tatapan penuh amarah.Herman, mengusap wajahnya. Lalu beranjak dari pemakaman adiknya, yang tak lain Ibu kandung dari Azlan. Duapuluh sembilan tahun yang lalu, Azlan dititipkan pada pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak, Pak Ginting dan Bu Maya. Saat itu, orangtua Azlan berada diambang perceraian. Sehingga mau tak mau, Ibu kandungnya menitipkan anaknya pada orang lain.Semua
POV AuthorSudah hampir seminggu Azlan berada didalam ruangan sempit semenjak kabur dari rumah sakit, tangan dan kakinya terikat tali tambang. Dia terus memanggil Ayah dan Ibunya tapi tak ada yang menggubris, dia seperti dibuang, tak ada yang merawat. Bahkan makan pun hanya diberi roti tawar selembar tanpa selai maupun minuman.'Sebenarnya apa maksud mereka membawaku kabur? Kalau seperti ini lebih baik aku dipenjara!' Batin Azlan seraya menatap sekeliling ruangan kumuh dan sempit. Hawa didalam ruangan begitu pengap karena tak ada jendela, bau busuk karena lendir yang keluar dari kemaluannya bercampur menjadi satu dengan kotorannya.Azlan mengerang frustasi, dia tak menyangka akhir hidupnya akan seperti ini. Tak ada lagi kesempatan untuk kembali bersama Nayra, terlebih kini dia penyakitan, bahkan perempuan lain pun pasti enggan mendekatinya."Seandainya aku tak selingkuh, mungkin hidupku bahagia bersama istri dan ana
Pov NayraSetelah seminggu perawatan, akhirnya aku kembali pulih dan diizinkan pulang meskipun hati dan jiwa ini belum sepenuhnya pulih. Luka itu masih menganga lebar meneteskan darah, setelah mengetahui bahwa belahan jiwaku yang bersemayam didalam rahim ini telah pergi selamanya. Bahkan dia pun enggan bertahan, tak ingin melihat dunia yang penuh konspirasi ini."Nay, mau makan apa?" Tanya Bang Heru seraya ikut duduk di sampingku.Aku menggeleng. "Masih kenyang," jawabku singkat.Bang Heru mengangguk, lalu kembali fokus dengan gawainya. Aku hanya diam menikmati semilir angin sore yang menerpa wajah, kami berada ditepi danau didekat rumah mendiang nenek kami. Aku memilih pulang kekampung halaman nenek untuk menenangkan jiwa yang tengah terguncang.Dua minggu lagi, aku sudah resmi berstatus janda. Aku akan terbebas dari ikatan pernikahan, kututup cerita pahit bersama bang Azlan. Akan kubuka lembaran b