Aku mengambil lingerie yang telah dilempar oleh Ibu, memperhatikan benda ini dengan penuh kebingungan.
Aku ingat betul apa yang aku pilih. Jelas, ini bukan baju yang aku beli. Aku bahkan melihat saat kasir butik itu memasukan gamis yang kubeli ke dalam paper bag ini. Tapi kenapa gamis itu bisa berubah menjadi lingerie seperti ini?
"Jadi, baju seperti itu yang kamu bilang hadiah spesial untuk ibu? Ibu benar-benar kecewa sama kamu! Bisa-bisanya kamu membawakan oleh-oleh ngelantur seperti itu! Bawa pergi baju itu dari sini! Ibu tidak ingin melihatnya lagi," cetus Ibu kesal. Ia pun beranjak dari sofa dan masuk kedalam kamar.
"Bu! Maafin Anton. Anton juga bingung kenapa bisa ada lingerie dalam paper bag itu! Itu bukan punya Anton, Bu. Yang Anton beli itu baju ga
"Eh!! Mau ngapain lo? Jangan macem-macem' lo, ya! Lo tau, kan' itu koper mahal? Gue nggak Terima jika sampai lo sentuh koper gue! Cepet taro pisau katernya!" teriak si Adel ketakutan."Tidak! Saya nggak akan taruh kater ini sebelum kamu kasih tau kode pinnya!" sahutku terus mengancam si nenek lampir."Lo itu benar-benar nyebelin ya jadi orang! Udah nyelonong masuk kamar gue sembarangan, sekarang pake ngancem gue segala' lagi! Mau lo itu apa, sih?" tanya Adel dengan polosnya.'Keterlaluan nih cewek, pake belaga bodoh lagi! Udah tau aku minta pin kopernya, pake nanya mauku apa? Pengen ta hih aja, nih cewek bar-bar!'"Cepet sebutkan pin kopernya! Saya tidak punya banyak waktu! Saya hitung sampai
"Udah cepet, lepasin tangan gue! Sakit, tau' di cengkraman kayak gini!" ucap Adel. Aku pun segera melepaskan cengkraman ku.Ia menaruh pouch itu di laci nakas, kemudian kembali membuka dua koper lainnya. Dengan cekatan ia mengecek isi di dalam koper miliknya."Ko diam aja, sih' lo? Cepetan bantu gue, bukannya lo bilang nggak punya banyak waktu?" ucap Adel padaku yang masih mematung dengan perasaan kesal."Anton! Lo denger gue nggak, sih? Dipanggil malah diem aja! Cepetan bantuin gue! Lo nggak liat' apa tangan gue sakit?" cetusnya dengan wajah masam.Aku pun berjalan menghampirinya, kemudian berjongkok tepat di hadapan nya. Membantu mengeluarkan barang-barangnya dengan asal.
☘️Pov AntonGegasku menyalakan mesin mobil dan melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan rumah si nenek lampir dengan rasa kesal yang masih bersarang dalam hatiku.'Dasar cewek murahan! Nggak bisa jaga kehormatannya dengan baik! Dia pikir, hal seperti itu bisa dibanggakan apa? Seharusnya dia malu sebagai cewek yang sudah tidak bisa menjaga harga dirinya, bukan malah terang-terangan mengakui jika benda dan obat menjijikkan itu adalah miliknya!' racauku merasa jengkel.Mobilku terus melaju dengan kecepatan tinggi, bahkan berkali-kali aku menerobos lampu merah.'Argh! Sial! Kenapa bayang-bayang kondom dan obat perangsang itu terus menghantuiku? Mengapa aku merasa kesal saat si nenek lampir itu denga
"Apa yang terjadi dengan Emak? Kenapa rumahnya hangus terbakar?" batinku, setelah melihat pesan berupa foto rumah gubuk Emak yang ludes dilahap si jago merah.Tanganku gemetar, pikiranku carut marut tak karuan. 'Bagaimana kondisi Nisa dan keluarganya? Aku harus segera menemui mereka!'Aku pun segera mencari tahu siapa yang pengirim pesan ini. Gegas ku membuka profil sang pengirim pesan. Terpampang wajah seorang wanita yang familiar di mataku. 'Sepertinya aku pernah melihat wanita ini, tapi dimana, ya?' batinku bertanya-tanya.Setelah melihat lebih banyak foto dan postingan di profil facebooknya, aku pun mulai mengingat siapa dia.Dia adalah Lilis, teman Nisa di kampung. Iya, sepertinya aku tidak sa
