Tak lama kemudian terdengar suara daun pintu yang ditarik dibarengi suara lengkingan dari si nenek lampir.
"Taruh semuanya di atas sofa!" ucapnya pada dua orang pegawai hotel yang membawa banyak barang belanjaan.
"Ini tips untuk kalian berdua! Terimakasih, yah!" ucapnya lagi sambil memberikan beberapa lembar mata uang Singapura pada dua pelayan itu.
"Apa-apaan ini? Kenapa semua barang-barang ini di bawa ke kamar?" tanyaku berjalan menghampirinya.
"Kenapa? Masalah buat, Lo? Suka-suka gue dong! Toh ini kamar gue, bukan kamar Lo! Ingat! Lo itu cuma numpang!" cetusnya percaya diri.
"Terserah kamu mau ngomong apa! Yang jelas malam ini saya masih tidur disini! Lagian barang sebanyak ini kamu dapat dari mana? Emangnya kamu punya uang sebanyak ini untuk belanja barang-barang branded kayak gini?" tanyaku memicingkan mata.
&nbs
'Astaga! Gue bener-bener nggak bisa berkutik jika berada di posisi ini! Ya Tuhan, apa yang harus gue lakukan? Mana gue belum pakai baju lagi, cuma pakai handuk doang! Kalau kayak gini ceritanya gue bisa begadang sampai pagi gara-gara tegang deket nih cowok!''Oke fix! Gue harus segera pindah dari kasur ini. Gue nggak mau terjadi hal yang diinginkan. Ups! Maksud gue, terjadi hal yang tidak diinginkan. Duh, kenapa otak gue jadi konslet gini, sih?'Gue berusaha memindahkan tangannya yang masih melingkar di pinggang gue. Pelan tapi pasti, gue mencoba mendorong tubuhnya agar menjauh. Setelah berhasil memindahkan tangannya, gue pun segera bangkit dari kasur dan berusaha untuk turun. Namun, handuk kimono gue tertindih badan Anton membuat gue kesulitan untuk beranjak.
Terdengar suaranya yang begitu nyaring menggema di seluruh ruangan."Dasar cowok kurang ajar! Keluar lo! Jangan sembunyi! Lo harus bertanggung jawab atas apa yang lo lakuin!" teriaknya lagi.Aku yakin, saat ini si nenek lampir pasti sedang emosi tingkat tinggi. Wajahnya pasti merah kayak tomat busuk. Rasain kamu nenek lampir! Itu balasan untuk orang sombong dan angkuh seperti mu!"Anton! Keluar lo! Dasar cowok cupu kurang ajar! Beraninya hanya sama cewek! Cepet keluar lo! Jangan jadi pengecut bersembunyi di kamar mandi!" ucapnya sambil menggedor pintu kamar mandi dengan kasar.Aku kembali fokus menggosok badanku dengan sabun, kemudian menuangkan sampo di kepalaku. Aku sama s
Aku duduk di tepian ranjang. Dari dalam kamar mandi terdengar suara tangisan si nenek lampir yang menyayat hati. Sepertinya ia benar-benar sedih karena kejadian ini. Aku jadi semakin merasa bersalah padanya.Niat hati ingin memberinya pelajaran, malah jadi seperti ini. Argh! Sial, kenapa aku tidak teliti dulu sebelum bertindak? Harusnya aku baca dulu keterangan yang tertulis pada spidol itu! Kalau aku tau itu spidol permanen, aku tidak mungkin menggunakan nya untuk melukis wajah si nenek lampir.Sudah dua puluh menit dia mengurung diri dikamar mandi. Berulang kali aku menyuruhnya keluar, tapi dia sama sekali tidak menghiraukan ucapanku.Ponselnya terus berdering, sepertinya ada panggilan yang sangat penting untuknya."Adel, buka pintunya! Ponselmu terus berdering! Sepertinya itu telepon penting! Lebih baik kamu angkat dulu teleponnya!""Adel! Kamu denger saya nggak, sih? Cepet buka pintunya! Sudah puluhan kali ponselmu
Aku pun segera menjauh darinya, berjalan keluar mencari taxi lewat. Namun, langkahku terhenti saat kulihat si nenek lampir itu dijemput oleh seorang pria dengan tato di lengan kanan dan kirinya.Pria itu menjemput dengan mobil sport mewah keluaran terbaru. Mereka berdua tampak begitu dekat. Tanpa basa basi si pria bertato itu langsung mendaratkan ciuman di pipi kanan dan kiri si nenek lampir. Tangannya melingkar sempurna di pinggang Adel yang ramping.Sorot mata si pria agresif itu terlihat penuh nafsu memandang Adel dari atas sampai bawah.Mereka tertawa bahagia setelah bercengkrama begitu intimnya. Layaknya seorang pasangan kekasih yang sedang melepas rindu. 'Cih! Dasar nggak tau etika! Bermesraan di depan umum, kayak nggak ada tempat lain aja!' Gumamku d
