"Eh!! Mau ngapain lo? Jangan macem-macem' lo, ya! Lo tau, kan' itu koper mahal? Gue nggak Terima jika sampai lo sentuh koper gue! Cepet taro pisau katernya!" teriak si Adel ketakutan.
"Tidak! Saya nggak akan taruh kater ini sebelum kamu kasih tau kode pinnya!" sahutku terus mengancam si nenek lampir.
"Lo itu benar-benar nyebelin ya jadi orang! Udah nyelonong masuk kamar gue sembarangan, sekarang pake ngancem gue segala' lagi! Mau lo itu apa, sih?" tanya Adel dengan polosnya.
'Keterlaluan nih cewek, pake belaga bodoh lagi! Udah tau aku minta pin kopernya, pake nanya mauku apa? Pengen ta hih aja, nih cewek bar-bar!'
"Cepet sebutkan pin kopernya! Saya tidak punya banyak waktu! Saya hitung sampai
"Udah cepet, lepasin tangan gue! Sakit, tau' di cengkraman kayak gini!" ucap Adel. Aku pun segera melepaskan cengkraman ku.Ia menaruh pouch itu di laci nakas, kemudian kembali membuka dua koper lainnya. Dengan cekatan ia mengecek isi di dalam koper miliknya."Ko diam aja, sih' lo? Cepetan bantu gue, bukannya lo bilang nggak punya banyak waktu?" ucap Adel padaku yang masih mematung dengan perasaan kesal."Anton! Lo denger gue nggak, sih? Dipanggil malah diem aja! Cepetan bantuin gue! Lo nggak liat' apa tangan gue sakit?" cetusnya dengan wajah masam.Aku pun berjalan menghampirinya, kemudian berjongkok tepat di hadapan nya. Membantu mengeluarkan barang-barangnya dengan asal.
☘️Pov AntonGegasku menyalakan mesin mobil dan melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan rumah si nenek lampir dengan rasa kesal yang masih bersarang dalam hatiku.'Dasar cewek murahan! Nggak bisa jaga kehormatannya dengan baik! Dia pikir, hal seperti itu bisa dibanggakan apa? Seharusnya dia malu sebagai cewek yang sudah tidak bisa menjaga harga dirinya, bukan malah terang-terangan mengakui jika benda dan obat menjijikkan itu adalah miliknya!' racauku merasa jengkel.Mobilku terus melaju dengan kecepatan tinggi, bahkan berkali-kali aku menerobos lampu merah.'Argh! Sial! Kenapa bayang-bayang kondom dan obat perangsang itu terus menghantuiku? Mengapa aku merasa kesal saat si nenek lampir itu denga
"Apa yang terjadi dengan Emak? Kenapa rumahnya hangus terbakar?" batinku, setelah melihat pesan berupa foto rumah gubuk Emak yang ludes dilahap si jago merah.Tanganku gemetar, pikiranku carut marut tak karuan. 'Bagaimana kondisi Nisa dan keluarganya? Aku harus segera menemui mereka!'Aku pun segera mencari tahu siapa yang pengirim pesan ini. Gegas ku membuka profil sang pengirim pesan. Terpampang wajah seorang wanita yang familiar di mataku. 'Sepertinya aku pernah melihat wanita ini, tapi dimana, ya?' batinku bertanya-tanya.Setelah melihat lebih banyak foto dan postingan di profil facebooknya, aku pun mulai mengingat siapa dia.Dia adalah Lilis, teman Nisa di kampung. Iya, sepertinya aku tidak sa
"Tapi sepertinya Ayah terlalu berlebihan memuji dia. Mungkin saja itu sebuah kebetulan! Bisa saja, kan' Pak Alex hanya sekedar basa-basi agar ada obrolan dengan Ayah! Lagian mana mungkin urusan pribadi disangkut pautkan dengan urusan bisnis!" ucapku berusaha meyakinkan Ayah bahwa peran si nenek lampir itu tidak berpengaruh pada keputusan Alex untuk berinvestasi."Lo itu kenapa, sih? Sirik banget jadi orang! Bilang aja kalau lo itu iri sama gue! Iya, kan?" sahut Adel sewot."Iri? Saya iri sama orang kayak kamu? Jangan mimpi deh! Mana mungkin saya iri sama cewek nggak jelas seperti kamu!" jawabku tak kalah ketus."Kalau memang lo nggak iri, seharusnya lo nggak usah sewot kayak gitu dong saat Om Romy muji gue! Udah jelas gue juga berperan dalam kesuksesan lo!
