Malam berganti pagi, keluarga Nyonya Wina tengah sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk acara pertunangan putri semata wayang mereka.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, Nyonya Wina tampak antusias saat perias yang ia pesan tiba di rumahnya."Adel, kamu jangan lama-lama mandinya! Orang salonnya udah dateng tuh! Ayo cepat jangan buang-buang waktu!" teriak Nyonya Wina menghampiri pintu kamar mandi anaknya."Iya, Mah, ini juga udah selesai ko, bentar lagi juga keluar," sahut Adel. Tak lama kemudian gadis itu pun keluar menghampiri Ibunya.Nyonya Wina telah memesan perias terbaik Jakarta. Ia ingin putrinya tampil sempurna di acara pertunangannya dengan seorang anak konglomerat terpandang di kota ini. Menjadi pendamping Anton adalah impian setiap orang tua yang memiliki anak gadis. Dibalik ketidak sempurnaannya, Anton memiliki banyak kelebihan, salah satunya wajah yang tampan dan harta yang berlimpah. Ia pasti menjadi incaran banyak wanita. AdBu Aminah terperangah mendengar ucapan dari mantan majikannya itu. Ia benar-benar tidak percaya jika laki-laki yang sudah lama pergi dalam kehidupannya tiba-tiba mengajaknya untuk bersama. Belum sempat wanita itu menjawab, ponsel Tuan Romy berdering. Sebuah panggilan dari Anton. Tuan Romy pun segera mengusap layar benda pipih itu dan berbicara dengan putranya. "Hallo, Ayah! Adel dan keluarganya sudah tiba, mereka mencari Ayah," ucap Anton pada Ayahnya. "Baiklah, suruh mereka menunggu. Ayah dan Ibumu segera kesana," sahut Tuan Romy. Ia pun segera mematikan panggilan dan kembali memasukan ponselnya ke dalam saku. "Minah, ayo kita masuk! Besan kita sudah tiba. Kau harus berkenalan dengan mereka," ucap Tuan Romy
Adel memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan bibir kekasihnya itu. Sudah lama ia menginginkan momen indah ini. Ciuman hangat yang ia impikan dari dulu. Adel tidak menyangka jika Anton sehebat ini saat bercumbu. Pria itu membuatnya terhipnotis, dibalik sikapnya yang cuek dan polos, ternyata Anton adalah pria romantis yang mampu meluluhkan hatinya yang keras seperti batu. "Sudah, " Bisik Anton ditelinga Adelia sesaat setelah ia melepaskan bibirnya dari bibir sang kekasih. Adel yang masih memejamkan matanya pun terkejut, ia seolah tersadar dari kenikmatannya. "Are u oke?" tanya Anton pada gadis yang masih melongo dengan bibir terbuka itu. Adel pun langsung membuka mata, dan berusaha membetulkan posisi duduknya yang sedikit merosot. "Owh … o-ke, gu-gue oke!" jawab Adel terbata.'Astaga!! Apa yang terjadi dengan gue? Kenapa gue jadi kaku gini? Gue seperti habis tersengat listrik tegangan tinggi. Tubuh gue panas dingin gini rasanya. Oh my god, gue nggak nyangka ni
Adzan magrib berkumandang saat Anton tiba di rumahnya. Pria itu pun langsung turun dari mobil setelah memarkirkan mobilnya di garasi.Ia melangkahkan kaki menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua. Setelah menanggalkan pakaiannya, Anton pun lantas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan berwudhu. Jam dinding sudah menunjukan pukul enam lebih tiga puluh menit, Anton segera merapikan sajadah yang baru saja ia pakai untuk shalat. Ia pun segera merebahkan tubuhnya di atas kasur. Namun, pria itu kembali beranjak. Sepertinya ia melupakan sesuatu. "Astaga, aku sampai lupa tidak mengecek ponselku," ucap Anton. Ia pun bangkit dari kasur dan mengambil gawai yang masih tersimpan di saku jas nya.Dengan antusias Anton menekan tombol power untuk menghidupkan ponselnya. Ia ingin berselancar didunia maya, sudah lama pria itu tidak mengecek sosial media miliknya. Entah kenapa hari ini ia ingin sekali membuka facebuk atau hanya sekedar
Anton mempercepat laju kendaraannya. Pria itu sungguh khawatir, sepanjang jalan' pikirannya terus menerka-nerka. Ia harus segera sampai ke alamat yang dikirim oleh Lilis. "Sebenarnya apa yang terjadi denganmu, Nis? Kenapa kamu bisa sampai nekat membunuh orang?" Guman Anton. Ditengah kecepatan mobilnya yang terus melaju, tiba-tiba ponsel Anton pun berdering. Pria berwajah tampan itu melirik nama sang Ayah terpampang di layar, kemudian kembali menaruh gawainya diatas dashboard mobilnya. Ia tidak mungkin mengangkat panggilan itu saat ini, Anton tahu betul tujuan Ayahnya apa. Setelah tiga jam perjalanan Anton pun tiba di lokasi yang dituju. Ada banyak orang yang berkerumun dan beberapa polisi yang tengah berjaga. "Mas Anton!" teriak Lilis. Wanita itu pun berlari menghampiri Anton saat pria itu turun dari mobilnya."Mbak, ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi?" tanya Anton. Ia tampak bingung dan khawatir, terlebih saat melihat police line d
