"Aduh, Flo!! Ngapain, sih' lo ngajakin Si Edward kerja sama? Lo tau' kan skandal gue sama dia?" tanya gue kepada Florencia yang sama sekali merasa tidak bersalah dengan ide konyolnya itu.
"Astaga, Del! Uda lama juga kali' itu masalah! Lo' masih saja ungkit sampai sekarang. Udah basi, tau' nggak!" sahut Flo dengan entengnya.
Nih anak emang dasar, ya! Dia pikir bisa semudah itu apa ngilangin rasa malu gue dan penghinaan akibat ulah tuh cowok gila.
"Jadi gimana, Del? Lo setuju, kan? 10x lipat lo, Del! Lumayan, bisa lo pakai bikin party sampai puas! Atau, bisa lo pake beli tas branded incaran lo itu"
"Gimana' ya Flo. Gue bingung nih! Gue pikir-pikir dulu deh. Ntar kalo gue setuju gue calling lo!"
Gue pun segera berjalan menghampiri Mama yang tampak kaget bukan main. Bahkan kini nafasnya pun tersengal-sengal."Mama kenapa?" tanya gue khawatir. Pasalnya Mama tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.Mama yang tengah fokus menatap layar akhirnya menoleh, matanya nyalang menatap gue dengan penuh emosi."Keterlaluan kamu, Adel! Mama kecewa sama kamu! Bisa-bisa nya kamu melakukan hal kotor tanpa sepengetahuan Mama dan Papa!" teriak Mama padaku."Ma-maksud Mama apa? Memangnya apa yang Mama baca barusan? Flo mengirim pesan apa?" tanya gue dengan tangan berusaha mengambil ponsel yang berada di genggaman Mama."Kamu baca' ini
☘️Pov AntonSetelah menempuh perjalanan hampir empat jam, akhirnya aku tiba di puskesmas yang dituju sesuai alamat yang di share Lilis kepadaku.Aku pun bergegas turun dari mobil, kemudian menghampiri seorang wanita dengan dandanan yang menor tengah berdiri di pintu utama puskesmas."Mbak Lilis, ya?" tanyaku saat tiba di hadapannya. Ia pun segera mengangguk."Iya! Mas Anton, kan?" ucapnya sambil mengarahkan satu jarinya pada ku."Betul!" jawabku. "Dimana Emak? Bagaimana kondisinya?""Emak ada di dalam! Lebih baik kita langsung masuk saja, Mas!" ucapnya mengajakku untuk masuk
Sebuah kondom yang sudah terlepas dari bungkusnya ia perlihatkan padaku, dan sontak membuatku terkejut."Kamu dapat dari mana benda ini?" tanyaku dengan sejuta pertanyaan yang menggelayut di benakku."Dari kamar Mbak Nisa, Mas!" jawabnya yakin.Aku pun segera mengambil kondom itu dari tangannya, dan kemudian membuang benda sakral itu ke tempat sampah."Lho! Ko' dibuang, Mas? Nanti Mbak Nisa marah," ucapnya."Tidak apa-apa, Mbak Nisa tidak akan marah! Itu benda kotor. Harus dibuang, Qila nggak boleh pegang-pegang benda seperti itu!""Memangnya itu apaan, Mas? Bent
"Bagaimana kondisi anak saya dok?" tanyaku pada dokter yang baru saja selesai memeriksa Jannah."Anak Bapak tidak apa-apa, kami sudah melakukan tindakan. Bapak sudah bisa melihatnya," ucapnya membuatku lega.Beruntung saat aku tiba di rumah sakit para dokter dan perawat dengan cekatan menangani Jannah. Mereka langsung membawa Jannah ke ruang UGD. Aku benar-benar khawatir dengan kondisinya. Aku sangat takut kehilangan Jannah.Aku pun segera masuk ke ruangan serba putih itu ditemani oleh dokter yang tadi memeriksa Jannah. Ku lihat 'Jannah sedang tertidur pulas di atas ranjang ruang UGD."Untuk malam ini, anak Bapak menginap sementara disini sampai kondisinya benar-benar stabil!" ucap dokter itu
"Tuan besar?" ucap sopir pribadi Ayah yang semalam mengantarku ke rumah sakit terkejut."Diantar siapa Tuan besar datang kesini?" tanya ia penasaran. Wajahnya terlihat panik sekaligus khawatir."Sendiri!" jawab Ayah singkat."Kenapa Tuan tidak menelpon saya? Harusnya Tuan memberitahu saya jika ingin datang kesini. Saya, kan' bisa menjemput Tuan!" ucapnya gusar."Tidak apa-apa, Min! Kamu tidak usah khawatir! Yang penting saya sudah sampai disini dengan selamat! Oh iya, sepertinya tadi saya asal memarkirkan mobil karena buru-buru. Coba tolong kamu cek! Saya khawatir posisi mobil saya akan mengganggu orang yang akan keluar masuk area parkiran!" ujar Ayah menyerahkan kunci mobilnya pada Pak Amin. Denga
"Sudah! Sudah! Biar saya saja yang bereskan. Lebih baik kamu tunggu diluar aja!" ucapku menghentikan si nenek lampir. Aku tidak ingin konsentrasi ku buyar gara-gara pemandangan yang terpampang di depan mata."Ih! Aneh banget, sih' lo. Tadi nyuruh gue beresin, sekarang malah nyuruh gue tunggu di luar! Dasar plin-plan' lo!'' sahutnya. Ia pun segera keluar dari ruangan ini dan menunggu di depan pintu.*Di ruang rapat, perwakilan karyawan dan kepala cabang anak perusahaan sudah hadir. Mereka semua menunggu kedatangan ku."Selamat siang semuanya!" ucapku menyapa mereka."Siang, Pak!"Jawab mereka serempak.
"Jangan sembarangan kalau ngomong! Asal nyablak seenaknya, kamu pikir' kamu itu siapa?""Lha, emang bener, kan' otak lo traveling liat penampilan gue? Kalau nggak' lo nggak mungkin mempermasalahkan baju gue!"Nih nenek lampir memang minta di tampol sepertinya. Dari tadi ngomongnya ngegas terus. Bukannya introspeksi diri, malah nuduh yang enggak-enggak."Ayo jawab, jangan diem aja! Akuin kalo lo emang omesh lihat penampilan gue!""Hah! Omesh melihat penampilan kamu? Mimpi kamu! Masih banyak wanita diluaran sana yang jauh lebih cantik dari kamu! Asal kamu tau 'saya hanya tidak ingin mendengar karyawan saya pada ngomongin dan ngelecehin kamu! Setelah rapat tadi, mereka semua membahas penampilan kamu yang dinilai
Jarum jam seakan berhenti di suasana yang hening ini, Adel semakin mendekatkan tubuhnya padaku. Hembusan nafasnya yang hangat begitu terasa. Kedua tangannya kini melingkar di leherku, membuat kami berdua tak berjarak sedikitpun. Pendinginan udara di ruangan ini seolah tidak berfungsi, ruangan yang seharusnya sejuk seketika berubah menjadi begitu panas. Entah apa yang membuatnya seperti ini, gadis ini tampak begitu liar. Kring! Kring! Dering ponsel yang cukup keras membuat kami berdua terperanjat. Adel langsung melepaskan tangannya yang melingkar di leherku. Aku pun segera merogoh ponsel di saku celanaku, melihat sebuah panggilan