☘️Pov Anton
Setelah menempuh perjalanan hampir empat jam, akhirnya aku tiba di puskesmas yang dituju sesuai alamat yang di share Lilis kepadaku.
Aku pun bergegas turun dari mobil, kemudian menghampiri seorang wanita dengan dandanan yang menor tengah berdiri di pintu utama puskesmas.
"Mbak Lilis, ya?" tanyaku saat tiba di hadapannya. Ia pun segera mengangguk.
"Iya! Mas Anton, kan?" ucapnya sambil mengarahkan satu jarinya pada ku.
"Betul!" jawabku. "Dimana Emak? Bagaimana kondisinya?"
"Emak ada di dalam! Lebih baik kita langsung masuk saja, Mas!" ucapnya mengajakku untuk masuk
Sebuah kondom yang sudah terlepas dari bungkusnya ia perlihatkan padaku, dan sontak membuatku terkejut."Kamu dapat dari mana benda ini?" tanyaku dengan sejuta pertanyaan yang menggelayut di benakku."Dari kamar Mbak Nisa, Mas!" jawabnya yakin.Aku pun segera mengambil kondom itu dari tangannya, dan kemudian membuang benda sakral itu ke tempat sampah."Lho! Ko' dibuang, Mas? Nanti Mbak Nisa marah," ucapnya."Tidak apa-apa, Mbak Nisa tidak akan marah! Itu benda kotor. Harus dibuang, Qila nggak boleh pegang-pegang benda seperti itu!""Memangnya itu apaan, Mas? Bent
"Bagaimana kondisi anak saya dok?" tanyaku pada dokter yang baru saja selesai memeriksa Jannah."Anak Bapak tidak apa-apa, kami sudah melakukan tindakan. Bapak sudah bisa melihatnya," ucapnya membuatku lega.Beruntung saat aku tiba di rumah sakit para dokter dan perawat dengan cekatan menangani Jannah. Mereka langsung membawa Jannah ke ruang UGD. Aku benar-benar khawatir dengan kondisinya. Aku sangat takut kehilangan Jannah.Aku pun segera masuk ke ruangan serba putih itu ditemani oleh dokter yang tadi memeriksa Jannah. Ku lihat 'Jannah sedang tertidur pulas di atas ranjang ruang UGD."Untuk malam ini, anak Bapak menginap sementara disini sampai kondisinya benar-benar stabil!" ucap dokter itu
"Tuan besar?" ucap sopir pribadi Ayah yang semalam mengantarku ke rumah sakit terkejut."Diantar siapa Tuan besar datang kesini?" tanya ia penasaran. Wajahnya terlihat panik sekaligus khawatir."Sendiri!" jawab Ayah singkat."Kenapa Tuan tidak menelpon saya? Harusnya Tuan memberitahu saya jika ingin datang kesini. Saya, kan' bisa menjemput Tuan!" ucapnya gusar."Tidak apa-apa, Min! Kamu tidak usah khawatir! Yang penting saya sudah sampai disini dengan selamat! Oh iya, sepertinya tadi saya asal memarkirkan mobil karena buru-buru. Coba tolong kamu cek! Saya khawatir posisi mobil saya akan mengganggu orang yang akan keluar masuk area parkiran!" ujar Ayah menyerahkan kunci mobilnya pada Pak Amin. Denga
"Sudah! Sudah! Biar saya saja yang bereskan. Lebih baik kamu tunggu diluar aja!" ucapku menghentikan si nenek lampir. Aku tidak ingin konsentrasi ku buyar gara-gara pemandangan yang terpampang di depan mata."Ih! Aneh banget, sih' lo. Tadi nyuruh gue beresin, sekarang malah nyuruh gue tunggu di luar! Dasar plin-plan' lo!'' sahutnya. Ia pun segera keluar dari ruangan ini dan menunggu di depan pintu.*Di ruang rapat, perwakilan karyawan dan kepala cabang anak perusahaan sudah hadir. Mereka semua menunggu kedatangan ku."Selamat siang semuanya!" ucapku menyapa mereka."Siang, Pak!"Jawab mereka serempak.
