Pov Anton
Aku segera menyalakan motor sport milik Arjuna dan bersiap untuk segera pergi. Namun, tiba-tiba Ibu memanggilku dari balik pintu. Ibu membuka pintu lalu bertanya dengan cemas.
"Anton! Kamu mau kemana? Kenapa buru-buru! Tadi siapa yang menelpon?" tanya Ibu khawatir.
Sebenarnya aku tidak ingin Ibu tahu masalah ini, aku takut ia semakin ngedrop. Tapi tidak ada pilihan lain. Aku takut Ibu semakin kecewa jika aku berbohong padanya.
"Anton mau menemui Nisa dan Arjuna, Bu! Mereka berdua dirampok di jalan! Tadi Nisa yang telpon Anton. Dia memberitahu jika saat ini Arjuna terluka parah. Jadi Anton harus segera kesana!" jelas ku pada Ibu. Seketika Ibu ambruk di lantai, tubu
Pov AntonSudah dua jam aku mencari Bapak di tempat teman-temannya, tapi Bapak tidak ada disana. Kira-kira, dimana Bapak saat ini? Kalau bukan karena Ibu dan nyawa Arjuna, aku tidak sudi repot-repot mencari keberadaan Bapak.Apa mungkin saat ini dia sedang di hotel tempat uang menginap selama ini? Tapi, di Jakarta banyak sekali hotel. Tidak mungkin aku mendatangi satu persatu hotel yang ada di Ibu kota ini.Berulang kali aku mencoba menghubunginya, tapi tetap saja nomornya tidak aktif. Aku pastikan dia akan menyesal jika sampai terjadi apa-apa dengan Arjuna."Kring! Kring!" Dering ponselku berbunyi. Sebuah panggilan masuk dari Ibu. Dengan cepat aku mengusap tombol jawab di layar."Halo, Bu! Anton masih di jalan! Anton masih belum menemukan Bapak! Sudah mencari ke rumah teman-teman Bapak, tapi Bapak tidak ada!" jelasku memulai pembicaraan. Aku tahu, saat ini Ibu pasti sangat mengharapkan kehadira
Pov AntonIbu menangis histeris, ia tak percaya bahwa Arjuna telah tiada. Ini adalah cobaan yang berat untuk Ibu. Disaat ia sedang menerima kenyataan pahit mengenai Bapak yang telah berzina dengan Nisa, dan saat ini, Ibu harus ikhlas kehilangan anak bungsunya.Arjuna adalah anak kesayangan Ibu. Aku yakin, Ibu pasti sangat terpukul. Berkali-kali ia berusaha mengguncang-guncangkan tubuh Arjuna agar Arjuna bisa terbangun.Tapi itu mustahil, karena dokter telah memastikan, jika nyawa Arjuna tidak bisa tertolong karena kehabisan banyak darah. Dan sampai Arjuna menghembuskan nafas terakhir, pihak rumah sakit masih belum menerima pendonor darah AB.Seandainya Bapak tidak mematikan ponselnya, mungkin ini semua tidak akan terjadi.Tadi sebelum Arjuna menghembuskan nafas terakhirnya, aku sudah berhasil menelpon Bapak dan memberi tahu soal kondisi Arjuna. Mungkin saat ini Bapak tengah di perjalanan kemari.
Pov BapakKedua polisi itu berlari menghampiri ku, mereka memborgol tanganku, lalu menggandeng ku masuk ke mobil polisi. Aku tidak bisa lagi berlari. Rasa sakit akibat peluru yang bersarang di kaki ku membuatku terpaksa pasrah di bawa oleh mereka.Mobil berhenti, pertanda kita sudah tiba di tujuan. Mereka membawaku ke klinik kantor polisi untuk mengobati luka di kaki ku. Kemudian menyuruhku berjalan seperti biasa menuju ruang pemeriksaan."Duduk!" ucap salah satu petugas berbadan tegap itu padaku.Aku pun menarik kursi di hadapan petugas yang duduk di hadapan komputer.Ia memberiku banyak pertanyaan, hampir 3 jam aku di periksa. Hingga akhirnya aku pun digiring masuk ke sel tahanan.Ini bagaikan mimpi buruk bagiku, aku tidak bisa melihat pemakaman anak kandung ku Arjuna. Aku juga terpaksa harus mendekam di jeruji besi sampai proses sidang dimulai dan hakim memberikan putusan.