"Menurut orang-orang sekitar, pria itu penghuni kos di sana juga, dia tetangga kos Nisa. Kata mereka, pria itu pengangguran, tiap hari kerjaannya hanya mabuk dan nongkrong-nongkrong dengan teman-temannya. Saya yakin, Mas' Nisa itu tidak bersalah, dia hanya korban yang berusaha mempertahankan dirinya," "Saya pikir juga begitu, Mbak. Psikis Nisa memang tidak stabil, tapi dia tidak mungkin tiba-tiba mencelakai orang yang tidak bersalah. Pasti ada sebabnya ia sampai nekat melakukan itu semua," sahut Anton yakin."Sebenarnya ada berapa orang penghuni yang kos di sana, Mbak? Ko bisa tidak ada orang sama sekali saat kejadian itu?" tanya Anton penasaran."Semua kamar penuh' ko, Mas. Sepuluh kamar itu ada penghuninya semua. Namun, karena rata-rata mereka semua kerja di pabrik jadi kalau pagi sampai siang itu sepi, tidak ada orang. Karena mereka kerja sip. Berangkat pagi pulang jam lima sore. Makanya saat kejadian siang tadi di sana sepi nggak ada orang," jelas Lil
Mereka pun segera berlari mengikuti polwan itu untuk melihat kondisi Nisa.Anton terkejut saat melihat mantan istrinya yang masih di borgol itu tergolek lemas dengan darah mengucur di pelipis dan keningnya. Dua orang petugas berseragam coklat itu lantas membopong tubuh Nisa dan membawanya ke rumah sakit Bhayangkara menggunakan mobil ambulan.Anton dan Lilis pun segera mengikuti mereka. Mobil mewah Anton mengekor di belakang mobil ambulan yang melesat cepat meninggalkan polsek.Sesampainya di rumah sakit Bhayangkara, Nisa pun segera dilarikan ke UGD. Dokter meminta kami semua untuk menunggu diluar, hanya satu orang polwan yang diijinkan masuk mendampingi Nisa."Ya allah, mas. Bagaimana ini? Saya khawatir dengan kondisi Nisa, Mas," ucap Lilis cemas."Saya juga khawatir, Mbak. Tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa. Lebih baik kita tunggu saja dokter itu keluar," sahut Anton. Ia pun menghempaskan bokongnya di atas kursi tunggu.Satu j
Setelah panggilan dengan Bu Minah berakhir, Tuan Romy pun segera menelpon anak buahnya dan menugaskan mereka untuk mencari Anton. Seorang adikuasa seperti Tuan Romy bisa melakukan apa saja dengan mudah. Jika ia mau, ia bisa dengan mudah melenyapkan Nisa dari dunia ini. Namun, itu bukan tujuannya. Keinginannya hanya satu, perempuan gila itu berhenti mengusik hidup anaknya. 💥Malam berganti pagi, Tuan Romy pun sudah siap untuk pergi ke kantor. Dengan penampilan yang rapi, pria paruh baya itu pun segera berangkat di temani oleh supir pribadinya. Ini adalah meeting penting baginya dan perusahan. Ia tidak boleh sampai telat. "Om Romy? Ko' Om ada disini? Anton nya mana?" tanya Adel saat ia masuk ke dalam ruangannya dan melihat Tuan Romy sedang sibuk mencari berkas di meja Anton. "Adel, kamu sudah datang?" ucap Tuan Romy bertanya dengan santai matanya kembali fokus mencari file penting itu."Iya, Om. Om lagi nyari a
Adel mengambil tasnya, ia pun turun ke lobby untuk menemui Pak Amin. Supir pribadi keluarga Tuan Romy yang ditugaskan untuk mengantarnya ke kampung."Ayo, Pak. Kita berangkat sekarang!" ajak Adel pada pria paruh baya yang tengah berdiri di samping mobil berwarna hitam itu.Pak Amin mengangguk, ia pun segera membukakan pintu mobil untuk kekasih anak majikannya itu.Sepanjang jalan gadis itu nampak gelisah. Berbagai pikiran berkecamuk di dalam hatinya. Ia tidak sabar ingin segera tiba dan meminta penjelasan kepada calon suaminya itu."Ngebut dong, Pak! Lelet banget' kayak siput! Gue harus cepat sampai nih! Lo bisa nyetir nggak sih?" "I-iya, Non, maaf," sahut Pak Amin. Ia pun mulai mempercepat laju mobilnya. Beruntung hari ini Nyonya Wina sudah mengembalikan ponselnya, jika tidak' Adel mungkin akan kesulitan menghubungi Anton di saat seperti ini."Argh sial!" umpat Adel kesal saat nomor