"Jangan sembarangan kalau ngomong! Asal nyablak seenaknya, kamu pikir' kamu itu siapa?""Lha, emang bener, kan' otak lo traveling liat penampilan gue? Kalau nggak' lo nggak mungkin mempermasalahkan baju gue!"Nih nenek lampir memang minta di tampol sepertinya. Dari tadi ngomongnya ngegas terus. Bukannya introspeksi diri, malah nuduh yang enggak-enggak."Ayo jawab, jangan diem aja! Akuin kalo lo emang omesh lihat penampilan gue!""Hah! Omesh melihat penampilan kamu? Mimpi kamu! Masih banyak wanita diluaran sana yang jauh lebih cantik dari kamu! Asal kamu tau 'saya hanya tidak ingin mendengar karyawan saya pada ngomongin dan ngelecehin kamu! Setelah rapat tadi, mereka semua membahas penampilan kamu yang dinilai
Jarum jam seakan berhenti di suasana yang hening ini, Adel semakin mendekatkan tubuhnya padaku. Hembusan nafasnya yang hangat begitu terasa. Kedua tangannya kini melingkar di leherku, membuat kami berdua tak berjarak sedikitpun. Pendinginan udara di ruangan ini seolah tidak berfungsi, ruangan yang seharusnya sejuk seketika berubah menjadi begitu panas. Entah apa yang membuatnya seperti ini, gadis ini tampak begitu liar. Kring! Kring! Dering ponsel yang cukup keras membuat kami berdua terperanjat. Adel langsung melepaskan tangannya yang melingkar di leherku. Aku pun segera merogoh ponsel di saku celanaku, melihat sebuah panggilan
Ya Tuhan' kenapa gue nggak sadar jika underwear gue keliatan? Gimana ini? Gue malu banget.Gimana cara nutupin nya? Tas yang gue bawa kecil banget, tidak mungkin bisa nutupin rok gue yang basah ini.Baiklah, sepertinya gue harus buka blazer untuk nutupin rok gue ini. Tanpa b@sa basi gue pun segera membuka blazer. Kemudian berusaha menutup bagian bawah gue yang basah.Berulang kali gue mencoba mengikat blazer ini di pinggang. Namun, karena ukuran blazer yang sangat kecil membuat gue kesulitan. Berulang kali blazer itu terlepas dan membuat gue kehabisan akal.Astaga!! Bagaimana ini?Di tengah kepanikan gue, tiba-tiba Anton membuka jasnya. Ia berjalan mendekat kemudian melingkarkan jas miliknya ke pinggang gue, dan seketika jantungku pun berpacu dengan kencang.Semoga saja Anton tidak mendengarnya. Bisa malu banget gue jika sampai dia mendengar detak jantung gue yang tidak karuan ini.Dari jarak
"Kita lanjut nggak, nih? Ntar keburu macet! Gue udah pegel, pengen cepat sampai rumah!" ucap gue tanpa dihiraukan sedikitpun oleh Anton. Rupanya ia masih fokus dengan ponsel di genggamannya."Woy! Lo denger gue nggak' sih? Gue lagi ngomong sama lo' bukan sama setir. Ko malah di cuekin?""Oh iya' sorry' sorry! Saya sampai lupa kalau mau nganterin kamu pulang!" sahut Anton dengan entengnya.Iiih … nyebelin banget nih cowok' masa iya karena ngurusin mantan istrinya itu dia sampai lupa kalau tujuannya mau nganterin gue pulang."Udah cepet jalan! Ntar kejebak macet' lagi!" cetus gue kesal. Ia pun segera menyalakan mesin mobil dan kembali melanjutkan perjalanan.**Sesampainya di halaman rumah, Anton membantu gue turun dari mobil. Dengan sigap ia membukakan pintu mobilnya, dan mengantar gue sampai ke teras depan."Saya antar sampai sini saja! Kamu cepet masuk' cepet istirahat agar besok bisa kerja!" ucap
Hallo semuanya 🥰🥰 Akhirnya setelah penantian dan proses yang cukup lama. Novel Vonis mandul ditengah kehamilan istriku atau disingkat menjadi (VMDKI) Ending juga 🥳🥳🥳Pertama-tama Saya mengucapkan terimakasih pada Tuhan Yang Maha Esa dan juga kepada Keluarga besar saya yang telah mendukung saya menjadi seorang Penulis. Dan yang paling spesial adalah terimakasih saya kepada seluruh pembaca setia novel VMDKI yang mengikuti novel ini dari awal terbit sampai tamat. 200 bab bukanlah jumlah yang sedikit, dan tentunya banyak diantara kalian semua yang sudah menghabiskan dana untuk membaca novel ini. Saya mohon maaf telah membuat kalian menghabiskan uang jajan atau bahkan uang dapur kalian untuk cerita ini. Semoga kalian bisa mendapat ganti yang berlipat ganda, semoga selalu di beri kesehatan, dan di lancarkan rezekinya. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dan Typo di dalam Novel ini. Jika berkenan yuk, baca juga novel ottor yang lainnya. *Yang suka dr