☘️Pov Adel'Ih … nyebelin banget' tuh cowok! Masa iya dia pergi gitu aja ninggalin Bokap dan Nyokap gue yang udah bela-belain datang kesini untuk memenuhi undangan Om Romy untuk merayakan keberhasilannya di Singapore! Dia pikir dia itu siapa?' batin gue kesal.Terlihat raut wajah kecewa dari Om Romy dan juga orang tua gue saat si Anton pergi ninggalin ruangan ini. 'Emang dasar tuh cowok nggak punya perasaan! Lagian ngapain juga, sih' dia pergi kerumah mantan istrinya yang sudah jelas-jelas nyakitin dia! Kalau gue jadi dia' gue nggak bakal mau bertemu lagi sama tuh cewek murahan!'"Ya sudah! Lebih baik kita berangkat sekarang, tidak masalah' kan kita makan siangnya hanya berempat?" ucap Om Romy memastikan."Tentu tidak, Pak! Dengan undangan dari Bapak saja kami sudah sangat berterima kasih!" jawab Papa membuat Om Romy tersenyum lega.Kami pun bergegas turun ke lobby, dan pergi menuju sebuah restoran bintang lima yang telah dipesan oleh
☘️Pov AdelSetelah acara makan bersama selesai, kami pun memutuskan untuk langsung pulang. Om Romy yang sudah dijemput oleh sopir pribadinya pulang lebih dulu, kemudian disusul oleh Papa.Sepanjang perjalanan Papa dan Mama terus saja mengomel, mereka berdua silih berganti menasehati gue. Dan ini yang bikin gue males satu mobil dengan mereka. Gue selalu diperlakukan seperti anak kecil yang nggak ngerti apa-apa."Kamu itu keterlaluan, Adel! Sudah berapa kali Mama bilang, jaga sopan-santunmu di hadapan orang! Sikap kamu tadi itu bikin Mama dan Papa malu! Coba kamu pikir' bagaimana Jika sampai Pak Romy tersinggung dengan ucapanmu tadi?" ucap Mama bertanya dengan wajah kesal."Papa benar-benar kec
"Sebenarnya itu produk lama, sih' Del! Tapi produk itu nggak laku. Mungkin karena promosinya kurang kali. Makanya gue ingin lo promosiin tuh barang, agar laris seperti dua produk sebelumnya!" ucap Flo penuh harap.Kalau seperti ini gue jadi makin bingung. Jika gue tolak, nih anak pasti kecewa banget. Tapi, kalau gue terima' resikonya juga gede."Halo, Del! Jadi gimana? Lo, mau kan endorse produk gue lagi?""Adelll! Lo masih disitu, kan? Ko diem aja' sih?" teriaknya membangunkan lamunan gue."I-iya, Flo! So-sorry, gue di panggil nyokap barusan!" sahut gue berbohong."Jadi gimana, Del? Jawab dong! Lumayan lo' fee nya 10x lipat da
"Aduh, Flo!! Ngapain, sih' lo ngajakin Si Edward kerja sama? Lo tau' kan skandal gue sama dia?" tanya gue kepada Florencia yang sama sekali merasa tidak bersalah dengan ide konyolnya itu."Astaga, Del! Uda lama juga kali' itu masalah! Lo' masih saja ungkit sampai sekarang. Udah basi, tau' nggak!" sahut Flo dengan entengnya.Nih anak emang dasar, ya! Dia pikir bisa semudah itu apa ngilangin rasa malu gue dan penghinaan akibat ulah tuh cowok gila."Jadi gimana, Del? Lo setuju, kan? 10x lipat lo, Del! Lumayan, bisa lo pakai bikin party sampai puas! Atau, bisa lo pake beli tas branded incaran lo itu""Gimana' ya Flo. Gue bingung nih! Gue pikir-pikir dulu deh. Ntar kalo gue setuju gue calling lo!"