Pov AntonTidak terasa sudah satu minggu Arjuna pergi meninggalkan kita semua. Ibu masih terlihat sedih, walaupun dia sudah mulai bisa beraktivitas seperti biasa, tapi dia masih sering melamun seorang diri dikamar Arjuna. Hari ini adalah acara tahlilan 7 hari kepergian Arjuna.Para tetangga komplek dan teman-teman arisan Ibu datang membantu menyiapkan acara tahlilan."Mas!" suara Nisa membangunkan lamunanku. Iya, sudah satu minggu semenjak kepergian Arjuna, Nisa kusuruh tinggal dirumah ini untuk sementara waktu. Agar ada orang yang bisa bantu-bantu di rumah ini. Lagian, jika Nisa tidak ada disini, nanti akan jadi pertanyaan besar oleh para tetangga."Iya, Nis! Ada apa?" jawabku tanpa menoleh ke arahnya."Dari pagi Ibu belum makan, Mas! Nisa sudah mencoba membujuk Ibu. Tapi, Ibu tetap tidak merespon. Apa tidak sebaiknya, Mas Anton yang coba bujuk Ibu agar dia mau makan, Mas!" jelas Nisa padaku.&n
Pov BapakAku kembali ke kamar, merasakan sakit yang sangat luar biasa ini. Padahal rencananya hari ini aku akan menemui Nisa di rumah kontrakannya. Aku ingin membuat perhitungan kepada wanita jalang itu. Dia dan Anton telah bekerja sama untuk menjebloskan aku ke penjara. Mereka berdua harus mendapatkan balasan yang setimpal. Tapi, melihat kondisiku saat ini, mana mungkin aku bisa menemui Nisa. Untuk mengenakan celana saja rasanya begitu sakit.Dengan terpaksa aku harus mengenakan sarung seperti anak kecil yang habis di sunat. Sial! Ini semua gara-gara ulah para napi bar-bar itu.Aku tidak bisa berbuat apa-apa, badanku menggigil merasakan sakit di area sentralku. Hari ini aku hanya bisa tiduran di hotel tanpa berbuat apa-apa. Aku berharap, besok kondisi ku pulih seperti semula. Agar aku bisa segera melampiaskan dendamku pada Nisa dan Anton.****~~~Tiga hari kemudian.Sudah tiga hari, k
Pov AntonMungkin, hari ini adalah hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Setelah 29 tahun aku hidup dengan Bapak, yang ternyata bukan Ayah kandungku. Hari ini untuk pertama kalinya, aku akan bertemu dengan Ayah kandungku yang sesungguhnya. Perasaan ku campur aduk. Tidak biasanya aku setegang ini."Anton! Kamu sudah siap?" tanya Ibu padaku. Wajahnya tampak berseri-seri. Ada rona kebahagiaan yang terpancar dari wajah Ibu.Aku mengangguk pelan sambil berkata. "Sudah, Bu! InsyaAllah Anton siap!.""Syukurlah! Ibu benar-benar senang Anton! Setelah sidang perceraian mu dan Nisa yang pertama berjalan lancar, sekarang kamu juga akan bertemu dengan Ayah kandung mu! Ibu harap setelah pertemuan ini, hidupmu jadi lebih bahagia, Ayahmu orang baik, kamu harus sayang dan hormat padanya! Walaupun dia tidak pernah mengurusmu, tapi dia lah yang membiayai seluruh kebutuhan mu selama ini," jelas Ibu padaku."Kalau be
Pov BapakAku tidak mungkin terkena HIV! Diagnosa ini pasti salah. Dokter itu pasti hanya ingin mengerjai ku."Aku ini orang sehat! Tidak mungkin bisa terkena penyakit menjijikkan seperti itu!" ucapku pada Dokter yang memberiku kertas ini."Tapi, Pak! Itu adalah hasil dari pemeriksaan yang kita lakukan pada Bapak, dan hasil itu tidak mungkin keliru. Jika Bapak tidak percaya, Bapak bisa periksa di rumah sakit lain, saya yakin hasilnya akan sama. Bapak memang terkena HIV!" ucapnya dengan yakin.Sepertinya percuma saja jika aku terus berdebat, mereka tidak akan mungkin mau mendengar penjelasan ku.Setelah perdebatan yang cukup alot, akhirnya mereka meninggalkan aku sendiri di ruanganku. Bagus! Aku akan segera keluar dari rumah sakit aneh ini. Aku harus segera pergi dari sini sebelum mereka memindahkan ku ke ruang khusus penderita HIV AIDS.Aku harus menyusun rencana agar aku bisa
Pov AntonAku segera meluncur ke kontrakan Nisa, aku benar-benar khawatir. Aku takut jika Bapak kembali melampiaskan nafsunya pada Nisa. Walaupun sebentar lagi aku dan Nisa akan bercerai, tapi perasaan ini tetap tidak bisa dipungkiri, aku tidak mungkin bisa menerima perbuatan asusila yang Bapak lakukan pada Nisa.Sesampainya di rumah kontrakan, Aku langsung masuk ke dalam. Benar saja dugaanku. Kulihat Nisa hanya membalut tubuhnya dengan handuk. Rambutnya basah. Sepertinya ia habis mandi besar."Nisa! Kamu tidak apa-apa kan?" Tanyaku khawatir."Mas… aku takut, Mas!" ucap Nisa. Ia langsung memeluk erat tubuhku."Apa yang Bapak lakukan padamu, Nis? Apa dia memaksamu untuk melayani nafsunya lagi?""Tidak, Mas! Bapak tidak melakukan apa-apa! Dia hanya mengambil seluruh uangku!" ucapnya membuatku lega."Lantas, kenapa kamu tidak memakai baju? Rambutmu basah