Pov Adel🍭🍭🍭"Aw! Ah … aduh, Del' pelan-pelan dong! Sakit banget kaki gue!" ucap Nicolas meringis kesakitan."Udah deh jangan mendesah mulu! Nggak enak diliat orang! Ntar dikira gue ngapa-ngapain lo' lagi!""Tapi ini sakit benget, Del! Kayaknya kaki gue bengkak' deh!""Salah lo sendiri jalan nggak liat-liat! Jatoh, kan jadinya! Lagian lo, sih keganjenan. Liat cewek bohai dikit tuh mata langsung juling nggak liat kanan kiri," sungut gue kesal.'Emang dasar nih cowok mata keranjang, lagi jalan sama gue, masih aja jelalatan liat cewek lain! Rasain tuh kena getah
Pov Anton🍎🍎"Halo! Adel, kamu masih denger saya nggak, sih?" ucapku saat si nenek lampir itu tak lagi menjawab.Sepertinya ia tengah asik dengan seseorang disampingnya. Terdengar dari percakapan mereka yang sangat menjijikkan."Hey nenek lampir, kamu masih disana, kan?" ucapku sebelum akhirnya panggilan terputus.'Argh! Keterlaluan tuh nenek lampir. Dia sengaja mematikan telpon setelah aku mendengar semuanya! Apa coba maksudnya? Apa dia sengaja ingin pamer padaku? Dasar cewek nggak punya harga diri! Mau aja diajak mesum sama preman pasar!' gerutuku kesal.Aku segera memas
'Keterlaluan tuh nenek lampir. Lagi-lagi dia menyebutku cowok cupu. Masa iya laki-laki keren seperti ku masih terlihat cupu di matanya? Yang benar saja?" gumamku sambil melihat diri ini di depan cermin besar yang berada tepat di hadapanku."Maaf, Pak! Kalau yang ini bagaimana? Sepertinya ini cocok untuk Ibu anda!" ucap pegawai itu menunjukkan sebuah gamis warna maroon lengkap dengan kerudungnya."Em … sepertinya bagus! Oke, saya ambil yang itu saja!" jawabku yakin.Aku pun segera mengambil baju yang sudah dipilihkan oleh pegawai butik ini. Gegasku menuju kasir dan membayarnya. Setelah urusan pembayaran selesai, aku pun segera meninggalkan tempat favorit kaum hawa ini. Ini adalah butik yang sangat terkenal di Singapore. Salah satu butik terlengkap di
Adel menatapku penuh kebencian, matanya nyalang seakan benar-benar marah dengan perkataanku."Jangan pernah lo sebut gue cewek murahan! Lo nggak tau siapa gue! Bagaimana kehidupan gue, lo juga nggak tau! Jadi, jangan seenaknya lo ngomong sembarangan tentang gue! Pake ngatain gue cewek murahan! Ngaca dong lo, lo itu siapa?" ucap Adel dengan nada tinggi. Tangannya menunjuk wajahku dengan emosi."Asal lo tau Anton, gue sudah lama tau tentang lo! Masa lalu lo yang suram pun, gue udah tau semuanya. Tapi gue nggak pernah ungkit-ungkit itu semua di depan lo! Gue nggak pernah menghina dan menjelekkan lo dengan kata-kata kasar seperti lo ngatain gue. Karena apa? Karena gue tau, gue harus ngejaga perasaan lo agar lo nggak minder, agar lo nggak sakit hati! Tapi--malam ini, justru lo yang bikin hati gue sakit! Perkataan lo itu bikin
Hallo semuanya 🥰🥰 Akhirnya setelah penantian dan proses yang cukup lama. Novel Vonis mandul ditengah kehamilan istriku atau disingkat menjadi (VMDKI) Ending juga 🥳🥳🥳Pertama-tama Saya mengucapkan terimakasih pada Tuhan Yang Maha Esa dan juga kepada Keluarga besar saya yang telah mendukung saya menjadi seorang Penulis. Dan yang paling spesial adalah terimakasih saya kepada seluruh pembaca setia novel VMDKI yang mengikuti novel ini dari awal terbit sampai tamat. 200 bab bukanlah jumlah yang sedikit, dan tentunya banyak diantara kalian semua yang sudah menghabiskan dana untuk membaca novel ini. Saya mohon maaf telah membuat kalian menghabiskan uang jajan atau bahkan uang dapur kalian untuk cerita ini. Semoga kalian bisa mendapat ganti yang berlipat ganda, semoga selalu di beri kesehatan, dan di lancarkan rezekinya. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dan Typo di dalam Novel ini. Jika berkenan yuk, baca juga novel ottor yang lainnya. *Yang suka dr