Hallo semuanya 🥰🥰 Akhirnya setelah penantian dan proses yang cukup lama. Novel Vonis mandul ditengah kehamilan istriku atau disingkat menjadi (VMDKI) Ending juga 🥳🥳🥳Pertama-tama Saya mengucapkan terimakasih pada Tuhan Yang Maha Esa dan juga kepada Keluarga besar saya yang telah mendukung saya menjadi seorang Penulis. Dan yang paling spesial adalah terimakasih saya kepada seluruh pembaca setia novel VMDKI yang mengikuti novel ini dari awal terbit sampai tamat. 200 bab bukanlah jumlah yang sedikit, dan tentunya banyak diantara kalian semua yang sudah menghabiskan dana untuk membaca novel ini. Saya mohon maaf telah membuat kalian menghabiskan uang jajan atau bahkan uang dapur kalian untuk cerita ini. Semoga kalian bisa mendapat ganti yang berlipat ganda, semoga selalu di beri kesehatan, dan di lancarkan rezekinya. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dan Typo di dalam Novel ini. Jika berkenan yuk, baca juga novel ottor yang lainnya. *Yang suka dr
***Setelah pertemuan itu mereka tidak lagi bertemu sampai acara pernikahan tiba. Anton dan Adelia hanya berkomunikasi lewat telepon dan watsap. Hari terus berganti, kedua keluarga semakin sibuk mempersiapkan acara sakral itu. Mereka ingin acara itu menjadi pernikahan termewah di Jakarta. Malam ini kedua keluarga mengadakan pertemuan tertutup. Dua pasangan paruh baya itu mengadakan jamuan di sebuah restoran VVIP untuk membahas persiapan pesta yang akan digelar besok. Mereka ingin memastikan jika semua persiapan sudah seratus persen. "Syukurlah jika semuanya sudah siap, saya sangat lega mendengarnya! Ini adalah momen spesial untuk kami," ucap Tuan Romy lega. "Iya, Pak. Kami pun begitu, rasanya tidak sabar untuk menunggu hari esok," jawab Pak Tio. "Kalau begitu, kita akhiri saja pertemuan ini, sepertinya sudah malam juga, sudah waktunya kita istirahat agar besok pagi tidak terlambat," ucapnya. Mereka p
***Dengan wajah memerah, Anton keluar dari minimarket membawa bungkusan berwarna merah muda itu. "Sial! Gara-gara Adel, aku jadi di ketawain anak-anak ABG tadi, mana jadi bahan olok-olokkan mereka lagi," cetus Anton menutup pintu mobilnya dengan kesal."Lagian, ngapain juga tuh kasir banyak tanya, pake acara nawarin merek lain segala lagi, memang dia pikir' saya ngerti apa dengan merek-merek pembalut? Aneh-aneh aja tuh orang," Anton menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan minimarket berlogo merah kuning itu.Sesampainya di rumah Adel, Anton pun langsung masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci itu sesuai perintah Adel saat ia menelpon."Adel! Kamu dimana?""Gue di kamar! Lo sini aja! Gue nggak bisa turun nih," teriak Adel menyahut dari kejauhan."Jangan bercanda dong, Del! Di rumah kamu nggak ada siapa-siapa, ntar kalau tiba-tiba Papa dan Mama kamu datang dan melihat saya ada di k
🍀🍀🍀"Ibu langsung istirahat saja! Ibu pasti capek, kan? Barang-barangnya biar si Mbok dan Sulis yang urus!" ucap Anton saat mereka tiba di rumah sang Ayah. Wanita paruh baya itu pun mengangguk dan menuruti seruan anaknya. Sedangkan Anton segera masuk ke dalam kamarnya, ia pun merasa lelah setelah membantu memindahkan barang-barang ibunya.Kring! Kring! Ponsel Anton berdering, dengan cepat ia mengangkat panggilan masuk dari Lilis. "Halo, assalamualaikum' Mbak,""Waalaikumsalam, Mas. Maaf mengganggu, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih atas paket yang dikirim mas Anton. Anak-anak senang sekali, Mas,""Syukurlah kalau paketnya sudah sampai, Mbak. Semoga Fadlan dan Aqila menyukainya," ucap Anton lega. Tiga hari lalu Anton mengirim perlengkapan sekolah untuk kedua adik iparnya itu. Mulai dari baju seragam, sepatu, tas dan perlengkapan lainnya. "Suka banget, Mas. Dari tadi mereka nggak sabar ingin bilang terima
🍀🍀🍀Satu minggu sebelum pernikahan Anton di gelar, Tuan Romy dan Bu Minah pun melangsungkan acara pernikahan mereka di kediaman Tuan Romy, acaranya berlangsung khidmat dan sederhana sesuai permintaan Bu Aminah. Hanya kerabat dan orang-orang terdekat mereka yang menghadiri acara tersebut. Bu Aminah tampak begitu cantik dengan balutan kebaya Jawa, begitupun dengan Tuan Romy, pria lima puluh dua tahun itu tampak gagah dengan busana adat dan juga blangkon khas Jawa yang ia kenakanan. Pasangan paruh baya itu pun duduk di depan penghulu. "Bagaimana Pak Romy, sudah siap?" tanya penghulu itu memastikan. Tuan Romy pun langsung mengangguk yakin. Anton dan kekasihnya duduk di sebelah mereka, menyaksikan betapa sakralnya ijab kabul yang diucapkan sang Ayah. Suasana hening sejenak saat Tuan Romy dengan lugas dan lancar mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya penghulu memastikan."Sah!"
