☘️Pov Adel
'Ih … nyebelin banget' tuh cowok! Masa iya dia pergi gitu aja ninggalin Bokap dan Nyokap gue yang udah bela-belain datang kesini untuk memenuhi undangan Om Romy untuk merayakan keberhasilannya di Singapore! Dia pikir dia itu siapa?' batin gue kesal.
Terlihat raut wajah kecewa dari Om Romy dan juga orang tua gue saat si Anton pergi ninggalin ruangan ini. 'Emang dasar tuh cowok nggak punya perasaan! Lagian ngapain juga, sih' dia pergi kerumah mantan istrinya yang sudah jelas-jelas nyakitin dia! Kalau gue jadi dia' gue nggak bakal mau bertemu lagi sama tuh cewek murahan!'
"Ya sudah! Lebih baik kita berangkat sekarang, tidak masalah' kan kita makan siangnya hanya berempat?" ucap Om Romy memastikan.
"Tentu tidak, Pak! Dengan undangan dari Bapak saja kami sudah sangat berterima kasih!" jawab Papa membuat Om Romy tersenyum lega.
Kami pun bergegas turun ke lobby, dan pergi menuju sebuah restoran bintang lima yang telah dipesan oleh
☘️Pov AdelSetelah acara makan bersama selesai, kami pun memutuskan untuk langsung pulang. Om Romy yang sudah dijemput oleh sopir pribadinya pulang lebih dulu, kemudian disusul oleh Papa.Sepanjang perjalanan Papa dan Mama terus saja mengomel, mereka berdua silih berganti menasehati gue. Dan ini yang bikin gue males satu mobil dengan mereka. Gue selalu diperlakukan seperti anak kecil yang nggak ngerti apa-apa."Kamu itu keterlaluan, Adel! Sudah berapa kali Mama bilang, jaga sopan-santunmu di hadapan orang! Sikap kamu tadi itu bikin Mama dan Papa malu! Coba kamu pikir' bagaimana Jika sampai Pak Romy tersinggung dengan ucapanmu tadi?" ucap Mama bertanya dengan wajah kesal."Papa benar-benar kec
"Sebenarnya itu produk lama, sih' Del! Tapi produk itu nggak laku. Mungkin karena promosinya kurang kali. Makanya gue ingin lo promosiin tuh barang, agar laris seperti dua produk sebelumnya!" ucap Flo penuh harap.Kalau seperti ini gue jadi makin bingung. Jika gue tolak, nih anak pasti kecewa banget. Tapi, kalau gue terima' resikonya juga gede."Halo, Del! Jadi gimana? Lo, mau kan endorse produk gue lagi?""Adelll! Lo masih disitu, kan? Ko diem aja' sih?" teriaknya membangunkan lamunan gue."I-iya, Flo! So-sorry, gue di panggil nyokap barusan!" sahut gue berbohong."Jadi gimana, Del? Jawab dong! Lumayan lo' fee nya 10x lipat da
"Aduh, Flo!! Ngapain, sih' lo ngajakin Si Edward kerja sama? Lo tau' kan skandal gue sama dia?" tanya gue kepada Florencia yang sama sekali merasa tidak bersalah dengan ide konyolnya itu."Astaga, Del! Uda lama juga kali' itu masalah! Lo' masih saja ungkit sampai sekarang. Udah basi, tau' nggak!" sahut Flo dengan entengnya.Nih anak emang dasar, ya! Dia pikir bisa semudah itu apa ngilangin rasa malu gue dan penghinaan akibat ulah tuh cowok gila."Jadi gimana, Del? Lo setuju, kan? 10x lipat lo, Del! Lumayan, bisa lo pakai bikin party sampai puas! Atau, bisa lo pake beli tas branded incaran lo itu""Gimana' ya Flo. Gue bingung nih! Gue pikir-pikir dulu deh. Ntar kalo gue setuju gue calling lo!"