"Tapi sepertinya Ayah terlalu berlebihan memuji dia. Mungkin saja itu sebuah kebetulan! Bisa saja, kan' Pak Alex hanya sekedar basa-basi agar ada obrolan dengan Ayah! Lagian mana mungkin urusan pribadi disangkut pautkan dengan urusan bisnis!" ucapku berusaha meyakinkan Ayah bahwa peran si nenek lampir itu tidak berpengaruh pada keputusan Alex untuk berinvestasi."Lo itu kenapa, sih? Sirik banget jadi orang! Bilang aja kalau lo itu iri sama gue! Iya, kan?" sahut Adel sewot."Iri? Saya iri sama orang kayak kamu? Jangan mimpi deh! Mana mungkin saya iri sama cewek nggak jelas seperti kamu!" jawabku tak kalah ketus."Kalau memang lo nggak iri, seharusnya lo nggak usah sewot kayak gitu dong saat Om Romy muji gue! Udah jelas gue juga berperan dalam kesuksesan lo!
☘️Pov Adel'Ih … nyebelin banget' tuh cowok! Masa iya dia pergi gitu aja ninggalin Bokap dan Nyokap gue yang udah bela-belain datang kesini untuk memenuhi undangan Om Romy untuk merayakan keberhasilannya di Singapore! Dia pikir dia itu siapa?' batin gue kesal.Terlihat raut wajah kecewa dari Om Romy dan juga orang tua gue saat si Anton pergi ninggalin ruangan ini. 'Emang dasar tuh cowok nggak punya perasaan! Lagian ngapain juga, sih' dia pergi kerumah mantan istrinya yang sudah jelas-jelas nyakitin dia! Kalau gue jadi dia' gue nggak bakal mau bertemu lagi sama tuh cewek murahan!'"Ya sudah! Lebih baik kita berangkat sekarang, tidak masalah' kan kita makan siangnya hanya berempat?" ucap Om Romy memastikan."Tentu tidak, Pak! Dengan undangan dari Bapak saja kami sudah sangat berterima kasih!" jawab Papa membuat Om Romy tersenyum lega.Kami pun bergegas turun ke lobby, dan pergi menuju sebuah restoran bintang lima yang telah dipesan oleh
☘️Pov AdelSetelah acara makan bersama selesai, kami pun memutuskan untuk langsung pulang. Om Romy yang sudah dijemput oleh sopir pribadinya pulang lebih dulu, kemudian disusul oleh Papa.Sepanjang perjalanan Papa dan Mama terus saja mengomel, mereka berdua silih berganti menasehati gue. Dan ini yang bikin gue males satu mobil dengan mereka. Gue selalu diperlakukan seperti anak kecil yang nggak ngerti apa-apa."Kamu itu keterlaluan, Adel! Sudah berapa kali Mama bilang, jaga sopan-santunmu di hadapan orang! Sikap kamu tadi itu bikin Mama dan Papa malu! Coba kamu pikir' bagaimana Jika sampai Pak Romy tersinggung dengan ucapanmu tadi?" ucap Mama bertanya dengan wajah kesal."Papa benar-benar kec
"Sebenarnya itu produk lama, sih' Del! Tapi produk itu nggak laku. Mungkin karena promosinya kurang kali. Makanya gue ingin lo promosiin tuh barang, agar laris seperti dua produk sebelumnya!" ucap Flo penuh harap.Kalau seperti ini gue jadi makin bingung. Jika gue tolak, nih anak pasti kecewa banget. Tapi, kalau gue terima' resikonya juga gede."Halo, Del! Jadi gimana? Lo, mau kan endorse produk gue lagi?""Adelll! Lo masih disitu, kan? Ko diem aja' sih?" teriaknya membangunkan lamunan gue."I-iya, Flo! So-sorry, gue di panggil nyokap barusan!" sahut gue berbohong."Jadi gimana, Del? Jawab dong! Lumayan lo' fee nya 10x lipat da