***Setelah pertemuan itu mereka tidak lagi bertemu sampai acara pernikahan tiba. Anton dan Adelia hanya berkomunikasi lewat telepon dan watsap. Hari terus berganti, kedua keluarga semakin sibuk mempersiapkan acara sakral itu. Mereka ingin acara itu menjadi pernikahan termewah di Jakarta. Malam ini kedua keluarga mengadakan pertemuan tertutup. Dua pasangan paruh baya itu mengadakan jamuan di sebuah restoran VVIP untuk membahas persiapan pesta yang akan digelar besok. Mereka ingin memastikan jika semua persiapan sudah seratus persen. "Syukurlah jika semuanya sudah siap, saya sangat lega mendengarnya! Ini adalah momen spesial untuk kami," ucap Tuan Romy lega. "Iya, Pak. Kami pun begitu, rasanya tidak sabar untuk menunggu hari esok," jawab Pak Tio. "Kalau begitu, kita akhiri saja pertemuan ini, sepertinya sudah malam juga, sudah waktunya kita istirahat agar besok pagi tidak terlambat," ucapnya. Mereka p
***Dengan wajah memerah, Anton keluar dari minimarket membawa bungkusan berwarna merah muda itu. "Sial! Gara-gara Adel, aku jadi di ketawain anak-anak ABG tadi, mana jadi bahan olok-olokkan mereka lagi," cetus Anton menutup pintu mobilnya dengan kesal."Lagian, ngapain juga tuh kasir banyak tanya, pake acara nawarin merek lain segala lagi, memang dia pikir' saya ngerti apa dengan merek-merek pembalut? Aneh-aneh aja tuh orang," Anton menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan minimarket berlogo merah kuning itu.Sesampainya di rumah Adel, Anton pun langsung masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci itu sesuai perintah Adel saat ia menelpon."Adel! Kamu dimana?""Gue di kamar! Lo sini aja! Gue nggak bisa turun nih," teriak Adel menyahut dari kejauhan."Jangan bercanda dong, Del! Di rumah kamu nggak ada siapa-siapa, ntar kalau tiba-tiba Papa dan Mama kamu datang dan melihat saya ada di k
🍀🍀🍀"Ibu langsung istirahat saja! Ibu pasti capek, kan? Barang-barangnya biar si Mbok dan Sulis yang urus!" ucap Anton saat mereka tiba di rumah sang Ayah. Wanita paruh baya itu pun mengangguk dan menuruti seruan anaknya. Sedangkan Anton segera masuk ke dalam kamarnya, ia pun merasa lelah setelah membantu memindahkan barang-barang ibunya.Kring! Kring! Ponsel Anton berdering, dengan cepat ia mengangkat panggilan masuk dari Lilis. "Halo, assalamualaikum' Mbak,""Waalaikumsalam, Mas. Maaf mengganggu, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih atas paket yang dikirim mas Anton. Anak-anak senang sekali, Mas,""Syukurlah kalau paketnya sudah sampai, Mbak. Semoga Fadlan dan Aqila menyukainya," ucap Anton lega. Tiga hari lalu Anton mengirim perlengkapan sekolah untuk kedua adik iparnya itu. Mulai dari baju seragam, sepatu, tas dan perlengkapan lainnya. "Suka banget, Mas. Dari tadi mereka nggak sabar ingin bilang terima
🍀🍀🍀Satu minggu sebelum pernikahan Anton di gelar, Tuan Romy dan Bu Minah pun melangsungkan acara pernikahan mereka di kediaman Tuan Romy, acaranya berlangsung khidmat dan sederhana sesuai permintaan Bu Aminah. Hanya kerabat dan orang-orang terdekat mereka yang menghadiri acara tersebut. Bu Aminah tampak begitu cantik dengan balutan kebaya Jawa, begitupun dengan Tuan Romy, pria lima puluh dua tahun itu tampak gagah dengan busana adat dan juga blangkon khas Jawa yang ia kenakanan. Pasangan paruh baya itu pun duduk di depan penghulu. "Bagaimana Pak Romy, sudah siap?" tanya penghulu itu memastikan. Tuan Romy pun langsung mengangguk yakin. Anton dan kekasihnya duduk di sebelah mereka, menyaksikan betapa sakralnya ijab kabul yang diucapkan sang Ayah. Suasana hening sejenak saat Tuan Romy dengan lugas dan lancar mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya penghulu memastikan."Sah!"
