'Keterlaluan tuh nenek lampir. Lagi-lagi dia menyebutku cowok cupu. Masa iya laki-laki keren seperti ku masih terlihat cupu di matanya? Yang benar saja?" gumamku sambil melihat diri ini di depan cermin besar yang berada tepat di hadapanku.
"Maaf, Pak! Kalau yang ini bagaimana? Sepertinya ini cocok untuk Ibu anda!" ucap pegawai itu menunjukkan sebuah gamis warna maroon lengkap dengan kerudungnya.
"Em … sepertinya bagus! Oke, saya ambil yang itu saja!" jawabku yakin.
Aku pun segera mengambil baju yang sudah dipilihkan oleh pegawai butik ini. Gegasku menuju kasir dan membayarnya. Setelah urusan pembayaran selesai, aku pun segera meninggalkan tempat favorit kaum hawa ini. Ini adalah butik yang sangat terkenal di Singapore. Salah satu butik terlengkap di
Adel menatapku penuh kebencian, matanya nyalang seakan benar-benar marah dengan perkataanku."Jangan pernah lo sebut gue cewek murahan! Lo nggak tau siapa gue! Bagaimana kehidupan gue, lo juga nggak tau! Jadi, jangan seenaknya lo ngomong sembarangan tentang gue! Pake ngatain gue cewek murahan! Ngaca dong lo, lo itu siapa?" ucap Adel dengan nada tinggi. Tangannya menunjuk wajahku dengan emosi."Asal lo tau Anton, gue sudah lama tau tentang lo! Masa lalu lo yang suram pun, gue udah tau semuanya. Tapi gue nggak pernah ungkit-ungkit itu semua di depan lo! Gue nggak pernah menghina dan menjelekkan lo dengan kata-kata kasar seperti lo ngatain gue. Karena apa? Karena gue tau, gue harus ngejaga perasaan lo agar lo nggak minder, agar lo nggak sakit hati! Tapi--malam ini, justru lo yang bikin hati gue sakit! Perkataan lo itu bikin
Malam semakin larut, mata juga sudah lelah. Gue harus segera tidur agar besok bisa bangun lebih pagi untuk pergi ke studio foto. Kali ini gue nggak boleh mengecewakan Nicolas. Dia pasti sangat berharap sama gue.Setelah mematikan ponsel gue pun segera memejamkan mata, tidur bersama selimut tebal yang hangat ini.**Jam lima pagi gue bangun dan bergegas untuk mandi dan siap-siap. Gue lihat si Anton masih tidur dengan nyenyak diatas sofa. Sepertinya tuh cowok benar-benar ngantuk. Ia sama sekali tidak terjaga saat gue beberapa kali menjatuhkan barang-barang yang akan gue masukan ke dalam koper.Sebelum berangkat gue harus pastikan semua barang-barang gue sudah dikemas rapi ke dalam koper. Jangan sampai ada sa
Kami berdua bergegas turun ke lobby, ditemani oleh dua orang pegawai hotel yang membantu membawakan koper-koper milik si nenek lampir.Di luar, seorang sopir sudah menunggu kami dengan mobil fortuner warna hitam. Sepertinya si nenek lampir sudah menyiapkan semuanya."Mari saya bantu, Bu!" ucap sopir paru baya itu menawarkan bantuan pada Adel."Terimakasih, Pak!" ucap Adel, tangannya menyodorkan gagang koper pada sang sopir. Dengan cepat sopir itu pun bergegas memasukan satu persatu koper milik si nenek lampir ini ke dalam bagasi mobil.Setelah semuanya beres, mobil pun mulai melaju meninggalkan hotel. Sepanjang perjalanan Adel hanya diam. Ia bahkan tidak menoleh ke arahku sedikitpun. Matanya
Aku mengambil lingerie yang telah dilempar oleh Ibu, memperhatikan benda ini dengan penuh kebingungan.Aku ingat betul apa yang aku pilih. Jelas, ini bukan baju yang aku beli. Aku bahkan melihat saat kasir butik itu memasukan gamis yang kubeli ke dalam paper bag ini. Tapi kenapa gamis itu bisa berubah menjadi lingerie seperti ini?"Jadi, baju seperti itu yang kamu bilang hadiah spesial untuk ibu? Ibu benar-benar kecewa sama kamu! Bisa-bisanya kamu membawakan oleh-oleh ngelantur seperti itu! Bawa pergi baju itu dari sini! Ibu tidak ingin melihatnya lagi," cetus Ibu kesal. Ia pun beranjak dari sofa dan masuk kedalam kamar."Bu! Maafin Anton. Anton juga bingung kenapa bisa ada lingerie dalam paper bag itu! Itu bukan punya Anton, Bu. Yang Anton beli itu baju ga
