Sedangkan Nisa langsung menghempaskan bokongnya di atas kasur. Rasa kecewa pada Anton membuat mood nya rusak.
Nisa mengotak-atik ponselnya, ia mengirimkan pesan pada mantan suaminya itu dan berharap Anton segera meresponsnya. Namun, semua itu nihil. Deretan pesan berantai yang dikirim oleh Nisa sama sekali tidak dihiraukan oleh Anton.'Baca dong Mas! Kenapa nggak di baca juga' sih? Padahal kamu lagi online. Kamu ngapain aja si Mas? Kenapa jadi kayak gini?' gumam Nisa dengan perasaan yang campur aduk.Setelah lama menunggu dan tak kunjung direspon oleh Anton, akhirnya Nisa pun memutuskan untuk memakai bajunya dan kembali mencoba menelpon pria idamannya itu.Berulang kali Nisa menghubungi Anton, tapi nomornya selalu sibuk.[Kenapa sibuk terus, sih' Mas? Kamu lagi telponan dengan siapa?][Aku sudah pakai baju lengkap, ayo kita video call!][Angkat dong Mas! Aku sudah tidak telanjang sekarang! Aku mohon angkat panggilanMalam berganti pagi, keluarga Nyonya Wina tengah sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk acara pertunangan putri semata wayang mereka. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, Nyonya Wina tampak antusias saat perias yang ia pesan tiba di rumahnya."Adel, kamu jangan lama-lama mandinya! Orang salonnya udah dateng tuh! Ayo cepat jangan buang-buang waktu!" teriak Nyonya Wina menghampiri pintu kamar mandi anaknya."Iya, Mah, ini juga udah selesai ko, bentar lagi juga keluar," sahut Adel. Tak lama kemudian gadis itu pun keluar menghampiri Ibunya.Nyonya Wina telah memesan perias terbaik Jakarta. Ia ingin putrinya tampil sempurna di acara pertunangannya dengan seorang anak konglomerat terpandang di kota ini. Menjadi pendamping Anton adalah impian setiap orang tua yang memiliki anak gadis. Dibalik ketidak sempurnaannya, Anton memiliki banyak kelebihan, salah satunya wajah yang tampan dan harta yang berlimpah. Ia pasti menjadi incaran banyak wanita. Ad
Bu Aminah terperangah mendengar ucapan dari mantan majikannya itu. Ia benar-benar tidak percaya jika laki-laki yang sudah lama pergi dalam kehidupannya tiba-tiba mengajaknya untuk bersama. Belum sempat wanita itu menjawab, ponsel Tuan Romy berdering. Sebuah panggilan dari Anton. Tuan Romy pun segera mengusap layar benda pipih itu dan berbicara dengan putranya. "Hallo, Ayah! Adel dan keluarganya sudah tiba, mereka mencari Ayah," ucap Anton pada Ayahnya. "Baiklah, suruh mereka menunggu. Ayah dan Ibumu segera kesana," sahut Tuan Romy. Ia pun segera mematikan panggilan dan kembali memasukan ponselnya ke dalam saku. "Minah, ayo kita masuk! Besan kita sudah tiba. Kau harus berkenalan dengan mereka," ucap Tuan Romy
Adel memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan bibir kekasihnya itu. Sudah lama ia menginginkan momen indah ini. Ciuman hangat yang ia impikan dari dulu. Adel tidak menyangka jika Anton sehebat ini saat bercumbu. Pria itu membuatnya terhipnotis, dibalik sikapnya yang cuek dan polos, ternyata Anton adalah pria romantis yang mampu meluluhkan hatinya yang keras seperti batu. "Sudah, " Bisik Anton ditelinga Adelia sesaat setelah ia melepaskan bibirnya dari bibir sang kekasih. Adel yang masih memejamkan matanya pun terkejut, ia seolah tersadar dari kenikmatannya. "Are u oke?" tanya Anton pada gadis yang masih melongo dengan bibir terbuka itu. Adel pun langsung membuka mata, dan berusaha membetulkan posisi duduknya yang sedikit merosot. "Owh … o-ke, gu-gue oke!" jawab Adel terbata.'Astaga!! Apa yang terjadi dengan gue? Kenapa gue jadi kaku gini? Gue seperti habis tersengat listrik tegangan tinggi. Tubuh gue panas dingin gini rasanya. Oh my god, gue nggak nyangka ni