***Satu minggu setelah perdebatan itu, suasana kembali mencair. Bu Minah berusaha untuk menghilangkan kebenciannya kepada Jannah. Bagaimanapun anak itu memang tidak berdosa. Tidak mungkin ia harus menanggung beban atas perbuatan keji yang dilakukan kedua orang tuanya. Bu Minah berusaha meyakinkan dirinya, meski itu tidak semudah yang dipikirkan. Tapi ia yakin, lambat laun rasa sayang itu akan tumbuh dengan sendirinya. Kring! Kring! Dering ponselnya berbunyi. Nama Tuan Romy terpampang di layar. Dengan antusias Bu Minah segera menggeser tombol hijau dan berbicara dengan pria yang kini kembali mengisi kekosongan hatinya. "Halo, Mas. Sudah berangkat?" tanya Bu Minah saat seseorang memanggil namanya. "Sudah, Minah. Ini Mas sudah di jalan, sebentar lagi sampai. Kamu sudah siap' kan?" "Sudah, Mas. Saya tunggu di luar ya, biar kita langsung berangkat," Sahutnya sebelum memutus panggilan. Hari
Sore menjelang malam, mereka pun tiba di Jakarta. Setelah mengantar Adel sampai ke rumahnya, Anton pun bergegas pulang. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat Bu Minah ada di rumah sang Ayah dan menyambut dirinya dengan wajah tak bersahabat."Ibu? Sejak kapan ibu disini?" tanya Anton meraih tangan ibunya dan menciumnya takzim."Kamu dari mana saja Anton? Kenapa nomormu tidak bisa dihubungi?" tanya Bu Minah menatap tajam Anak sulungnya itu. Melihat raut wajah ibunya yang kesal, Anton pun bingung harus menjawab apa. "Kenapa diam saja Anton? Kamu tidak dengar apa yang ibu tanyakan?! Kamu dari mana saja? Kenapa pergi tidak pamit sama ibu?""Maaf kan Anton, Bu. Anton … Anton ada urusan,""Urusan? Urusan apa? Mengurus wanita jalang itu maksudmu?! Jawab Anton! Benarkan apa yang ibu katakan?" Mendengar cercaran pertanyaan dari ibunya, Anton pun hanya bisa mengangguk mengiyakan. Ia tidak mungkin berdebat dengan sang ibu d
Mereka bertiga pun akhirnya memutuskan untuk pulang, Anton dan Adel mengantar Lilis terlebih dahulu sebelum mereka berdua kembali ke Jakarta. "Terimakasih, ya' Mas Anton, maaf sudah terlalu banyak merepotkan," ucap Lilis saat mereka tiba di rumahnya. "Tidak apa, Mbak. Itu sudah menjadi tanggung jawab saya. Kalau begitu saya pamit dulu' ya, Mbak. Salam pada anak-anak," "Baik, Mas. Nanti saya sampaikan salam dari Mas Anton pada Qila dan Fadlan jika mereka sudah pulang dari sekolah. Mas Anton dan Mbak Adel hati-hati di jalan," sahut Lilis dan segera di anggukan oleh Anton maupun Adel. Dua sejoli itu pun akhirnya pergi meninggalkan kampung halaman Nisa.Tidak bisa dipungkiri, di kampung ini Anton sempat menjadi bagian dari keluarga besar Abah dan Emak. Kenangan masa lalu yang indah sempat terukir, walau hanya sesaat."Anton? Lo kenapa' sih? Ko malah ngelamun? Ayo jalan!" ucap Adel menegur kekasihnya yang masih dudu
"E-elo … nggak sedang bohongin gue kan?" tanya Adel terbata. Seketika ada perasaan bersalah karena telah menuduhnya yang tidak-tidak. "Untuk apa saya bohongin kamu, Del? Apa untungnya buat saya?" sahut Anton membuang nafas kasar. Ia tidak menyangka jika gadisnya itu bisa berpikiran buruk terhadapnya. "Lebih baik' sekarang kamu balik ke Jakarta! Kamu kesini diantar Pak Amin' kan? Biar saya bilang sama Pak Amin untuk bawa kamu pulang ke Jakarta," ucap Anton. Ia pun berjalan menuju mobil hendak menghampiri sang supir. Namun, seketika tangan Adel menghadangnya. "Gue nggak mau balik! Gue mau disini nemenin lo!" ujar Adel yakin."Tapi, Del! Disini saya repot dengan urusan Nisa. Saya tidak mungkin bisa jagain kamu! Dari pada nantinya kamu kesal, lebih baik kamu pulang. Jika urusan disini selesai, saya akan segera menyusul kamu ke Jakarta!" "Pokoknya gue nggak mau balik! Gue tidak akan kembali ke Jakarta tanpa lo! Gue mau nemenin lo sampai semua urusan