"Eh!! Mau ngapain lo? Jangan macem-macem' lo, ya! Lo tau, kan' itu koper mahal? Gue nggak Terima jika sampai lo sentuh koper gue! Cepet taro pisau katernya!" teriak si Adel ketakutan."Tidak! Saya nggak akan taruh kater ini sebelum kamu kasih tau kode pinnya!" sahutku terus mengancam si nenek lampir."Lo itu benar-benar nyebelin ya jadi orang! Udah nyelonong masuk kamar gue sembarangan, sekarang pake ngancem gue segala' lagi! Mau lo itu apa, sih?" tanya Adel dengan polosnya.'Keterlaluan nih cewek, pake belaga bodoh lagi! Udah tau aku minta pin kopernya, pake nanya mauku apa? Pengen ta hih aja, nih cewek bar-bar!'"Cepet sebutkan pin kopernya! Saya tidak punya banyak waktu! Saya hitung sampai
"Udah cepet, lepasin tangan gue! Sakit, tau' di cengkraman kayak gini!" ucap Adel. Aku pun segera melepaskan cengkraman ku.Ia menaruh pouch itu di laci nakas, kemudian kembali membuka dua koper lainnya. Dengan cekatan ia mengecek isi di dalam koper miliknya."Ko diam aja, sih' lo? Cepetan bantu gue, bukannya lo bilang nggak punya banyak waktu?" ucap Adel padaku yang masih mematung dengan perasaan kesal."Anton! Lo denger gue nggak, sih? Dipanggil malah diem aja! Cepetan bantuin gue! Lo nggak liat' apa tangan gue sakit?" cetusnya dengan wajah masam.Aku pun berjalan menghampirinya, kemudian berjongkok tepat di hadapan nya. Membantu mengeluarkan barang-barangnya dengan asal.
☘️Pov AntonGegasku menyalakan mesin mobil dan melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan rumah si nenek lampir dengan rasa kesal yang masih bersarang dalam hatiku.'Dasar cewek murahan! Nggak bisa jaga kehormatannya dengan baik! Dia pikir, hal seperti itu bisa dibanggakan apa? Seharusnya dia malu sebagai cewek yang sudah tidak bisa menjaga harga dirinya, bukan malah terang-terangan mengakui jika benda dan obat menjijikkan itu adalah miliknya!' racauku merasa jengkel.Mobilku terus melaju dengan kecepatan tinggi, bahkan berkali-kali aku menerobos lampu merah.'Argh! Sial! Kenapa bayang-bayang kondom dan obat perangsang itu terus menghantuiku? Mengapa aku merasa kesal saat si nenek lampir itu denga
"Apa yang terjadi dengan Emak? Kenapa rumahnya hangus terbakar?" batinku, setelah melihat pesan berupa foto rumah gubuk Emak yang ludes dilahap si jago merah.Tanganku gemetar, pikiranku carut marut tak karuan. 'Bagaimana kondisi Nisa dan keluarganya? Aku harus segera menemui mereka!'Aku pun segera mencari tahu siapa yang pengirim pesan ini. Gegas ku membuka profil sang pengirim pesan. Terpampang wajah seorang wanita yang familiar di mataku. 'Sepertinya aku pernah melihat wanita ini, tapi dimana, ya?' batinku bertanya-tanya.Setelah melihat lebih banyak foto dan postingan di profil facebooknya, aku pun mulai mengingat siapa dia.Dia adalah Lilis, teman Nisa di kampung. Iya, sepertinya aku tidak sa
Hallo semuanya 🥰🥰 Akhirnya setelah penantian dan proses yang cukup lama. Novel Vonis mandul ditengah kehamilan istriku atau disingkat menjadi (VMDKI) Ending juga 🥳🥳🥳Pertama-tama Saya mengucapkan terimakasih pada Tuhan Yang Maha Esa dan juga kepada Keluarga besar saya yang telah mendukung saya menjadi seorang Penulis. Dan yang paling spesial adalah terimakasih saya kepada seluruh pembaca setia novel VMDKI yang mengikuti novel ini dari awal terbit sampai tamat. 200 bab bukanlah jumlah yang sedikit, dan tentunya banyak diantara kalian semua yang sudah menghabiskan dana untuk membaca novel ini. Saya mohon maaf telah membuat kalian menghabiskan uang jajan atau bahkan uang dapur kalian untuk cerita ini. Semoga kalian bisa mendapat ganti yang berlipat ganda, semoga selalu di beri kesehatan, dan di lancarkan rezekinya. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dan Typo di dalam Novel ini. Jika berkenan yuk, baca juga novel ottor yang lainnya. *Yang suka dr