Adzan magrib berkumandang saat Anton tiba di rumahnya. Pria itu pun langsung turun dari mobil setelah memarkirkan mobilnya di garasi.Ia melangkahkan kaki menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua. Setelah menanggalkan pakaiannya, Anton pun lantas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan berwudhu. Jam dinding sudah menunjukan pukul enam lebih tiga puluh menit, Anton segera merapikan sajadah yang baru saja ia pakai untuk shalat. Ia pun segera merebahkan tubuhnya di atas kasur. Namun, pria itu kembali beranjak. Sepertinya ia melupakan sesuatu. "Astaga, aku sampai lupa tidak mengecek ponselku," ucap Anton. Ia pun bangkit dari kasur dan mengambil gawai yang masih tersimpan di saku jas nya.Dengan antusias Anton menekan tombol power untuk menghidupkan ponselnya. Ia ingin berselancar didunia maya, sudah lama pria itu tidak mengecek sosial media miliknya. Entah kenapa hari ini ia ingin sekali membuka facebuk atau hanya sekedar
Anton mempercepat laju kendaraannya. Pria itu sungguh khawatir, sepanjang jalan' pikirannya terus menerka-nerka. Ia harus segera sampai ke alamat yang dikirim oleh Lilis. "Sebenarnya apa yang terjadi denganmu, Nis? Kenapa kamu bisa sampai nekat membunuh orang?" Guman Anton. Ditengah kecepatan mobilnya yang terus melaju, tiba-tiba ponsel Anton pun berdering. Pria berwajah tampan itu melirik nama sang Ayah terpampang di layar, kemudian kembali menaruh gawainya diatas dashboard mobilnya. Ia tidak mungkin mengangkat panggilan itu saat ini, Anton tahu betul tujuan Ayahnya apa. Setelah tiga jam perjalanan Anton pun tiba di lokasi yang dituju. Ada banyak orang yang berkerumun dan beberapa polisi yang tengah berjaga. "Mas Anton!" teriak Lilis. Wanita itu pun berlari menghampiri Anton saat pria itu turun dari mobilnya."Mbak, ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi?" tanya Anton. Ia tampak bingung dan khawatir, terlebih saat melihat police line d
"Menurut orang-orang sekitar, pria itu penghuni kos di sana juga, dia tetangga kos Nisa. Kata mereka, pria itu pengangguran, tiap hari kerjaannya hanya mabuk dan nongkrong-nongkrong dengan teman-temannya. Saya yakin, Mas' Nisa itu tidak bersalah, dia hanya korban yang berusaha mempertahankan dirinya," "Saya pikir juga begitu, Mbak. Psikis Nisa memang tidak stabil, tapi dia tidak mungkin tiba-tiba mencelakai orang yang tidak bersalah. Pasti ada sebabnya ia sampai nekat melakukan itu semua," sahut Anton yakin."Sebenarnya ada berapa orang penghuni yang kos di sana, Mbak? Ko bisa tidak ada orang sama sekali saat kejadian itu?" tanya Anton penasaran."Semua kamar penuh' ko, Mas. Sepuluh kamar itu ada penghuninya semua. Namun, karena rata-rata mereka semua kerja di pabrik jadi kalau pagi sampai siang itu sepi, tidak ada orang. Karena mereka kerja sip. Berangkat pagi pulang jam lima sore. Makanya saat kejadian siang tadi di sana sepi nggak ada orang," jelas Lil