***Setelah pertemuan itu mereka tidak lagi bertemu sampai acara pernikahan tiba. Anton dan Adelia hanya berkomunikasi lewat telepon dan watsap. Hari terus berganti, kedua keluarga semakin sibuk mempersiapkan acara sakral itu. Mereka ingin acara itu menjadi pernikahan termewah di Jakarta. Malam ini kedua keluarga mengadakan pertemuan tertutup. Dua pasangan paruh baya itu mengadakan jamuan di sebuah restoran VVIP untuk membahas persiapan pesta yang akan digelar besok. Mereka ingin memastikan jika semua persiapan sudah seratus persen. "Syukurlah jika semuanya sudah siap, saya sangat lega mendengarnya! Ini adalah momen spesial untuk kami," ucap Tuan Romy lega. "Iya, Pak. Kami pun begitu, rasanya tidak sabar untuk menunggu hari esok," jawab Pak Tio. "Kalau begitu, kita akhiri saja pertemuan ini, sepertinya sudah malam juga, sudah waktunya kita istirahat agar besok pagi tidak terlambat," ucapnya. Mereka p
***Dengan wajah memerah, Anton keluar dari minimarket membawa bungkusan berwarna merah muda itu. "Sial! Gara-gara Adel, aku jadi di ketawain anak-anak ABG tadi, mana jadi bahan olok-olokkan mereka lagi," cetus Anton menutup pintu mobilnya dengan kesal."Lagian, ngapain juga tuh kasir banyak tanya, pake acara nawarin merek lain segala lagi, memang dia pikir' saya ngerti apa dengan merek-merek pembalut? Aneh-aneh aja tuh orang," Anton menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan minimarket berlogo merah kuning itu.Sesampainya di rumah Adel, Anton pun langsung masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci itu sesuai perintah Adel saat ia menelpon."Adel! Kamu dimana?""Gue di kamar! Lo sini aja! Gue nggak bisa turun nih," teriak Adel menyahut dari kejauhan."Jangan bercanda dong, Del! Di rumah kamu nggak ada siapa-siapa, ntar kalau tiba-tiba Papa dan Mama kamu datang dan melihat saya ada di k
🍀🍀🍀"Ibu langsung istirahat saja! Ibu pasti capek, kan? Barang-barangnya biar si Mbok dan Sulis yang urus!" ucap Anton saat mereka tiba di rumah sang Ayah. Wanita paruh baya itu pun mengangguk dan menuruti seruan anaknya. Sedangkan Anton segera masuk ke dalam kamarnya, ia pun merasa lelah setelah membantu memindahkan barang-barang ibunya.Kring! Kring! Ponsel Anton berdering, dengan cepat ia mengangkat panggilan masuk dari Lilis. "Halo, assalamualaikum' Mbak,""Waalaikumsalam, Mas. Maaf mengganggu, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih atas paket yang dikirim mas Anton. Anak-anak senang sekali, Mas,""Syukurlah kalau paketnya sudah sampai, Mbak. Semoga Fadlan dan Aqila menyukainya," ucap Anton lega. Tiga hari lalu Anton mengirim perlengkapan sekolah untuk kedua adik iparnya itu. Mulai dari baju seragam, sepatu, tas dan perlengkapan lainnya. "Suka banget, Mas. Dari tadi mereka nggak sabar ingin bilang terima
🍀🍀🍀Satu minggu sebelum pernikahan Anton di gelar, Tuan Romy dan Bu Minah pun melangsungkan acara pernikahan mereka di kediaman Tuan Romy, acaranya berlangsung khidmat dan sederhana sesuai permintaan Bu Aminah. Hanya kerabat dan orang-orang terdekat mereka yang menghadiri acara tersebut. Bu Aminah tampak begitu cantik dengan balutan kebaya Jawa, begitupun dengan Tuan Romy, pria lima puluh dua tahun itu tampak gagah dengan busana adat dan juga blangkon khas Jawa yang ia kenakanan. Pasangan paruh baya itu pun duduk di depan penghulu. "Bagaimana Pak Romy, sudah siap?" tanya penghulu itu memastikan. Tuan Romy pun langsung mengangguk yakin. Anton dan kekasihnya duduk di sebelah mereka, menyaksikan betapa sakralnya ijab kabul yang diucapkan sang Ayah. Suasana hening sejenak saat Tuan Romy dengan lugas dan lancar mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya penghulu memastikan."Sah!"