***Setelah pertemuan itu mereka tidak lagi bertemu sampai acara pernikahan tiba. Anton dan Adelia hanya berkomunikasi lewat telepon dan watsap. Hari terus berganti, kedua keluarga semakin sibuk mempersiapkan acara sakral itu. Mereka ingin acara itu menjadi pernikahan termewah di Jakarta. Malam ini kedua keluarga mengadakan pertemuan tertutup. Dua pasangan paruh baya itu mengadakan jamuan di sebuah restoran VVIP untuk membahas persiapan pesta yang akan digelar besok. Mereka ingin memastikan jika semua persiapan sudah seratus persen. "Syukurlah jika semuanya sudah siap, saya sangat lega mendengarnya! Ini adalah momen spesial untuk kami," ucap Tuan Romy lega. "Iya, Pak. Kami pun begitu, rasanya tidak sabar untuk menunggu hari esok," jawab Pak Tio. "Kalau begitu, kita akhiri saja pertemuan ini, sepertinya sudah malam juga, sudah waktunya kita istirahat agar besok pagi tidak terlambat," ucapnya. Mereka p
***Dengan wajah memerah, Anton keluar dari minimarket membawa bungkusan berwarna merah muda itu. "Sial! Gara-gara Adel, aku jadi di ketawain anak-anak ABG tadi, mana jadi bahan olok-olokkan mereka lagi," cetus Anton menutup pintu mobilnya dengan kesal."Lagian, ngapain juga tuh kasir banyak tanya, pake acara nawarin merek lain segala lagi, memang dia pikir' saya ngerti apa dengan merek-merek pembalut? Aneh-aneh aja tuh orang," Anton menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan minimarket berlogo merah kuning itu.Sesampainya di rumah Adel, Anton pun langsung masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci itu sesuai perintah Adel saat ia menelpon."Adel! Kamu dimana?""Gue di kamar! Lo sini aja! Gue nggak bisa turun nih," teriak Adel menyahut dari kejauhan."Jangan bercanda dong, Del! Di rumah kamu nggak ada siapa-siapa, ntar kalau tiba-tiba Papa dan Mama kamu datang dan melihat saya ada di k
🍀🍀🍀"Ibu langsung istirahat saja! Ibu pasti capek, kan? Barang-barangnya biar si Mbok dan Sulis yang urus!" ucap Anton saat mereka tiba di rumah sang Ayah. Wanita paruh baya itu pun mengangguk dan menuruti seruan anaknya. Sedangkan Anton segera masuk ke dalam kamarnya, ia pun merasa lelah setelah membantu memindahkan barang-barang ibunya.Kring! Kring! Ponsel Anton berdering, dengan cepat ia mengangkat panggilan masuk dari Lilis. "Halo, assalamualaikum' Mbak,""Waalaikumsalam, Mas. Maaf mengganggu, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih atas paket yang dikirim mas Anton. Anak-anak senang sekali, Mas,""Syukurlah kalau paketnya sudah sampai, Mbak. Semoga Fadlan dan Aqila menyukainya," ucap Anton lega. Tiga hari lalu Anton mengirim perlengkapan sekolah untuk kedua adik iparnya itu. Mulai dari baju seragam, sepatu, tas dan perlengkapan lainnya. "Suka banget, Mas. Dari tadi mereka nggak sabar ingin bilang terima
🍀🍀🍀Satu minggu sebelum pernikahan Anton di gelar, Tuan Romy dan Bu Minah pun melangsungkan acara pernikahan mereka di kediaman Tuan Romy, acaranya berlangsung khidmat dan sederhana sesuai permintaan Bu Aminah. Hanya kerabat dan orang-orang terdekat mereka yang menghadiri acara tersebut. Bu Aminah tampak begitu cantik dengan balutan kebaya Jawa, begitupun dengan Tuan Romy, pria lima puluh dua tahun itu tampak gagah dengan busana adat dan juga blangkon khas Jawa yang ia kenakanan. Pasangan paruh baya itu pun duduk di depan penghulu. "Bagaimana Pak Romy, sudah siap?" tanya penghulu itu memastikan. Tuan Romy pun langsung mengangguk yakin. Anton dan kekasihnya duduk di sebelah mereka, menyaksikan betapa sakralnya ijab kabul yang diucapkan sang Ayah. Suasana hening sejenak saat Tuan Romy dengan lugas dan lancar mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya penghulu memastikan."Sah!"