Gue pun segera berjalan menghampiri Mama yang tampak kaget bukan main. Bahkan kini nafasnya pun tersengal-sengal."Mama kenapa?" tanya gue khawatir. Pasalnya Mama tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.Mama yang tengah fokus menatap layar akhirnya menoleh, matanya nyalang menatap gue dengan penuh emosi."Keterlaluan kamu, Adel! Mama kecewa sama kamu! Bisa-bisa nya kamu melakukan hal kotor tanpa sepengetahuan Mama dan Papa!" teriak Mama padaku."Ma-maksud Mama apa? Memangnya apa yang Mama baca barusan? Flo mengirim pesan apa?" tanya gue dengan tangan berusaha mengambil ponsel yang berada di genggaman Mama."Kamu baca' ini
☘️Pov AntonSetelah menempuh perjalanan hampir empat jam, akhirnya aku tiba di puskesmas yang dituju sesuai alamat yang di share Lilis kepadaku.Aku pun bergegas turun dari mobil, kemudian menghampiri seorang wanita dengan dandanan yang menor tengah berdiri di pintu utama puskesmas."Mbak Lilis, ya?" tanyaku saat tiba di hadapannya. Ia pun segera mengangguk."Iya! Mas Anton, kan?" ucapnya sambil mengarahkan satu jarinya pada ku."Betul!" jawabku. "Dimana Emak? Bagaimana kondisinya?""Emak ada di dalam! Lebih baik kita langsung masuk saja, Mas!" ucapnya mengajakku untuk masuk
Sebuah kondom yang sudah terlepas dari bungkusnya ia perlihatkan padaku, dan sontak membuatku terkejut."Kamu dapat dari mana benda ini?" tanyaku dengan sejuta pertanyaan yang menggelayut di benakku."Dari kamar Mbak Nisa, Mas!" jawabnya yakin.Aku pun segera mengambil kondom itu dari tangannya, dan kemudian membuang benda sakral itu ke tempat sampah."Lho! Ko' dibuang, Mas? Nanti Mbak Nisa marah," ucapnya."Tidak apa-apa, Mbak Nisa tidak akan marah! Itu benda kotor. Harus dibuang, Qila nggak boleh pegang-pegang benda seperti itu!""Memangnya itu apaan, Mas? Bent
"Bagaimana kondisi anak saya dok?" tanyaku pada dokter yang baru saja selesai memeriksa Jannah."Anak Bapak tidak apa-apa, kami sudah melakukan tindakan. Bapak sudah bisa melihatnya," ucapnya membuatku lega.Beruntung saat aku tiba di rumah sakit para dokter dan perawat dengan cekatan menangani Jannah. Mereka langsung membawa Jannah ke ruang UGD. Aku benar-benar khawatir dengan kondisinya. Aku sangat takut kehilangan Jannah.Aku pun segera masuk ke ruangan serba putih itu ditemani oleh dokter yang tadi memeriksa Jannah. Ku lihat 'Jannah sedang tertidur pulas di atas ranjang ruang UGD."Untuk malam ini, anak Bapak menginap sementara disini sampai kondisinya benar-benar stabil!" ucap dokter itu
"Tuan besar?" ucap sopir pribadi Ayah yang semalam mengantarku ke rumah sakit terkejut."Diantar siapa Tuan besar datang kesini?" tanya ia penasaran. Wajahnya terlihat panik sekaligus khawatir."Sendiri!" jawab Ayah singkat."Kenapa Tuan tidak menelpon saya? Harusnya Tuan memberitahu saya jika ingin datang kesini. Saya, kan' bisa menjemput Tuan!" ucapnya gusar."Tidak apa-apa, Min! Kamu tidak usah khawatir! Yang penting saya sudah sampai disini dengan selamat! Oh iya, sepertinya tadi saya asal memarkirkan mobil karena buru-buru. Coba tolong kamu cek! Saya khawatir posisi mobil saya akan mengganggu orang yang akan keluar masuk area parkiran!" ujar Ayah menyerahkan kunci mobilnya pada Pak Amin. Denga