Mereka pun segera berlari mengikuti polwan itu untuk melihat kondisi Nisa.Anton terkejut saat melihat mantan istrinya yang masih di borgol itu tergolek lemas dengan darah mengucur di pelipis dan keningnya. Dua orang petugas berseragam coklat itu lantas membopong tubuh Nisa dan membawanya ke rumah sakit Bhayangkara menggunakan mobil ambulan.Anton dan Lilis pun segera mengikuti mereka. Mobil mewah Anton mengekor di belakang mobil ambulan yang melesat cepat meninggalkan polsek.Sesampainya di rumah sakit Bhayangkara, Nisa pun segera dilarikan ke UGD. Dokter meminta kami semua untuk menunggu diluar, hanya satu orang polwan yang diijinkan masuk mendampingi Nisa."Ya allah, mas. Bagaimana ini? Saya khawatir dengan kondisi Nisa, Mas," ucap Lilis cemas."Saya juga khawatir, Mbak. Tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa. Lebih baik kita tunggu saja dokter itu keluar," sahut Anton. Ia pun menghempaskan bokongnya di atas kursi tunggu.Satu j
Setelah panggilan dengan Bu Minah berakhir, Tuan Romy pun segera menelpon anak buahnya dan menugaskan mereka untuk mencari Anton. Seorang adikuasa seperti Tuan Romy bisa melakukan apa saja dengan mudah. Jika ia mau, ia bisa dengan mudah melenyapkan Nisa dari dunia ini. Namun, itu bukan tujuannya. Keinginannya hanya satu, perempuan gila itu berhenti mengusik hidup anaknya. 💥Malam berganti pagi, Tuan Romy pun sudah siap untuk pergi ke kantor. Dengan penampilan yang rapi, pria paruh baya itu pun segera berangkat di temani oleh supir pribadinya. Ini adalah meeting penting baginya dan perusahan. Ia tidak boleh sampai telat. "Om Romy? Ko' Om ada disini? Anton nya mana?" tanya Adel saat ia masuk ke dalam ruangannya dan melihat Tuan Romy sedang sibuk mencari berkas di meja Anton. "Adel, kamu sudah datang?" ucap Tuan Romy bertanya dengan santai matanya kembali fokus mencari file penting itu."Iya, Om. Om lagi nyari a
Hallo semuanya 🥰🥰 Akhirnya setelah penantian dan proses yang cukup lama. Novel Vonis mandul ditengah kehamilan istriku atau disingkat menjadi (VMDKI) Ending juga 🥳🥳🥳Pertama-tama Saya mengucapkan terimakasih pada Tuhan Yang Maha Esa dan juga kepada Keluarga besar saya yang telah mendukung saya menjadi seorang Penulis. Dan yang paling spesial adalah terimakasih saya kepada seluruh pembaca setia novel VMDKI yang mengikuti novel ini dari awal terbit sampai tamat. 200 bab bukanlah jumlah yang sedikit, dan tentunya banyak diantara kalian semua yang sudah menghabiskan dana untuk membaca novel ini. Saya mohon maaf telah membuat kalian menghabiskan uang jajan atau bahkan uang dapur kalian untuk cerita ini. Semoga kalian bisa mendapat ganti yang berlipat ganda, semoga selalu di beri kesehatan, dan di lancarkan rezekinya. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dan Typo di dalam Novel ini. Jika berkenan yuk, baca juga novel ottor yang lainnya. *Yang suka dr