***Satu minggu setelah perdebatan itu, suasana kembali mencair. Bu Minah berusaha untuk menghilangkan kebenciannya kepada Jannah. Bagaimanapun anak itu memang tidak berdosa. Tidak mungkin ia harus menanggung beban atas perbuatan keji yang dilakukan kedua orang tuanya. Bu Minah berusaha meyakinkan dirinya, meski itu tidak semudah yang dipikirkan. Tapi ia yakin, lambat laun rasa sayang itu akan tumbuh dengan sendirinya. Kring! Kring! Dering ponselnya berbunyi. Nama Tuan Romy terpampang di layar. Dengan antusias Bu Minah segera menggeser tombol hijau dan berbicara dengan pria yang kini kembali mengisi kekosongan hatinya. "Halo, Mas. Sudah berangkat?" tanya Bu Minah saat seseorang memanggil namanya. "Sudah, Minah. Ini Mas sudah di jalan, sebentar lagi sampai. Kamu sudah siap' kan?" "Sudah, Mas. Saya tunggu di luar ya, biar kita langsung berangkat," Sahutnya sebelum memutus panggilan. Hari
Sore menjelang malam, mereka pun tiba di Jakarta. Setelah mengantar Adel sampai ke rumahnya, Anton pun bergegas pulang. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat Bu Minah ada di rumah sang Ayah dan menyambut dirinya dengan wajah tak bersahabat."Ibu? Sejak kapan ibu disini?" tanya Anton meraih tangan ibunya dan menciumnya takzim."Kamu dari mana saja Anton? Kenapa nomormu tidak bisa dihubungi?" tanya Bu Minah menatap tajam Anak sulungnya itu. Melihat raut wajah ibunya yang kesal, Anton pun bingung harus menjawab apa. "Kenapa diam saja Anton? Kamu tidak dengar apa yang ibu tanyakan?! Kamu dari mana saja? Kenapa pergi tidak pamit sama ibu?""Maaf kan Anton, Bu. Anton … Anton ada urusan,""Urusan? Urusan apa? Mengurus wanita jalang itu maksudmu?! Jawab Anton! Benarkan apa yang ibu katakan?" Mendengar cercaran pertanyaan dari ibunya, Anton pun hanya bisa mengangguk mengiyakan. Ia tidak mungkin berdebat dengan sang ibu d
Mereka bertiga pun akhirnya memutuskan untuk pulang, Anton dan Adel mengantar Lilis terlebih dahulu sebelum mereka berdua kembali ke Jakarta. "Terimakasih, ya' Mas Anton, maaf sudah terlalu banyak merepotkan," ucap Lilis saat mereka tiba di rumahnya. "Tidak apa, Mbak. Itu sudah menjadi tanggung jawab saya. Kalau begitu saya pamit dulu' ya, Mbak. Salam pada anak-anak," "Baik, Mas. Nanti saya sampaikan salam dari Mas Anton pada Qila dan Fadlan jika mereka sudah pulang dari sekolah. Mas Anton dan Mbak Adel hati-hati di jalan," sahut Lilis dan segera di anggukan oleh Anton maupun Adel. Dua sejoli itu pun akhirnya pergi meninggalkan kampung halaman Nisa.Tidak bisa dipungkiri, di kampung ini Anton sempat menjadi bagian dari keluarga besar Abah dan Emak. Kenangan masa lalu yang indah sempat terukir, walau hanya sesaat."Anton? Lo kenapa' sih? Ko malah ngelamun? Ayo jalan!" ucap Adel menegur kekasihnya yang masih dudu
"E-elo … nggak sedang bohongin gue kan?" tanya Adel terbata. Seketika ada perasaan bersalah karena telah menuduhnya yang tidak-tidak. "Untuk apa saya bohongin kamu, Del? Apa untungnya buat saya?" sahut Anton membuang nafas kasar. Ia tidak menyangka jika gadisnya itu bisa berpikiran buruk terhadapnya. "Lebih baik' sekarang kamu balik ke Jakarta! Kamu kesini diantar Pak Amin' kan? Biar saya bilang sama Pak Amin untuk bawa kamu pulang ke Jakarta," ucap Anton. Ia pun berjalan menuju mobil hendak menghampiri sang supir. Namun, seketika tangan Adel menghadangnya. "Gue nggak mau balik! Gue mau disini nemenin lo!" ujar Adel yakin."Tapi, Del! Disini saya repot dengan urusan Nisa. Saya tidak mungkin bisa jagain kamu! Dari pada nantinya kamu kesal, lebih baik kamu pulang. Jika urusan disini selesai, saya akan segera menyusul kamu ke Jakarta!" "Pokoknya gue nggak mau balik! Gue tidak akan kembali ke Jakarta tanpa lo! Gue mau nemenin lo sampai semua urusan