***Satu minggu setelah perdebatan itu, suasana kembali mencair. Bu Minah berusaha untuk menghilangkan kebenciannya kepada Jannah. Bagaimanapun anak itu memang tidak berdosa. Tidak mungkin ia harus menanggung beban atas perbuatan keji yang dilakukan kedua orang tuanya. Bu Minah berusaha meyakinkan dirinya, meski itu tidak semudah yang dipikirkan. Tapi ia yakin, lambat laun rasa sayang itu akan tumbuh dengan sendirinya. Kring! Kring! Dering ponselnya berbunyi. Nama Tuan Romy terpampang di layar. Dengan antusias Bu Minah segera menggeser tombol hijau dan berbicara dengan pria yang kini kembali mengisi kekosongan hatinya. "Halo, Mas. Sudah berangkat?" tanya Bu Minah saat seseorang memanggil namanya. "Sudah, Minah. Ini Mas sudah di jalan, sebentar lagi sampai. Kamu sudah siap' kan?" "Sudah, Mas. Saya tunggu di luar ya, biar kita langsung berangkat," Sahutnya sebelum memutus panggilan. Hari
Sore menjelang malam, mereka pun tiba di Jakarta. Setelah mengantar Adel sampai ke rumahnya, Anton pun bergegas pulang. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat Bu Minah ada di rumah sang Ayah dan menyambut dirinya dengan wajah tak bersahabat."Ibu? Sejak kapan ibu disini?" tanya Anton meraih tangan ibunya dan menciumnya takzim."Kamu dari mana saja Anton? Kenapa nomormu tidak bisa dihubungi?" tanya Bu Minah menatap tajam Anak sulungnya itu. Melihat raut wajah ibunya yang kesal, Anton pun bingung harus menjawab apa. "Kenapa diam saja Anton? Kamu tidak dengar apa yang ibu tanyakan?! Kamu dari mana saja? Kenapa pergi tidak pamit sama ibu?""Maaf kan Anton, Bu. Anton … Anton ada urusan,""Urusan? Urusan apa? Mengurus wanita jalang itu maksudmu?! Jawab Anton! Benarkan apa yang ibu katakan?" Mendengar cercaran pertanyaan dari ibunya, Anton pun hanya bisa mengangguk mengiyakan. Ia tidak mungkin berdebat dengan sang ibu d
Mereka bertiga pun akhirnya memutuskan untuk pulang, Anton dan Adel mengantar Lilis terlebih dahulu sebelum mereka berdua kembali ke Jakarta. "Terimakasih, ya' Mas Anton, maaf sudah terlalu banyak merepotkan," ucap Lilis saat mereka tiba di rumahnya. "Tidak apa, Mbak. Itu sudah menjadi tanggung jawab saya. Kalau begitu saya pamit dulu' ya, Mbak. Salam pada anak-anak," "Baik, Mas. Nanti saya sampaikan salam dari Mas Anton pada Qila dan Fadlan jika mereka sudah pulang dari sekolah. Mas Anton dan Mbak Adel hati-hati di jalan," sahut Lilis dan segera di anggukan oleh Anton maupun Adel. Dua sejoli itu pun akhirnya pergi meninggalkan kampung halaman Nisa.Tidak bisa dipungkiri, di kampung ini Anton sempat menjadi bagian dari keluarga besar Abah dan Emak. Kenangan masa lalu yang indah sempat terukir, walau hanya sesaat."Anton? Lo kenapa' sih? Ko malah ngelamun? Ayo jalan!" ucap Adel menegur kekasihnya yang masih dudu
"E-elo … nggak sedang bohongin gue kan?" tanya Adel terbata. Seketika ada perasaan bersalah karena telah menuduhnya yang tidak-tidak. "Untuk apa saya bohongin kamu, Del? Apa untungnya buat saya?" sahut Anton membuang nafas kasar. Ia tidak menyangka jika gadisnya itu bisa berpikiran buruk terhadapnya. "Lebih baik' sekarang kamu balik ke Jakarta! Kamu kesini diantar Pak Amin' kan? Biar saya bilang sama Pak Amin untuk bawa kamu pulang ke Jakarta," ucap Anton. Ia pun berjalan menuju mobil hendak menghampiri sang supir. Namun, seketika tangan Adel menghadangnya. "Gue nggak mau balik! Gue mau disini nemenin lo!" ujar Adel yakin."Tapi, Del! Disini saya repot dengan urusan Nisa. Saya tidak mungkin bisa jagain kamu! Dari pada nantinya kamu kesal, lebih baik kamu pulang. Jika urusan disini selesai, saya akan segera menyusul kamu ke Jakarta!" "Pokoknya gue nggak mau balik! Gue tidak akan kembali ke Jakarta tanpa lo! Gue mau nemenin lo sampai semua urusan