***Setelah pertemuan itu mereka tidak lagi bertemu sampai acara pernikahan tiba. Anton dan Adelia hanya berkomunikasi lewat telepon dan watsap. Hari terus berganti, kedua keluarga semakin sibuk mempersiapkan acara sakral itu. Mereka ingin acara itu menjadi pernikahan termewah di Jakarta. Malam ini kedua keluarga mengadakan pertemuan tertutup. Dua pasangan paruh baya itu mengadakan jamuan di sebuah restoran VVIP untuk membahas persiapan pesta yang akan digelar besok. Mereka ingin memastikan jika semua persiapan sudah seratus persen. "Syukurlah jika semuanya sudah siap, saya sangat lega mendengarnya! Ini adalah momen spesial untuk kami," ucap Tuan Romy lega. "Iya, Pak. Kami pun begitu, rasanya tidak sabar untuk menunggu hari esok," jawab Pak Tio. "Kalau begitu, kita akhiri saja pertemuan ini, sepertinya sudah malam juga, sudah waktunya kita istirahat agar besok pagi tidak terlambat," ucapnya. Mereka p
***Dengan wajah memerah, Anton keluar dari minimarket membawa bungkusan berwarna merah muda itu. "Sial! Gara-gara Adel, aku jadi di ketawain anak-anak ABG tadi, mana jadi bahan olok-olokkan mereka lagi," cetus Anton menutup pintu mobilnya dengan kesal."Lagian, ngapain juga tuh kasir banyak tanya, pake acara nawarin merek lain segala lagi, memang dia pikir' saya ngerti apa dengan merek-merek pembalut? Aneh-aneh aja tuh orang," Anton menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan minimarket berlogo merah kuning itu.Sesampainya di rumah Adel, Anton pun langsung masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci itu sesuai perintah Adel saat ia menelpon."Adel! Kamu dimana?""Gue di kamar! Lo sini aja! Gue nggak bisa turun nih," teriak Adel menyahut dari kejauhan."Jangan bercanda dong, Del! Di rumah kamu nggak ada siapa-siapa, ntar kalau tiba-tiba Papa dan Mama kamu datang dan melihat saya ada di k
🍀🍀🍀"Ibu langsung istirahat saja! Ibu pasti capek, kan? Barang-barangnya biar si Mbok dan Sulis yang urus!" ucap Anton saat mereka tiba di rumah sang Ayah. Wanita paruh baya itu pun mengangguk dan menuruti seruan anaknya. Sedangkan Anton segera masuk ke dalam kamarnya, ia pun merasa lelah setelah membantu memindahkan barang-barang ibunya.Kring! Kring! Ponsel Anton berdering, dengan cepat ia mengangkat panggilan masuk dari Lilis. "Halo, assalamualaikum' Mbak,""Waalaikumsalam, Mas. Maaf mengganggu, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih atas paket yang dikirim mas Anton. Anak-anak senang sekali, Mas,""Syukurlah kalau paketnya sudah sampai, Mbak. Semoga Fadlan dan Aqila menyukainya," ucap Anton lega. Tiga hari lalu Anton mengirim perlengkapan sekolah untuk kedua adik iparnya itu. Mulai dari baju seragam, sepatu, tas dan perlengkapan lainnya. "Suka banget, Mas. Dari tadi mereka nggak sabar ingin bilang terima
🍀🍀🍀Satu minggu sebelum pernikahan Anton di gelar, Tuan Romy dan Bu Minah pun melangsungkan acara pernikahan mereka di kediaman Tuan Romy, acaranya berlangsung khidmat dan sederhana sesuai permintaan Bu Aminah. Hanya kerabat dan orang-orang terdekat mereka yang menghadiri acara tersebut. Bu Aminah tampak begitu cantik dengan balutan kebaya Jawa, begitupun dengan Tuan Romy, pria lima puluh dua tahun itu tampak gagah dengan busana adat dan juga blangkon khas Jawa yang ia kenakanan. Pasangan paruh baya itu pun duduk di depan penghulu. "Bagaimana Pak Romy, sudah siap?" tanya penghulu itu memastikan. Tuan Romy pun langsung mengangguk yakin. Anton dan kekasihnya duduk di sebelah mereka, menyaksikan betapa sakralnya ijab kabul yang diucapkan sang Ayah. Suasana hening sejenak saat Tuan Romy dengan lugas dan lancar mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya penghulu memastikan."Sah!"