***Satu minggu setelah perdebatan itu, suasana kembali mencair. Bu Minah berusaha untuk menghilangkan kebenciannya kepada Jannah. Bagaimanapun anak itu memang tidak berdosa. Tidak mungkin ia harus menanggung beban atas perbuatan keji yang dilakukan kedua orang tuanya. Bu Minah berusaha meyakinkan dirinya, meski itu tidak semudah yang dipikirkan. Tapi ia yakin, lambat laun rasa sayang itu akan tumbuh dengan sendirinya. Kring! Kring! Dering ponselnya berbunyi. Nama Tuan Romy terpampang di layar. Dengan antusias Bu Minah segera menggeser tombol hijau dan berbicara dengan pria yang kini kembali mengisi kekosongan hatinya. "Halo, Mas. Sudah berangkat?" tanya Bu Minah saat seseorang memanggil namanya. "Sudah, Minah. Ini Mas sudah di jalan, sebentar lagi sampai. Kamu sudah siap' kan?" "Sudah, Mas. Saya tunggu di luar ya, biar kita langsung berangkat," Sahutnya sebelum memutus panggilan. Hari
Sore menjelang malam, mereka pun tiba di Jakarta. Setelah mengantar Adel sampai ke rumahnya, Anton pun bergegas pulang. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat Bu Minah ada di rumah sang Ayah dan menyambut dirinya dengan wajah tak bersahabat."Ibu? Sejak kapan ibu disini?" tanya Anton meraih tangan ibunya dan menciumnya takzim."Kamu dari mana saja Anton? Kenapa nomormu tidak bisa dihubungi?" tanya Bu Minah menatap tajam Anak sulungnya itu. Melihat raut wajah ibunya yang kesal, Anton pun bingung harus menjawab apa. "Kenapa diam saja Anton? Kamu tidak dengar apa yang ibu tanyakan?! Kamu dari mana saja? Kenapa pergi tidak pamit sama ibu?""Maaf kan Anton, Bu. Anton … Anton ada urusan,""Urusan? Urusan apa? Mengurus wanita jalang itu maksudmu?! Jawab Anton! Benarkan apa yang ibu katakan?" Mendengar cercaran pertanyaan dari ibunya, Anton pun hanya bisa mengangguk mengiyakan. Ia tidak mungkin berdebat dengan sang ibu d
Mereka bertiga pun akhirnya memutuskan untuk pulang, Anton dan Adel mengantar Lilis terlebih dahulu sebelum mereka berdua kembali ke Jakarta. "Terimakasih, ya' Mas Anton, maaf sudah terlalu banyak merepotkan," ucap Lilis saat mereka tiba di rumahnya. "Tidak apa, Mbak. Itu sudah menjadi tanggung jawab saya. Kalau begitu saya pamit dulu' ya, Mbak. Salam pada anak-anak," "Baik, Mas. Nanti saya sampaikan salam dari Mas Anton pada Qila dan Fadlan jika mereka sudah pulang dari sekolah. Mas Anton dan Mbak Adel hati-hati di jalan," sahut Lilis dan segera di anggukan oleh Anton maupun Adel. Dua sejoli itu pun akhirnya pergi meninggalkan kampung halaman Nisa.Tidak bisa dipungkiri, di kampung ini Anton sempat menjadi bagian dari keluarga besar Abah dan Emak. Kenangan masa lalu yang indah sempat terukir, walau hanya sesaat."Anton? Lo kenapa' sih? Ko malah ngelamun? Ayo jalan!" ucap Adel menegur kekasihnya yang masih dudu
"E-elo … nggak sedang bohongin gue kan?" tanya Adel terbata. Seketika ada perasaan bersalah karena telah menuduhnya yang tidak-tidak. "Untuk apa saya bohongin kamu, Del? Apa untungnya buat saya?" sahut Anton membuang nafas kasar. Ia tidak menyangka jika gadisnya itu bisa berpikiran buruk terhadapnya. "Lebih baik' sekarang kamu balik ke Jakarta! Kamu kesini diantar Pak Amin' kan? Biar saya bilang sama Pak Amin untuk bawa kamu pulang ke Jakarta," ucap Anton. Ia pun berjalan menuju mobil hendak menghampiri sang supir. Namun, seketika tangan Adel menghadangnya. "Gue nggak mau balik! Gue mau disini nemenin lo!" ujar Adel yakin."Tapi, Del! Disini saya repot dengan urusan Nisa. Saya tidak mungkin bisa jagain kamu! Dari pada nantinya kamu kesal, lebih baik kamu pulang. Jika urusan disini selesai, saya akan segera menyusul kamu ke Jakarta!" "Pokoknya gue nggak mau balik! Gue tidak akan kembali ke Jakarta tanpa lo! Gue mau nemenin lo sampai semua urusan