***Satu minggu setelah perdebatan itu, suasana kembali mencair. Bu Minah berusaha untuk menghilangkan kebenciannya kepada Jannah. Bagaimanapun anak itu memang tidak berdosa. Tidak mungkin ia harus menanggung beban atas perbuatan keji yang dilakukan kedua orang tuanya. Bu Minah berusaha meyakinkan dirinya, meski itu tidak semudah yang dipikirkan. Tapi ia yakin, lambat laun rasa sayang itu akan tumbuh dengan sendirinya. Kring! Kring! Dering ponselnya berbunyi. Nama Tuan Romy terpampang di layar. Dengan antusias Bu Minah segera menggeser tombol hijau dan berbicara dengan pria yang kini kembali mengisi kekosongan hatinya. "Halo, Mas. Sudah berangkat?" tanya Bu Minah saat seseorang memanggil namanya. "Sudah, Minah. Ini Mas sudah di jalan, sebentar lagi sampai. Kamu sudah siap' kan?" "Sudah, Mas. Saya tunggu di luar ya, biar kita langsung berangkat," Sahutnya sebelum memutus panggilan. Hari
Sore menjelang malam, mereka pun tiba di Jakarta. Setelah mengantar Adel sampai ke rumahnya, Anton pun bergegas pulang. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat Bu Minah ada di rumah sang Ayah dan menyambut dirinya dengan wajah tak bersahabat."Ibu? Sejak kapan ibu disini?" tanya Anton meraih tangan ibunya dan menciumnya takzim."Kamu dari mana saja Anton? Kenapa nomormu tidak bisa dihubungi?" tanya Bu Minah menatap tajam Anak sulungnya itu. Melihat raut wajah ibunya yang kesal, Anton pun bingung harus menjawab apa. "Kenapa diam saja Anton? Kamu tidak dengar apa yang ibu tanyakan?! Kamu dari mana saja? Kenapa pergi tidak pamit sama ibu?""Maaf kan Anton, Bu. Anton … Anton ada urusan,""Urusan? Urusan apa? Mengurus wanita jalang itu maksudmu?! Jawab Anton! Benarkan apa yang ibu katakan?" Mendengar cercaran pertanyaan dari ibunya, Anton pun hanya bisa mengangguk mengiyakan. Ia tidak mungkin berdebat dengan sang ibu d
Mereka bertiga pun akhirnya memutuskan untuk pulang, Anton dan Adel mengantar Lilis terlebih dahulu sebelum mereka berdua kembali ke Jakarta. "Terimakasih, ya' Mas Anton, maaf sudah terlalu banyak merepotkan," ucap Lilis saat mereka tiba di rumahnya. "Tidak apa, Mbak. Itu sudah menjadi tanggung jawab saya. Kalau begitu saya pamit dulu' ya, Mbak. Salam pada anak-anak," "Baik, Mas. Nanti saya sampaikan salam dari Mas Anton pada Qila dan Fadlan jika mereka sudah pulang dari sekolah. Mas Anton dan Mbak Adel hati-hati di jalan," sahut Lilis dan segera di anggukan oleh Anton maupun Adel. Dua sejoli itu pun akhirnya pergi meninggalkan kampung halaman Nisa.Tidak bisa dipungkiri, di kampung ini Anton sempat menjadi bagian dari keluarga besar Abah dan Emak. Kenangan masa lalu yang indah sempat terukir, walau hanya sesaat."Anton? Lo kenapa' sih? Ko malah ngelamun? Ayo jalan!" ucap Adel menegur kekasihnya yang masih dudu
"E-elo … nggak sedang bohongin gue kan?" tanya Adel terbata. Seketika ada perasaan bersalah karena telah menuduhnya yang tidak-tidak. "Untuk apa saya bohongin kamu, Del? Apa untungnya buat saya?" sahut Anton membuang nafas kasar. Ia tidak menyangka jika gadisnya itu bisa berpikiran buruk terhadapnya. "Lebih baik' sekarang kamu balik ke Jakarta! Kamu kesini diantar Pak Amin' kan? Biar saya bilang sama Pak Amin untuk bawa kamu pulang ke Jakarta," ucap Anton. Ia pun berjalan menuju mobil hendak menghampiri sang supir. Namun, seketika tangan Adel menghadangnya. "Gue nggak mau balik! Gue mau disini nemenin lo!" ujar Adel yakin."Tapi, Del! Disini saya repot dengan urusan Nisa. Saya tidak mungkin bisa jagain kamu! Dari pada nantinya kamu kesal, lebih baik kamu pulang. Jika urusan disini selesai, saya akan segera menyusul kamu ke Jakarta!" "Pokoknya gue nggak mau balik! Gue tidak akan kembali ke Jakarta tanpa lo! Gue mau nemenin lo sampai semua urusan